3/26/2013

Membiasakan Menegakkan Qiyamul Lail



Salah satu ibadah sunnah yang mempunyai nilai yang sangat tinggi adalah qiyamul lail. Menjalankan qiyamul lail bagi setiap muslim adalah merupakan ibadah tambahan, sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran surat Al Isra': 79:
" Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji".

Begitu pentingnya qiyamul lail, maka ketika salah seorang sahabat bertanya kepada rasul, shalat manakah yang paling utama setelah shalat lima waktu, Rasulullah menjawab, shalat tahajud (HR. Muslim).
Qiyamul lail atau yang lebih dikenal dengan shalat tahajud disyari’atkan kepada nabi Muhammad SAW setelah turun surat Al Muzammil. Adapun sebab-sebab turunnya surat tersebut adalah: Ketika Rasulullah SAW menerima informasi bahwa para pembesar Qurais telah berkumpul di balai Pertemuan Darun Nadwah, dimana disana mereka sedang mengatur rencana untuk menentang Rasuluh dan mematahkan semangat dakwah-Nya. Maka beliau berdiam diri, lalu menarik baju luarnya rapat ke badannya sambil merebahkan dirinya. Ketika itu kemudian Malaikat Jibril datang menyampaikan surat Al Muzammil ayat 1-19.
Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Qur'an itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan. (Dia-lah) Tuhan masyriq dan maghrib, tiada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, maka ambillah Dia sebagai pelindung. Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar. Karena sesungguhnya pada sisi Kami ada belenggu-belenggu yang berat dan neraka yang bernyala-nyala, dan makanan yang menyumbat di kerongkongan dan azab yang pedih. Pada hari bumi dan gunung-gunung bergoncangan, dan menjadilah gunung-gunung itu tumpukan-tumpukan pasir yang beterbangan. Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada kamu (hai orang kafir Mekah) seorang Rasul, yang menjadi saksi terhadapmu, sebagaimana Kami telah mengutus (dahulu) seorang Rasul kepada Fir`aun. Maka Fir`aun mendurhakai Rasul itu, lalu Kami siksa dia dengan siksaan yang berat. Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban. Langit (pun) menjadi pecah belah pada hari itu karena Allah. Adalah janji-Nya itu pasti terlaksana. Sesungguhnya ini adalah suatu peringatan. Maka barang siapa yang menghendaki niscaya ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) kepada Tuhannya. (Al Muzammil: 1-19)

Dua belas bulan kemudian turun ayat yang ke-20:
" Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Qur'an dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. Dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. Dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".

Ayat 20 isinya meringankan cara ibadah shalat tahajud, setelah Rasulullah menghabiskan sebagian waktu malamnya untuk menjalankan shalat Tahajud sebagai konsekwensi dari ayat yang diturunkan sebelumnya yaitu ayat 1-19.
Menurut Al Bazzar dan Ath Thabrani (ulama’ hadits) meriwayatkan dari Jabir, bahwasannya ketika Rasullulah menghadapi para pembesar Qurais yang sangat leluasa mengolok-olok Rasullulah sebagai dukun, orang gila, tukang syihir bahkan mengancam beliau dengan pembunuhan. Rasulullah merasa sangat sedih, termenung, berselimut sehingga kemudian datang Malaikat Jibril menyampaikan surat Al Muzammil.

Dalam surat Al Muzammil tersebut seakan-akan Allah SWT berfirman; Wahai Muhammad hilangkan kemasygulan, majulah ke gelanggang untuk menghadapi berbagai tantangan yang dilakukan oleh para pembesar Qurais yang merintangi da’wah-Mu dengan cara meneror dan membunuhmu. Tetapi Engkau harus bersiap-siap berbenah diri untuk menghadapi mereka.
Tahajud artinya bangun dari tidur, maka shalat tahajud artinya shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan setelah tidur. Dengan shalat tahajud dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, sebagai penebus dosa dan kejelekan serta dapat menangkal penyakit dari badan.
Kapan kita dapat melaksanakan shalat Tahajud, berdasarkan surat Al Muzammil ayat 3-4 dapat diinterpretasikan menurut waktu Indonesia sepertiga malam kira-kira pukul 22.00-23.00 WIB, seperdua malam pukul 24.00-jam 01.00 WIB, dan sepertiga malam adalah jam 02.00-03.00 WIB atau sampai sebelum waktu subuh.
Berapakah bilangan rekaat yang dilakukan Rasululah, bahwa menjalankan shalat tahajud tidak ada ketentuan dan batasan yang pasti. Pernah Rasulullah memerintahkan kepada Ibnu Abbas menjalankan shalat tahajud walaupun hanya satu rekaat. (HR. Tabrani). Imam Buchari dan muslim meriwayatkan hadits yang bersumber dari Aisyah, bahwa beliau kadang melaksanakan shalat tahajud 11 rekaat, 13 rekaat dengan dua rekaat sebagai shalat iftitah, rasul juga pernah melaksanakan 4 rekaat kemudian shalat witir 3 rekaat. Dengan bevariasinya jumlah rekaat shalat tahajud itu Prof. Dr. Hasby Assyiddiqi mengomentari bahwa akan lebih utama, bila membiasakan shalat tahajud dengan 11 rekaat atau 13 rekaat dengan 2 rekaat sebagai shalat iftitah.
Karena itu Islam memberikan kelonggaran kepada siapapun untuk menjalankan ibadah, akan tetapi dengan kelonggaran itu hendaknya dapat dipahami dengan arif dan bijaksana, agar kita dapat menajalankan dengan istiqomah. Sehinga pelaksanakan ibadah yang istiqomah akan membuahkan rasa ikhlas dalam semua perbuatannya. Menjadi insan yang lebih mendahulukan pada pemenuhan kewajiban dan hak, daripada menuntut hak, bahkan terhadap Allah kadang berusaha untuk memaksakan agar keinginannya segera dikabulkan.

Imam Khomaeni mengatakan bahwa sempurna dan cacatnya ibadah, syah dan tidak syahnya ditentukan oleh niat yang ikhlas dan maksud yang bersih. Jika ibadah itu bersih dari sifat menyekutukan Allah dan niat kotor, maka ibadah itu ikhlas dan sempurna. Sebagai contoh melakukan shalat tahajut demi mendapatkan rizki yang lebih banyak, memberikan sedekah demi menyelamatkan diri dari bencana, atau memberikan zakat demi memperbesar kekayaan, meskipun ibadah yang demikian ini dari segi fiqih syah akan tetapi dalam perspektif ma’rifat ibadah tersebut adalah tidak ikhlas karena ibadah didasari oleh tujuan dan maksud duniawi yang memenuhi kehendak hawa nafsunya.
Maka pelaksanaan shalat tahajud yang istiqomah itu akan dapat membuahkan:
1. akan memperoleh kenikmatan yang menyejukkan mata, tutur kata yang berbobot, mantap dan berkualitas, qauolan saqilan.
2. memperoleh tempat yang terpuji didunia dan diakherat.
3. terhapus dar dosa, kejelekan dan penyakit.
4. Hikmah yang lain dari shalat tahajud dapat merubah sikap rendah diri, pesimis, kurang berbobot akan berganti menjadi sikap optmiss, percatya diri, pemberani tanpa disertai sikap sombong. (Dr. Moh Sholeh, Tahajud: 164)
Karena itu shalat tahajjud agar benar-benar menjadi sarana taqarrub kepada Allah SWT hendaknya dilakukan dengan niat yang ikhlas semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT, demikian pula juga memperhatikan waktu-waktu yang mustajabah yaitu dengan melaksanakan pada waktu yang paling utama, kecuali bila memang tidak bisa. Setiap bentuk ketaatan dan penghambaan diri kepada Allah SWT akan kembali pada dirinya sendiri dan berimplikasi pada lingkungan dan masyarakatnya. Karena sesungguhnya Islam adalah rahmat bagi sekalian alam, dan setiap muslim yang berperan untuk mengimplementasikannya. Dari normatif menjadi aplikatif.