Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan

12/20/2020

Orang Sakit Cenderung Memikirkan Diri Sendiri

Sekilas melihat judul, tersebut diantara kita akan berpandangan negatif, karena memikirkan diri sendiri berarti egois. Sifat ini tercela. Dalam kehidupan bermasyarakat, persahabatan yang terjalin, persaudaraan yang dibina untuk selalu dikukuhnya. Selalu menjaga komitmen bersama. Namun yang terjadi ketika ada suatu kepentingan, keuntungan dan manfaat semuanya diarahkan untuk dirinya sendiri, sebaliknya bila terjadi kesulitan, kerugian maka akan dialihkan pada orang lain. Dari itu siapakah yang akan mendekat, niscaya temannya satu persatu akan menjauh tinggallah sendiri. 

 

Status manusia disamping sebagai makhluk pribadi, dia adalah makhluk sosial dan makhluk Tuhan. Sebagai makhluk sosial manusia tidak akan bisa hidup secara sendiri, manusia selalu tergantung pada orang lain. Jangan berpandangan ketika sudah mempunyai pangkat, jabatan yang tinggi, harta yang berlimpah dia bisa hidup sendiri. Oke, mungkin ada yang berpandangan dengan pangkat, jabatan bisa menggunakan kewenangannya untuk memenuhi ambisi diri sendiri, dengan harta semuanya bisa dibeli. 

 

Di saat pandemi Covid-19 dimanakah pangkat, jabatan dan harta, ketika seseorang sudah terpapar positif, maka mau tidak mau harus melakukan karantina baik di rumaha sakit atau secara mandiri. Pada saat itu dia tidak akan lagi bebas menggunakan kewenangannya, karena semua orang termasuk tenaga medis akan berhati-hati, diutamakan keselamatan dirinya. 

 

Lebih jauh lagi bagi orang yang terpapar virus corona atau siapun yang menderita sakit disanalah orang akan sibuk memikirkan dirinya sendiri. Tenaga dan pikirannya lebih besar untuk memikirkan dirinya sendiri. Bagaimana akan memikirkan orang lain ketika dirinya sakit. Orang yang sedang sakit sedang berjuang untuk melepaskan diri dari penderiaan, karena yang terbayang dalam pikiran, bagaimana agar menjadi sehat dan pulih kembali. Segala usaha dan ikhtiar dilakukan, bahkan tuntunan doa yang tidak pernah diperlukan, akhirnya menjadi kebutuhan. 

 

Rasa ketergantungan diri pada Allah, Allah yang berkuasa menciptakan penderitaan namun juga berkuasa untuk menghilangkan, walaupun sekali-kali terbanyang akan kondisi terburuk yang akan menimpanya. Dengan doa muncul rasa optimis, karena Allah berkuasa untuk menciptakan kebaikan dan keburukan kepada makhluknya. Dan dengan penuh rasa harap, Allah memberikan kebaikan dan menghilangkan keburukan. 

 

Subhanalloh, semoga sakit yang diderita hanya sebagai peringatan, bahwa manusia kadang lupa dengan nikmat sehat yang telah diberikan Allah. Bagaimanakah sehat itu sangat berharga dan bermakna, tanpa sehat tidak aka nada kenikmatan, tidak ada kebahagiaan. Karena itu biasakan untuk selalu berdoa kepada Allah SWT.

 اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ 

 

Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari kegundahan dan kesedihan dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat penakut dan bakhil dan aku berlindung kepada-Mu dari terlilit hutang dan pemaksaan dari orang lain. (HR. Abu Dawud: 1317, 1330) 

 

Syukuri apa yang ada, berusaha, ikhtiar dan tawakal hanya kepada Allah.

12/15/2020

Nifaq dan Munafiq

Sering kita mendengar orang mengatakan munafiq atau bahkan kita pun kadang mengatakan pada orang lain bahwa dia orang munafiq. Alangkah ironisnya jika menyebut orang lain sebagai orang munafiq namun dirinya juga termasuk munafiq pula. Karena itu penting bagi kita untuk mengetahui tentang munafiq. Bahwa munafiq berasal dari bahasa Arab nafaqa-yunafiqu-nifaaqan yang berarti ketidaksesuaian antara yang diperlihatkan dengan yang disembunyikan. Jadi nifaq adalah salah satu perilaku tercela yang hendaknya untuk dihilangkan, karena nifaq ini akan mendatangkan bencana, malapetaka, musibah, bahkan bisa mendatangkan kehancuran. 

 


Sedangkan orangnya adalah munafiq, jadi orang munafiq adalah orang yang menyembunyikan kebenaran, apa yang dinampakkan tidak sesuai dengan apa yang disembunyikan. Antara ucapan dengan hati tidak selaras dan seimbang. Rasulullah Muhammad SAW memberikan perhatian terhadap orang-orang muslim untuk waspada terhadap perilaku munafiq. Beliau menyebutkan tentang-tanda-tanda orang munafiq:

 

 أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا أَوْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ أَرْبَعَةٍ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ 

"Ada empat hal yang bila ada pada seseorang berarti dia adalah munafiq atau siapa yang memiliki empat kebiasaan (tabi'at) berarti itu tabiat munafiq sampai dia meninggalkannya, yaitu jika berbicara dusta, jika berjanji ingkar, jika membuat kesepakatan khiyanat dan jika bertengkar (ada perselisihan) maka dia curang”. (HR. Buchari: 2279) 

 

Dalam hadits tersebut Rasulullah Muhammad SAW menyebutkan tanda-tanda munafiq ada empat, yaitu: 

1. Jika berbicara dusta. 

2. Jika berjanji ingkar. 

3. Jika membuat kesepakatan khiyanat. 

4. Jika bertengkar (ada perselisihan) maka dia curang.

 

Coba kita renungkan bila empat sifat atau salah satu saja diterapkan dalam kehidupan niscaya akan terjadi kehancuran. Bicaranya manis untuk didengar namun ternyata palsu, bila berjanji tidak pernah menepati, bila diberi amanah dan kepercayaan kok berkhianat, bila terjadi perselisihan mencari jalan pintas dan berbuat curang maka niscaya tidak ada ketenangan dan kenyamanan dalam kehidupan. 

 

 Akhlaq yang baik dan buruk bisa terbentuk karena kebiasaan, lingkungan dan pendidikan, sedangkan agama memerintahkan untuk selalu berbuat baik. Agama memberikan peringatan bahwa semua amal perbuatan manusia kelak akan dimintai pertanggungjawaban, seluruh organ tubuh manusia kelak akan dimintai pertanggungjawaban, pada hari qiayamat setiap orang akan mengatakan dengan jujur, mulai dari telinga digunakan untuk mendengarkan apa saja, mata digunakan untuk melihat apa saja, hati digunakan untuk apa. Allah SWT telah mengingatkan dalam Alquran surat Al Isra’ ayat 36:

 

 وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ, اِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُوْلًا 

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya”. 

 

Berfikirlah sebelum bertindak, berhati-hatilah dalam setiap ucapan dan perbuatan agar tidak akan terjadi penyesalan. Selagi masih diberikan kesempatan panjang umur masih terbuka jalan untuk memperbaiki diri, mencari bekal untuk hari esok. Menanam kebaikan sebanyak mungkin karena bila kematian telah datang maka tidak ada kesempatan untuk memperbaiki. Memperbaiki dengan merenung memikirkan kekurangan diri sendiri bukan kekurangan orang lain. Karena teramat mudah untuk meniti kekurangan orang lain. Ingat meniti kekurangan diri akan menjadikan pribadi yang berakhlaq mulia sebaliknya meniti kekurangan orang lain akan memperkeluh hati dan pikiran. 

 

Tidak ada manusia yang sempurna kecuali orang berupaya untuk mencari kesempurnaan. Tidak ada manusia yang paling baik kecuali manusia yang selalu berupaya untk berbuat baik. Tidak ada kesalahan yang menjadi baik kecuali menyadari bahwa dirinya telah berbuat salah kemudian berupaya untuk merubahnya.atidak adda dosa yang tidak diampuni kecuali segera bertobat untuk tidak mengulanginya lagi.

11/21/2020

Shalat Sebagai Media Komunikasi Kepada Allah

Shalat adalah ibadah yang paling utama, indikator ke-Islaman seorang muslim ditentukan dalam hal melaksanakan shalat yang utuh, dalam kuantitas lima waktu dalam sehari semalam dan secara kualitas adalah kondisi shalat yang dilaksanakan dengan khusu’. Shalat yang khusu’ dilaksankaan benar-benar sedang menghadapkan jasad dan ruh kepada Allah. Ketika jasad dan ruh menyatu sedang menghadap Allah disanalah sedang terjadi komunikasi hamba kepada Allah.

Karena itu ketika hendak menghadap Allah maka tubuh, pakaian dan tempatnya harus dalam keadaan suci. Yang sering menjadi persoalan adalah bahwa ketika shalat, jasadnya sedang shalat namun hati dan pikirannya sedang pergi entah kemana. Bisa jadi ketika sedang melaksanakan shalat dapat mengingat sesuatu hal yang tadinya lupa. Sangat aneh ketika shalat menjadi ingat. Bahkan kadang ide-ide kreatif muncul ketika sedang shalat. Padahal ketika sedang shalat hendaknya tubuh, hati pikiran menyatu sedang menghadap Allah. Sadar dengan bacaan shalat dan kaifiyahnya. 

 

Ketika dapat mewujudkan shalat yang khusu’ maka akan terjadi komunikasi kepada Allah, kita memohon Allah mendengarkan. Ketika hamba Allah telah dengan sungguh-sungguh memohon siang dan malam tiada henti, tekun, sabar ikhlas maka tiada halangan bagi Allah untuk mengabulkan doa dan permohonan hamba-Nya.

 وَقاَلَ رَبُّكُمْ ادْعُوْنِى أَسْتَجِبْ لَكُمْ 

 

"dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu". ) QS. Mu’min: 60) 

 

Sering terjadi hamba Allah meminta kepada-Nya, hambanya meminta untuk segera dikabulkan, namun terkadang banyak yang menjadi putus asa. Ibadah sudah dilakukan berdoapun tidak pernah henti namun seakan Allah tidak mendengar doanya. Bila demikian, tidak ada salahnya untuk bermuhasabah, Allah SWT berfirman:

 وَاِذَا سَأَلَكَ عِبَادِى عَنِّى فَاِنِّى قَرِيْبٌ, أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ اِذَا دَعَانِ, فَلْيَسْتَجِيْبُوْا لِى وَلْيُؤْمِنُوْا بِى لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ 

 

Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. Aku (Allah) mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al Baqarah: 86) 

 

Hikmah dari ayat tersebut: 

1. Allah akan mengabulkan doa hambanya bila mau memohon. 

2. Yakin dengan penuh keimanan kepada Allah, bahwa Allah menciptakan manusia dan telah menyediakan segala yang diperlukan hamba-Nya. 

3. Permohonan akan dikabulkan bukan dengan tanpa syarat, maka penuhilah syarat-syaratnya yaitu dengan menjalankan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya. 

4. Selalu berupaya untuk menegakkan kebenaran, bahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan, suka menolong dan berwasiat dalam kebaikan dan kesabaran.

11/16/2020

Sebab-sebab Kecewa, Akibat dan Solusinya

Kecewa adalah merupakan ungkapan hati, kekesalan hati karena ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, kecewa bermakna merasa atau perasaan tidak senang atau tidak puas (karena tidak sampai harapannya, keinginannya, dugaannya, dan sebagainya). Setiap orang pasti pernah mengalami kekecewaan, hal ini karena manusia mempunyai harapan dan cita-cita. Cita-cita akan diraih bukan dengan serta merta, namun harus melalui perencanaan usaha ikhtiar dan kerja keras. Untuk merealisasikan suatu rencana selalu dihadapkan dengan waktu, uang, tenaga dan pikiran. Tujuan bisa dicapai secara sendiri, namun banyak rencana yang akan terealisasi memerlukan keterlibatan orang lain. 

 

Bicara tentang manusia adalah suatu pembahasan yang tidak akan pernah berhenti, baik dari jasmani atau rohaninya. Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, berbudaya dan diberikan amanah untuk mengelola sumber daya alam. Karena begitu kompleksnya urusan manusia maka dalam setiap mengimplementasikan suatu rencana kadang berbenturan dengan kepentingan orang lain, sehingga antara harapan dan kenyataan menjadi tidak sinkron. 

 

 Sebab-sebab kecewa 

Mengapa terjadi kekecewaan, hal ini berkaitan dengan rencana dan kenyataan. Rencana adalah suatu nilai yang ideal, perencanaan yang baik akan menentukan keberhasilan suatu kegiatan. Kenyataan adalah sesuatu kepastian, bila kenyataan sesuai dengan rencana maka akan menimbulkan rasa puas, percaya diri dan siap untuk menghadapi tantangan berikutnya. Tidak semua kenyataan terjadi sesuai dengan harapan. Karena itu bila tidak sesuai dengan harapan maka akan terjadi kekecewaan. 

 

Kecewa karena cinta, pekerjaan, kecewa karena telah membeli barang ternyata tidak sesuai dengan speknya, kecewa terhadap perilaku anak-anaknya, kecewa terhadap hasil pekerjaan, kecewa karena dikhianati teman atau saudara dan masih banyak kekecewaan- kekecewaan yang lain. 

 

Ada seorang laki-laki yang berkonsultasi kepada Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) dengan terus terang, bahwa dirinya kecewa telah menikahi wanita pilihannya. Ketika ditanya, mengapa kecewa, bukankah istrinya cantik, muda, cerdas, terampil, anak orang yang terpandang dan religious. Ternyata yang dikatakan secara fisik dibenarkan, bahkan banyak orang yang mengatakan demikian. Namun dia tetap kecewa, yang menurut dirinya semua adalah tampilan luar atau casing, orang tidak mengetahui sifat dan karakter asli dari istrinya. Kemudian konsultan bertanya lagi, sifat dan karakter yang aslinya seperti apa? Kami akan berupaya membantu mencarikan solusi bila anda bersedia untuk mengatakan yang sesungguhnya. 

 

Kemudian laki-laki tersebut mengatakan yang dimulai dengan menceritakan latar belakang dirinya sendiri yang dilahirkan dari keluarga yang biasa saja, tidak berpendidikan tinggi, bukan anak birokrat atau pejabat pemerintah. Dirinya sudah terbiasa dengan hidup sederhana, namun selalu giat bekerja dan semangat dalam berusaha. Dengan pendidikan agama dalam keluarga, setiap hari dirinya bangun pagi bahkan sebelum adzan Subuh sudah bangun, lalu dilanjutkan dengan shalat Subuh di masjid, mengikuti dengan kuliah subuh dan tadarus Alquran. Setelah itu dilanjutkan dengan membersihkan rumah dan sekitarnya. Kebiasaan ini ternyata tidak diikuti oleh istrinya, bahkan setiap dirinya pulang dari masjid istrinya masih tidur dan setiap kali disuruh untuk bangun pagi selalu beralasan, bahkan kadang terjadi cekcok. 

 

Akibat dari suatu kekecewaan

Setiap sebab pasti akan mendatangkan akibat, bila orang kecewa pasti akan mendatangkan akibat baik bagi dirinya sendiri dan bisa jadi akan berdampak pada orang lain. Beberapa dampak dari kekecewaan: 

  1. Dari aspek psikologis bahwa orang yang sering mengalami kekecewaan akan bersikap pesimis dan apatis bahkan kadang tidak akan menaruh respek, simpati pada orang lain.
  2. Akan menjadi sebab timbulnya berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh kekecewaan dan menimbulkan berbagai macam penyakit hati. 
  3. Orang akan merasa masa bodoh, karena sikap yang dilakukan selalu mendatangkan kekecewaan, bila bekerja sering dicacat, diolok-olok, bahkan dirinya diberi stigma negativ.
  4. Akan terjadi tindakan kejahatan sebagai wujud dari kekecewaan, baik dengan kata-kata sampai menjadi kekerasan fisik yang menimbulakan kerugian, baik bagi dirinya maupun orang lain.
  5. Akan kehilangan teman, sahabat akibat ulah dan perilaku yang diluar control.
  6. Akan mencari pelampiasan atas kekecewaan itu bukan dengan membalas untuk mengecewakan tetapi untuk membuktikan bahwa dirinya bisa dan mampu. Menumbuhkan keyakinan diri untuk mengevaluasi dengan introspeksi dan ekstrospeksi. Untuk selanjutnya tumbuh suatu keyakinan, bila dia bisa, mengapa saya tidak bisa. Bukankah Allah telah menciptakan manusia dalam wujud yang paling sempurna, dirinyapun juga manusia yang sempurna.

 

Upaya mengatasi kekecewaan. 

Puas dan kecewa dua hal yang berlawanan, manusia ingin sukses, tetapi tidak semua kesuksesan akan mendatangkan rasa puas. Karena puas lebih dominan pada urusan hati, Bagaimana agar kesuksesan bisa mendatangkan rasa puas? Manusia bisa puas dan bisa kecewa. Kepuasan adalah suatu keinginan kekecewaan adalah suatu musibah. 

 

Ada beberapa upaya untuk menghindari kemungkinan terburuk dari kekecewaan: 

 

  1. Hentikan dari semua aktivitas, tenagkan hati dan pikiran, atur nafas dengan melakukan dzikir, minta pertolongan kepada Allah. Rasa kecewa yang berkecamuk, bergemuruh didalam hati, lalu muncul hawa nafsu yang berupaya untuk mewarnai kekecewaan maka akan mendatangkan musibah dan bencana yang lebih besar. 
  2. Identifikasi persoalan, mengapa terjadi kekecewaan, karena diri sendiri atau orang lain? Bila berkaitan dengan dirinya sendiri, maka harus menyadari bahwa dirinya harus lebih banyak melakukan introspeksi. Bila berkaitan dengan orang lain maka hendaklah mengembangkan sikap, jangan terlalu menggantungkan kepada orang lain. 
  3. Bila kekecewaan karena terjadinya miskomunikasi, maka perbaikilah cara berkomunikasi, pahami dan cermati setiap informasi, jangan sungkan untuk selalu mengingatkan dan mengklarifikasi. 
  4. Berpikir besar, bahwa kegagalan terhadap suatu urusan bukan berarti bencana, namun di sana masih banyak peluang dan kesempatan yang lebih besar lagi. 
  5. Jangan terlalu dipikirkan apa yang sudah terjadi, karena sesungguhnya dipikirkan atau tidak difikirkan toh semuanya sudah terjadi, fokuskan untuk melakukan hal-hal yang baru, fokus pada tujuan yang utama. 
  6. Kendalikan emosi dan hawa nafsu, biasanya ketika sedang kecewa akan menumpahkan kekesalan dengan berkata-kata yang kotor dan kasar. Rasul memberikan pedoman ketika sedang berdiri maka duduklah, ketika sedang duduk maka berbaringlah, bila sudah berbaring masih merasakan kesal, marah, maka segera bangun mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat. 

 

Kecewa bisa menimbulkan berbagai macam ekspresi, setiap orang mempunyai cara sendiri untuk mengatasi kekecewaan. Dengan kecewa, mengingatkan disitulah cara Allah mengingatkan kepada hamba-Nya, untuk mendewasakan hamba-Nya. Karena itu rasa kecewa terhadap sesuatu kegiatan dan kenyataan maka janganlah dibesar-besarkan, tetapi pahamilah bahwa setiap manusia yang hidup pasti mengalami kekecewaan dan carilah cara yang terbaik untuk mengatasi kekecewaan. Bila berkaitan dengan dirinya sendiri maka perbaikilah diri dengan banyak mengingat Allah, berpikir positif, beristighfar kemudian melaksanakan salat. Jangan memikirkan kekecewaan untuk dibesar-besarkan yang akhirnya akan membuat sikapnya menjadi apatis, pesimis dan tidak mempunyai rasa percaya diri.

11/15/2020

Berbuat Baik Atau Buruk Adalah Pilihan, Masuk Surga Atau Neraka Adalah Suatu Kepastian

Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dalam sebaik-baik bentuk, namun dengan kebaikan itu ternyata manusia mudah tergiur untuk melakukan kejahatan sehingga ditempatkan dalam serendah-rendah tempat, Allah SWT telah berfirman:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya”. (QS. Ath-Thin: 4-6) Kesempurnaan atas penciptaan terhadap manusia, akan tetap terjaga, bila manusia berupaya menegakkan dan mendirikan perintah-perintah Allah. Mereka itu orang-orang yang beriman dan mengerjalan amal shalih. Sebaliknya bila manusia terdorong pada perbuatan yang tidak baik maka manusia kelak akan dimasukkan ke dalam neraka. Rasulullah SAW bersabda:

 إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا 

"Sesungguhnya kejujuran akan membimbing pada kebaikan, dan kebaikan itu akan membimbing ke surga, sesungguhnya jika seseorang yang senantiasa berlaku jujur hingga ia akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya kedustaan itu akan mengantarkan pada kejahatan, dan sesungguhnya kejahatan itu akan menggiring ke neraka. Dan sesungguhnya jika seseorang yang selalu berdusta sehingga akan dicatat baginya sebagai seorang pendusta." (HR. Buchari Muslim). 

 

Manusia diberikan kebebasan untuk menentukan perbuatan bagi dirinya sendiri, baik atau buruk, benar atau salah. Dibalik itu manusia diberikan kebebasan untuk menentukan pilihannya. Karena akal memang diberikan kemampuan untuk memilih dan memilah suatu perbuatan. Bisakah akal menentukan perbuatan baik atau buruk, benar atau salah. Untuk mencapai kesempurnaan maka akal harus disandingkan dengan wahyu yang tertulis dalam kitab suci Alquran. Dalam haditsnya Rasululah SAW bersabda mengatakan bahwa rasul meninggalkan Alquran dan Assunnah, kepada siapa yang berpegang pada keduanya maka tidak akan sesat untuk selamanya.

 

 إِذَا وُسِّدَ الْأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرْ السَّاعَةَ 

"Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka akan tunggulah kehancurannya" HR. Buchari Muslim) 

 

Meninggalkan Alquran dan sunnah rasul, akan menjadi orang yang rugi, bisa jadi akan terjerumus pada perbuatan salah. Menentang kebenaran dan membela kejahatan, maka di akhirat Allah akan menentukan sebagai ahli jannah atau ahlinnar. Karena itu dialam akhirat setiap orang akan menanggung dosa dan kesalahaannya sendiri. Bila lebih banyak amal shalihnya maka akan langsung dimasukkan ke dalam surga, akan tetapi bila banyak perbuatan salah dan dosa maka kelak akan masuk neraka.

10/30/2020

Rahmate Allah Kanggo Sak Kabehane Alam, Khutbah Maulid Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad SAW lahir ing tanggal 12 Rabiul Awal Tahun Gajah, nabi Muhammad lahir ing zaman jahiliyah. Zaman nalika para manungsa sampun dodosaken makhlukipun Allah dados sesembahan, semanten ugi pedamelan keji lan mungkar sampun dados pakulinan.

اَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمَتِ وَالنُّوْرِ, أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ الْخَالِقُ الْبَارِءُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاءُالْحُسْنَى, وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَ الْهُدَى أَمَّا بَعْدُ: اَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنُ رَحِمَكُمُ اللهُ, اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ, اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ رَبُّكُمْ فِى الْقُرْانِ الْكَرِيْمِ اَعُوْذُبِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ: يَاأَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْلَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا

 

Kaum muslimin jemaah shalat Jum'ah Rahimakumullah Pertama lan ingkang paling utami khatib tansah wasiat khususipun dhateng pribadi piyambak lan sumrambah dhumateng para jemaah sekalian, mangga kita sami ningkataken iman lan taqwa dhateng Allah, inggih punika kanthi nindakaken dhawuh-dhawuhipun Allah lan nebihi sarta nilar sedaya awisanipun Allah, kanthi pangajab mugi-mugi kalebet golonganipun tiyang muttaqin, amin ya Rabbal ‘alamin. 

 

Boten supe mangga kita nuladhani punapa ingkang sampun dipun ngendikakaken lan dipun tindakaken dening nabi Muhammad, shalawat lan salam mugi tansah linuberaken dhateng nabi Muhammad SAW. Kaum muslimin jemaah shalat Jum'ah Rahimakumullah Ing dinten punika kita sampun mlebet ing wulan Rabiul Awal utawi wulan Maulud. Ing wulan punika kita dipun engetaken malih kaliyan wiyosanipun kanjeng nabi Agung Muhammad SAW ingkang dipun utus dening Gusti Allah kangge paring rahmat dhateng sedaya alam:

“Ingsun ora ngutus marang sira (Muhammad) kejaba dadi rahmat tumrap sekabehane wong ngalam kabeh”. (QS. Al Anbiya’: 107) 

 

Rahmatipun Allah punika kagem sedaya alam, arupi raos aman, tenang, raos welas asih, lan sanesipun. Rahmatipun Allah linuber dhateng sedaya manungsa, leres ingkang iman utawi kafir, malah kagem bangsa kewan lan wit-witan. Mekaten punika amargi wonten ing dalem Alquran sampun dipun sebataken tugasipun manungsa minangka ‘abdullah lan khalifatul ard, semanten ugi marginipun ugi sampun dipun terangaken wonten Alquran. Sak terasipun bilih kautusipun nabi Muhammad minangka paring kabar lan pepenget dhateng sadaya manungsa:

“Lan Ingsun ora ngutus seliramu (Muhammad) kejaba marang sekabehe umat manungsa, minangka (utusan) kang gawa kabar bebungah, kang aweh pepenget, ananging akeh-akehe manungsa ora padha mangerti”. (QS. Saba’: 28) 

 

Kanthi ayat punika Allah nedahaken bilih kautusipun nabi Muhammad minangka paring kabar ingkang ngremenaken khususipin dhateng tiyang-tiyang ingkang tansah pitados lan ngamalaken dhawuh-dhawuhipun Allah lan utusanipun. Tiyang punika badhe dipun paringi kamulyan lan kabegjan utaminipun benjang wonten ing dinten qiyamat, badhe dipun lebetaken wonten ing suwarga. Kosok wangsulipun Allah paring pepenget dhateng para manungsa ingkang nulayani lan nolak dhateng dhawuh-dhawuhipun Allah lan utusanipun. Tiyang ingkang bangkang, dhawuhipun Allah dipun tilar malah awisanipun dipun tindakaken. Tiyang punika badhe dipun ganjar kanthi siksa ing salebetipun neraka, na’udhubillahi min zhalik. 

 

Kaum muslimin jemaah shalat Jum'ah Rahimakumullah 

Mila supados manungga saget lumaku ing marginipun Allah, sahingga Allah ngutus nabi Muhammad SAW, saperlu kangge nyempurnakaken akhlaqipun para manungsa.

 

 إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ 

 

"Satuhune ingsun diutus supaya nyempunakake akhlaq kang becik” HR. Ahmad: 8595 

 

Nabi Muhammad lahir ing tannggal 12 Rabiul Awal tahun gajah, dipun utus dening Gusti Allah kangge nyempurnakaken akhlaqipun para manungsa. Amargi para manungsa ingkang sampun dipun paringi syariat agami sak derengipun nabi Muhammad, ananging syariat punika sampun dipun tilar, zaman punika dipun wastani zaman jahiliyah utawi zaman kebodohan. Ing zaman punika tiyang-tiyang boten sami manembah dhateng Gusti Allah. Mestinipun Allah ingkang dadosaken alam semesta dipun sembah ananging sami nyembah dhumateng brahala, damelanipun manungsa. 

 

Ing zaman jahiliyah, saderengipun nabi Muhammad lahir, menawi wonten bayi estri lahir langsung dipun pejahi kanthi cara dipun pendhem nalika bayi tasih gesang gesang. Masyarakat jahiliyah ugi dhemen mabuk-mabukan, main, remen memengsahan lan damel rusaking bumi. Sahingga Allah ngutus nabi Muhammad. Syariat nabi Muhammad sampun sampurna, mekaten punika kasebat ing dalem Alquran surat Al Maidah ayat 3:

“Ana ing dina iki Ingsun wis nyempurnakake agamaira kabeh, lan wis nyempurnakake nikmat Ingsun kanggo sira kabeh lan uga Ingsun wis ridha Islam minangka agama ira kabeh”. 

 

 Sampurnaning agama Islam, kangge nuntun dhateng manungsa ing margi ingkang leres supados saget slamet ing dunya dumugi akhirat samangke. Mila kejawi Alquran, kita ugi saget ngugemi sunnah-sunah rasul, leres saking ngendikanipun rasul lan tindak lampahipun.

 

 تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ 

 

 " Aku tinggalake kanggo sira, perkara loro kang ora dadekake sasar, selagine sira gegondhelan marang lorone yaiku Kitabullah lan Sunnah Rasul”. (HR. Malik)

 

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِلْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

10/23/2020

Usaha Wujudkan Anak Shalih, Identifikasi Kebutuhan -Khutbah Jum'at Bahasa Indonesia

 Setiap orang hidup tentu menginginkan mempunyai keturunan, sebagai aset dirinya untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Keturunan yang berupa anak shalih selalu menjadi idaman bagi setiap orang, sehingga setelah setelah membangun rumah tangga ingin segera mendapatkan momongan sehingga dalam doanya selalu meminta agar diberikan keturunan yang shalih dan shalihah. Sejak bayi dalam kandungan selalu diajari untuk mengenal Tuhannya dengan membiasakan berperilaku yang baik dan juga makan minum yang khalal dan thayyib. Demikian setelah lahir dijaga, dibimbing, didik, dilindungi agar menjadi generasi Qur'ani.



اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ تَعَالَى مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا.اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللّٰهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ

 

 Marilah kita bertakwa kepada Allah kapanpun dan di manapun kita berada. Yaitu, senantiasa mentaati perintah dan menjauhi larangan Allah. Sebab, hanya dengan taqwa manusia memiliki derajat nilai di sisi Allah. Ketahuilah, sesungguhnya budi pekerti mulia merupakan buah taqwa dan sumber kebaikan ummat manusia. Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya. Sewaktu bahtera rumah tangga pertama kali diarungi, maka pikiran pertama yang terlintas dalam benak suami istri adalah berapa jumlah anaknya kelak akan mereka miliki, serta kearah mana anak tersebut akan dibawa. 

 

Namun yang menjadi masalah adalah kemana anak akan kita arahkan setelah mereka terlahir. Umumnya orang tua menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi anak yang shalih, agar setelah dewasa mereka dapat membalas jasa kedua orang tuanya. Namun obsesi orang tua kadang tidak sejalan dengan usaha yang dilakukannya. Padahal usaha merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi terbentuknya watak dan karakter anak. Obsesi tanpa usaha adalah hayalan semu yang tak akan mungkin dapat menjadi kenyataan. 

 

Bahkan sebagian orang tua akibat pandangan yang keliru menginginkan agar kelak anak-anaknya dapat menjadi bintang film (artis), bintang iklan, fotomodel dan lain-lain. Mereka beranggapan dengan itu semua kelak anak-anak mereka dapat hidup makmur seperti kaum selebritis yang terkenal itu. Padahal dibalik itu semua mereka kering akan informasi tentang perihal kehidupan kaum selebritis yang mereka puja-puja. Hal ini terjadi akibat orang tua yang sering mengkonsumsi berbagai macam acara-acara hiburan diberbagai media cetak dan elektronik, karena itu opininya terbangun atas apa yang mereka lihat selama ini. Apakah kita menginginkan anak-anak kita menjadi orang yang jauh dari agamanya, yang kelihatannya bahagia di dunia namun menderita di akhirat? Tentu tidak. Allah Subhannahu wa ta'ala berfirman:

“ Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. Annisa: 9). 

 

Pengertian lemah dalam ayat ini adalah lemah iman, lemah fisik, lemah intelektual dan lemah ekonomi. Oleh karena itu selaku orang tua yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya, maka mereka harus memperhatikan keempat hal ini. Pengabaian salah satu dari empat hal ini adalah ketimpangan yang dapat menyebabkan ketidak seimbangan pada anak. Imam Ibnu Katsir dalam mengomentari pengertian lemah pada ayat ini memfokuskan pada masalah ekonomi. Beliau mengatakan selaku orang tua hendaknya tidak meninggalkan keadaan anak-anak mereka dalam keadaan miskin. Dan terbukti berapa banyak kaum muslimin yang rela meninggalkan aqidahnya (murtad) di era ini akibat keadaan ekonomi mereka yang dibawah garis kemiskinan. 

 

Banyak orang tua yang mementingkan perkembangan anak dari segi intelektual, fisik dan ekonomi semata dan mengabaikan perkembangan iman. Orang tua terkadang berani melakukan hal apapun, yang penting kebutuhan pendidikan anak-anaknya dapat terpenuhi, sementara untuk memasukkan anak-anak mereka pada TK-TPQ terasa begitu enggan. Padahal aspek iman merupakan kebutuhan pokok yang bersifat mendasar bagi anak. 

 

Ada juga orang tua yang menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan bagi anak-anak mereka dari keempat masalah pokok di atas, namun usaha yang dilakukannya kearah tersebut sangat diskriminatif dan tidak seimbang. Sebagai contoh: Ada orang tua yang dalam usaha mencerdaskan anaknya dari segi intelektual telah melaksanakan usahanya yang cukup maksimal, segala sarana dan prasarana kearah tercapainya tujuan tersebut dipenuhinya dengan sungguh-sungguh namun dalam usahanya memenuhi kebutuhan anak dari hal keimanan, orang tua terlihat setengah hati, padahal mereka telah memperhatikan anaknya secara bersungguh-sungguh dalam segi pemenuhan otaknya. 

 

Jemaah Jum’at Rahimakumullah. 

Karena itu sebagian orang tua yang bijaksana, mesti mampu memperhatikan langkah-langkah yang harus di tempuh dalam merealisasikan obsesinya dalam melahirkan anak yang shalih. Di bawah ini akan kami ketengahkan beberapa langkah yang cukup representatif dan membantu mewujudkan obsesi tersebut: 

 

1. Opini atau persepsi orang tua atau anak yang shalih tersebut harus benar-benar sesuai dengan kehendak Islam berdasarkan Alqur’an dan sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam, bersabda:

 

 إِذَا مَاتَ بْنُ آدَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ، صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُوْ لَهُ

 

“Jika wafat anak cucu Adam, maka terputuslah amalan-amalannya kecuali tiga: sadaqah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak yang shalih yang selalu mendoakannya.” (HR. Muslim) 

 

Dalam hadits ini sangat jelas disebutkan ciri anak yang shalih adalah anak yang selalu mendoakan kedua orang tuanya. Sementara kita telah mengetahui, bahwa anak yang senang mendoakan orang tuanya adalah anak sedari kecil telah terbiasa terdidik dalam melaksanakan kebaikan-kebaikan, melaksanakan perintah-perintah Allah Subhannahu wa ta'ala , dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Anak yang shalih adalah anak yang tumbuh dalam naungan dien-Nya, maka mustahil ada anak dapat bisa mendoakan orang tuanya jika anak tersebut jauh dari perintah-perintah Allah SWT dan senang bermaksiat kepada-Nya. Anak yang senang bermaksiat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala, jelas akan jauh dari perintah Allah dan kemungkinan besar senang pula bermaksiat kepada kedua orang tuanya sekaligus. 

 

Dalam hadits ini dijelaskan tentang keuntungan memiliki anak yang shalih yaitu, amalan-amalan mereka senantiasa berkorelasi dengan kedua orang tuanya walaupun sang orang tua telah wafat. Jika sang anak melakukan kebaikan atau mendoakan orang tuanya maka amal dari kebaikannya juga merupakan amal orang tuanya dan doanya akan segera terkabul oleh Allah Subhannahu wa Ta'ala . Jadi jelaslah bagi kita akan gambaran anak yang shalih yaitu anak yang taat kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala , menjauhi larangan-larangan-Nya, selalu mendoakan orang tuanya dan selalu melaksanakan kebaikan-kebaikan. 

 

2. Menciptakan lingkungan yang kondusif ke arah tercipta-nya anak yang shalih. 

Lingkungan merupakan tempat di mana manusia melaksana-kan aktifitas-aktifitasnya. Secara mikro lingkungan dapat dibagi dalam tiga bagian, yaitu: 

a. Lingkungan keluarga. 

Keluarga merupakan sebuah institusi kecil dimana anak mengawali masa-masa pertumbuhannya. Keluarga juga merupakan madrasah bagi sang anak. Pendidikan yang didapatkan merupakan pondasi baginya dalam pembangunan watak, kepribadian dan karakternya. Jika anak dalam keluarga senantiasa terdidik dalam warna ke-Islaman, maka kepribadiannya akan terbentuk dengan warna ke-Islaman tersebut. Namun sebaliknya jika anak tumbuh dalam suasana yang jauh dari nilai-nilai ke-Islaman, maka jelas kelak dia akan tumbuh menjadi anak yang tidak bermoral. Seorang anak yang terlahir dalam keadaan fitrah, kemudian orang tuanyalah yang mewarnainya, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:

 

 كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ. (رواه البخاري)

 

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan yang fitrah (Islam), maka orang tuanya yang menyebabkan dia menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari) 

 

 Untuk itu orang tua harus dapat memanfaatkan saat-saat awal dimana anak kita mengalami pertumbuhannya dengan cara menanamkan dalam jiwa anak kita kecintaan terhadap diennya, cinta terhadap ajaran Allah Subhannahu wa ta'ala dan rasul-Nya Shallallaahu alaihi wa salam, sehingga ketika anak tersebut berhadapan dengan lingkungan lain anak tersebut memiliki daya resistensi yang dapat menangkal setiap saat pengaruh negatif yang akan merusak dirinya. Agar dapat memudahkan jalan bagi pembentukan kepribadian bagi anak yang shalih, maka keteladanan orang tua merupakan faktor yang sangat menentukan. 

 

Oleh karena itu, selaku orang tua yang bijaksana dalam berinteraksi dengan anak pasti memperlihatkan sikap yang baik, yaitu sikap yang sesuai dengan kepribadian yang shalih sehingga anak dapat dengan mudah meniru dan mempraktekkan sifat-sifat orang tuanya 

 

b. Lingkungan Sekolah. Sekolah merupakan lingkungan di mana anak-anak berkumpul bersama teman-temannya yang sebaya dengannya. Belajar, bermain dan bercanda adalah kegiatan rutin mereka di sekolah. Sekolah juga merupakan sarana yang cukup efektif dalam membentuk watak dan karakter anak. Di sekolah anak-anak akan saling mempengaruhi sesuai dengan watak dan karakter yang diperolehnya dalam keluarga mereka masing-masing. 

 

Anak yang terdidik secara baik di rumah tentu akan memberi pengaruh yang positif terhadap teman-temanya. Sebaliknya anak yang di rumahnya kurang mendapat pendidikan yang baik tentu akan memberi pengaruh yang negatif menurut karakter dan watak sang anak. Oleh sebab itu orang tua seharusnya mampu melihat secara cermat dan jeli sekolah yang pantas bagi anak-anak mereka. Orang tua tidak harus memasukkan anak mereka di sekolah-sekolah favorit semata dalam hal intelektual dan mengabaikan faktor perkembangan akhlaq bagi sang anak, karena sekolah tersebut akan memberi warna baru bagi setiap anak didiknya. Keseimbangan pelajaran yang diperoleh murid di sekolah akan lebih mampu menyeimbangkan keadaan mental dan intelektualnya. 

 

Karena itu sekolah yang memiliki keseimbangan kurikulum antara pelajaran umum dan agama akan lebih mampu memberi jaminan bagi seorang anak didik. 

 

c. Lingkungan Masyarakat. 

Masyarakat adalah komunitas yang terbesar dibandingkan dengan lingkungan yang kita sebutkan sebelumnya. Karena itu pengaruh yang ditimbulkannya dalam merubah watak dan karakter anak jauh lebih besar. Masyarakat yang mayoritas anggotanya hidup dalam kemaksiatan akan sangat mempengaruhi perubahan watak anak kearah yang negatif. Dalam masyarakat seperti ini akan tumbuh berbagai masalah yang merusak ketenangan, kedamaian, dan ketentraman. Anak yang telah di didik secara baik oleh orang tuanya untuk selalu taat dan patuh pada perintah Allah Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya, dapat saja tercemari oleh limbah kemaksiatan yang merajalela disekitarnya. 

 

Oleh karena itu untuk dapat mempertahankan kwalitas yang telah terdidik secara baik dalam institusi keluarga dan sekolah, maka kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan masyarakat yang baik, yang kondusif bagi anak. Jika setiap orang merasa tidak memiliki tanggung jawab dalam hal beramar ma’ruf nahi munkar, maka segala kemunkaran bermunculan dan merajalela di tengah masyarakat kita dan lambat atau cepat pasti akan menimpa putra dan putri kita. Padahal kedudukan kita sebagai umat yang terbaik yang dapat memberikan ketentraman bagi masyarakat kita hanya dapat tercapai jika setiap individu muslim secara konsisten menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, karena Allah Subhannahu wa ta'ala berfirman:

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah...” (QS. Ali Imran: 110). 

 

 Untuk itu di akhir khutbah ini marilah kita bersama-sama merasa peduli terhadap kelangsungan hidup generasi kita, semoga dengan kepedulian kita itulah Allah Subhannahu wa Ta'ala akan senantiasa menurunkan pertolonganNya kepada kita dan memenangkan Islam di atas agama-agama lainnya. Marilah kita berdo’a kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala .

 

 رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلاَةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْ، رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ يَوْمَ يَقُوْمُ الْحِسَابُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ، وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ.