7/04/2013

Menghalalkan Yang Haram


Ada suatu percakapan antara seorang kyai dengan pegawai Kantor Urusan Agama yang bernama pak Salim, pada suatu saat terdengar sapaan keakraban antara pak Salim dengan seorang kyai (tokoh agama dalam masyarakat). Assalaamu ‘alaikum pak kyai, pak Salim menyapa kyai. Sang kyai menjawab, wa’alaikum salam warahmatulahi wabarakaatuh, ini mau kemana? Karena sang kyai juga sudah merasa kenal dengan pak Salim, setelah menjawab salam dilanjutkan dengan pertanyaan mau kemana. Pak Salim menjawab “ada tugas luar kyai”. Sang kyai langsung menyapa lagi, o ya, mau menghalalkan yang haram ya.

Kata-kata yang singkat dan diucapkan dengan muka sang kyai dengan berseri-seri sedikit tersenyum. Begitu mendengar kata-kata sang kyai Pak Salim langsung menunjukkan kata tidak suka, benci, marah namun karena ingin tetap menjaga image, maka segera tancap gas sepeda motornya. Sepanjang perjalanan pak Salim berfikir, dan berkata dalam hati kurang ngajar pak kyai, mengapa dia berkata semacam itu. Hal ini terjadi karena ketika mendengar ucapan sang kyai, yang terlintas dalam benaknya bahwa institusi tempat bekerja yaitu Departemen Agama yang sekarang menjadi Kementerian Agama pada tahun-tahun yang lalu dicap sebagai institusi terkorup. Sekalipun dia tidak korupsi namun merasa malu bila dikatakan korupsi. Dan setelah di audit Kementerian Agama memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Sepanjang perjalanan pak Salim hanya memikirkan kata-kata sang kyai. Perasaan marah dan benci pada sang kyai karena ucapannya. Namun ternyata Allah tidak menghendaki hambanya larut dalam emosi yang tidak terkendali, Allah memberikan bisikan yang sangat halus dan pelan-pelan. Pak kyai bilang menghalalkan yang haram. Pak Salim terus menelusuri kegiatan dari Kepala KUA dan Penghulu yang diantara tugasnya adalah menikahkan dua insan yang berbeda jenis kelamin. Laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya diharamkan memadu kasih dengan bercumbu rayu sampai pada berhubungan sebadan. Sebelum nikah aktifitas seperti ini termasuk kategori zina dan menjadi perbuatan dosa yang diharamkan oleh agama Islam. Namun setelah nikah aktifitas tersebut berballik termasuk kategori ibadah. Jadi aktifitas seksual laki-laki dan perempuan sebelum menikah termasuk perbuatan zina yang merupakan perbuatan dosa besar. Namun setelah terjalin dalam ikatan pernikahan yang kemudian dicatatkan di KUA menjadi perbuatan ibadah.

Pak Salim memperoleh jalan terang, mungkin pak kyai mengira bahwa aku adalah seorang penghulu yang akan menikahkan dua insan yang berbeda jenis kelamin. Setelah memperoleh jalan terang ini didalam perjalanan dia berbaik menghujat dirinya sendiri, alangah bodohnya aku, tetapi untung saya tidak mengucapkan kata-kata kasar pada pak kyai. Astaghfirulah, semoga Allah mengampuni kesalahan hamba-Mu yang dhoif ini. Semoga Allah tidak memutuskan hubungan shiaturahim kami, insya-Allah suatu saat kami akan bershilaturahim ke rumah pak kyai. Itulah tekad dan niat mulia pak Salim, semoga Allah memberikan jalan terbaik bagi hamba-Nya yang salih.

Karena itu Rasulullah Muhammad SAW bersabda “Bukanlah keperkasaan itu orang yang dapat mengalahkan musuh-musuhnya, tetapi keperkasaan adalah orang yang dapat menahan nafsunya ketika sedang marah”.