5/20/2020

Tinggalkan Kesenangan Sesaat, Raih Kebahagiaan Selamanya



Tradisi menyambut Idul Fitri dengan persiapan makanan, pakaian, perhiasan berlangsung secara turun-temurun. Padahal yang seharusnya Idul Fitri adalah kembali pada kesucian, untuk mendapat ampunan Allah. Idul Fitri mulai menapaki hidup dan suasana yang baru, dapat melanjutkan ibadah puasa Ramadhan dan segala amaliah untuk dilaksanakan diluar bulan Ramadhan.

Setelah selesai puasa Ramadan, mulai bergegas untuk puasa tanggal 2-7 Syawal, dengan melaksanakan puasa sunah, puasa Senin Kamis, puasa Dawud, puasa tengah bulan. Shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat hajad, tahajud, istikharah dan lainnya. Tadarus Alquran untuk dibiasakan, pengelolaan zakat fitrah dengan meningkatkan infaq dan shadaqah. Sehingga Idul Fitri bukan menjadi bar-baran (semuanya sudah selesai), puasanya sudah bar, tadarus nya sudah bar, infaq shadaqahnya sudah bar, semua amal ibadah menjadi bar atau berakhir dan akan kembali pada tahun yang akan datang.

Puasa Ramadhan dengan segala amaliyahnya menjadi kegiatan-kegiatan ibadah yang belum dikondisikan kelanjutannya, kadang organ tubuh belum siap menerima keadaan. Shalat tarawih biasanya ramai pada minggu pertama, tadarus Alquran hanya pada bulan Ramadhan, infaq shadaqah hanya pada bulan Ramadhan dan semua amaliah yang baik hanya tinggal kenangan saja. Setelah selesai puasa Ramadhan diawali dengan memasuki 1 Syawal perilaku israf dipupuk kembali.

Sikap Frontal
Ibadah puasa Ramadhan pada tahun 1441 H/2020 M sangat berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana gema dan gebyar Ramadhan terjadi dimana-mana, shalat tarawih, tadarus Alquran, majelis taklim, nuzulul Qur’an, salat berjamaah, pada tahun tersebut dan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun ini menjadi tahun berbeda, dimana setiap ibadah biasanya dipusatkan di masjid/ musholla tetapi pada tahun ini dihimbau untuk dilaksanakan di tempat tinggal masing-masing.

Pemerintah dan lembaga keagamaan telah memberikan himbauan namun ternyata masih banyak umat Islam yang tidak menghiraukan himbauan tersebut. Perkumpulan orang-orang tetap dilaksanakan, shalat Jum’at, tarowih, tadarus Alquran dilaksanakan secara bergerombol, majlis taklim. Pada umumnya mereka tidak mau meninggalkan momentum penting pada bulan Ramadhan. Ibadah yang penuh berkah tetap dilaksanakan seakan-akan tidak ada wabah pandemi Covid-19.

Keyakinanpun menjadi sikap frontal, tidak mau mengikuti himbauan dari pemerintah dan MUI, memang banyak orang yang menyayangkan meninggalkan amaliyah ibadah di bulan Ramadhan. Namun satu sisi berusaha melakukan kebaikan dan amal shalih, tetapi idak menghiraukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, tidak menghiraukan seruan amaliah di bulan Ramadhan.

Kenangan Sesaat
Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana aktivitas dan gerak dibatasi karena adanya wabah pandemi virus corona/ Covid- 19. Untuk melawan dan menghentikan penyebarannya dengan pengurangan aktivitas kegiatan sosial, perkumpulan, sosial distancing, PSBB bahkan lock down. Pembatasan ini juga harus dengan kesadaran diri untuk meninggalkan kesenangan sesaat yang bisa jadi akan menimbulkan musibah, bencana pada masa yang akan datang. Demikian pula Idul Fitri hendaknya dirayakan dengan kondisi yang sederhana. Mulai dari makan, minum, pakaian, perhiasan dengan yang sudah ada atau apa adanya. Tidak perlu terlalu fokus pada kegiatan pesta, makan-makan, minum dan saling berkunjung.

Ada pesan Idul Fitri yang disampaikan lewat lagu lama yang dinyanyikan oleh Dea Ananda:

Baju baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama

Sepatu baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada sepatu yang lama

Potong ayam Alhamdulillah
Untuk dimakan di hari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada telur ayamnya

Bikin kue alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak bikin pun tak apa-apa
Masih ada singkong goreng nya

Ref:
Hari raya Idul Fitri
Bukan untuk berpesta- pesta
Yang penting maafnya lahir batinnya

Untuk apa berpesta-pesta
Kalau kalah puasanya
Malu kita kepada Allah yang esa.

Kupat sayur alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada nasi uduknya

Pembatasan dan pengendalian diri sebagai hasil dari pelaksanaan ibadah puasa, dimana puasa merupakan tameng dari perbuatan yang tidak baik, puasa melatih berbuat sabar dan ikhlas, puasa mewujudkan kepedulian sosial dan empati, puasa untuk pensucian rohani dari hawa nafsu yang tidak baik. Selama 1 bulan umat Islam telah dilatih atau melatih diri, menerpa diri dengan akhlak dan perilaku yang terpuji dengan landasan iman dan taqwa kepada Allah.

Kesederhanaan dalam makan, minum, pakaian dan penampilan bukan karena menghadapi pandemi, tetapi seungguhnya merupakan perintah agama. Sederhana bukan berarti bahil tetapi untuk selalu memupuk kedermawanan, jiwa sosial, empati dan ukhuwah bersama. Kita tidak tahu sampai kapan wabah pandemic Covid-19 akan berakhir. Ilmuan dunia belum menemukan vaksin, semua orang hanya bisa antisipati, jaga diri dengan mengikuti himbauan ulama’ dan umara’.

Memang kadang tidak ikhlas untuk meninggalkan atau mengalihkan kebiasaan yang sudah berjalan dengan baik, shalat Jum’at, shalat berjamaah di masjid/ musholla, shalat tarorih, pemberian kupon infaq sedekah, shalad Id di masjid dan lapangan terbuka, shilaturahim, halal bihalal. Semua ini adalah ibadah yang sudah mentradisi dan tradisi yang sudah membudaya. Tak aneh bila melihat selebaran dan himbauan untuk tidak menyelenggarakan kegiatan atau mendengar himbauan, banyak orang yang menanggapi dengan sinis. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya semua orang untuk dapat menerima dengan ikhlas. Ingat bahwa pengorbanan ini untuk kepentingan jangka panjang dan kepentingan orang banyak. Masih banyak jalan untuk mendapat kebaikan dan masih banyak cara untuk membuat kebaikan.

Tidak shalat Jumat tetapi menegakkan shalat dhuhur, tidah shalat bejamaah di masjid/ musholla tetapi selalu menjaga shalat jamaah di keluarga, tidak shalat tarowih di masjid/ musholla tetapi selalu menegakkan shalat tarowih bersama anggota keluarga, zakat, infaq dan sedekah diamanatkan kepada lembaga amil zakat, shalat Idul Fitri dilaksanakan di keluarga, shilaturahim untuk dibatasi, halal bihalal secara on line.

Sesungguhnya yang membedakan hanyalah ibadah yang bernuansa sosial, sekalipun tidak ada shilaturahim semoga shilaturahim tetap terjaga. Jaga diri dan keluarga tingkatkan peduli pada orang lain. Tinggalkan kesenangan sesaat untuk meraih kebahagiaan masa depan lebih baik. Jangan anggap enteng sesuatu yang sudah jelas berbahaya, tidak ada yang dapat mencegah musibah dan bahaya kecuali kita diwajibkan untuk berusaha, berikhtiar dan tawakal. Semoga pandemic segera berakhir.