6. Meningkatkan pembelajaran dan kajian Islam.
Pembelajaran dan kajian Islam adalah sebagai kelanjutan dari tadarus Alquran, dimana Alquran bukan saja dipandang sebagai suatu yang mendatangkan pahala semata. Namun bagaimanakah mengetahui bahwa didalam Alquran terdapat petunjuk bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, bagaimanakah mengetahui bahwa setiap amal perbuatan manusia akan dimintai pertanggunganjawaban. Kelak akan ada hari pembalasan dimana tak seorangpun yang akan dapat menyembunyikan, amal baik akan diberikan balasan surga dan amal yang buruk akan dimasukkan ke dalam neraka.
Semua ini hanya dapat diketahui manakala diadakan kajian secara rutin terhadap isi dan kandungan Alquran. Sehingga pada tahap awal Alquran sebagai bacaan namun untuk selanjutnya ditingkatkan lagi, mengarah pada perintah dan larangan Allah yang tersebut di dalam Alquran. Karena itu membaca Alquran saja belumlah cukup bila tidak diikuti dengan pengamalan nilai-nilai Alquran . Dan dalam pengamalan diawali dengan pemahaman dan penghayatan dengan disertai dengan petunjuk sunnah Rasulullah SAW.
Karena itu pembelajaran dan kajian terhadap nilai-nilai Alquran tidak akan pernah bisa berakhir. Seberapa banyak ilmu pengetahuan yang telah dimiliki dibandingkan dengan ilmunya Allah yang meliputi langit dan bumi, bahkan bumi dan langit dihamparkan untuk menuliskan ilmunya Allah dan air laut sebagai tintanya niscaya tidak akan selesai menuliskan ilmunya Allah. Bahkan ditambahkan lagi ilmu Allah tetap terbentang luas tidak akan ada habisnya. Sungguh Allah Maha Luas tak ada satupun yang setara dengannya. Rasullullah memerintahkan kepada umatnya untuk mencari ilmu sejak dari buaian hingga sampai ke liang lahad.
7. Meningkatkan infaq dan shadaqah.
Berbagai upaya untuk menambah amaliyah pada bulan Ramadhan dengan memperbanyak infaq dan shadaqah, bahkan pelaksanaan pembayaran zakat mal juga dilaksanakan pada bulan puasa. Kegiatan ini hendaknya dapat diimplementasikan pada bulan-bulan lain selain bulan Ramadhan. Rasa empati, lapar dan dahaga ketika sedang berpuasa ternyata dirasakan oleh para fakir miskin sepanjang masa. Karena itu dalam setiap penghasilan dapat menyisihkan bagi kepentingan fuqarak dan masakin.
Gerakan berinfaq dan shadaqah bisa diberdayakan melalui Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) yang berada dibawah takmir masjid. Masjid Jogokariyan Jogjakarta menjadi simbol kesuksesan pengumpulan dana infaq warga. Diawali dengan penghitungan riil pengeluaran masjid dalam setiap bulan. Misalnya untuk bayar air, listrik, petugas kebersihan, membeli alat-alat kebersihan, petugas khatib dan ustadz dan kyai dan pengeluaran lain-lain. Bila jumlah pengeluaran dengan pemasukannya ternyata sama, berarti ibadah di masjid baru impas saja. Bila pengeluaran yang lebih besar maka ibadah di masjid masih dibantu oleh orang lain. Dari hal inilah kemudian dikomunikasikan kepada seluruh warga untuk mengadakan infaq. Dari itulah terkumpul dana infaq yang cukup besar, sehingga Masjid Jogokariyan menjadi masjid yang mandiri. Antusias warga untuk berinfaq lebih besar. Sehingga kegiatan-kegiatan masjid dapat ditopang darai dana infaq, bahakan dapat memberikan santunan kepada warga sekitar.
Dari pengalaman penggalangan dan pengelolaan LAZIS melalui takmir masjid, sehingga masjid ini menjadi masjid percontohan, yang karenanya dari berbagai wilayah mengadakan studi utuk mencontoh system pengelolaan masjid. Salah satu contoh Masjid Baitul Mizan Kampung Serang Kelurahan Kalikajar Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo, juga telah membentuk LAZIS Baitul Mizan. Hal ini dilatarbelakangi karena pemasukan dana masjid yang sangat minim, dimana kas masjid diperoleh dari kotak amal shalat Jum’at dan iuran insidental ketika ada hari besar Islam. Sementara itu fasilitas masjid yang meliputi ketersediaan tanah wakaf cukup luas mencapai 1000 M² lebih. Minimnya dana kas ini maka untuk ustadz-uztadzah TPQ dan imam masjid kurang diperhatikan, mereka berjuang tanpa pernah mendapatkan reward.
Karena itu perjuangan takmir masjid, kemudian mengadakan sosialisai kepada warga untuk memberikan infaqnya dalam setiap bulan minimal seribu rupiah. Dana infaq ini tidak boleh dibayarkan setahun sekali, namun harus setiap bulan yang akan didatangi amil zakat dengan ditulis dikartu infaq. Kartu ini sebagai bahan evaluasi diri, sudah pantaskan dalam setiap bulan memberikan infaq seribu rupiah. Ternyata setiap laporan setiap bulan tidak ada yang berinfaq seribu rupiah. Mereka lebih dari itu bahkan ada yang secara rutin sepuluh ribu rupiah, atau bila sedang memperoleh rizki akan memberikan yang lebih banyak lagi.
Ada hal yang mendasari mengapa infaq minimal seribu rupiah, takmir masjid ingin mengukur tingkat keikhlasan dan kesadaran warga, bukan dengan paksaan dan tekanan. Mengapa harus dibayarkan setiap bulan karena takmir ingin membuktikan bahwa infaq tidak akan mengurangi rizki, tetapi rizki semakin banyak dan lancar. Mengapa para munfiq diberikan kartu infaq karena untuk bahan evaluasi diri khususunya bagi munfiq dan bagi pengurus untuk pengadakan administrasi yang transparan, akuntabel dan amanah.
Dari pengumpulan dana tersebut dalam setengah tahun pertama bisa dijadikan sebagai penunjang kegiatan takmir masjid, seperti penyediaan sarana pendidikan TPQ memalui pembelian karpet, pembuatan meja, kursi, papan tulis, pengadaan alat-alat kebersihan, memberikan honor petugas kebersihan, memberikan bisaroh pada ustadz TPQ dan imam masjid. Karena itu gerakan infaq dan shadaqah pada bulan Ramadhan perlu terus ditingkatkan pada bulan-bulan yang lain. Karena setiap amal akan kembali kepada dirinya sendiri.
8. Menahan diri dan segala bentuk ucapan dan perbuatan yang tidak baik.
Sering terdengar orang berkata, jangan berbohong sedang berpuasa, jangan membicarakan orang lain karena sedang berpuasa, jangan melakukan maksiat karena sedang berpuasa dan lainnya. Seakan bahwa meninggalkan perbuatan tidak baik itu hanya pada buan Ramadhan. Padahal berkata kotor, berdusta, berbohong, menghibah, memfitnah, berjudi, minum minuman keras, durhaka pada orang tua adalah perbuatan buruk yang harus dihindarkan, bila dilakukan berdosa.
Hanya saja bila perbuatan tersebut dilakukan ketika sedang berpuasa maka disamping berdosa, maka puasanya akan sia-sia atau paling tidak puasanya akan menjadi rusak. Puasa yang tidak berkualitas sehingga pasca Ramadhan tidak bisa membentuk pribadi yang bertaqwa.
Kendala pencapaian.
Bersambung, pada Amaliyah Pasca Ramadhan menuju Syawal sebagai peningkatan ibadah-bagian IV.