4/06/2020

Raih Kelezatan Iman



Hidup manusia ditentukan hukum kausalitas, maka dari itu ada penggalan hadits rasul “barang siapa menanam maka akan mengetam”. Setiap perbuatan akan berdampak pada hasil, baik itu untuk diri sendiri atau beralih pada anak, istri atau keluarganya. Dalam waktu singkat, sedang atau lama, dunia atau akhirat, karena semua perbuatan pasti akan kembali pada dirinya sendiri. Seandainya semua orang tahu dan faham akan hal ini, tentu kemaslahan dan ketenteraman hidup akan dicapai.

Warna-warni alam semesta menjadi ketentuan bahwa keseragaman dan kesamaan tidak akan pernah terjadi, karena itu bila ada baik maka selalu ada yang buruk, ada besar ada kecil, ada panjang pendek, ada jauh ada dekat dan sebagainya. Demikian pula kondisi seseorang bisa menjadi iman atau kafir, taat atau maksiat. Tentang keyakinan dan keimanan bukan kewenangan manusia untuk menentukan, manusia hanya mengupayakan agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, Engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman”. QS. 2:6)

Karena itu Allah memberikan petunjuk jalan hidup yang disampaikan melalui para rasul-Nya. Syariat Allah sudah mencapai kesempurnaan ketika telah mengutus nabi Muhammad SAW. Allah akan terus memberikan petunjuk yang kemudian dilanjutkan dengan para ulama’. Dengan berbekal pada iman maka orang akan meraih kelezatan, kenikmtan hidup, kebahagian dan kesejahteran hidup. Pada Alquran telah dinyatakan bahwa tidak cukup sesorang mengatakan “saya beriman” melainkan harus diikuti dengan amal shalih, karena itu didalam Alquran kata iman disandingkan dengaan amal shalih. Bila kedua hal ini bisa saling berdampingan maka janji Allah akan bisa dirasakan.
Dalam sabdanya rasulullah SAW telah bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
"Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: dijadikannya Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka" (HR. Buchari hadits ke-15).

Ada tiga syarat untuk meraih manisnya iman 1) Allah dan rasul-Nya lebih diprioritaskan, 2) bila mencintai seseorang itu berlandaskan karena cinta kepada Allah, 3) membenci perbuatan maksiat karena kekufuran sebagaimana benci bila kelak dilemparkan ke neraka. Tiga syarat itu berkaitan erat antara hati, lisan dan perbuatan, sesuai dengan prinsip iman yaitu keyakinan dalam hati lalu diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Bagaimankah jika tidak ada kesinambungan, tentu akan menimbulkan dampak, predikat mukmin akan menjadi kafir, atau paling tidak akan menjadi munafiq. Semua ini akan berimplikasi pada siakap dan perbuatan keseharian.

Predikat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk maka kemudian akan turun drastis, akan menduduki posisi tepat yang rendah. Kecuali bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih, maka bagi mereka pahala yanag tiada putus-putisnya”. (QS. Ath-thin: 4-6).

Atau bahkan Allah mengibaratkan seperti hewan ternak bahkan lebih rendah dari itu.
“ dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, merka mempunyai ahati, tetapi tiak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan merka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), merka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’rof: 179)

Bila Allah dan rasul-Nya yang diprioritaskan, maka dapat dilihat dalam aktifitas keseharian. Sebagai muslim tentu dalam sehari semalam minimal mendengarkan panggilan untuk shalat sebanyak sepuluh kali, lima kali ketika mendengar kumandang adzan dan lima kali ketika mendengar kumandang iqamah. Sedang apakah ketika mendengar panggilan tersebut, manakah yang lebih didahulukan. Bukankah Allah itu akan mengikuti persangkaan hamba-Nya? Demikian pula ketika mencintai sesuatu, misalnya kepada wanita yang dicintai hendaknya tidak mencintai kecuali cinta pada Allah. Sehingga setiap aktifitas selalu diiringi dengan rasa syukur atas semua anugerah Allah sehingga akan berupaya meningkatkan amal ibadah kepada Allah. Bila telah melakukan salah dan dosa agar memperbanyak istighfar, mohon ampun kepada Allah, serta bertobat. Karena bila hal ini dilakukan secara terpadu dan istiqomah maka akan meningkatkan derajat iman dan taqwanya.