7/09/2013

Puasa Menurut Ahli Tasyawuf


Bulan Ramadhan adalah merupakan bulan penggemblengan diri untuk meraih terajad muttaqin, kedatangan Bulan Ramadhan sangat dinanti-nantikan kedatangannnya. Sehingga disana-sini banyak sekali rencana kegiatan menyambut Ramadhan dan aktutualisasi kegiatan pada bulan Ramadhan. Hitungan tanggal pada bulan Ramadhan mempunyai keutamaan, dan tentu saja keutamaan itu akan dapat dirasakan bila diantara kaum muslimim juga berupaya untuk melaksanakan. Rasulullah SAW menegaskan:

اوله رحمة واوسطه مغفرة واخره عتق من النار


“ Awal dari puasa Ramadhan adalah rahmat yang pertengahan adalah maghfirah dan yang terakhir adalah dihindarkan dari siksa neraka”.

Bila kita lihat dari hadits tersebut ada tiga kelompok yaitu yang pertama, pertengahan dan yang terakhir. Yang pertama bila kita hubungkan dengan tanggal dalam satu bulan ada 29 atau tiga puluh hari. Bila itu 30 hari maka yang pertama adalah tanggal 1-10, yang pertengahan adalah 11-20 dan yang terakhir adalah 21-30. Jadi pada tanggal 1-10 pada bulan Ramadhan Allah SWT melimpahkan seluruh rahmatnya bagi hamba-hambanya utamanya adalah orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah puasa, dan pada tanggal 11-20 Allah melimpahkan maghfirahnya bagi seluruh alam dan yang terakhir tangal 21-30 karena umat Islam telah memperoleh rahmatnya maka secara otomatis akan diampuni segala kesalahannya kepada Allah SWT, maka tanggal yang 21-30 umat Islam tinggal mengharapkan surganya Allah SWT karenanya disingkirkan dari siksa neraka.

Harapan ibadah setiap muslim pada dasarnya dari ketiga hal tersebut rahmat, maghfirah dan khusnul khatimah. Namun harapan ini bukan diperoleh dengan cara yang mudah tetapi membutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dan istiqomah dalam menegakkan dan menjalankan ajaran Islam. Berkaitan dengan hal tesebut untuk meraihnya, para ahli tasawuf menempuh tiga jalan yaitu takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli adalah mengeluarkan segala macam perilaku yang tidak terpuji, sebagaimana ketika sedang melaksanakan ibadah puasa Ramadhan tidak diperbolehkan berkata kotor, membuat gaduh, berkelahi, Rasulullah SAW bersabda:

والصيام جنة فاذا كان يوم صوم احدكم فلا يرفث ولا يصحب فان سابه احد او قاتله فليقل: انى صائم 

متفق عليه

“ Puasa adalah perisai (dari api neraka dan perisai dari perbuatan yang jelek). Bila hari berpuasa seseorang diantara kamu, maka janganlah berkata kotor atau berbuat gaduh (sebab orang yang berpuasa biasanya mudah marah, oleh karena itu dilarang marah dan berkata jelek). Bila ada orang yang mencacinya atau mengajak berkelahi, maka katakanlah: sesungguhnya aku sedang berpuasa”.

Menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merusak ibadah puasa serta mengeluarkan segala perbuatan jelek tersebut, hal ini adalah perilaku yang amat terpuji. Maka bila dapat menempuh jalan tersebut niscaya akan memperoleh Rahmat Allah SWT dan ini diupayakan pada sepuluh hari yang pertama pada bulan Ramadhan.

Setelah dapat melampui sepuluh hari yang pertama dengan usaha yang sungguh-sungguh mengeluarkan segala perilaku yang tidak baik, maka kemudian masuk pada tahapan yang kedua yaitu tahalli, yaitu menghiasi diri dengan perilaku yang terpuji. Segala bentuk perbuatan yang tidak baik diganti dengan perbuatan yang terpuji. Yang tadinya mempunyai kebiasaan berkata kotor diganti dengan kata-kata yang indah, ucapan dusta diganti dengan yang jujur, sifat tamak diganti dengan ikhlas, sifat su’uzan diganti dengan khusnuzan, sifat kibir diganti dengan tawadhu’, dan sifat-sifat baik lainnya selaras dengan akhlaq nabawiyah dapat direalisasikan dalam sepuluh hari yang kedua pada bulan Ramadhan. Maka bila dapat menempuh jalan tersebut niscaya akan diberikan ampunan oleh Allah SWT. Dan bila telah dapat menempuh dua tahapan sepuluh hari yang pertama dan yang kedua, maka akan memperoleh kenyataan kedekatan dengan Alah SWT atau yang dikenal dengan tajalli.

Tajalli bila dalam ilmu tasyawuf dimaksudkan adalah menyatunya kehendak Allah pada hambanya, sehingga segala yang dilakukan hamba adalah selaras dengan kehendak Allah SWT. Setiap ‘abid ketika melaksanakan ibadah puasa sudahkan terasa dekat kepada Allah, ataukah ibadah khususnya ibadah shalat hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja. Tentunya setiap ‘abid menginginkan bahwa pelaksanaan ibadah dari waktu-kewaktu akan menunjukkan rasa kedekatan diri kepada sang Khaliq. Karena Allah SWT itu dekat bahkan kedekatan Allah kepada hambanya lebih dekat dari urat leher, sudahkah merasakan yang demikian. Bila sudah, berarti tinggal mempertahankan, namun bila belum harus dapat mengupayakannya.
Karena apalah artinya ibadah seribu tahun bila terasa jauh dari Tuhannnya, karenanya ibadah tidak dapat menjadi landasan amal perbuatan manusia yang dari waktu-kewaktu ingin meraih tingkatan kebaikan. Karena itu momen 10 hari yang terakhir pada bulan Ramadhan adalah merupakan hasil dari kedekatan diri kepada Allah SWT, karenanya ibadah pusa Ramadhan dengan segala amalan baiknya, baik itu shalat tarowih, tadarus Alquran, shadaqah, pengajian dan sebagainya dilakukan dengan perasaan senang, tak pernah ada rasa bosan bahkan enggan untuk melakukannya. Apalagi motivasi yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW, bahwa pada malam-malam yang terakhir pada bulan Ramadhan, Allah akan melipatkan pahala seorang abid yang bernilai dengan ibadah 1000 bulan. Karena itu para ‘abid tidak pernah meluangkan waktunya kecuali untuk sepenuhnya meningkantkan ibadah kepada Allah SWT sehingga terasa sekali kedekatannnya kepada Allah SWT.

Untuk meraih dari semua itu maka mulai hari ini, akan kita bahas tentang perilaku yang tidak baik yang harus dikeluarkan dari dalam diri kita, kemudian dilanjutkan dengan upaya untuk menghiasi diri dengan perilaku yang baik. Keistiqamahan, keikhlasan dan kesungguhan dalam melaksanakan ibadah ini, pada akhirnya akan memperoleh hasil yang baik. Dari pemahaman syariat dan akhlaq menuju pada hakekat makrifatullah. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq, hidayah dan inayahnya kepada kita sekalian, amin.