3/15/2013

Membentuk Pribadi yang Ikhlas II


Ikhlas suatu perbuatan yang amat mulia, namun untuk mendapatkannya memerlukan pelatihan dan kegiatan secara terus- menerus, karena itu bila sifat ikhlas telah melekat pada pribadi muslim akan menjadikan setiap amal perbuatan terasa indah dan nikmat. Hal ini menjadi harapan dan tujuan setiap orang, namun tidak semua orang berkemauan untuk memperolehnya.
“ Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imran: 29)

Ketahuilah bahwa sekalipun kita merahasikan suatu perbuatan didepan orang namun sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui, karena bagi Allah tidak ada sesuatupun yang dirahasiakan. Karena itu sebelum melakukan suatu perbuatan bulatkan niat, karena sesungguhnya, suatu perbuatan dilihat dari niatnya, sebagaimana sabda Rasul:

انماالاعمل بالنيات وانما لكل امرئ مانوى فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه (متفق عليه)

“ Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung dari niatnya. Sesungguhnya tiap-tiap orang mempunyai sesuatu yang diniati (baik maupun buruk). Maka barang siapa yang berhijrah (dari tempat tinggalnya ke madinah) untuk mencapai ridha Allah dan rasulnya, maka hijrahnya terarah untuk allah dan Rasulnya (dan hijrah itu diterimanya). Barang suiapa yang hijrahnya untuk mencari harta duniawi atau seoarang perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya (bukan untuk mencari ridha Allah dan Allah tidak menerimanya), ta[I hijrahnya untuk tujuan hijrah itu sendiri”. (HR. Muttafaqun ‘alaih).

ان الله تعالى كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذالك فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبهاالله تبارك وتعالى عنده حسنة كاملا. وان هم بها فعملها كتبهاالله عنده عشر حسنات الى سبعمائة ضعف الى اضعاف كثيرة وان هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله تعالى عنده حسنة كاملة, وان هم بها فعملها كتبهاالله سيئة واحدة (متفق عليه)

“ Sesungguhnya Allah Ta’ala menulis beberapa kebaikan dan kejelekan, kemudian Allah menjelaskan. Barang siapa yang bermaksud untuk (mengerjakan kebaikan) lalu dia tidak melakukan, maka Allah menulis satu kebaikan yang sempurna disisi-Nya. Bila dia bermaksud mengerjakan kebaikan kebaikan lalu dikerjakan maka Allah menulis sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali kebaikan sampai beberapa lipat yang banyak (hanya Allah yang mengetahui). Bila dia bermaksud mengerjakan kejelekan, lalu tidak dikerjakan maka Allah menulis disisinya satu kebaikan yang sempurna (bukan karena mengerjakan kebaikan tetapi karena meninggalkan kejelekan). Bila dia bermaksud untuk mengerjakan kejelekan, lalu dikerjakan maka Allah menulis satu kejelekan”. (Muttafaqun ‘alaih).

Jalan mendekati ikhlas:
1. Memperhatikan nilai-nilai.
Awal dari tujuan penciptaan manusia adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi, karena itu penciptaan ini mempunyai nilai yang amat tinggi. Karena itu karena mempunyai nilai yang tinggi janganlah menyia-nyiakan hakekat penciptaan ini yang berdimensi untuk memelihara, mengatur, melestarikan seluruh ala mini untuk sepenuhnya digunakan sebagai sarana beribadah kepada Allah. Karena segala amal baik yang dilakukan walaupun sebesar biji sawi akan mendapat balasan dari Allah yang lebih baik, bahkan sekalipun perbuatan baik tersebut masih berada dalam hati (baru niat).

2. Berfikir dan merenungkan tentang penciptaan.
Berfikir tentang penciptaan ini akan menambah pengetahuan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah, dan hasilnya akan melakukan segala perbuatan untuk lebih dekat kepadanya dengan ikhlas.

3. Memperhatikan sifat-sifat Allah.
Memperhatikan dan merenungkan tentang sifat-sifat Allah dapat memikat hati insane kepada Sang Pencipta, dan menjadikan hati sebagai rumah kecintaan kepada Allah.
4. Mengingat berbagai nikmat Allah.

Ya Allah, dahulu aku kecil, lantas Engkau besarkan aku
Dahulunya aku hina, lantas Engkau muliakan aku
Dahulunya aku bodoh, lantas Engkau pandaikan aku
Dahulunya aku lapar, lantas Engkau kenyangkan aku
Dahulunya aku sesat, lantas Engkau beri petunjuk aku
Dahulunya aku miskin, lantas Engkau cukupi aku
Dahulunya aku sakit lantas Engkau sembuhkan aku.
Aku berdosa lantas Engkau tutupi aku.
“ Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. ”. (QS. Al Isra’: 19)

5. Merenungkan tiada nilai dan berharganya dunia.
Orang yang memiliki tujuan duniawi dan selain Allah, niscaya dunia beserta isinya bernilai dalam pandangannya melebihi dari realitasnya. Padahal di dalam Alquran menyebutkan bahwa dunia ini hanya sebagai perhiasan yang menipu, permainan dan kesia-siaan, dan bahwa nilai dunia ini amat kecil.
6. Memperhatikan kelemahan dan ketidakberdayaan makhluk
Kekuasaan dan kemutlakan hanyalah milik Allah dan semua perbuatan ada di tangannya. Karena itu selain Allah tidak ada yang dijadikan sebagai pusat perhatian. Kehidupan manusia amat tergantung pada tempat, waktu dan situasi.

7. Mengambil perumpamaan dan pelajaran dari orang lain.
Perhatikan kehidupan umat pada masa lalu yang menentang syari’at Allah dan tidak pernah memperhatikannya, seperti kaumnya nabi Nuh, nabi Musa, nabi Ayub dan sebagainya. Demikian pula perilaku orang yang menunjukkan amal shaleh karena riya’ maka suatu saat Alah menunjukkan kepalsuan mereka. Demikian pula perilaku orang-orang yang tamak, rakus, gemar mengumpulkan harta, hingga menjadi harta yang berlimpah ruah, ingatlah bahwa ketika dating kematian, sedang kematian itu tidak ada yang mengetahui, maka yang di bawa hanyalah selembar kain kafan. Bahkan bias jadi hartanya akan menjadi ajang perebutan dari para ahli warisnya.
8. Memperhatikan nasib akhir perbuatan orang riya’.
“ .......(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya (QS. Al Ma’un: 5-6)

Ikhlas suatu perbuatan yang amat mulia, namun untuk mendapatkannya memerlukan pelatihan dan kegiatan secara terus- menerus, karena itu bila sifat ikhlas telah melekat pada pribadi muslim akan menjadikan setiap amal perbuatan terasa indah dan nikmat. Hal ini menjadi harapan dan tujuan setiap orang, namun tidak semua orang berkemauan untuk memperolehnya.

3/14/2013

Harta... Ujian, Fitnah dan Kenikmatan


Siapapun orangnya akan berpandangan bahwa bila memperoleh harta yang banyak tentu akan mendatangkan kenikmatan dan kebahagiaan. Karena dengan harta apapun akan dapat diwujudkan, makan enak, tidur nyenyak, perhiasan yang wah dan rumah yang mewah, shoping dan traveling akan dengan mudah diwujudkan. Karena harta yang berlimpah akan memperlancar segala keinginanannya.
Oleh karena itu menjadi watak manusia untuk senantiasa bekerja dan berusaha untuk memperoleh kecukupan harta, namun sadarkah bahwa kondisi sosio kultural masyarakat yang berusaha untuk memutarbalikkan fakta. Bekerja mambanting tulang memeras keringat namun walau demikian senantiasa mengingat untuk berzikir kepada Allah. Karena dirinya sadar akan tugas sebagai hamba Allah, maka ketika telah datang waktu shalat segera meninggalkan pekerjaan untuk kontak langsung dengan Allah. Ternyata disana dirinya semakin sadar akan arti pentingnya panggilan shalat, karena setelah shalat akan memperoleh kesegaran kembali, tenaga pulih, pikiran tenang dan tubuhpun terasa fresh kembali. Usaha yang senantiasa ditekuni, dan senantiasa berpengharapan akan rahmat dan karunia Allah untuk dikabulkan keinginnya. Allah Maha Mendengar tidak membiarkan hamba-Nya yang giat, tekun dan istiqomah dalam beramal shaleh diangkat status ekonomi dan sosialnya. Harta semakin berkecukupan. Namun sementara orang salah menilai bahwa mereka telah melakukan perbuatan perdukunan untuk memperlancar usaha dan mempercepat kekayaan.
Hal tersebut terjadi karena pandangan masyarakat Jawa yang senantiasa memegang teguh pada semboyan "mangan ora mangan sing penting kumpul". Dengan faham fatalisme ini, kondisi kemiskinan kultural yang senanatiasa menjadi belenggu untuk meningkatkan kesejahteraan sulit untuk didobrak. Bahkan ketika kondisi kemiskinan sudah semakin kentara, jadilah mereka para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat), yang diharapkan untuk menjadi muzakki namun zakat konsumtif yang diterimakan dari Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat, senantiasa diharapkan dalam setiap tahun. Sangat ironis dari tangan dibawah susah untuk membalikkan sehingga menjadi tangan diatas. Demikaian pula zakat produktif belum diarahkan pada pembinaan pada skala yang kecil (para mustahiq) dengan ashnaf yang lebuih besar dan senantiasa disertai dengan pelatihan, pembinaan dan pelayanan agar dapat membangkitkan potensi dan bakat yang dimiliki.
Distribusi zakat kepada para mustahiq masih terlalu jauh dari panggang api, hal ini dikarenakan tingkat kesadaran para aghniya' yang masih rendah, hitungan dan rumus matematika 2+2=4, 2x3=6, 10-2=8 senantiasa menjadi belenggu kekhawatiran akan berkurangnya harta, dan tidak tercukupinya kebutuhan dalam keluarga, bahkan senantiasa menyingkirkan dari besarnya rahmat Allah. Secara matematika 10-2=8. Dari sepuluh dikurangi 2 menjadi 8, secara lahiriyah memanglah benar dan tidak bisa dipungkiri, karena matematika adalah rumus ilmu eksak atau ilmu pasti) namun secara hakiki bahwa harta tersebut akan senantiasa berkembang dan bertambah. Karena sesuai dengan dengan janji Allah bahwa harta tersebut akan dilipatgandakan, " Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS. Al Baqarah: 261).
Berkurangnya harta akibat di keluarkannya zakat, infaq atau shadaqah akan diganti oleh Allah dalam wujud yang lain. Maka rasul pernah berkata "Shadaqah tidak akan mengurangi harta (Hadits)". Interaksi sosial yang harmonis antara sesama anggota masyarakat sungguh akan menjadi gambaran semakin kuatnya Sunnatullah, ketika yang miskin menjadi orang yang bersabar dan bersyukur, yang kaya demikian pula, pejabatnya senantiasa memegang teguh amanah, rakyatnya senantiasa tenang dalam kepemimpinannya. Inilah jalinan kasih sayang, saling menolong dan meringankan beban dan penderitaan. Demikian pula para aghniya' yang dermawan akan dimudahkan segala urusannya, dirinya sukses dalam harta dan tahta tidak akan menjamin anak turunnya mewarisinya, karena itu ketika orang tua yang membiayai anak-anaknya sedang menimba ilmu senantiasa akan diberi kemudahan. Demikian pula yang belum mendapat pekerjaan akan dilapangkan, pendekatan ini hanya bisa ditempuh dengan konteks spiritual yang ditandai denga ketaatan, istiqomah dan ingin meraih amal shaleh yang selalu meningkat. Karena siapakah yang akan memberikan keberuntungan ketika persaingan kerja semakin ketat, tidak imbangnya antara lapangan pekerjaan dengan kesempatan kerja. Dan hal ini akan dengan mudah diperoleh bila mempunyai nilai kompetitif yang lebih baik dibidang intelektual, sosial dan spiritual.
Kepemilikan harta benda dan kekayaan senantiasa menjadi ujian bagi empunya, " karena sungguh engkau akan diuji terhadap harta dan dirimu" (QS. Ali Imran: 186). Dalam suatu kisah sahabat Ubay bin Kaab, pernah meriwayatkan bahwa pada suatu saat Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk mengeluarkan zakat mal. Rasul menerangkan tentang nishab (kadar) dan haul (batas waktu), para sahabat faham dan menyadari. Ubay bin Kaab menjumpai salah seorang sahabat yang telah menghitung kekayaannya dan telah mencapai satu nishat yaitu sebesar 1 ekor onta umur satu tahun, namun oleh muzakki (pemilik harta) merasa tidak pantas dan tiada guna, karena onta usia 1 tahun belum dapat diperah susunya demikian pula belum dapat dikendarai. Maka sahabat tersebut hendak memberikan kelebihan dengan memberikan seekor onta betina dewasa yang sudah siap untuk diperah susunya. Namun Kaab tidak mau menerima, karena melebihi nishabnya, dan menunggu kedatangan rasul yang datang ketempat tersebut.
Ketika rasul mengadakan kunjungan ke daerah tersebut, hal tersebut disampaikan perihal seseorang yang akan berzakat namun melebihi kadar nishab, maka rasul menjawab "memang hanya seekor onta umur setahun yang wajib kamu keluarkan, namun bila engkau hendak memberikan yang lebih dari nishabnya maka bisa diterima". Lalu Rasulullah mendoakan keberkahan kepada sahabat tersebut. Dalam kisah yang lain yang juga tak kalah menariknya adalah ketika sahabat Umar hendak menyaingi sahabat Abu Bakar dalam berinfaq. Hal ini terjadi ketika ada perintah dari Rasulullah untuk berinfaq di jalan Allah guna keperluan perang Tabuk. Umar mempunyai sedikit harta, lalu dari harta tersebut dibagi dua yang sebagian untuk beinfaq memenuhi perintah rasul dan yang sebagian untuk keperluan keluarganya. Ketika disampaikan kepada rasul, beliau bertanya "adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, Umar menjawab, ya ada, saya bagi dua yang sebagian untuk berinfaq dan yang sebagian untuk keluarga, rasulpun menerima infaqnya. Menurut perasaan Umar ini sudah cukup untuk mengalahkan Abu Bakar dalam hal kelapangan berinfaq. Lalu datang Abu Bakar untuk memberikan kadar infaqnya, dan ditanya oleh rasul, adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, Umar menjawab cukuplah Allah dan rasulnya yang aku tinggalkan.
Jadi harta yang diberikan Allah kepada hambanya adalah merupakan amanah, sejauhmana umatnya dapat memegang dan mengendalikan amanah. Maka ketika amanah tersebut diatur menurut ketentuan syari'at yang sebenarnya akan menjadi pengantar bagi hamba Allah untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Namun sebaliknya bila amanah tersebut diatur menurut kemauan hawa nafsunya maka akan menjadi fitnah dan mala petaka bagi empunya baik ketika didunia maupun diakherat kelak. Maka sikap hamba Allah untuk melaksanakan amanah sesuai dengan ketentuan syariat atau mengikuti hawa nafsunya sesungguhnya hal ini merupakan ujian keimanannya, "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi"? (QS. Al Ankabut: 2). Semoga kita tergolong orang yang mempunyai sifat amanah, amin.

3/13/2013

Tata Cara Pendaftaran Haji


Ibadah haji adalah rukun Islam yang ke-5 yang diwajibkan bagi orang-orang yang telah memenuhi syarat Istitho’ah (mempunyai kemampuan jasmani dan rohani). Karena animo umat Islam untuk melaksanakan ibadah Haji semakin besar, sehingga antara quota yang tersedia dengan pendaftar tidak seimbang, yaitu lebih banyak yang mendaftar dari pada quota. Karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 6 Tahun 2010, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan baik.
Posedur Pendaftaran Haji
1. Calon jama’ah haji memeriksakan kesehaannya di Puskesmas domisili untuk mendapatkan surat keterangan sehat.
2. Calon jama’ah haji datang ke kantor BPS (Bank Penerima Setoran), Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan membawa buku rekening haji.
3. Kantor BPS BPIH melakukan konfirmasi data calon jama’ah haji sesuai dengan data yang di entry pada saat pembayaran setoran awal sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
4. Calon jamaah haji dengan menunjukkan bukti telah setor awal, datang ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota untuk mendaftarkan diri sebagai calon jama’ah haji dengan membawa :
a. Membawa bukti setor awal Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
b. Surat keterangan sehat dari puskesmas difoto copy 3 lembar.
c. Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku difoto copy 13 lembar.
d. Memiliki Kartu Keluarga (KK) difoto copy 3 lembar
e. Memiliki Akte Kelahiran (AK) atau surat kenal lahir atau buku nikah atau ijazah difoto copy 3 lembar.
f. Apabila persyaratan pada poin e tidak dimiliki maka pendaftar haji tetap bisa mendaftar karena akan diganti dengan surat keterangan dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota.
g. Calon jama’ah haji wajib hadir sendiri ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota untuk proses pendaftaran haji seperti Foto, sidik jari dan tanda tangan.
5. Petugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota setelah menerima kelengkapan persyaratan tersebut kemudian :

a. Meneliti kelengkapan pendaftaran calon haji.
b. Mencatat nama dan identitas calon jama’ah haji ke buku agenda pendaftaran dan memberikan tanda bukti pendaftaran lewat siskohat on lain yang ditanda tangani oleh petugas pendaftaran haji.
c. Calon jama’ah haji mengisi SPPH (Surat Perjalanan Pergi Haji)
d. Petugas menfoto dan menyidik jari calon haji.
e. Petugas memastikan bahwa data yang telah dientry benar keberadaannya.
f. Calon haji segera datang ke BPS BPIH selanjutnya mendapatkan no porsi untuk mengetahui tahun berapa keberangkatan calon haji tersebut.
g. Calon jama’ah menunggu sampai waktu tahun keberangkatan yang telah diidentifikasi oleh petugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota sesuai urutan porsi yang tersedia.

BPS (Bank Penerima Setoran) haji

Adalah bank yang ditunjuk untuk menerima setoran awal untuk ibadah haji, misalnya:
1. Bank BRI
2. Bank BNI
3. Bank Mandiri
4. Bank Muamalat
5. Bank BNI Syariah
6. BPD  dan atau bank-bank lainnya.

Hal-hal yang perlu diketahui tentang haji
Quota adalah batasan jumlah jama’ah haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada masing-masing negara dengan perhitungan 1 per seribu orang. untuk pemerintah Indonesia tahun ini jumlahnya 220.000 orang jamaah haji.
1. Porsi adalah batasan jumlah quata haji yang dibagikan ke tiap-tiap Provinsi
2. Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) adalah besarnya biaya untuk menunaikan ibadah haji pada tahun keberangkatan yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia
3. BPS BPIH adalah BPS BPIH yangmemperoleh izin Menteri Agama untuk menerima setoran BPIH.
4. Domisili adalah wilayah tempat calon jema’ah haji tinggal sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
5. Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) adalah formulir isian calon jama’ah haji yang dikeluarkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten untuk diisi oleh calon haji.
6. Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) adalah jaringan computer yang tersambung secara on line dan real time antara Direktur Jenderal Haji dan Umroh dan penyelenggaraan haji dengan BPS BPIH dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten atau Kantor Kementerian Agama Wilayah Provinsi.

Menyiapkan Mental

Banyak terjadi dalam kehidupan ini hukum sebab dan akibat, siapa menanam pasti akan mengetam. Namun dalam kenyataannya banyak melakukan sebab tetapi tidak mau menerima akibat (yang buruk). Bila perbuatan baik tentu akan selalu diingat, namun bila terjadi kesalahan maka yang akan terjadi lempar batu sembunyai tangan.
Hukum sebab dan akibat yang berdampak pada orang lain tentu bisa dielakkan dengan orang lain, namun bila sebab dan akibat itu ada pada diri sendiri tentu harus diterima apa adanya. Sebagai contoh adalah orang yang menderita suatu penyakit dimana penyembuhannya harus melalui proses operasi niscaya yang terbanyang dalam fikiran adalah bahwa dirinya akan menjadi pribadi yang cacat. Demikian pula kondisi yang diharapkan akan menjadi lebih baik namun sebaliknya akan menjadi lebih buruk, bahkan akan muncul suatu bayangan tidak akan mempunyai umur panjang (mati). Negatif thinking inilah yang akan semakin memperkeruh keadaan.
Saya yakin bahwa setiap orang akan merasa down bahkan sok setelah membayangkan hal-hal negative dan sesuatu hal yang belum tentu akan terjadi. Dan sebenarnya pikiran yang negative ini telah dipelajari oleh para ilmuan dari masa kemasa yang selalu menunjukkan kemajuan. Untuk melakukan tindakan medis para dokter tentu telah melakuakn observasi dan kajian yang mendalam, serta memprediksi segala kemungkinan. Masihkah diri yang lemah bahkan sangat buta dengan pengetahuan yang demikian, negative thinking dan negative feeling itu telah mendominasi keyakinan.
Maka ketika fikiran negative telah bersemayam dalam diri, tiada jalan lain selain berusaha untuk berontak, mencari motivasi diri dengan menanyakan pada orang-orang yang berwawasan keilmuan, atau shering dengan orang yang pernah mengalami hal yang serupa. Dalam hal ini dorongan dari keluarga sangat dibutuhkan. Hal ini pernah penulis alami, ketika dokter menyarankan untuk operasi, maka yang terfikir adalah mati, yang karenanya dengan mati maka akan meninggalakan orang-orang yang dicintai dan mencintai, contohnya istri, anak, orang tua, saudara, dan lainnya. Bagaimanakah mereka, siapkan mereka ditinggalkan.
Perasaan yang demikian ini sebenarnya telah mendahului qodrat dan irodat Allah SWT. Bila ternyata perasaan yang demikian ini terus berkembang, bahkan ingin mendominasi seluruh pikiran maka berusahalah untuk mencari ketenangan, karena bila fikiran tenang niscaya akan dapat berfikir secara positif, namun sampai kapankah untuk memperoleh ketenangan hati. Jawabannya adalah bila dirinya sudah merasa dekat dengan Allah. Sehingga dengan kedekatan hati inilah Allah akan mendengarkan jeritan hambanya yang berusaha bersikap tegar walau hatinya terasa pedih.
Pernahkah kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai, bisa jadi untuk menaruh hati pada dirinya telah melakukan berbagai upaya, bahkan dengan pengorbanan. Sungguh upaya dan pengorbanan ini menjadi tidak berarti bahkan menjadi perbuatan yang sia-sia. Inilah dalam kehidupan dunia ada yang mencintai ada yang dicintai, ada yang datang ada yang pergi yang semuanya merupakan qodrat irodat Allah di dunia ini. Pernahkan kita membayangkan bila kita ditinggalkan Allah, namun secara tidak sadar sering atau kadang-kadang meninggalkan Allah. Rasulullah SAW pernah memberikan nasehat pada Ibnu Abbas, yang waktu itu masih kecil: Ihfadzillah yahfadzka, jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.
Secara maknawi bahwa Allah tidak membutuhkan penjagaan dari makhluknya, namun secara hakiki, bahwa manusia diperintahkan untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, begitu juga belajar ilmu agama untuk meluruskan ibadah dan muamalah, yang dengannya kita berdoa kepada Allah. Selaras dengan hakekat diciptakannya manusia agar beribadah kepada Allah SWT. “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 56). Pengharapan hamba Allah setelah melakukan ketaatan kepada-Nya maka akan di kabulkan do’anya. “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad: 7).
Bagaimanakah caranya untuk menumbuhkan rasa untuk selalu dekat dengan Allah. Tidak lain adalah dengan melakukan zikir secara istiqomah. Dzikir dilakukan secara terus- menerus baik dari segi kuantitas dan kualitasnya berupaya untuk selalu ditingkatkan. Karena itu bila zikir dilakukan secara sembarangan atau kadang-kadang saja maka ketenangan dan kegundahan akan selalu berperang untuk menjadi pemenangnya. Dari aktifitas zikir inipun Allah SWT telah memberikan pengharapan kepada hambanya “Apabila seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, apabila dia mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari (HR. Buchari)”.
Banyak pedoman untuk berzikir, diantaranya adalah zikir Maksurat yang disusun oleh Syahid Hasan Al Banna, yang menjadi konsumsi zikir yang dibaca pada saat pagi (setelah shalat Subuh) dan petang (setelah shalat Ashar). Untuk mengistiqomahkan diri, pada awalnya terasa berat, apalagi memerlukan waktu yang cukup lama, namun bila telah dilaksanakan semakin lama, maka akan merasakan ketenangan. Dalam segala urusan manusia hanya berwenang untuk berusaha, berikhtiyar dan tawakal. Karena itu baik dan buruknya yang akan terjadi adalah menjadi urusan Allah SWT. Dan Allah tidak akan membiarkan do’a hambanya yang beriman, beramal dan bertawakal kepada Allah SWT. Kenikmatan dalam berdzikir akan menumbuhkan rasa rindu kepada Allah, sehingga dzikir diucapkan dalam hati (zikir bil qalb), dzikir dengan ucapan (zikir billisan), dilaksanakan dengan perbuatan (zikir bil hal).

Ibadah dalam Perspektif Agama Islam

Islam adalah agama paripurna, didalam syari'atnya ada yang melanjutkan, menghapuskan, mengganti, menjelaskan dan menyempurnakan syari'at agama sebelumnya. Semua bentuk aktifitas perbuatan manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali adalah merupakan ibadah, bila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syari'at. Oleh karena itu dengan keluasan ibadah hendaknya dapat dipahami adanya ibadah yang pokok dan ibadah yang sunah, sehingga ketika melaksanakan ibadah sunah, hati telah menyatu dalam kondisi khudhu', mengagungkan dan kecintaan terhadap Allah. Karena kondisi tersebut semakin menambah keyakinan terhadap Allah dan senantiasa tidak melalaikan ibadah wajib.
Didalam memaknai ibadah antara Ibnu Taimiyyah dan Yusuf Qardawi mempunyai persamaan yaitu:
العبادة اسم لكل ما يحبه الله ويرضاه من الاقوال والاعمال الظاهر والباطن
" Ibadah adalah suatu bentuk kegiatan yang mencakup segala yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin". ( Sa'ad Abdul Wahab, Tafsir Al Hidayah:88).
Sehingga ibadah itu merupakan ukuran dan wujud kecintaan manusia kepada Allah SWT. " Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik". (QS. Attaubah: 24)
Ibadah ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu maghdhah. Ibadah mahdhah (murni) adalah segala macam bentuk ibadah yang sudah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar dan waktunya, seperti menjalankan shalat lima waktu, melaksanakan puasa Ramadhan, membayar zakat dan melaksanakan haji. Sebaliknya ibadah ghairu mahdhah (tidak murni) adalah segala aktifitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga ibadah bukan sekedar bentuk ketundukan dan ketaatan, tetapi ia adalah bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa dalam mengabdi. Dan ia merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakekatnya. (M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: 356).
Segala macam bentuk ibadah harus mempunyai dasar dan landasan yang qath'i yaitu dari Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.
عن عائشة رضى الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد (متفق عليه)
" Dari 'Aisyah RA berkata, bersabda Rasulullah SAW, barang siapa mengada-ada dalam urusan kami ini, maka ditolak" (HR. Bukhari Muslim)
من عمل عملا ليس عليه امرنا فهو رد (رواه مسلم)
" Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan urusan kami (Alquran dan atau Hadits) maka ditolak" (HR. Muslim).
Dalam hadits yang lain Rasulullah memberikan pelajaran kepada Muadz bin Jabal tentang tata cara memutuskan perkara: Muadz menjawab dengan Alquran, bila tidak ditemukan dalam Alquran maka dengan hadits, bila dalam keduanya tidak ditemukan maka dengan ro'yu".
Dengan demikian didalam melaksanakan ibadah disamping dengan dalil yang naqli juga dengan dalil aqli. Islam sangat menjunjung tinggi keberadaan akal, sehingga didalam memutuskan suatu perkarapun boleh menggunakan akal yang disebut dengan ijtihad. Ijtihat merupakan upaya yang sungguh-sungguh didalam mengerahkan segala kemampuan untuk mencari jalan keluar atas segala permasalahan baru yang belum ditemukan dasar hukumnya baik didalam Alquran maupun didalam sunnah Rasulullah SAW, dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sehingga ijtihad hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan ilmu lebih dari orang lain, sebagaimana imam Hambali, Maliki, Syafi'i, Hanafi. Hasil dari ijtihad mempunyai kebaikan yang tinggi, bila benar mendapatkan dua pahala dan bila salah maka mendapatkan satu pahala. Demikian pula bagi orang yang mengikuti salah satu hasil ijtihad.
Segala macam bentuk ibadah semata-mata ditujukan untuk mencari ridha Allah SWT, dengan dasar Aqidah dan pokok-pokok ajaran Islam.
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".(Al An'am: 162-163)
Aqidah yang lurus dan benar akan menjamin bahwa pelaksanaan ibadahnya dilaksanakan secara optimal. Lebih mengutamakan kewajiban pokok dari pada melaksanakan ibadah yang sunah. Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk menjalankan shalat tahajud, mengunakan sebagian kecil dari malam untuk berdzikir dan bertafakur, memohon dan mengharap ampunan-Nya. Karena disebagian dari malam itu Allah menurunkan rahmat-Nya, dan Allah akan mengabulkan do'a kepada hamba-Nya yang mau berdo'a. Sehingga keutamaan dari sepertiga malam, separuh malam dan dua pertiga malam senantiasa dilakukan semata-mata untuk meraih ridha Allah.
Didalam mengejar ibadah sunnah itu, hendaknya dapat selalu melatih kepekaan nurani, mengasah hati sehingga ketika baru saja terlelap dari tidur, ketika datang panggilan adzan subuh senantiasa membangkitkan diri untuk segera melaksanakan shalat subuh, sebagaimana Rasulullah SAW setiap menunggu waktu panggilan shalat seperti orang yang sedang kehausan dipadang pasir.

Ibadah bukan hanya shalat
Shalat adalah merupakan ibadah yang pokok, karena shalat adalah merupakan salah satu dari rukun Islam, dan pelaksanaan shalat adalah dalam rangka menyembah secara langsung kepada Allah. Karena itu ibadah shalat, ketika manusia masih hidup di alam dunia ini akan menjadi barometer tentang derajad kemanusiaanya, baik-buruk akhlaq manusia ditentukan oleh shalatnya. Maka ketika didunia ini shalat adalah menjadi penentu di akheratpun amal yang pertama kali akan ditanyakan oleh Allah adalah amal shalatnya.
Shalat adalah ibadah mahdhah, karena telah ditentukan waktunya, dimana waktu shalat subuh dilakukan pada waktu subuh, shalat dzuhur, asar, maghrib dan isa' juga dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal imsyakiyah. Kebolehan untuk mengurangi jumlah rekaat, dan pelaksanaannya tidak pada waktunya bila dalam kondisi darurat sehingga Allah memberikan rukhsoh. Ibadah tidak hanya shalat, akan tetapi shalat adalah merupakan bagian dari ibadah, bahkan shalat akan menentukan nilai ibadah yang lain.
Bila kita sering mengikuti atau mendengarkan diskusi agama, ceramah dan dialog atau pengajian interaktif baik di radio atau di TV sering diantara para pemerhati menanyakan, " mengapa ada orang yang rajin mengerjakan shalat tetapi perbuatan keji, fakhsa' dan munkar senantiasa dilaksanakan"? Maka ketika mendengar pertanyaan ini diantara kita akan berusaha memberikan jawaban, sesuai dengan pengamalaman dan pengetahuan agama masing-masing. Tak jarang bila jawaban kadang mengarah pada seseorang, kalau demikian, mengapa orang lain yang menjadi sasaran bukan dirinya sendiri, keluarga sendiri, bukankah Allah telah memerintahkan " Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…." (QS. Attahrim: 6). Maka sebaik-baik itu adalah mengoreksi terhadap diri sendiri, sejauh mana ketaatan terhadap Allah, sejauh mana ibadah shalat yang senantiasa dijalankan telah membentuk watak dan kepribadiaannya sehingga menjadi pribadi shaleh yang senantiasa dapat menjaga diri dari perbuatan fakhsa' dan munkar
Pribadi shaleh dan shalehah yang dikehendaki adalah yang dapat memotivasi diri dalam kesalehan sosial dan kesalehan spiritual, sehingga antara dunia dan akherat senantiasa akan terjadi keseimbangan. Sehingga ketika sedang berada ditempat shalat senantiasa merasa dekat dengan Allah, segala gerak geriknya selalu dalam pengawasan Allah, perbuatannya sedang tertuju kepada Allah, tidak mau mencampuri urusan shalat dengan urusan yang lain. Seandainya segala perilaku yang demikian ini dapat dilestarikan untuk selanjutnya diterapkan pada kondisi diluar shalat, niscaya perbuatan keji, fakhsa' dan munkar tidak akan sampai terlaksana, karena takut dirinya merasa dalam pengawasan Allah SWT." Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya". (Al Isra': 36)

Ibadah Islamiyah
Pelaksanaan ibadah didalam agama Islam sangat luas sekali, dan mempunyai cirri-ciri:
1. Tidak memberatakan kepada umatnya, bahwa pelaksanaan ibadah adalah berdasar pada taraf kesanggupan, lihat ibadah mahdhah, bahwa Allah mewajibkan untuk melaksanakan karena Allah maha tahu tentang kesanggupan hambanya. Akan tetapi bila didalam pelaksanaannya terdapat masyaqot, kemudian Allah membebaskan dari kewajiban tersebut dengan memberikan rukhsoh. Sehingga bila syarat pelaksanaan ibadah pokok tidak dapat dijalankan maka Allah memberikan alternative kemudahan. Misalnya syarat mendirikan shalat adalah berdiri, namun berdiri bukan harga mati, karena Allah memberikan rukhsoh untuk duduk bila tidak mampu dengan berdiri, atau berbaring bahkan bila tidak mampu dengan isyarat.
2. Fungsi ibadah adalah untuk menuntun hati sebagai penggerak dari segala aktifitas manusia agar sesuai dengan kehendak Allah, karena dalam setiap ibadah pasti ada godaan yang mengakibatkan ibadah kurang khudhu', kurang khusu', kurang ikhlas dan kekurangan lainnya sehingga kualitas pelaksanaan ibadah bersifat statis. Untuk mencapai taraf kesempurnaan ibadah Allah memberikan alternative ibadah tambahan dalam wujud ibadah sunnah. Misalnya untuk mewujudkan kondisi shalat yang khusu', khudhu', ikhlas, istiqomah maka seyogyanya untuk memperbanyak shalat sunnah rawatib dan shalat sunnat yang lain. Rasulullah sebagai uswatun hasanah selalu meluangkan waktu malam untuk menjalankan shalat tahajud. Kebiasaan melakukan amalan sunnah akan menuntun perilaku yang ikhlas, khusu' dan khudzu'.
3. Ibadah akan menjadi kebutuhan hidup manusia, seorang filosop Yunani Plutarque dalam lawatannya ke penjuru dunia sering menemukan kota-kota tanpa pagar, tampa kekayaan, tanpa gedung pertunjukan namun tak pernah ditemukan bahwa suatu kota tanpa tempat ibadah (Sa'ad Abdul Wahab, Tafsir Hidayah: 99). Bahkan sebelum datang petunjuk dari para rasul umat manusia banyak yang mempunyai faham animisme, dinamisme, deisme, polyteisme dan kepercayaan lainnya. Semua ini untuk mengungkapkan bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah sehingga membutuhkan perlindungan dari suatu dzat yang dipandang lebih tinggi.
4. Ibadah zakat yang lebih berorientasi sosial diwajibkan bagi orang-orang yang mempunyai harta lebih dari satu nishab. Bila kekayaan masih berlebih maka ada kewajiban infaq dan shadaqah. Bila para fuqara' dan masakin ingin memperoleh keutamaan sebagaimana para aghniya' maka bertuturkatalah yang baik, "Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima)". (QS. Al Baqarah: 263)

Demikian bahwa ruang lingkup ibadah adalah sangat luas, maka beribadahlah selaras dengan tujuan penciptaan manusia " Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (Adz-Dzariyat: 57). Satukan fakir dan dzikir sehingga akan menuai rasa, bahwa dirinya selalu dekat dengan Allah.

3/12/2013

Membentuk Pribadi Yang Ikhlas


Ikhlas berarti melakukan pekerjaan semata-mata hanya karena Allah dengan tidak menyekutukan Allah. Lawan dari ikhlas adalah isyra’ yaitu berserikat atau berkumpul dengan yang lain, sehingga antara ikhlas dan isyra’ ini adalah dua buah sifat yang tidak akan pernah bisa bertemu, ibarat timur dan barat, utara dan selatan. Pekerjaan yang dilakukan dengan ikhlas atau isyra’, tidak membawa perbedaan dalam sisi lahir dari pekerjaan itu, tetapi dari segi nilai jelas jauh berbeda, karena itu yang paling tahu adalah pribadi orang yang bersangkutan karena antara ikhlas dan isyra’ sama-sama bertempat didalam hati.
Ada orang yang mempunyai dorongan ingin membantu kepada sesamanya, meringankan beban derita terhadap sesama hidup semata-mata karena Allah semata, disisi lain ada lagi yang melakukan kegiatan serupa namun mempunyai tujuan agar disebut sebagai seorang yang dermawan. Dari segi lahir nyaris tidak ada perbedaan namun dari segi nilai golongan yang pertama adalah yang lebih baik .

“ Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (Al Bayinah: 5)
Rasululah SAW pernah bersabda:
لا يقبل الله من العمل الا كان له خالصا وابتغى به وجهه (رواه ابن ماجه)
“ Allah tidak menerima amal, kecuali amal yang dikerjakan dengan ikhlas karena karena dia semata-mata dan dimaksudkan untuk mencari keridhaannya”.

Ciri-ciri pribadi yang ikhlas adalah:

1. Tidak mengharapkan dari orang lain.
Sebagaimana sahabat Ali bin Abi Thalib dan Fatimah (Istrinya) yang bernazar karena Allah untuk kesembuhan putranya (Hasan dan Husen ) yang sedang sakit atas saran dari Rasulullah untuk berpuasa selama tiga hari. Ketika akan berbuka dengan hidangan yang telah disediakan ternyata datang pengemis yang meminta sedekah, maka diberikanlah roti yang akan digunakan untuk berbuka puasa. Sehingga selama tiga hari beliau hanya berbuka dengan air putih. Beliau dengan tulus ikhlas memberikan makanan karena Allah semata, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Insan ayat 9:

“ Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih”.

Jadi orang yang mukhlis adalah orang yang tidak terpengaruh oleh pujian atau cercaan atau cemoohan masyarakat dalam menunaikan kewajibannya.

2. Yang utama adalah kewajiban bukannya status.
Seorang yang beramal mencari pekerjaan yang penting dan wajib dimuka bumi ini meskipun tidak menjanjikan uang, status dan ketenaran. Apakah pekerjaan itu menyediakan baginya kemewahan dan kesenangan serta status sosial dan penghasilan yang banyak, tidak menjadi perhatian utamanya. Misalnya mengadakan pengabdian dimasyarakat, sekalipun jauh dari harapan kejayaan dalam kehidupan dunia.

3. Tidak menyesal
Berbuat baik karena Allah dan tidak mengharapkan dari orang lain, sama sekali dan tidak pernah menyesali perbuatannya, lantaran dia bekerja karena Allah tentu sudah mendapatkan pahala, baik itu membuahkan hasil duniawi atau tidak. Contoh bersilaturahim ke saudara seiman dan tidak bertemu.

4. Tidak beda antara disambut atau tidak diacuhkan.
5. Gerak orang mukhlis karena kewajiban Ilahi, bukan karena situasi dan kondisi.
Gerakan orang mukhlis merupakan produk kewajiban dan taklifi, bukan karena produk situasi, kondisi. Karenanya mengerjakan kewajiban secara terus- menerus dan dia tidak merasa kecapaian dengan mengulangi seribu kali sebuah pekerjaan. Mungkin mengurangi amalannya lantaran melemahnya jasmani, namun semangat dan cita-citanya tidak pernah melemah bahkan senantiasa bertambah kuat.

6. Harta dan kedudukan tidak menghalangi.
Harta, kekayaan dan jabatan tidak menjadi pengahalang bagi individu tulus untuk melangsungkan kewajiban dan tugasnya, bahkan rela mengorbankan dirinya demi kewajiban.
“ Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu menjadi wali(mu), jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan siapa di antara kamu yang menjadikan mereka wali, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. (QS. Attaubah: 23)

7. Lahir dan batinnya adalah sama.
Melakukan pekerjaan karena tuntutan sosial, takut dan sebagainya, sehingga ketika sedang mengerjakan sesungguhnya hatinya tidak sejalan, perilaku yang demikian ini tidak ubahnya perilaku orang munafiq.
8. Tidak memiliki fanatisme golongan.
Bila terdapat kepentingan kelompok atau kekeluargaan maka akan bersemangat dan berkreatif, bila masalah keluar dari dirinya maka akan kehilangan semangat, bisa jadi akan menyendiri, menjauh bahkan akan menentang. Bila berafiliasi dengan partai atau ormas maka tidak dibenarkan melihat kebatilan sendiri sebagai hal yang benar dan melihat kebenaran golongan laian sebagi kebatilan.

9. Mencari pekerjaan yang belum dikerjakan.
Allamah Thabathaba’i ketika datang ke Qum dari Pesantren Ilmiah Najaf, beliau melihat kesemarakan pelajaran fiqih dan ushul fiqih, namun tafsir dan filsafat tidak diajarkan. Dia memulai mengajarkan ilmu tersebut walaupun banyak orang yang mengkritik bahwa tindakan tersebut tidak sesuai dengan marja’iyah masa depan .

3/06/2013

Penderita Jantung di Ruang ICCU


Asataghfirullah, Alhamdulillah… saya bisa melihat dan mendengar kembali, selang bantuan makan, minum dan oxygen mulai dilepas dari mulutku. Oleh perawat yang dipandang sudah tidak sesak lagi jadi cukup dengan bantuan oxygen, namun selang yang masuk dalam hidungku belum dilepas juga, karena selang tersebut untuk membantu memberikan asupan makan dan minum yang tentu saja dengan kandungan gizi dan kalori yang tinggi. Namun rasa haus terasa tak tertahankan, terlintas dalam fikiran seandainya minum es buah tentu sangat segar, maka saya minta minum pada perawat dan diberi segelas air putih, karena belum juga hilang rasa haus minta tambah lagi. Setelah minum baru saya ingat, bahwa katanya orang yang operasi tidak boleh makan dan minum sebelum kentut. Pada awalnya muncul rasa khawatir, namun setelah bertanya pada perawat, ternyata tidak masalah. Dan saya percaya bahwa seluruh tenaga medis dan perawat tentu lebih tahu, dan tentu tahu dan paham apa yang harus dilakukan.
Melihat kondisi yang semakin membaik kemudian selang yang masuk dalam hidungku dilepas. Dokter bedah yaitu dokter Supomo memeriksaku dan nampak optimis dengan mengacungkan jempol. Dan beliau yang memberi rujukan untuk di pindah ke ruang ICCU. Ketika perawat mengantarku untuk dirawat diruang ICCU, salah seorang berupaya untuk menghiburku. Saya menyadari bahwa pada saat itu muka saya sangat kusut, susah untuk tersenyum. Karena disamping risih juga susah untuk bergerak. Ketika berada didalam lift saya juga amat segan untuk dapat melihat wajahku. Rasa ingin tahu namun tertutup oleh rasa malu, dari lantai empat turun ke lantai 1 dan sampai diruang ICCU, dari bet satu ke bet yang lain harus diangkat oleh para perawat. Di ruang ini, sampai dua hari makan minum harus disuapi, tubuh belum bisa saya gerakkan. Saya berusaha untuk menggerakkan, untuk memastikan bila semuanya masih normal.
Pada hari yang ketiga di ruang ICCU, pada sore hari saya dibawakan buah jeruk, yang amat menggiurkan, warna hijau kemerahan dengan kandungan air yang banyak. Pada waktu sore dan menjelang malang bisa tidur, namun kemudian karena rasa haus yang tak tertahankan sehingga kemudian saya berusaha meraih buah jeruk, saya kupas lalu saya makan, memang benar adanya rasa haus berkurang. Namun selang beberapa saat setelah selesai makan buah jeruk kemudian batuk-batuk.
Batuk dan bersin itu sebenarnya kondisi yang paling aku takutkan, karena orang normalpun bila batuk kadang perutnya menjadi sakit. Dan sebelum operasi saya juga sering batuk-batuk bahkan merasakan sampai akan muntah. Dan itulah yang terjadi pada malam yang ketika berada di ruang ICCU saya batuk secara terus menerus dengan mengeluarkan dahak. Dada yang barus saja belah dan jantung baru saja dibedah belum pulih, namun kemudian terjadi kontraksi. Tulang rusuk, urat-urat yang baru saja disatukan ketika batuk terasa ada benturan yang amat keras, terdengar suara klethuk-kletuk dengan sakit yang memang sudah saya bayangkan sebelumnya. Pada waktu itu saya ingat nasehat dokter psikoterapi bahwa bila terjadi batuk maka jangan ditahan, hendaknya diloskan saja agar dahak dan kotoran yang beraga di kerongkongan bisa keluar. Saya memang selalu berupaya, namun yang terjadi jangankan untuk mengeloskan batuk, berusaha sedikit dehem saja sudah terasa amat sakit. Batuk yang ngikil terus saya rasakan, sesekali saya harus menikmati dengan sakit itu, dahak juga keluar namun saya tidak bisa memuntahkan sehingga saya lap pakai kapas dan saya masukkan dalam cangkir tempat dahak. Tekanan batuk semakin menjadi-jadi dan mengeluarkan dahak begitu banyak saya kira sudah cukup. Sekalipun oleh perawat jaga sudah diberi obat batuk, namun batuk terus menjadi-jadi, nyaris sepanjang malam tidak bisa tidur, karena batuk dan harus menahan rasa sakit.
Selama empat hari saya harus berbaring di tempat tidur, punggung terasa kaku dan cekat-cekot, sebenarnya bila dapat miring sedikit saja sudah terasa lega, plong peredaran darah terasa lebih lancaar. Sesekali pada waktu jam besuk istri, saya suruh untuk mengelus-elus punggung saya dan memang terasa enak, maklum saja sebelum operasi saya sudah terbiasa dengan pijet. Sehingga waktu sakit yang demikian juga merasakan sungguh enaknya bila di pijat urut.
Pada hari yang kelima dengan bet yang ditinggikan di bagian kepala saya belajar untuk duduk, tetapi kepala terasa amat pusing, duduk berbaring kanan kiri terasa salah karena terasa sakit dan tidak mengenakkan. Namun pelan-pelan bisa makan sendiri tanpa disuapi, pada hari yang keenam saya belajar untuk duduk dan berdiri, sungguh terkejutnya saya ketika akan berdiri otot paha terasa mau kram, sehingga saya segera meraih bet untuk pegangan. Saya selalu berupaya dari hari-kehari agar selalu ada peningkatan sehingga saya berusaha untuk menggerakkan tangan, kaki, leher, melenturkan otot-otot agar mempunyai kekuatan kembali. Alhamdulillah pelan-pelan otot-otot kaki dan tangan mulai kuat sehingga untuk mampu berdiri dan berjalan. Pada hari kamis saya duduk, ke WC sendiri tanpa kursi roda. Para perawat, dokter selalu memberi motivasi namun juga agar selalu berhati-hati.
Pada hari Jum’at saya dipindahkan ke ruang IMCC sampai hari Sabtu, namun karena suhu badan yang tinggi yang dipindahkan kembali ke ruang ICCU. Sebenarnya di ruang IMCC terasa lebih nyaman karena bisa berjalan dengan leluasa, ke WC, shalat lebih tenang karena tidak mendengar rintihan orang-orang, karena di ruangan ini merupakan ruang untuk persiapan, baik untuk tindakan atau persiapan pulang. Waktu saya kembali ke ruang ICCU pasien dari Padang yang juga dioperasi torak sudah meninggal. Di ICCU saya kembali menempati bed 3.
Pada pukul 18.00 ketika saya sedang menjalankan shalat maghrib, datang seorang pasien yang terserang penyakit jantung koroner, dia bertempat di bed 4 persis di samping saya. Dia datang dengan diantar oleh isterinya. Dia muntah-muntah sambil berkata bahwa nafasnya sesak, ketika ditolong oleh dokter beserta perawat langsung dipasang alat bantu pernafasan, yaitu oxygen agar nafasnya lebih lega. Benar adanya nafasnya lebih longgar sehingga bisa bercakap-cakap dengan dokter, bahwa dirinya baru saja pulang kerja, sesampai di rumah nafasnya sesak dan muntah-muntah. Dia nampaknya bisa istirahat, namun pada jam 03.30 penyakitnya kembali kambuh, nafasnya sesak dan kembali muntah-muntah, dengan mengeluarkan cairan berwarna biru seperti blawu. Sehingga suasana yang tenang kembali menjadi gaduh sehingga sayapun menjadi terbangun, lalu saya ke belakang dan mengambil air wudhu lalu melaksanakan shalat, saya sempat membuka kordennya dan melihat memang benar dia amat kesakitan, dokter dan perawat yang berusaha dengan maksimal, pasien mengaduh nafasnya sesak “aduh angel nggo nafas” diulangi bebarapa kali. Dokter dan perawat berusaha untuk memberikan pertolongan namun Allah berkehendak lain, bahwa pada jam 04.00 di meninggal dunia.
Kegaduhan-kegaduhan seperti ini yang sering membuat pasien yang lain tidak bisa istirahan termasuk saya, dan ini tentunya juga bisa dimaklumi. Pada waktu itu saya kurang tidur, mau minta minum dibatasi karena tidak boleh banyak-banyak, sehingga untuk menghilangkan rasa haus saya makan buah apel dan jeruk yang di bawakan oleh kakak. Pada pagi hari jam 7.30 ketika pergantian siff dokter dan perawat jaga, breafing, masing-masning melaporkan kerja dan melimpahkan pekerjaan, perawat menyampaikan catatan tentang saya bahwa saya sudah boleh pulang. Namun apa yang terjadi, dokter (dr. Nahar) tidak mengizinkan karena kondisi suhu tubuh naik, maka berdasar pertimbangan medis kepulangan ditunda.
Saya menyadari mungkin pengalaman pribadi dengan pengalaman medis berbeda. Hal ini sering saya rasakan bahwa sebelum saya operasi sering merasakan panas yang demikian, suhu tubuh yang naik, yang disebut panas dalam, setelah itu kemudian muncul luka-luka pada mulut atau lidah dan terjadilah sakit sariawan. Saya pikir itu adalah hal yang biasa, saya berargumen berdasar pengalaman, karena saya ingin segera pulang. Dengan motivasi ingin menghibur orang tua yang sedang sakit. Ya apa boleh di kata di rumah sakit harus mengikuti nasehat dokter, karena dialah yang lebih berpengalaman dalam menangani pasien.
Panas dalam yang saya pandang sebagai hal yang biasa, ternyata oleh dokter dipandang sebagai suatu yang serius. Dokter dan para perawat mengatakan: “Sayang usaha yang maksimal telah dilakukan dan bisa dikatakan telah sukses namun menjadi gagal karena kecerobohan pasien dan keteledoran dokter”. Dengan menahan kekecewaan saya menerima alasan dokter, karena hasrat ingin pulang saya ini sebenarnya hanya ingin melegakan orang tua, ayah dan ibu yang memang sejak saya berangkat operasi belum pernah melihat. Hal ini karena ayah yang sedang sakit, dan ibu yang tidak kuat dikendaraan dan juga harus menjaga ayah, sehingga harapan saya setelah ayah melihat saya dalam kondisi yang baik akan menjadi lega.
Belum lagi dokter Nahar memeriksa, beliau telah memprediksi bahwa kondisi saya tidak baik, sehingga kepulangan untuk ditunda. Saya minta agar dipindahkan ke ruang IMCC, dengan pertimbangan agar bisa beristirahat. Ketika memeriksa dr. Supomo (dokter bedah) menyarankan agar banyak minum air putih agar suhu badan menurun, karena semakin banyak minum air putih akan sering kencing dan suhu badan menurun. Akhirnya saya di belikan aqua. 1,5 liter dan saya minum terus.
Pada hari Selasa dokter mengizinkan saya untuk pulang dengan memberikan catatan, hari Senin agar kontrol, selama berada di rumah agar jangan banyak bicara, dan kurangi kontak langsung dengan sesama manusia, dan gunakan waktu untuk beribadah. Lakukan gerak badan, tangan, kaki dan leher hal ini untuk mempercepat pemulihan kesehatan.
Ketika sudah sampai di rumah, sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat, bila mendengar tetangga atau saudaranya sakit maka akan berbondong-bondong ditengok, biasanya orang yang sakit juga akan memberikan apresiasi menanggapi setiap pertanyaan. Namun saya sudah distel oleh dokter untuk tidak banyak bicara dan melakukan aktifitas. Sehingga bila ada teman , saudara, tetangga yang menengok istri atau keluarga yang menjadi juru bicara.

3/05/2013

Detik-Detik Mencekam


Pada hari Kamis 22 Februari 2007 di bed 3 ruang IMCC pada jam 08.00 WIB saya menunggu detik-detik perjuangan untuk mempertahankan hidup dan memperoleh derajad kehidupan yang lebih baik. Di ruang tersebut saya ditemani oelh istriku, Ibu Mertua, Bu Yati, Mbak Erni, Mas Herman, Mas Agus, semua merasakan ketegangan yang luar biasa, menantikan suatu kejadian yang sebelumnya tidak pernah dirasakan. Raut wajah mereka Nampak tegang, terasa ada bom yang mau meledak, namun mereka berupaya untuk menahan dengan harapan agar aku dapat tegar didalam menghadapi perjuangan hidup dan mati. Kedua putri kembarku Shofi dan Syifa selalu nampak gembira, melihat ayahnya yang akan berjuang antara hidup dan mati, berjalan kesana-kemari, sambil bernyanyi “ disini senang, disana senang dimana mana hatiku senang”. Wajar saja karena anakku masih fitrah, jadi senang dan tidak tergantung pada situasinya. Bisa jadi orang yang mendengarnya juga akan berkata, “dasar anak kecil orang tuanya sedang susah kok malah bersuka ria” . Tetapi bila melihat kondisi anak kecil yang sudah menjadi hal yang wajar, perasaan belum peka sehingga bisa merasakan pada pada perasaan orang lain.
Sambil menunggu panggilan untuk operasi saya sempatkan ke belakang untuk berwudhu dan melaksanakan shalat dhuha, tidak pernah aku sampai menangis dan meneteskan air mata sebanyak itu. Aku berdo’a memohon kepada Allah agar para dokter yang menangani operasiku dapat berjalan dengan lancar, demikian pula aku meminta agar aku diberi kekuatan dan kesabaran. Selesai shalat dhuha belum juga ada panggilan dokter. Saya tanya pada dokter jaga mengapa setelah minum obat urus-urus kok beraknya biasa-biasa saja, tidak seperti yang saya bayangkan akan keluar banyak cairan dan tubuh menjadi lemas. Bahkan obat yang di masukkan ke dalam anus baru bereaksi pada jam 8.30, saya ke belakang namun yang keluar hanya obat yang telah mencair dan keluar kembali, lalu saya mengambil air wudhu.
Pada jam 09.00 saya dipanggil lalu masuk ke ruang operasi, dengan kursi roda didorong oleh perawat, sampai di ruang persiapan di bantu oleh Mas Herman yang kemudian di suruh keluar. Pada jam 09.30 saya sudah berada didalam ruang operasi, dada saya dibersihkan dengan alkohol dan betadin, pada tangan saya dipasang inpus, lalu saya disuruh duduk, dibelakang saya ada lima orang, yang satu orang sudah mempersiapkan jarum suntik yang kemudian menyuntik pada leher belakang. Saya ditanya apa pusing tidak, namun seperti ada yang aneh, selang sesaat saya pusing dan saya tidak ingat lagi, baru kemudian pada jam 08.00 WIB saya sadar, masih terlihat samar-samar saya mendengar suara, oh sudah sadar, perlahan saya membuka mata dan melihat disamping ada istri, Mas Herman, Mas Mun dan yang lainnya.
Sungguh saya berada dalam kesadaran, walaupun hidupku masih amat tergantung pada peralatan, buat makan-minum bahkan untuk bernafas masih dibantu dengan oxygen. Begitu juga segala kebutuhan, untuk melakukan segala aktifitas sangat bergantung pada bantuan orang lain. Inilah manusia diciptakan dari tidak berdaya, menjadi berdaya bahkan berkuasa, namun datang lagi masa ketidakberdayaan. Semua orang pasti akan merasakan, karena apa? Tentu saja bila bukan karena sakit, tentu karena waktu usia yang menjadikan tua renta dan tidak berdaya. Tentang kapan kedatangannya. Inilah rahasia Allah.

3/04/2013

Penantian Hidup dan Mati

Penantian Hidup dan Mati
Selama satu tahun saya menimbang, memikirkan, merenungi dan mempertimbangkan saran dari dokter Nahar Taufiq, SPJP untuk operasi. Akal manusia amatlah terbatas, sekalipun banyak orang memberi support namun ada juga yang melemahkan. Ketika ada dua kekuatan yang saling berlawanan dan memberikan argumentasi masing-masing, kepada siapakah kita kembali. Allah adalah pencipta seluruh makhluk, Allah adalah pemelihara seluruh makhluknya, Allah akan mencukupi seluruh yang butuhkan oleh makhluknya, Allah akan mengabulkan do’a bagi hambanya yang mau memohon. Kapan dan bagaimanakah kita dapat menempatkan Allah pada diri kita. Allah adalah dekat karena kedekatan Allah lebih dekat dari urat leher. Dapatkah kedekatan itu benar-benar kira rasakan, atau justru sebaliknya Allah itu dekat namun terasa jauh. Kedekatan hamba dengan sang khaliq hanya dapat dirasakan.
Rasa kedekataan dengan Allah bukan diperoleh dengan mudah, namun harus melalui proses yang panjang, zikir dapat menuntun hamba untuk menumbuhkan rasa dekat dengan Allah. Zikir yang dilakukan secara terus-menerus bahkan dengan hitungan tertentu, sehingga dalam kurun waktu tertentu akan merasakan peran Allah atas makhluknya. Peran Allah atas makhluknya ini akan menyadarkan bahwa manusia adalah makhluk yang kecil dan tidak berdaya. Manusia boleh memikirkan dan merencanakan masa yang akan datang, hanya Allah yang menentukan dan keputusan berada pada genggaman kekuasaan Allah SWT.
Masa satu tahun adalah menjadi sejarah bagi saya untuk memahami siapa hamba dan siapa khalik, yang selama ini seakan kemampuan hamba dapat mengalahkan kekuasaan Allah. Dan itu untuk selamanya tidak akan terjadi, karena ilmu manusia berasal dari Allah dan Allah memberikan ilmunya kepada makhluknya hanya sedikit. Ini dapat dipikirkan dengan rasa, dan rasa ini yang akan menuntun kedekatan hamba kepada sang khalik. Sehingga pada bulan Desember 2006 saya menyatakan siap untuk dioperasi. Tetapi kesiapan secara mental ini harus diikuti dengan kesiapan-kesiapan yang lain, yaitu organ tubuh yang lain, baik itu mata, hidung, telinga, gigi dan tenggorokan. Bentuk kesiapan ini adalah bebasnya dari kuman-kuman yang dapat diindra melalalui peralatan medis. Pemeriksaan dilakukan + 1,5 bulan, sehingga pada hari Senin tanggal 19 Februari 2007 harus sudah masuk rumah sakit, guna kesiapan-kesiapan yang berhubungan dengan proses operasi.
Dokter Anestesi mencobakan obat-obatan yang cocok, pernah dimasukkan sedikit obat, dalam hitungan detik langsung terasa gatal dan lebam. Ini berarti obat tidak cocok karena akan menimbulkan alergi. Dokter psikoterapi juga datang mengajari cara-cara batuk yang benar, cara bernafas yang benar dan latihan untuk menggerakkan organ tubuh pasca operasi nanti. Orang sehat tentu saja tidak menjadi masalah, dan inipun juga saya pandang sebagai hal yang mudah aku lakukan. Dokter bedah juga datang untuk melihat kondisi dan kesiapan fisik, tidak ada masalah dan siap untuk dilakukan operasi. Selang beberapa saat perawat menyampaikan informasi bahwa untuk kelancaran operasi, diperlukan 10 orang pendonor darah. Maka pada saat itu saya langsung menghubungi teman-teman yang ada di Wonosobo. Namun ternyata darah yang diperlukan adalah darah segar, sehingga bila jarak terlalu jauh dan prosesnya terlalu lama maka darah akan pecah dan tidak dapat digunakan.
Pada waktu itu benar-benar sulit, bersama istri memikirkan bagaimanakah caranya untuk mendapatkan pendonor. Langsung terpikir pada Mas Agus yang mempunyai banyak mitra dan relasi, Alhamdulillah pendonor telah dapat diperoleh. Rencana operasi hari Kamis, namun pada hari Selasa dokter menyampaikan bahwa kemungkinan untuk pelaksanaan operasi akan diajukan menjadi hari Rabu, karena ada pasien yang tidak jadi operasi, sehingga waktunya akan digantikan pasien yang menunggu giliran berikutnya yaitu saya (penulis). Saya tanyakan pada dokter, beliau membenarkan, pada waktu itu mas Agus langsung colling para pendonor untuk siap-siap hari Rabu. Namun pada malam hari ada informasi dari perawat bahwa operasi akan dilaksanakan sesuai dengan rencana yaitu pada hari Kamis. Saya minta pada perawat untuk menanyakan langsung pada dokter Nahar dan beliau membenarkan. Maka kembali istri memberi informasi pada mas Agus bahwa operasi akan dilaksanakan pada hari Kamis. Tentu saja mas Agus kembali kalang kabut colling sana-sini untuk menghubungi para pendonor yang telah merelakan untuk menyumbangkan darahnya.
Setelah ada informasi yang pasti tentang waktu operasi sayapun langsung menghubungi keluarga dan teman-teman kantor, mohon do’a, agar proses operasi dapat berjalan dengan lancar. Detik-detik penantian saya jalani dengan tenang, karena memang manusia hanya bisa berusaha, dan inilah usaha yang terbaik dan Allah pasti mendengar dan melihat. Selama satu tahun berupaya untuk menerima diri sendiri apa adanya dan menyerahkan segala urusan pada Allah. Siapa saya, mau kemana saya dan harus bagaimana, lalu bagaimanakah mereka (anak, istri, orang tua, teman, pekerjaan dan lainnya) semua berada dalam tanggungan Allah. Mengapa kita mengandai-andai sesuatu yang berada diluar kemampuan.
Kini aku benar-benar menyadari akan kelemahan dan kekurangan manusia, sifat-sifat sebagai homo-homonis socius. Manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia dalam batas-batas tertentu amat tergantung pada orang lain. Apalagi manusia adalah makhluk yang sangat awam untuk mengetahui segala urusan. Pernahkan kita merenungkan tentang ke-Mahabesaran Allah, manusia diciptakan dengan kelengkapan panca indra, mata, hidung, telinga, kulit dan lisan mempunyai peran dan fungsi yang berbeda-beda. Semua mempunyai kelebihan dan kelemahan yang tidak dimiliki oleh argan yang lain. Inilah bukti bahwa Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang mempunyai keterbatasan. Dengan keterbatasan itu akan terwujud suatu kesempurnaan, bila antara yang satu dengan yang lain saling melengkapi.
Aku serahkan proses pengobatan dan penyembuhan ini kepada orang-orang yang ahli dalam bidang ini dan aku memohon kepada Allah agar para khalifatullah (wakil Allah) ini diberikan petunjuk didalam menerapkan disiplin ilmu dengan sebaik-baiknya. Dan didalam didalam Alquran Allah telah mengatakan, bahwa bila Allah menghendaki segala sesuatu maka cukup bagi Allah mengatakan “kun” jadilah, maka jadi. Bisa saja Allah memutuskan suatu hal tanpa daya dan usaha manusia, namun sesungguhnya keputusan Allah itulah kehendak-Nya. Oleh karena itu, mengapa harus takut kepada kehendak Allah terhadap suatu keputusan yang masih menjadi rahasia Allah. Penantian saya selama berbulan-bulan untuk meraih derajat kesehatan yang sewajarnya, dengan penuh pengharapan akan menjadi kenyataan.

3/03/2013

Bersyukur dan Menghitung Nikmat Allah


Bersyukur adalah suatu kata yang mudah diucapkan, namun dalam prakteknya sangat sulit untuk dilakukan secara istiqomah, ketika suatu kaum menerima nikmat dari Allah suatu saat bersyukur namun ketika melihat besarnya nikmat yang diberikan kepada hamba Allah yang lain, yang menurut ukuran Allah adalah telah disesuaikan dengan takarannya, namun menurut kadar kemampuan manusia lebih kecil atau lebih sedikit kenikmatan yang di berikan kepadanya. Maka ungkapan syukur yang pernah dikatakan akan lenyap, sehingga menjadi ungkapan keluh kesah, sebagaimana pernah disindir oleh Allah didalam Alquran surat Al Ma'arij ayat 19-21:

" Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir",
Padahal ingatlah bahwa ketika mendapatkan kenikmatan dari Allah, apabila selalu berterimakasih dengan mengucapkan rasa syukur maka Allah akan menambah kenikmatan itu disebutkan dalam Alquran surat Ibrahim ayat 7:

" Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Kenikmatan yang kita syukuri dalam hubungannya imbalan dari aktifitas yang kita lakukan, katakanlah seorang buruh tani yang rajin dan tekun, dia selalu bekerja untuk memberikan hasil karya pekerjaan yang sebaik-baiknya kepada tuannya. Dia bekerja selalu ingin memberikan hasil garapan yang terbaik dan menerima imbalan dengan ikhlas, ketika diberi imbalan yang banyak sangat berterimakasih, namun bila diberi imbalan yang sedikit juga berterimakasih seraya malakukan muhasabah, mengoreksi kekurangan dirinya sendiri. Mungkin ada yang salah ketika bekerja atau mungkin hasilnya kurang memuaskan, tidak pernah menduga-duga bahwa majikannnya pelit, kurang perhatian, apalagi dengan membanding-bandingkan dengan imbalan yang diberikan oleh orang lain. Namun dirinya selalu berupaya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya, waktunya bekerja- ya bekerja, waktu istirahat ya istirahat, waktu shalat-ya shalat. Senantiasa dirinya mengontrol dan mengevaluasi dirinya sendiri. Maka pasti Allah akan menambah kenikmatannya, bisa dengan bonus, atau ketika banyak orang bingung mencari pekerjaan dirinya banyak yang membutuhkan tenaganya. Demikian pula dalam segala aktifitas yang lain, orang jawa mengatakan "enthengan" maka dimana-mana dia akan diperhatikan, baik oleh teman maupun atasannya.
Apa sajakah kenikmatan yang diberikan oleh Allah dan dirasakan oleh manusia:
1. Nikmat karena normalnya panca indra, panca indra dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Mata dapat melihat adalah kenikmatan yang tiada tara, ketika penglihatan berkurang atau yang dikenal dengan minus berapa banyak uang yang digunakan untuk memeriksakan ke dokter dan selanjutnya harus mengenakan kaca mata. Ternyata kaca mata yang harus dipakai disamping karena menganut azas manfaat juga memenuhi standar estetika/ keindahan, yang dapat menambah daya pikat, kewibawaan dan prestise. Sehingga untuk membeli kaca mata juga membutuhkan uang yang cukup banyak, ini baru kenikmatan yang diberikan oleh Allah, dikurangi sedikit kenikmatannya dengan mengurangi penglihatan sudah harus menukar kenikmatan itu dengan beberapa jumlah rupiah. Bagaimanakan jika matanya sakit misalnya katarak, maka untuk mengembalikan kenikmatan yang diberikan oleh Allah harus dengan operasi yang menghabiskan uang jutaan rupiah. Ini baru sakit mata, bagaimanakah jika kenikmatan-kenikmatan yang diberikan oleh Allah baik itu telinga, hidung, kulit, lidah sakit sehingga kenikmatan itu menjadi kurang, sungguh manusia untuk mengembalikan kenikmatan itu membutuhkan banyak rupiah. Maka pantas sekali bila kita menghitung nikmat yang diberikan oleh Allah kepada manusia niscaya tidak akan dapat menghitungnya. Hal ini diwartakan oleh Allah dalam Alquran surat Ibrahim ayat 34:
" Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah)".
Maka bagaimanakah kita mensyukuri nikmat Allah yang berupa panca indra itu, tidak lain adalah menggunakan untuk hal-hal yang positif, sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah, hal ini dilakukan dengan melihat tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT.

2. Akal, adalah kenikmatan yang diberikan oleh Allah melebihi atas makhluk-makhluk yang lain. Karena hanya manusia yang diberi kelebihan akal, sehingga dengan akalnya itu manusia dapat menguasai dunia, segala senjata dan kekuatan makhluk yang lain untuk mempertahankan hidupnya dapat ditaklukkan oleh manusia. Harimau binatang yang buas, dengan cakar dan taringnya yang tajam dapat melumpuhkan binatang yang lain, namun dapat ditundukkan oleh manusia dengan senjata dan obat bius dapat melemahkannya. Kecepatan binatang kijang yang amat dahsyat dapat dikalahkan dengan kecepatan pesawat, pandangan yang tajam dari burung elang dapat dikalahkan dengan alat mikroskop, teleskop dan lainnya. Demikian pula pandangan yang tajam dari seekor kucing, anjing dan binatang malam lainnnya dapat dikalahkan dengan listrik yang dapat merubah kegelapan menjadi terang.
Inilah kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, maka benar sekali ungkapan ahli hikmah bahwa dengan akal urusan akan menjadi mudah. Maka ketika diberikan akal yang sehat sehingga dapat melakukan aktifitas berfikir, gunakan untuk bertafakkur, memikirkan tanda-tanda dan bukti kekuasaan dan keagungan Allah. Maka ketika manusia telah mencapai pada puncak kemajuan, dan menganggap dirnya sebagai makhluk yang paling sempurna, sesungguhnya pengetahuan dan ilmu manusia baru sebesar tetes air dari sebuah jarum yang dimasukkan kedalam samudra. Karena itu ilmu Allah amatlah luas tidak terbatas dan tidak akan habis untuk dipelajari, hal ini diwartakan oleh Allah dalam Alquran surat Al Kahfi 109:

" Katakanlah: "Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)".

3. Hati, hati adalah yang merasakan, sesuatu yang benar dan baik menurut akal belum pasti sesuai dengan isyarat kemauan hati nurani, karena hati nurani berasal dari yang fitrah, menghendaki sesuatu yang benar, hati mempunyai sifat-sifat ketuhanan karenanya hati yang bersih mudah berkomunikasi kepada Allah. Dengan hati akan memunculkan nafsu lawwamah, nafsu mutmainnah, yang karenanya ketika akal dan panca indra sudah menyatu untuk melakukan perbuatan yang tidak benar maka dalam diri muncul penyesalan, dengan penyesalan maka akan menimbulkan perasaan berdosa dan keinginan untuk bertobat. Ketika keinginan untuk tobatpun selalu dibisiki dua kekuatan baik dan buruk, maka ketika kebaikan yang muncul maka nafsu manusia akan mengarah pada nafsu mutmainnah. Maka bersyukulah ketika hati sudah mengarahkan pada akhlak Rabbani, sehingga dalam setiap perbuatannya akan meninggalkan kebaikan bagi makhluk yang lain. Maka agar hati menjadi jernih, peka terhadap penderitaan dan kesengsaraan orang lain, belajarlah untuk memahami keadaan orang lain. Bagaimana orang bisa bersabar ketika sedang menerima musibah dan diri bisa tergugah rasa empatinya. Disamping itu hendaklah selalu memperbanyak zikir kepada Allah, karena zikir adalah makanan hati yang hendaknya selalu diberikan setiap hari.

4. Agama, kita hidup dalam beragama ini adalah merupakan kenikmatan, apalagi beragama Islam adalah kenikmatan yang tiada terhingga. Karena baik dan buruk, benar dan salah yang hakiki bila bersumber dari Alquran dan hadits nabi. Bagaimana ketika kita diperintahkan oleh Allah untuk mencari rizki, setelah melaksanakan shalat Jum'at agar segera bertebaran di muka bumi mencari rizki. Rizki adalah hak pribadi manusia, dengan rizki kehidupan manusia akan semakin bahagia. Dan dengan rizki yang diperoleh bebas dikumpulkan sebanyak-banyaknya. Sehingga di Negara Barat menimbulkan faham materialisme, individualisme, faham kapitalisme, sosialisme. Maka Alquran berada dalam dua pendapat yang berbeda. Islam mengajarkan umatnya untuk mencari rizki tetapi tidak boleh melalaikan orang lain. Sehingga dari sebagian rizki itu harus dikeluarkan haknya sebesar 2,5% dari harta yang dimiliki yang disebut dengan kewajiban berzakat.

5. Alam semesta beserta isinya adalah untuk keperluan manusia:

" Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu". (QS. Al Baqarah: 29)
Didunia ini ada tanah, air, udara, surya, bulan dan bintang bintang yang tak terhitung jumlahnya. Satu hal bila didunia ini tidak ada sinar tentu tidak akan ada kehidupan, karena tidak akan ada air, udara, sinar, panas dan dingin. Semua diciptakan bagi kesejahteraan manusia. Berapa banyak dalam setiap hari kita mengirup udara (o2) secara gratis, namun berapa rupiah oksigen yang sudah dimasukkan kedalam tabung, bisa dirasakan ketika diantara kita pernah menggunakan tabung oksigen untuk bantuan pernafasan, satu tabung bisa digunakan untuk berapa hari dan berapa rupiah yang harus dibayarkan. Sungguh ketika kita berada dalam kondisi sehat tidak pernah merasakan betapa berharganya oksigen bagi pernafasan, karena dalam waktu 10 menit tidak ada udara niscaya kita akan mati. Ini baru kenikmatan dari Allah yang berupa udara. Bagaimanakan dengan air, pada suatu waktu pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Azis, dalam lawatannya beliau singgah di rumah Imam Malik, didalam rumah disuguhi dengan segelas air putih. Dari itu lalu timbul perbincangan yang hangat. Imam Malik bertanya kepada khalifah, bagaimanakah sekiranya kita sedang berada ditengah padang pasir yang tandus, gersang, panas dan tidak ada kehidupan, kita berdua sudah kehabisan bekal, kecuali saya mempunyai satu gelas air putih. Saya sangat membutuhkan dan anda juga sangat membutuhkan, kiranya berapa banyak anda mau membeli air putih tersebut? Begitu pertanyaan Imam malik kepada Khalifah Umar bin Abdul Azis. Dan di jawab oleh khalifah " saya mau membayar dengan separuh dari harta yang saya miliki". Demikianlah segelas air putih bisa bernilai sampai triyunan rupiah. Belum lagi kenikmatan dari Allah yang berupa tanah dengan segala macam kehidupan dan penghidupan didalamnya merupakan sumber kenikmatan dari Allah.
Begitu banyak kenikmatan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, sehingga begitu banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah, bila menghitungnya niscaya manusia tidak akan mampu. Maka ketika menerima kenikmatan itu bersyukurlah kepada Allah, dengan bersyukur Allah akan menambah kenikmatannya. Karena ketika kita banyak menyukuri atas segala nikmat yang diberikan oleh Allah maka Allah akan menambah kenikmatan itu kepadanya.

3/01/2013

Mujudaken Sehat Lahir lan Batin


Sehat jasmani lan rohani punika dados harapanipun sedaya manungsa, semanten ugi khusus dhateng umat Islam. Kanthi mekaten kangge mujudaken kesehatan jasmani lan rohani punika wonten 6 perkawis, saterasipun dipun singkat kalian gangsal S lan I (5S 1I), kangge gamblangipun badhe kita aturaken mawi cathetan ingkang saget kaasto minangka khatib nalika nindakaken khutbah Jum'ah.


اَلْحَمْدُلِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ حَمْدًاكَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كُلَّ حَالٍ اَلَّذِى قَدْ اَوْجَبَ مِنْ نُوْرِهِ نُوْرًابِهِ عَمَّ الْهُدَى, اَشْهَدُ اَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّااللهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ لَا نَبِىَّ بَعْدَهُ, اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ النَّبِىِّ الْكَرِيْمِ وَالرَّسُوْلِ الْعَظِيْمِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّحَبِيْبِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ أَحْيٰى سُنَّتَهُ اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. فَيَآأَيُّهَالْمُسْلِمُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَاِيَّاىَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَالْمُتَّقُوْنَ
Kaum muslimin jema’ah Jum’ah Rahimakumullah
Mangga kita sami ningkataken iman lan taqwa dhateng Allah SWT inggih punika kanthi nindakaken dhawuh-dhawuhipun Allah lan nebihi sedaya awisanipun. Kanthi iman lan taqwa punika insya-Allah kita badhe dados tiyang ingkang beja wiwit dunya dumugining akherat samangke. Iman lan taqwa punika kita buktikaken kanthi amal kesahenan, amal ingkang selaras kalian dhawuhipun Allah lan utusanipun.
Sehat jasmani lan rohani punika dados harapanipun sedaya manungsa, semanten ugi khusus dhateng umat Islam. Kanthi mekaten kangge mujudaken kesehatan jasmani lan rohani punika wonten 6 perkawis, saterasipun dipun singkat kalian gangsal S lan I (5S 1I):
Sepindah Shalat, shalat punika dados kewajiban pokok tumrap tiyang Islam, sasampunipun ngucapaken shahadatain, tumunten dipun wujudaken kanthi nindakaken shalat gangsal wekdal. Shalat dados mi’rajipun tiyang-tiyang mukmin, nalika kita nembe nindakaken shalat sajatosipun kita nembe ngadhep dhateng Allah SWT. Satuhunipun shalat punika langkung utami dipun bandingaken kalian ibadah-ibadah sanesipun.
“ Wacanen apa kang wus di wakyukake marang sira, yaiku Al Kitab (Alquran) lan tindakna shalat. Satuhune shalat iku nyegah saka penggawean keji lan mungkar. Satuhune eling marang Allah (shalat) iku luwih gedhe (kautamane saka ibadah-ibadah liyane) lan Allah ngaweruhi apa bae kang sira lakoni). (QS. Al Ankabut: 45)

Satuhune nalika shalat, kita saget sambat, wadul lan punapa mawon dhateng Gusti Allah, amargi Allah punika Maha Mireng, Maha Mangertosi, Maha Nyembadani punapa mawon ingkang kita seja. Kanthi syarat anggenipun nyuwun dhateng Allah tentunipun kanthi saestu, istiqomah, khusuk lan ikhlas.

• Kaping kalih Sabar. Midherek Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah sabar inggih punika nguwataken anggenipun nindakaken dhawuhipun Allah saha nahan saking sedaya pedamelan maksiat sarta jagi raos mangkel nalika ngadhepi takdiripun Allah.
Kanthi mekaten sabar wonten tiga inggih punika sabar nalika nindakaken dhawuhipun Allah, sabar nalika nahan lan nyegah saking sedaya ingkang dipun awisi dening Allah lan sabar nalika ngadhepi takdiripun Allah.

• Kaping tiga Shaum. Puasa punika salah satunggalipun usaha kangge ngeker dhateng hawa nafsu. Nalika nindakaken puasa wonten perkawis ingkang saget batalaken puasa lan wonten ingkang ngrisak ganjaranipun puasa. Dhahar, ngunjuk lan adu katrisnan kangge tiyang bebojoan ing ing wekdal siang punika perkawis ingkang batalaken puasa. Benten kalian ngrasani ing liyan, nesu, ningali lan midangetaken pedamelan maksiat, ngucap kanthi pangucap ingkang awon mekaten punika kalebet perkawis ingkang ngrisak dhateng ganjaraipun tiyang ingkang nembe shiyam. Sedaya perkawis punika kalebet akhlaqul madzmumah, akhlaq ingkang boten sae. Tumindak ala punika badhe nuwuhaken risakipun masyarakat lan ingkang utami ngrisak dhateng manah ingkang suci. Sahingga nalika manah kita sampun kotor sedaya pedamelan kita badhe boten sae.

• Kaping sekawan Shadaqah. Shadaqah punika saget ngirangi penyakit masyarakat lan penyakit ing pribadi. Amargi kanthi nindakaken shadaqah insya-Allah badhe ngirangi sifat kemeren saking tiyang-tiyang ingkang boten mampu. Tiyang punika sami pikantuk kawigatosan saking tiyang-tiyang ingkang mampu. Semanten ugi kagem tiyang ingkang mampu saget mujudaken raos syukuripun dhateng Allah lan badhe gadhahi raos marem saget paring pambiyantu dhateng tiyang-tiyang ingkang boten mampu. Jalaran setengah saking kasil kita wonten hak-hakipun dhateng tiyang ingkang boten mampu, tiyang fakir miskin, anal yatim lan sanesipun.

Kaping gangsal Silaturahmi. Rasulullah SAW nate ngendika:

“Sapa kang seneng dijembarake rizkine lan didawakake umure prayogane padha nyambung paseduluran”. (HR. Buchari Muslim).
" Ibnu 'Umar Radhiyallahu 'anhuma nate ngendika:

“Sapa wonge kang taqwa marang Pangerane, lan nyambung paseduluran yekti bakal didawakake umure lan bakal di tambahi rizkine lan keluargane bakal disenengi”.
Kaping nem Ikhlas
Ikhlas inggih punika nindakaken ngibadah namung tumuju dhateng Allah kelawan boten nyekutokaken Allah. Sinaosa ibadah punika kraos awrat lan kathah panggodha lan rintanganipun ananging tansah istiqomah anggenipun ngibadah. Semanten ugi tansah tawakal dhateng Allah inggih punika nyerahaken sedaya urusan dhateng Allah. Rasulullah SAW ngendika:

“ Satemene Allah ora bakal nampa amale, kejaba yen ta dilakoni kelawan ikhlas lan kanggo golek karidhane”. (HR. Nasa’i)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّا كُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِى هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ تَعَالَى لِىْ وَلَكُمْ, فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ, وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Zikir Membuat Ikhlas dan Sabar

Ikhlas dan sabar adalah suatu kondisi yang mudah untuk diucapkan, akan tetapi untuk mewujudkan dan memperolehnya memerlukan pelatihan secara terus menerus. Mengingat pada awal kejadian manusia bersifat fitrah yang akan berjalan dan berkembang sesuai dengan pendidikan dan pengalamannnya. Sebagaimanan yang telah diwartakan oleh Rasulullah SAW " Setiap anak yang lahir dalam kondisi fitrah, sehingga kedua orang tuanya yang membuat dirinya menjadi Yahudi, nasrani atau Majusi (Hadits)".

Disamping pendidikan dan pelatihan dari orang tuanya, lingkungan dan pergaulan juga amat mempengaruhi, maka tidaklah heran ketika seorang anak lebih memperhatikan teman, lebih taat kepada teman dari pada kepada orang tuanya, hal ini dikarenakan pengaruh dari lingkungan pergaulan, pada dirinya muncul kekhawatiran bila ditinggal oleh temannya, dikucilkan oleh temannnya dan sebagainya.

Dari pengaruh pendidikan orang tua dan lingkungan persahabatan akan membentuk sikap dan watak manusia yang akan tumbuh menjadi manusia tidak fitrah lagi. Hati yang bersih menjadi keruh, hal ini sangat bertolak belakang dengan kondisi bayi ketika masih berada dalam kandungan ibu selalu ikhlas dan sabar menerima keputusan dari Allah, selama 9 bulan 10 hari, berada dalam kandungan, kemana-mana selalu ikut ibunya, harus ikhlas dan sabar, begitu pula ketika sudah lahir bila kurang dari waktu yang sebagaimana layaknya bayi dalam kandungan, sehingga lahir dalam kondisi prematur, hal ini pula harus ikhlas dan sabar, sehingga ketika sudah lahir dari rahim ibu harus dimasukkan kedalam inkubator. Sungguh kesabaran dan keikhlasan itu memerlukan pelatihan yang sungguh-sungguh.
Begitu pula kesabaran keikhlasan seorang ibu yang sedang mengandung, harus ikhlas dan sabar membawa kandungan kemanapun berada, bahkan harus berhati-hati dalam melakukan segala aktifitas. Bahkan ketika makan dan minumpun dari sebagian sari makanan untuk memberikan supley kepada calon bayi, siang malam melakukan taqarrub, meningkatkan ibadah kepada Allah. Bila ikhlas dan sabar senantiasa dilakukan maka bayi yang lahir akan menjadi bayi yang sehat, dan setelah besar akan menjadi anak yang shaleh dan shalehah yang berbakti kepada orang tuanya.

Kepayahan seorang ibu ketika sedang mengandung digambarkan didalam Alquran surat Luqman ayat 14:"Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu".

Lain lagi bagi ibu yang hamil namun senantiasa tetap melaksanakan aktifitas sebagaimana orang yang tidak hamil, makan minum dengan sembarangan, demikian pula hatinya tidak pernah digunakan untuk berdzikir, akalnya tidak digunakan untuk bertafakkur (memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah) hal ini menandakan sebagai orang yang tidak sabar dan tidak ikhlas. Maka bila ada yang mengatakan bahwa berdzikir tidak perlu banyak-banyak, biar sedikit yang penting ikhlas. Bagaimanakah akan menjadi orang yang ikhlas bila tidak bersabar untuk memperbanyak jumlah hitungan dalam berdzikir. Karena zikir dengan ketenangan akan mengarahkan seseorang menjadi orang yang sabar, dan dengan sabar ikhlaspun akan mengikutinya.
Rasulullah SAW memerintahkan bila telah selesai shalat, untuk berzikir dengan membaca Subhanallah sebanyak 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, Allahu akbar 33 kali dan kalimat thayyibah "la ilaha illallah sebanyak 33 kali. La ilahaillallah wahdahu laa syarikalahu lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu wauha 'ala kulli sytai'in qadiru", sebanyak 100 kali. Kalimat dzikir yang pendek ini disisi Allah akan memberikan timbangan amal yang amat berat, sebagimana diwartakan oleh Rasulullah SAW:
الطهور شطر الايمان, والحمد لله تملأ الميزان, وسبحان الله والحمدلله تملأ ما بين السماء والارض, والصلاة نور, والصدقة برهان, والصبر ضياء, والقران حجة لك او عليك كل الناس يغدو, فبائع نفسه, فمعتقها أوموبقها (رواه مسلم)
" Kebersihan adalah sebagian dari iman, Alhamdulillah akan memberatkan timbangan kebaikan, Subhanallah wal hamdulillah akan memenuhi apa yang ada diantara langit dan bumi, shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti, kesabaran adalah sinar dan Alquran adalah hujjah yang akan membelamu atau menuntutmu. Semua orang berusaha, ia menjual dirinya, ada yang membebaskannya, ada pula yang menjerumuskannya (HR. Muslim").

Kesadaran untuk senantiasa berzikir ketika dihadapkan dengan beban kerja yang menumpuk dan pikiran yang gemrungsung. Sehingga kebutuhan dzikir setalah melaksanakan shalat dilalaikan, bahkan semua bacaan didalam shalat yang merupakan dzikir juga susah untuk memperoleh kondisi khusuk, dirinya merasa kekurangan waktu akibat tekanan pekerjaan dan peluang waktu yang kurang dikendalikan. Waktu baginya terasa pendek, karena pekerjaan yang satu belum selesai datang lagi pekerjaan yang lain dengan permasalahan yang komplek dan menunggu untuk segera diselesaikan. Masih sempatkah untuk melakukan dzikir dengan ketenangan, ataukah zikir kemudian diringkas, diucapkan sekali atau tiga kali dirasa sudah cukup, sedangkan walaupun zikir di ringkas namun pekerjaan juga tetap menumpuk dan belum terselesaikan. Maka jadikan hati menjadi resah, fikiran menjadi bebal, ketegangan semakin terasai, leher terasa kaku, keluar keringat dingin, emosi semakin memuncak, ingatlah bahwa daya upaya manusia sangat terbatas. Sesuatu tidak dapat diselesaikan dengan otak saja atau dengan otot saja, namun kekuatan spiritual dengan banyak mengingat Allah hati akan menjadi tenang. Sehingga dengan ketenangan ini akan memberikan inspirasi, jalan yang lebih efektif dan efisien didalam menyelesaikan segala persoalan.
Hati yang tenang adalah hati yang tertata, fikiran yang bisa menempatkan situasi dan kondisi yang sesungguhnya. Karena itu bila sedang melaksanakan shalat, maka hati, pikiran, emosi, gerakan tubuh menyatu dalam zikir kepada Allah, bukan justru sebaliknya tubuhnya sedang melaksanakan shalat namun hatinya entah kemana, pikirannnya memikirkan yang lain, perlu kita sadari bahwa ketika sedang menjalankan shalat terkadang dapat mengingatkan sesuatu hal yang tidak pernah dipikirkan kemudian muncul pemikiran ketika shalat, ketika lupa sesuatu maka ketika shalat sesuatu yang lupa itu menjadi ingat. Hal ini menandakan hati yang tidak tenang dan pikiran yang tidak konsentrasi.
Ingatlah bahwa shalat adalah kunci segala macam amal ibadah manusia, didalam shalat penuh dengan bacaan do'a dan zikir, maka bila shalatnya sudah sempurna akan menuntut perbuatan yang lain juga akan menjadi baik. Shalat akan membentuk karakter manusia, karena dengan shalat yang khusu', memenuhi syarat dan rukunnya, maka shalat akan dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Bahkan pernah diwartakan oleh Rasulullah bahwa " Shalat adalah tiang agama, barangsiapa yang menegakkan shalat maka dirinya menegakkan agama dan barang siapa yang meninggalka shalat maka dirinya merobohkan agama. (Hadits). Maka sering orang bertanya, mengapa banyak orang yang rajin melaksanakan shalat namun maksiatnya tetap dilakukan, atau dalam bahasa gaulnya adalah STMJ, shalat terus maksiat jalan.
Dari itu tanyalah pada diri sendiri, sudah baikkah diri sendiri dan keluarga, sejauhmana keteladhanan Rasulullah telah diteladhani, ataukah belum mengetahui keteladhanan Rasulullah, para sahabat, para mujahid Islam ketiga membela agamanya, para mujtahid ketika bersusah payah mencari dasar-dasar hukum Islam, para muhadisin yang berjuang memilih keshahehan hadits, para mutakallimin ketika berjuang membebaskan keyakinan-keyakinan yang akan merusak tauhid Islam dan orang-orang shaleh lainnya karena tidak pernah membaca tarih Islam. Bukankah wahyu yang pertama diterima oleh Rasulullah adalah perintah untuk membaca, mengenal Allah yang telah menciptakan manusi dari segumpal darah, lalu mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Bila melihat keshalehan mereka sungguh akan menimbulkan rasa iri, mengapa diri yang masih banyak kekurangannya harus menyalahkan pada orang lain.
Maka dzikir dengan hitungan tertentu, diucapkan dengan tenang, tartil, sambil memusatkan pada keagungan, kekuasaan, kesucian Allah maka dari seifat-sifat yang tidak sabar, tamak pelan-pelan akan terkikis, sehingga akan menumbuhkan rasa ikhlas dan sabar. Sabar dan ikhlas bukan saja ketika sedang melaksanakan dzikir namun akan menajadi sarana membentuk mental spiritual yang selanjutnya akan melingkupi segala aktifitas perbuatan manusia.