6/13/2013

Mabuk Sinetron hati menjadi keras


Ingatkah kita dengan sinetron “Tersanjung, Mak Lampir” yang ditayangkan oleh stasiun TV Indosiar. Kisahnya selalu dinanti-nantikan oleh para pemirsa. Ini kami sebutkan karena dua sinetron yang mempunyai banyak penggemar. Nyaris tidak pernah akan berakhir. Sebut saja Mak Lampir yang selalu kalah dan menang. Ketika kalah suatu saat menang lagi, dikalahkan lagi dan seterusnya. Produser dan semakin kreatif untuk merangkai suatu cerita yang bisa membuat para pemirsa semakin penasaran dan semakin ketagihan untuk menyaksikan terus kisah-kisahnya. Tentu saja stasiun TV juga semakin menjadi TV yang mempunyai banyak penggemar.

Dari kisah sinetron masa yang lalu, sekarang berganti pada zaman sekarang, ternyata tayangan fiktif dan kontemporer tetap menjadi tontonan yang selalu dinantikan. Sebut saja sinetron “Raden Kian Santang di MNCTV, Tukang Bubur Naik Haji di RCTI”. Sampai kapankah kisah ini akan berakhir. Ternyata semakin lama justru kisahnya semakin berlika-liku. Muncul tokoh-tokoh baru yang juga membuat penasaran.
Apa yang bisa pemirsa harapkan dari kisah tersebut, kadang bagi penggemar yang sudah di mabuk sinetron malah kadang tidak bisa menjawab. Karena dengan tekun menyaksikan kisah tersebut tidak dapat memberikan solusi. Bila mempunyai hutang justru hutang semakin banyak, bila ingin menghibur diri mendapat ketenangan namun yang didapat hati malah semakin keras. Bagi pelajar dan mahasiswa PR atau tugas malah semakin menumpuk. Bila ibu rumah tangga malah lupa untuk menyiapkan sarapan pagi karena tidurnya sampai larut malam sehingga tidak bisa bangun pagi. Bila seorang pegawai maka bisa lalai dengan pekerjaannya. Bila ahli ibadah akan menjadikan jauh dari Allah, karena zikirnya tidak sampai hati. Ketika mau melaksanakan shalat menunggu waktu iklan, namun jeda waktu iklan dalam kondisi shalatpun pikirannya berada pada tontonan, bisa dikatakan shalatnya tidak khusuk.

Sadarkah berapa banyak waktu dihabiskan untuk menonton dan berapa waktu untuk menjalankan ibadah maghdhah. Berapapun lamanya waktu untuk menonton tidak terasa bahkan masih mera kurang, namun sedikit waktu untuk beribadah sudah merasa cukup. Loba adalah perilaku yang tidak baik, karena selalu merasa kurang, tetapi loba dalam hal ilmu dan ibadah sangatlah dianjurkan. Siapakah yang jadi teladan, tidak lain adalah Rasulullah SAW, beliau senantiasa menganjurkan kepada umatnya untuk mencari ilmu sejak dari buaian sampai ke liang lahat. Dan dalam hal beribadah diperintahkan agar melihat kepada orang yang lebih baik dan shalih. Karena ibadah yang dilakukan semata-mata untuk mewujudkan kesyukuran terhadap nikmat Allah. Sungguh Allah telah memberikan kenikmatan yang tidak dapat dihitung, dan manusia tidak akan dapat menghitung nikmat Allah. Maka sebagai wujud rasa syukur dengan meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kepada Allah SWT.

Setiap tayangan atau tontonan ibarat pisau bermata dua, dua sisi sama-sama tajamnya. Ketajaman suatu yang baik tentu akan berdampak pada perilaku hidup yang baik. Baik dalam bersikap, dalam bertutur kata, dalam beraktifitas. Niat lurus maka akan menghasilkan sikap dan perilaku yang tulus, antara hati, lisan dan perbuatan menjadi satu kesatuan. Ini tentu akan membentuk pribadi yang baik. Mereka ini jauh dari sikap munafik. Sikap yang tidak baik, merugikan diri sendiri, orang lain bahkan dapat merusak tatanan serta norma dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Sebaliknya bila ketajaman itu mengarah pada perilaku yang tidak baik maka akan berdampak pada tutur kata, sikap, perilaku yang tidak baik. Karena itu pisau dengan dua sisi yang tajam itu hendaknya dapat disikapi dengan sikap yang arif. Semua bentuk hiburan, enternainment lebih berorientasi pada unsur profit. Semua yang terkait pada program tersebut, baik itu produser, para artis, selebritis, bintang film, penyanyi, lawak, para sponsor berharap mendapatkan nafkah dari program tersebut. Pada dasarnya semua program bila tidak ada yang menonton maka program tersebut akan berhenti. Pernahkan kita merenungkan bahwa ketika kita menyaksikan program tersebut pada dasarnya kita telah menggaji mereka. Lalu apakah yang dihasilkan dari program tersebut bagi kehidupan diri dan keluarga. Keteladanankan, jalan hidupkah atau hanya hiburan semata. Mereka hidup serba kecukupan namun para penggemar/ penonton ada yang sudah untuk mendapatkan kecukupan karena hidup serba kekurangan.

Berhati-hatilah dengan pisau bermata dua.