3/16/2013

Membentuk Pribadi Yang Ikhlas III


Perbuatan yang ikhlas akan dapat dijadikan sebagai wasilah ketika berdo’a kepada Allah. Baik do’a itu dalam bentuk permohonan maupun amal shaleh, karena Allah SWT telah memerintahkan didalam Alquran:

“ Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.( Al Mu’min: 60
“ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al Baqarah: 186).

Sehingga segala jenis do’a bagi kaum muslim menjadi:
1. Ibadah
الدعاء هو العبادة (روا ابو داود والترمذى)
“ Doa’a adalah ibadah”.
2. Senjata bagi orang Islam:
الدعاء سلاح المؤمن وعماد الدين ونور السموات (رواه الحكم)
“ Do’a adalah senjata orang mukmin, tiyang agama, cahaya langit dan bumi”.
3. Mengatasi bencana:
الدعاء ينفع مما نزل ومما لم ينزل فعليكم عباد الله بالدعاء (رواه الحكم)
“ Do’a itu bermanfaat untuk mengatasi bencana yang sudah turun maupun yang belum, maka wahai hamba hamba Allah, hendaklah kalian berdo’a”.

4. Menolak taqdir:
لا يردالقدر الا الدعاء ولا يزيد فى العمر الا البر وان الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه (رواه الحكم)

“ Tidak dapat menolak taqdir kecuali do’a dan tidaklah menambah umur selain kebajikan. Sesungguhnya seseorang akan terhalang rezekinya sebab dosa yang ia perbuat”.

Begitu pentingnya do’a sehingga banyak sekali orang yang berharap dapat meraih tujuan dengan do’a, karena itu perlu dimaklumi bahwa mengacu pada surat Al Baqarah ayat 186 hendaknya juga diikuti dengan iman dan amal shaleh, demikian pula dalam melaksanakan amal shaleh harus diikuti dengan ilmu. Karena banyak terjadi menurut pandangannya sudah menjadi orang yang baik dan beramal shaleh tetapi ternyata amal tersebut ditolak oleh Allah, atau tidak menambah amal namun justru akan mengurangi. Karena itu pembuktian suatu iman adalah dengan amal shaleh, bahkan amal shaleh yang dilaksanakan secara terus menerus.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Buchari Muslim ada tiga pemuda yang terjebak didalam gua, dimana pintu gua tersebut tertutup oleh batu besar, sehingga menurut nalar dengan kekuatan yang dimiliki niscaya tidak akan dapat keluar dari dalam gua, karena batu yang besar dan sangat berat. Namun masing-masing pemuda itu mempunyai amal shaleh yang dapat menjadi wasilah ketika memohon (berdo’a) kepada Allah SWT:
• Seorang laki-laki diantara mereka berkata: ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut. Aku tidak pernah mendahulukan keluarga untuk memberikan susu sebelum mereka berdua, begitu juga akau tidak akan memberikan harta kepada mereka, kecuali kepada kedua orang tuaku lebih dahulu. Pada suatu hari aku terlalu jauh mencari pepohonan (yang daunnya aku petik untuk memberi makan ternak). Aku tidak dapat kembali pada orang tuaku hingga mereka sudah tidur. Kemudian aku memerah susu untuk mereka, lantas aku temui mereka namun sudah terlelap tidur. Aku tidak suka membangunkan mereka, atau aku tidak pernah memberikan susu atau uang kepada keluargaku sebelum mereka. Gelas itu tetap ditanganku, menanti kedua orang tuaku bangun hingga fajar terbit, menanti kedua orang tuaku bangun hingga fajar terbit. Padahal anak-anakku sama menjerit kelaparan di tapak kakiku. Lantas keduanya (ayah dan ibu) bangun, lalu minum susunya. Ya Allah jika aku berbuat demikian untuk mencari keridhaanmu, maka hilangkan cobaanku, hingga batu ini menyisih dari pintu gua. Lantas batu itupun bergeser sedikit tetapi mereka masih belum bias keluar.
• Laki-laki yang lain berkata, Ya Allah sesungguhnya ada padaku anak perempuan paman yang aku cintai, sebagaimana seorang laki-laki yang mencintai perempuan. Aku menginginkan dirinya (ingin menggauli), namun dia selalu menolak, hingga lewat beberapa tahun (minta bantuan) kepadaku, lantas aku memberinya 120 dinar dengan syarat dia mau menyerahkan dirinya untukku (mau aku gauli). Dia setuju, hingga aku mampu menguasai. Ketika aku duduk diantara dua kakinya (akan melakukan persetubuhan dengannya) dia berkata. Bertaqwalah kepada Allah dan jangan kamu pecahkan tutup kecuali dengan hanya (keperawananku jangan kau bedah kecuali bila sudah menikah). Maka aku pergi (aku tinggalkan dia) padahal aku mencintainya (dia adalah wanita) yang paling aku cintai). Kemudian aku tinggalkan emas (dinar) dan kuberikan kepadanya. Ya Allah bila aku berbuat demikian ini termasuk mencari keridhaanmu, maka hilangkan cobaan yang ku alami. Batu itupun menyisih, namun mereka masih belum bisa keluar.
• Laki-laki yang ketiga. Ya Allah sesungguhnya aku mempunyai beberapa orang buruh, aku berikan gaji untuk mereka, kecuali seorang laki-laki yang meninggalkan gajinya (dia tidak mau mengambilnya). Dia pergi (begitu saja), lalu kugunakan gajinya (untuk menanam padi) yang ahirnya menjadi banyak, lantas dia datang kepadaku seraya berkata. Wahai hamba Allah, berikan gajiku (yang dulu) padaku. Aku berkata, seluruh yang kamu minta daripada ternak dan budak (milikmu, sebab uangmu dahulu aku kembangkan, sehingga itulah hasilnya). Dia berkata, wahai hamba Allah, janganlah kamu menghina kepadaku. Aku berkata, aku tidak menghina kepadamu. Lalu dia mengambil seluruhnya, dia giring seluruh ternak itu, dan tidak meninggalkan sedikitpun. Ya Allah bila berbuat seperti itu untuk mencari keridaan-Mu, maka hilangkan cobaan yang kami alami ini. Lantas batu itupun menyisih sehingga mereka bertiga bisa keluar, lantas pulang (kerumah masing-masing).

Inilah bahwa keikhlasan akan mendatangkan kebahagiaan, demikian pula suatu tujuan ibadah jangan menjadi tujuan yang bersifat duaniawi semata, karena banyak terjadi bahwa suatu jalan untuk membersihkan hati nurani yang telah tertindih oleh perbudakan hawa nafsu sehingga menjadi kotor. Karena hati yang  kotor seorang hamba sekalipun dekat dengan Tuhannya namun terasa jauh, karena itu para sufi melakukan kegiatan pembersihan hati dengan tahalli. Dengan menyelenggarakan majlis zikir, mujahadah atau istighotsah diikuti dengan takhalli. Karena dilakukan dengan penuh keikhlasan maka akan memperoleh tajalli. Dengan kondisi ini seorang hamba akan merasakan selalu dekat dengan Allah, dijauhkan dari segala bentuk perilaku yang menyimpang dari kehendak Allah. Hatinya menjadi bersih, jauh dari ambisi sesaat yang mengorbankan kehidupan akherat, sehingga apapun yang dilakukan selaras dengan kehendak Allah
Sebaliknya ada juga yang dalam melakukan ibadah karena tujuan jangka pendek yang bersifat keduniaan semata. Do’anya dapat dikabulkan sehingga harapannya tercapai, bahkan diberikan yang lebih sehingga melebihi takaran yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sehingga ketika segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah berupa pangkat, jabatan dan segala macam kemewahan telah terpenuhi bukan semakin dekat dengan Allah, namun selalu berusaha menjauh dari aturan Allah. Dengan demikian upaya pensucian hati untuk meraih kepekaan nurani ternyata semakin jauh dari petunjuk Allah SWT. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah SWT dalam Alquran:
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah: 286)

Sehingga ketika pemberian Allah melebihi takaran atas permohonan dari hambanya, maka kenyataan yang diharapkan bukan menjadi manusia yang diangkat derajadnya oleh Allah akan tetapi semakin jauh tersesat dari petunjuk Allah.