6/06/2020

Wit Gedang awoh Pakel, Bicara itu Mudah



Ada suatu peribahasa Jawa wit gedang awoh pakel omong gampang nglakoni angel, peribahasa Jawa kadangkala menunjukkan suatu makna tinggi, tidak mungkin terjadi, tetapi ada dalam kenyataan. Dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak orang yang melakukan rekayasa genetika, untuk meningkatkan hasil produksi, pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya di samping rekayasa genetika, ada suatu upaya pengembangan teknologi dengan melakukan penyambungan atau stek. Khususnya tanaman yang mempunyai batang, bisa dilakukan dengan penyambungan atau stek. Era sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Kalau zaman dahulu orang menanam rambutan, duku, kelapa, nangka, petai, jengkol tidak akan merasakan buahnya. Karena umur tanaman yang sangat lama, seorang ayah menanam yang akan merasakan buahnya kalau bukan anaknya ya cucunya. Karena pada zaman dahulu penanaman dilakukan dengan bijinya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menemukan rekayasa genetika, dengan penyerbukan silang dari satu bunga ke bunga yang lain sehingga menghasilkan turunan yang berbeda dari induknya. Rekayasa genetika dikembangkan dengan melakukan upaya stek atau dengan penyambungan suatu tanaman dengan tanaman yang lainnya. Hal ini bisa terjadi kalau berasal dari tanaman yang berbatang dengan batang yang lain. Tetapi kalau tanaman yang bukan batang maka hal ini tidak akan bisa terjadi. Seperti dalam peribahasa Jawa mengatakan wit gedang awoh pakel, tanaman pisang berbuah pakel adalah tidak mungkin. Peribahasa Jawa itu mengandung makna yang misterius, omong gampang nglakoni angel, dalam bahasa Indonesia berarti bicara itu mudah tapi melaksanakan susah, atau bisa bicara tetapi tidak bisa melaksanakan.

Karena itu banyak sekali orang yang berupaya untuk menyusun kata-kata yang indah, kata-kata yang mengandung nasehat bijak yang diperuntukkan bagi orang lain, tetapi bagi dirinya sendiri justru jauh dari kata-kata yang bijak. Karena itu adalah merupakan rekayasa dari penyusunan kata-kata yang indah, agar bisa menjadikan kata itu indah didengar, dibaca dan dinikmati orang lain. Orang yang pandai menyusun kata-kata yang indah, kadang berangkat dari kesadaran spiritual, adanya kegelisahan di dalam hati, dengan kondisi segala sesuatu yang terjadi kemudian diungkapkan dengan kata-kata. Seperti seorang penyair, seniman dan sebagainya, kadangkala mereka secara fisik itu mempunyai penampilan yang berbeda dengan orang yang biasa pada umumnya, tapi secara spiritual dia sangat peka terhadap keagungan Allah. Di mana ketika ada sesuatu hal yang yang bertentangan dengan perintah Allah, dirinya merasa tidak bisa merubah perbuatan kemungkaran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, kemudian menumpahkan dengan kata-kata yang indah dan kata-kata yang indah ini mengandung makna itu yang diharapkan bisa merubah kondisi yang memang tidak diharapkan.

Wit gedang awoh pakel, ngomong gampang ngelakoni angel, bicara itu mudah melaksanakan adalah susah sulit. Salah satu hal yang sering kita jumpai adalah kaitan dengan manajemen waktu. “Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan berwasiat dalam perbuatan haq dan sabar” (QS. Al Ashr: 1-3). Allah telah bersumpah dengan waktu, bahwa semua manusia dalam kondisi yang merugi. Karena tidak bisa memanfaatkan waktu, waktu tidak bisa dimaksimalkan untuk mencari bekal guna kehidupan di masa yang akan datang, malah untuk berfoya-foya, selagi masih muda dan kuat. Dengan kondisi ini akan menjadi orang yang merugi.

Waktu itu berkaitan dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Masa lalu itu adalah masa yang sudah terjadi dan tidak akan mungkin terjadi lagi, maka banyak orang yang menyesal telah melakukan suatu perbuatan yang tidak sewajarnya, sehingga mendatangkan kerugian, penyesalan terus menerus. Penyesalan ini kadangkala bagi orang yang menyadari pentingnya waktu akan melakukan introspeksi. Kenapa waktu yang diberikan oleh Allah tidak dimaksimalkan peran dan fungsinya. Bukankah setiap manusia itu diberikan waktu yang sama, semua orang diberikan waktu dalam sehari semalam 24 jam. Mengapa waktu 24 jam ini ada orang yang bisa mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang berlimpah, tetapi dengan waktu 24 jam ada orang yang yang memikirkan bagaimana mencari makan untuk hari esok. Sehari bekerja digunakan untuk makan sehari, orang yang demikian adalah karena setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam mengelola waktu.

Banyak orang yang sering melalaikan terhadap waktu, padahal sudah kita sering mendengar peribahasa Arab mengatakan al waktu kassaifi bahwa waktu itu adalah seperti pedang, ketika orang lalai, tidak usah menunggu sampai sejam atau satu menit, karena sedetikpun lalai, maka pedagang akan menebas lehernya. Orang barat mengatakan time is money waktu itu adalah uang, karena karena dalam hitungan jam, menit bahkan detik sangat berarti untu bisa mendatangkan uang, karena itu tidak pernah melalaikan terhadap waktu. Karena itu, waktu lalu adalah waktu yang sangat jauh, waktu yang tidak akan bisa ketemu lagi, kecuali waktu yang telah lalu itu bisa di ambil hikmahnya untuk bekal membuat perencanaan pada masa yang akan datang.

Kemudian banyak lagi orang yang diberikan waktu 24 jam tapi merasakan masih kurang, bila diperintah untuk melakukan sesuatu, selalu bilang tidak ada waktu, tidak ada kesempatan. Apalagi bila diperintahkan untuk melaksanakan ibadah selalu menjawab, besok kalau sudah sempat, besok kalau sudah tua, besok kalau sudah kaya dan sebaginya, berbagai macam alasan disampaiakan. Ingatlah bahwa sesibuk-sibuk apapun tidaklah sesibuk dan sesingkat untuk mempertahankan kalimat tauhid di akhir hayat, apakah dalam keyakinan menyembah Allah atau menyembah taghuth. Pada akhir hayat akan terjadi perebutan dari golongan malaikat yang akan mengajak kepada surga dan setan atau iblis yang akan menjerumuskan untuk menjadi teman kelak di neraka. Maka sesibuk-sibuk apapun, sesungguhnya tidak ada bandingannya dengan kesibukannya ketika harus mempertahankan kalimat tauhid di akhir hayat.

Ketiga kita diberikan waktu sehat, kita kadang menghitung-hitung rezeki yang telah diberikan oleh Allah, harta benda dan kekayaan yang dimiliki, tapi tidak pernah menghitung berapa nilai kesehatan yang diberikan oleh Allah. Kesehatan itu nilainya lebih besar dari harta apapun yang dimiliki, dengan sehat manusia bisa berbuat apapun, dengan sakit manusia tidak akan bisa berbuat apapun. Dengan sehat manusia akan bisa menikmati kehidupan dengan baik, tapi kalau sakit kenikmatan hidup tidak akan bisa dirasakan dengan baik, maka dari itu sehat itu sesungguhnya rezeki dari Allah yang tidak terbandingkan. Karena itu kita diberikan kesehatan, marilah kita gunakan untuk sebaik-baiknya untuk lebih meningkatkan amal ibadah kepada Allah SWT.

Panjang umur sesungguhnya merupakan keniscayaan, mati juga merupakan kepastian. Tetapi kita tidak mengetahui sesungguhnya, akan berumur sampai berapa tahun, sampai kapan kita akan bisa menikmati kehidupan, tidak akan ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Karena umur yang panjang adalah umur yang bisa mendatangkan kemaslahatan, yang digunakan untuk sebaik-baiknya meningkatkan ibadah kepada Allah, umur panjang umur yang bisa memberikan manfaat. Bukan sebaliknya diberi umur yang panjang tetapi buruk amal perbuatannya, karena ini amat merugi. Agar beruntungmaka dengan panjang umur digunakan untuk meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah.

Waktu itu sangat berperan didalam kehidupan manusia, banyak orang yang mengatakan bahwa kita komitmen terhadap waktu, selesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan waktunya, tapi yang terjadi kadang kala kita sering menunda-nunda suatu pekerjaan, aktivitas sehingga akhirnya akan menjadi orang yang merugi. Kalau demikian ini, berarti sama halnya dengan pepatah Jawa wit gedang awoh pakel, ngomong gampang nglakoni angel, karena itu sebelum kita memberikan nasehat kepada orang lain. Alangkah baiknya terlebih dahulu memberi nasehat kepada dirinya sendiri, walaupun kadangkala lebih sulit memberi pada dirinya sendiri.

6/04/2020

Wong Wadon Ilang Ayune, Wong Lanang Ilang Baguse -Basa Jawa Ngoko



Sawijining dina ana pawongan loro kang crita, perkara wong wadon kang dipilih. Wong lanang siji takon karo kancane, awakmu milih wong wadon kue merga apane? Kancane jawab, merga ayune ya. Jawaban kang lumrah biasa dimirengake saka wong lanang. Senajan wis ngerti marang hadis nabi Muhammad SAW, lamun sira nyenengi marang wong wadon kuwi merga telung perkara sepisanan merga bandane, kaping loro merga keturunane, kaping telu merga ayune lan kaping papat merga agamane. Ananging kang luwih utama kuwi milih agamane, dadi perkara nggon bandha, keturunane, ayune kuwi sakwuse sak ngisore saka agama.

Dadi pilihan pertama yaiku marga saka agama. Mergane nengapa kok agama? Merga agama kang bisa nylametake urip ing dunya lan akhirat. Lamun bandha ya ora bakal digawa mati, nyenengi merga saka keturunane ya ora njamin bisa jaga seka genine neraka. Apa maning nyenengi wong wadon merga ayune. Lamun duweni akhlaq kang bagus ya bakal nglarani ati marang wong lanang.
Wong lanang lamun ditakoni, milih wong wadon merga apane? Biasane jawabane kompak merga ayune, pancen bener wong lanang iku ora munafik, nomor siji pancen ayune. Banjur wong lanang siji takon karo kancane, wong wadon diarani ayu kuwi merga apane? Merga sirahe, awake, sikile, tangane, irunge, lambene lan apa maning.

Saka crita iku isa dipundhut hikmahe, akih-akihe pawongan ningali bagus, ayu merga seka raine. Ana maneh cerita, ana wong lanang kang lagi numpak pit motor, ing ngarepe ana wong wadon kang katon elok lan ndhemenake. Ing sakjroning ati wong mikir, mandan ayune wong wadon iku. Sahingga wong lanang iku banjur nyepatake playune pit motor supayane bisa nyalip wong wadon iku lan isa mirsani jane raine koyo ngopo. Banjur nalika wis cedhak dipirsani jebule ora kaya kang ana ing panyana. Jebule wong wadon iku biasa-biasa wae, ora pati ayu. Wong lanang iku banjur nyepetake playune pit motore.
Kahanan kang mengkono iki jelas mertelakake, lamun kang diarani ayu iku merga raine, ananging ing jaman saiki prasasat wong wadon ilang ayune, wong lanang ilang baguse. Mergane raine ditutupi nganggo masker. Sahingga wong lanang utawa wadon, tuwa utawa enom kabeh padha nganggo masker, sahingga ora isa dingerteni wong wadon kui ayu apa ora ora, wong lanang bagus opo ora, ya ora keton wargane sing dipirsani mung mripate wae.

Mila mengkono iku, ing jaman sak iki wiwit sasi Maret kepengker nganti dina saiki sasi Juni, negara Indonesia lan ugi masarakat donya, kabeh nembe nandhang utawa nampa pagebluk Covid-19 sahingga kanggo nyegah anane virus, supayane ora nular marang wong liya awake kabeh supaya ngulinakake nganggo masker. Masker iku kang nutupi raine, sahingga kanthi masker iku, prasasat ora ana bedane wong ayu, ora ana bedane wong bagus. Kang bedakake among maskere. Apata ora kepingin keton ayune, utawi keton baguse, temtu wae kabeh wong kepengin kaya sak maune, ora ketutupan masker.

Mila kita kabeh didhawuhi karo pemerintah supaya padha bareng-bareng brasta virus lan ngilangake pagebluk, kelawan lelakon:

  1. Biasakake nyuci tangane nganggo sabun utawa nganggo hand sanitizer.
  2. Ngulinakake nganggo masker.
  3. Jaga jarak utawi social distancing.
  4. Ora susah nganakake kumpul-kumpul, lan rapat-rapat, shalat jamaah, nanging lamun kapeksa nindakake jarake antarane wong siji karo wong siji, adohe kurang antarane sak meter tekan rong meter. Semana uga wong Islam kang nindakake shalat jamaah iya kudu jaga jarak, aja mepet-mepet.
  5. Biasaake jaga reresik, yaiku ana ing papan panggonan, musholla, masjid, sekolah, pondok supaya di semprot kanggo disinfektan.
  6. Lamun kita padha ketemu karo kancane, seduluré, maring atasane ora usah salam-salaman. Pakulinan salam-salaman ora dilakoni, semana uga aja padha rangkulan lan, cipa-cipi kang isa nularake virus.


Dadi kahanan negara ingkang nembe nandang wabah virus korona iki, dadi tanggung jawab kabeh warga negara Indonesia, kalebu para ulama’ lan umara’, lan kabeh rakyat. Kahanan kaya ngono kuwi pancen abot, apa maning pakulinan apik kang dilakoni wong-wong Islam. Kaya ora susah shalat jamaah ning masjid, shalat Jum’at, pengajian, shilaturahim, salaman, kumpul-kumpul. Nanging kaya mengkana iku merga kahanan, sahingga kabeh wong kudune pada ngelingake marang sak padha-padha, kanggo medhot nular lan nyebare virus korona. Lamun wis bisa pedot banjur kabeh wong bisa nglakoni ngibadah lan nyambut gawe rumangsa aman lan ora kuatir maning.

6/03/2020

Pembatalan Ibadah Haji Tahun 2020, Solusi dan Problematika



Sejak mewabahnya pandemi Covid-19 pada bulan Maret tahun 2020 semua kegiatan harus dibatasi termasuk dalam hal peribadatan. Masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dalam beribadah shalat, pendidikan dan ibadah sosial lainnya. Demikian juga dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 2020. Arab Saudi sebagai negara tujuan pelaksanaan haji tidak lepas dari pandemi Covid-19. Sehingga melakukan langkah antisipatif dengan melaksanakan sterilisasi terhadap Masjidil Haram dan sekitarnya. Sejak bulan Maret 2020 semua akses perjalanan umroh ditutup dari semua jalur sampai bulan Juni 2020 pemerintah Arab Saudi belum membuka akses pelaksanaan ibadah haji. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dari tahun ke tahun juga jamaah haji selalu mengalami peningkatan.

Penutupan akses ke Arab Saudi berdampak pada pemerintah Indonesia, perjalanan umroh dibatalkan demikian pula dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 1441 H/ 2020 M. Suatu kegembiraan bagi calon jamaah haji, ketika pada tahun 2019 pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota sehingga akan mengurangi jadwal tunggu yang terlalu lama. Namun ternyata kesenangan berbalik dengan tahun 2020 yang harus menerima kondisi pahit, ternyata jadwal tunggunya semakin lama. Harapan untuk segera melaksanakan ibadah haji harus ditunda. Pemerintah negara Indonesia melalui keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 494 tahun 2020 menetapkan pembatalan pemberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan haji tahun 1441 H/ 2020 M bagi seluruh warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan visa haji mujama’ah.

Pembatalan pelaksanaan haji adalah suatu pilihan dalam kondisi yang tidak menentu sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Dengan demikian dengan keputusan pemerintah tersebut menjadi kepastian bahwa haji tahun 2020 tidak dilaksanakan. Hal ini menjadi jawaban yang pasti bagi calon jamaah haji untuk bisa menyesuaikan. Pelaksanaan ibadah haji pada tiap-tiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda, ada di suatu daerah yang tidak terlalu membesar-besarkan kegiatan walimatussafar dan dan kegiatan pelepasan bagi calon jamaah haji. Namun di suatu daerah tertentu pelepasan calon jamaah haji menjadi kegiatan besar, karena layaknya orang yang yang mempunyai hajat, dia menerima tamu-tamu yang berkunjung untuk mendoakan keselamatan hingga 1 bulan menjelang keberangkatan. Tamu-tamu berdatangan baik dari kalangan teman, saudara maupun kerabat.
Kepastian dari pemerintah, satu sisi mendatangkan kejelasan tapi di sisi yang lain bahwa pembatalan ini akan mendatangkan suatu permasalahan khususnya bagi calon jamaah haji. Sebagaimana pengurangan kuota haji pada tahun sejak tahun 2016 ketika Masjidil Haram sedang direnovasi banyak calon jamaah haji yang tertunda. Bagaimanakah kondisi mereka terkena imbas, sudah terjadwal untuk berangkat kemudian ditunda, ternyata persepsi orang berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, menerima perubahan dengan ikhlas dan sabar, namun banyak yang belum siap untuk menerima perubahan. Karena yang terbayang bahwa dia akan segera berangkat untuk melaksanakan ibadah haji. Dan akan segera memperoleh gelar haji atau hajah.

Dalam suatu keluarga di mana dalam keluarga tersebut ada salah satu anggota yang akan berangkat haji. Namun karena adanya pengurangan kuota kemudian tidak jadi berangkat, padahal selama setahun aktif mengikuti manasik haji, bersama teman-temannya sudah akrab, sementara teman-temannya berangkat, dirinya tertunda. Kondisi yang demikian ini tidaklah dengan serta merta menerima realitas, pihak keluarga sedikit demi sedikit memberikan pemahaman, mengapa ibadah hajinya harus ditunda, berbagai macam upaya disampaikan, secara lahiriyah nampak mau menerima, namun secara batin ternyata menjadi beban moral yang luar biasa. Anti klimaknya dia sakit dan harus di opname, sakit yang disebabkan karena pemikiran, tidak siap menerima keadaan dan realita.

Mungkin bagi orang-orang yang tidak mengalami kondisi demikian, akan mudah mengatakan, bahwa haji adalah panggilan Allah. Tetapi bagaimana kalau hal yang demikian itu menimpa pada dirinya, sama saja orang menyuruh pada orang lain untuk bersikap sabar ketika menghadapi musibah, tapi ketika dirinya sendiri mendapatkan musibah ternyata susah untuk bisa menjadi orang yang sabar. Karena itu antisipasi pada tahun 2020 semua orang yang keluarganya akan melaksanakan ibadah haji, hendaknya bisa memberikan pemahaman kepada keluarganya, bahwa ibadah haji adalah merupakan panggilan. Sekalipun orang sudah mempunyai kemampuan sudah istitha'ah, namun bila Allah tidak memanggil maka tidak akan bisa melaksanakan ibadah haji. Sebaliknya banyak terjadi bahwa secara ekonomi orang tidak memenuhi syarat untuk bisa melaksanakan ibadah haji, tetapi ternyata Allah memberikan jalan orang tersebut bisa melaksanakan ibadah haji, baik dengan usahanya sendiri maupun melalui orang lain.

6/02/2020

Belajar ikhlas, Kukuhkan Niat dan Jauhi Riya’



Ikhlas adalah kata yang mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk diwujudkan karena ikhlas berkaitan dengan kondisi psikologis, sehingga apa yang dilakukan, apa yang diberikan semata-mata karena Allah (Lillah). Perbuatan yang dilakukan karena Allah semata, maka akan mempunyai predikat sebagai ibadah yang ikhlas. Ibadah bukan karena manusia, bukan karena mengharapkan pujian, tetapi apa yang dilakukan semata-mata untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh keridaan-Nya .

Banyak terjadi kasus bahwa jika seorang muslim menegakkan shalat, samakah shalat ketika sendirian dengan shalat bersama dengan orang lain atau disaksikan oleh orang lain. Baik dari segi cara berpakaian, kaifiyah maupun bacaannya. Kalau ibadah secara sendirian, masih sama dengan ibadah yang dilaksanakan secara berjamaah atau disaksikan orang lain, maka ini menandakan bahwa ibadahnya itu sudah mendekati ikhlas. Walaupun kadangkala yang namanya ikhlas itu berkaitan dengan diri sendiri yang lebih paham, bahwa dirinya ikhlas atau tidak, Lillah atau linnas. Walaupun kadang kala orang lain bisa menilainya.

Ibadah shalat adalah ibadah yang memang menjadi pokoknya agama, menjadi tiangnya agama, tapi kadang kala ibadah shalat juga dominan dihinggapi oleh penyakit ria dan ini yang merusak ibadah ibadah shalat.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. (QS. Al Bayyinah: 6)


Nilai Ibadah
Ibadah yang ikhlas yaitu yang membebaskan diri dari syirik sebagaimana agama yang di bawa oleh nabi Ibrahim dan menjauhkan dirinya dari kekufuran kaumnya kepada agama Tauhid dan mengikhlaskan diri beribadah hanya kepada Allah. Syirik akbar sebagai wujud menyekutukan Allah dan syirik asghar yaitu riya’, sebagaimana sabda rasul:

إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ

"Sesungguhnya yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah syirik kecil." Mereka bertanya: Apa itu syirik kecil wahai Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Riya. (HR. Ahmad: 22.528)

Rasulullah mengingatkan kepada para sahabat akan bahanya syirik asghar karena cinta dan kasih sayang beliau kepada umatnya. Sangatlah rugi karena ibadahnya tidak akan diterima Allah SWT.

إنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ

" Allah tidak menerima amalan kecuali jika dilakukan dengan ikhlas dan mengharapkan wajahNya."(HR. Nasa’i: 3.089)

Berbeda dengan ibadah puasa yang merupakan ibadah siri, yang paling tahu tentang puasa dirinya sendiri, karena antara orang yang berpuasa dengan orang yang tidak puasa itu kadangkala sama. Orang yang sudah terbiasa puasa maka seakan-akan dia seperti orang yang tidak puasa dalam hal aktivitasnya, gerak-geriknya maupun dalam hal peribadatannya. Tubuh tetap nampak segar dan bahagia. Tetapi bagi orang yang tidak pernah melaksanakan puasa, maka semuanya menjadi terbatas mau beraktivitas, mau bekerja takut karena nanti kehabisan tenaga, capek, lapar dan lainnya.

Demikian juga dari hal gerak-gerik dilihat dari sikapnya kelihatan sekali sebagai orang yang lemas lemah pucat karena kekurangan nutrisi. Sehingga dalam hal aktivitas itu serba terbatas ini adalah ibadah puasa yang memang menjadi ibadah yang berbeda dengan ibadah yang lainnya karena puasa itu ibadahyang langsung pahalanya diterima oleh Allah.

Kemudian dalam hal berinfak sangat jelas, bahwa infaq atau memberikan bantuan kepada orang lain. Orang yang ikhlas tidak mengharapkan suatu pengembalian dari manusia. Banyak orang yang berinfaq dan sedekah karena mengharapkan suatu penghargaan dari sesaman insan, maka akan menemukan suatu kekecewaan. Apa yang diharapkan sering kali tidak sebanding dengan kenyataannya. Karena itu bila keikhlasan telah tertanam maka akan menemukan kesempurnaan iman.

مَنْ أَحَبَّ لِلَّهِ وَأَبْغَضَ لِلَّهِ وَأَعْطَى لِلَّهِ وَمَنَعَ لِلَّهِ فَقَدْ اسْتَكْمَلَ الْإِيمَانَ

"Barangsiapa mencintai karena Allah, membenci karena Allah, memberi karena Allah dan melarang (menahan) karena Allah, maka sempurnalah imannya."HR. Abu Dawud: 4061

Ikhlas merupakan kondisi kejiwaan, yang dapat diperoleh melalui suatu proses pelatihan. Andaikan telah melakukan kesalihan sosial maka tidak akan mengenang suatu kebaikan yang pernah dilakukan, tidak menghitung-hitung amal shalih yang teah dilakukan tetapi selalu menghitung-hitung perbuatan dosa yang telah dilakukan. Jika amal perbuatan dianggap sebagai tubuh maka keikhlasan sebagai rohnya. Karena perlunya upaya pelatihan diri yang meliputi:

  1. Dalam segala usaha dan amal perbuatan laksanakanlah semua itu dengan ketulusikhlasan yang sebenar-benarnya. Hal inilah jalan satu-satunya untuk memperoleh cita-cita setinggi apapun yang terkandung dalam hati.
  2. Sekali-kali jangan sampai memperjualbelikan keikhlasan yang diperintahkan Allah dengan harta benda, pangkat dan kedudukan dari manusia. Karena bisa dikategorikan orang munafik, mereka tidak segan-segan mempertukarkan agama dengan kebendaan yang tidak lama pasti akan ditinggalkan, selalu menjadi bahan perebutan keluarga serta ahli waris yang masih hidup.
  3. Jangan meninggalkan keikhlasaan hati dalam waku dan tempat yang berbeda.
  4.  Mensyukuri atas segala nikmat Allah yang telah diberikan kepada dirinya, karena Allah telah menyediakan segala kebutuhan hidup manusia dan bila manusia disuruh menghitung nikmat Allah niscaya tidak akan dapat menghitungnya.
  5. Selalu melihat kesalihan orang lain dalam hal pengamalan ajaran agama.
Referensi:Alquran dan Tafsirnya jilid 10 (2009), Departemen Agama RI, Jakarta
Al Ghalayini, Syeh Mushtafa, Idhatun Nasyiin (terj) (1976), CV. Toha Putra, Semarang
Haddad, Imam Habib Abdullah, Nasehat Agama dan Wasiat Iman (2001), PT. Karyo Toha Putra Semarang
Wahid, Prof. Drs. H. Sa’ad Abdul, Tafsir Al Hidayah jilid I (2003), Suara Muhammadiyah, Yogyakarta




6/01/2020

Celotehan Dalam Grup Whatsapp, Saling Menyadari


Pandemi virus corona atau Covid-19 sungguh sudah merubah pandangan masyarakat terhadap orang lain, berkaitan dengan pergaulan dalam masyarakat, persaudaraan, shilaturahim dan saling mengunjungi. Hal ini terjadi di ketika mendengar berita ada warga yang terkena virus corona baik itu berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDB), orang tanpa gejala (OTG). Status sebagai ODP tentu masih bisa dimaklumi, karena biasanya mereka mempunyai kesadaran sendiri untuk mengikuti protokol pemerintah yaitu dengan mengkarantina diri sendiri dalam rangka untuk pencegahan dan sekaligus memutus mata rantai virus corona itu.

Akan tetapi bagi orang yang sudah diidentifikasikan sebagai PDB tentu hal ini akan merubah pandangan masyarakat, seakan-akan bahwa orang yang terkena virus corona, baik dirinya atau keluarganya harus dihindari oleh segenap masyarakat. Demikian juga apabila terjadi suatu kematian walaupun yang bersangkutan belum positif dinyatakan sebagai pasien virus corona yang meninggal dunia, tetapi tetap dilakukan proses pemulasaraan jenazah sampai pada pemakaman menurut protokol yang telah diputuskan oleh pemerintah. Pasien itu hanya bisa diantarkan oleh orang-orang dalam jumlah terbatas yang memang menggunakan alat pelindung diri (APD) medis agar tidak menularkan kepada yang lainnya.

Ada suatu kasus, bahwa penyebaran informasi tentang orang yang terkena virus corona melalui jaringan media social, terutama melalui whatsapp informasi cepat tersebar, dari 1 HP ke HP yang lain, orang akan bisa mengetahui siapa sebenarnya yang sedang terkena virus corona atau dia menyandang sebagai PDB. Kebetulan dalam suatu grup whatsapp ada salah seorang anggota yang mempunyai keluarga yang meninggal dunia dan meninggalnya itu belum diketahui karena terkena virus corona atau karena penyebab penyakit yang lainnya. Dalam perbincangan di WA, ada salah seorang yang bertanya Si Fulan sakit apa? Ada yang menjawab, katanya terkena Covid. Ada lagi yang menanyakan apakah kita bertakziyah? Berbagai macam pertanyaan dan jawaban, menjadi celotehan yang agak menegangkan.

Celotehan dalam grup whatsapp.
Perbincangan, tanya jawab, celotehan yang sifatnya ringan untuk mengetahui sebenarnya Si Fulan itu sakit apa, ketika ada seseorang yang mengatakan dia terinfeksi Covid yang mendengar informasi dari orang lain dan belum diklarifikasikan, sebenarnya dia itu meninggal karena sakit apa. Kebetulan hasil laboratoriumnya belum keluar, apakah memang benar Si Fulan itu terkena Covid atau sakit lainnya.
Dari kejadian itu, ternyata di lingkungan masyarakat sudah berkembang, di rumah duka tidak ada orang yang bertakziah dan cara pemulasaraan jenazah pun menurut protokol pemerintah, akses jalannya kemudian ditutup, tetangga kampung sebelah diminta untuk memutar arah ketika mau ke tempat kerja atau atau beraktifitas yang biasanya melalui jalan tersebut. Hal ini sebagai antisipasi agar tidak tertular Covid-19, walaupun sebenarnya belum ada kepastian bahwa Si Fulan itu sebenarnya kena virus corona atau tidak.

Karena di grup whatsapp ini adalah terdiri dari orang-orang yang mempunyai pengetahuan, keberagamaan, sikap dan perilaku yang berbeda tentu saja dalam menyikapi segala sesuatu akan berbeda-beda. Sehingga konflik sosial sangatlah mungkin terjadi, dari orang yang bijaksana akan menjadi orang yang sensitive, mudah tersinggung, bahkan kadang berupaya untuk mendramatisir kejadian untuk menambah masalah. Mencari dukungan orang-orang yang sepaham, sehingga semakin menambah kebencian pada orang lain. Bisa jadi akan keluar dari grup whatsapp bahkan yang lebih memprihatinkan mengasingkan diri dalam keluarga dengan menjauhkan diri dari hubungan hidup bermasyarakat. Perpecahan anggota masyarakat karena terjadinya miskomunikasi misinformasi.

Inilah suatu gambaran, bahwa virus corona benar-benar sudah merubah mindset, tatanan masyarakat bahkan kehidupan beragamapun kemudian juga berubah. Dengan demikian di masa pandemi ini hendaknya kita sekalian untuk bisa menyeleksi mana informasi yang benar dan mana yang tidak benar, janganlah semua informasi di terima apa adanya, demikian pula bahwa semua orang itu hendaknya bisa memahami, menyadari, bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai virus corona di antaranya adalah dengan menyelenggarakan sosial distencing yaitu mengadakan pembatasan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Bukan hanya dalam kehidupan masyarakat, tetapi dalam kehidupan beragama pun diharapkan untuk melaksanakan sosial distancing, membatasi dalam kontak kontak sosial.

Pasien yang dinyatakan positif virus corona ternyata ada yang dengan gejala dan ada yang tanpa gejala. Yang dengan gejala, misalnya tenggorokannya gatal, sakit untuk menelan, demam kemudian panas, batuk-batuk kemudian setelah di cek laboratorium ternyata positif terkena virus corona. Tetapi ada pasien yang sama sekali tidak ada gejala, tiba-tiba sakit, kemudian ketika dicek ternyata dia itu memang positif terkena virus corona. Dengan demikian diupayakan agar melakukan deteksi dini, penjagaan diri dari hal hal yang dimungkinkan untuk menjadikan penyebaran virus corona. Misalnya membiasakan untuk mencuci tangan, selalu memakai masker, tidak berpergian kecuali memang hal-hal yang sangat mendesak dan sangat penting, kemudian tidak menyelenggarakan kontak sosial secara besar, kemudian juga tidak menyelenggarakan silaturahim, tidak berjabat tangan apalagi sampai berpelukan. Padahal hal-hal seperti itu sebelum ada virus corona itu adalah hal yang memang baik, dalam kehidupan masyarakat, baik bahwa sebagai umat manusia untuk selalu menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat, saling tegur sapa, bila bertemu berjabat tangan, mengadakan musyawarah, bagi orang Islam menyelenggarakan salat berjamaah di tempat-tempat ibadah, mengadakan majelis taklim, menyelenggarakan salat Jumat sebagai media ukhuwah pertemuan mingguan bagi umat Islam. Kegiatan yang positif ini sebelum ada virus corona selelu dianjurkan oleh para ulama, da’i, mubaligh, ustadz untuk mengikuti sunnah rasul dan juga untuk mewujudkan rasa persaudaraan dan meningkatkan ukhuwah.

Saling memahami dan menyadari.
Virus corona datang menghantam kehidupan masyarakat, dari kegiatan kegiatan baik yang dianjurkan tiba-tiba untuk tidak dilaksanakan. Karena ini menjadi permasalahan di dalam masyarakat, ada yang mengikuti himbauan pemerintah, juga ada yang tidak mengikuti himbauan pemerintah mereka mengikuti kemauan dirinya sendiri. Karena itu di dalam media whatsapp, facebook, status hendaknya bisa menggunakan kata-kata yang bijak. Ketika marah maka batasilah kemarahan itu, rasul pernah menyatakan bahwa orang yang perkasa itu bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuh-musuhnya tetapi orang yang perkasa adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya ketika sedang marah” (hadits).

Marah itu adalah suatu teman syetan, orang yang marah dalam melakukan sesuatu perbuatan tanpa pertimbangan apalagi pemikiran. Sering terjadi perkataan dan perbuatan yang spontan. Maka biasanya akan terjadi adalah penyesalan, contoh ada seoarang laki-laki yang pulang kerja, dalam kondisi capek dan lapar, dia mau makan. Setelah ambil nasi ternyata di meja makantidak ada lauknya, maka spontan marah nasi ditumpahkan lalu piring dibanting mengenai TV atau benda lainnya. Kerugiannya menjadi banyak lagi, marah tidak akan menyelesaikan masalah, marah akan membawa masalah, marah akan membawa malapetaka dan bencana karena. Karena itu sadarilah, bahwa marah itu harus dikendalikan. Ketika sedang berdiri maka duduklah, ketika marah dalam kondisi duduk maka berbaringlah, bila masih marah maka segeralah mengambil air wudhu dan laksanakan shalat 2 rekaat.
Mengendalikan marah dalam masa pandemi virus corona, kita menyadari realitas di masyarakat, bila ada orang yang sakit batuk kemudian dia meninggal akan di klaim meninggal karena Covid, demikian pula bila menderita penyakit lainnya. Tetapi kita harus yakin dan meyakinkan diri bahwa meninggal bukan karena terkena Covid-19, dan meninggal adalah sudah ketentuan Allah, segala yang bernyawa pasti akan mati. Dan bila meninggal dalam kondisi pandemi virus corona agar tetap bersabar. Terutama sabar atas tanggapan dan persepsi orang lain.

Bila marah maka tahanlah, Rasulullah SAW pernah berkata: barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir muliakanlah tamu, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka bebuat baiklah kepada tetangga dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik, kalau tidak bisa berkata yang baik maka lebih baik dia” (hadits). Dengan demikian tengah di tengah pandemi virus corona ini agar bisa menahan diri, mengendalikan dari hal-hal yang sifatnya tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita, karena apa yang kita harapkan dalam kehidupan masyarakat kadang kala memang tidak sesuai dengan harapan dan sebaik-baik kita adalah bagaimana menjadi orang bisa bermanfaat bagi yang lain.

5/31/2020

Ibadah Lillah Pasca Ramadhan


Puasa Ramadhan 1441 H adalah ibadah yang istimewa, keistimewaan tersebut secara umum telah terjadi pada puasa Ramadhan pada tahun-tahun yang lalu. Keistimewaan secara nash, menurut petunjuk Allah dalam surat Al Baqarah ayat 183:

  1. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang dikhususkan bagi orang-orang yang beriman, sehingga bila bukan orang yang beriman tidak diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan.
  2. Ibadah puasa Ramadhan menjadi media untuk mewujudkan orang yang bertaqwa, di beberapa surat dan ayat Alquran tentang tanda-tanda orang yang bertaqwa. Puasa bukan hanya menahan diri untuk tidak makan, minum dan berhubungan suami istri pada siang hari, tetapi orang yang berpuasa juga agar dapat menahan diri dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik. Sehingga diharapkan dapat mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan dan amal yang baik seperti shadaqah, tadarus Alquran, salat tarawih dan lain-lain.
  3. Dalam bulan Ramadhan Allah melipatgandakan setiap amal ibadah, setiap ibadah pahalanya akan dilipatgandakan. Ibadah puasa langsung akan diterima Allah dan hanya Allah yang akan menghitung pahalanya. Dan ibadah sunnah akan dilipatgandakan, bahkan tidurpun akan dihitung sebagai ibadah. Yaitu tidur yang bertujuaan untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik.
  4. Pada bulan Ramadhan ada suatu malam dimana setiap mukmin yang beribadah pada malam tersebut akan diberikan pahala sebagaimana orang yang beribadah seribu bulan, yaitu peristiwa lailatul qadar.
  5. Pada bulan Ramadhan Allah membuka pintu rahmat, maghfirah bahkan para syetan dibelenggu. Ibadah diluar bulan Ramadah menjadi ibadah yang berat sehingga juga akan menambahkan kadar pahala disisi Allah.


Keistimewaan di masa pandemi.
Keistimewaan kedua pada Ramadhan 1441 H adalah pelaksanaan puasa yang belum pernah dialami, bahkan penulis sendiri baru mengalami pada tahun ini dengan berharap tidak akan pernah terjadi lagi ibadah puasa Ramadhan di tengah pandemi virus corona/ Covid- 19 dan wabah penyakit lainnya. Ingin agar ibadah penuh kedamaikan. Namaun ternyata ibadah pada atahun ini berhadapan dengan dua hal, yaitu pertama mengikuti himbaukan pemerintah dan tokoh agama, kedua mengikuti pengetahuan diri sendiri.

Puasa Raamadhan dengan segala amaliahnya adalah ibadah tahunan, dari tahun ke- tahun kegiatan itu hanya memutar rutinitas yang telah dilakukan, shalat tarawih, tadarus Alquran, buka bersama dan kegiatan lainnya. Ada kelompok dan golongan yang dengan khusuk dan khudhu’ tetap melaksanakan namun dalam nuansa keluarga sesuai dengan himbauan pemerintah dan tokoh agama. Ibadah adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Melaksana Ibadah adalah merpakan bentuk ketaatan kepada Sang Khaliq, dan Allah telah menetapkan untuk taat pada Allah, rasul dan ulil amri.

Dalam kaidah bahasa Arab penyebutan suatu perintah yang disambung dengan wau ‘athaf, maka mempunyai kekuatan huokum yang sama, sehingga bila taat pada perintah Allah juga agar taat kepada rasul dan juga taat kepada para pemimpin. Pemerintah dan tokoh-tokoh agama telah mengeluarkan himbauan dan keputusan untuk membatasi bulan Ramadhan telah melalui kajian dan penelitian. Tidaklah membatasi kegiatan peribadatan kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjaga khifd nafs karena musibah, malapetakan yang disebabkan oleh virus corona/ Covid-19.

Di samping ada yang yang mengikuti himbauan pemerintah dan tokoh agama, ada kelompok dan golongan yang tetap beraktivitas sebagaimana biasa, shalat tarawih tetap dilaksanakan di masjid, tadarus Alquran secara bergerombol, bahkan kadang mereka bangga dapat beraktivitas, dengan mengatakan, mengapa beribadah harus dibatasi? Dengan berbagai macam argumentasi disampaikan untuk merebut simpati masyarakat.

Kondisi itu yang menjadi gesekan- gesekan dalam kegiatan sosial, ibadah yang seharusnya bernuansa pribadi, sosial dan spiritual, ternyata lebih dominan pada nuansa pribadi. Mengutamakan kepentingan pribadi dengan tidak menghiraukan dampak sosial. Karena itu hendaknya mengevaluasi apakah ibadahnya “Lillah atau linnas”.

Pasca Ramadhan
Ibadah yang berlandaskan Lillah tidak ditentukan situasi dan kondisi tetapi dilakukan secara terus terus-menerus, Allah telah berfirman:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Alam Nasrah: 7-8)

Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah, apabila telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah. Jadi setelah selesai melakukan kegiatan ibadah maka untuk segera melaksanakan kegiatan yang lainnya. Demikian juga ibadah puasa Ramadhan bila itu adalah merupakan bulan pelatihan maka bukti pelatihan yang sukses adalah setelah puasa Ramadhan bagaimana ibadah puasa wajib kemudian disusul dengan ibadah puasa sunah yang lainnya.

Bila puasa Ramadhan adalah bulan penjernihan emosi, maka puasa Ramadhan akan lebih banyak meningkatkan ibadah yang bernuansa sosial, karena dengan aktivitas sosial itulah orang akan bisa memahami kondisi diri sendiri melalui interaksi sosial. Keimanan seseorang diuji dari kegiatan-kegiatan sosial, ketika sudah kuat menghadapi tantangan dalam kehidupan sosial maka jiwanya akan menjadi yang lebih mapan dan emosinya lebih tertata. Bila bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan maghfirah dan pahalanya dilipatgandakan oleh Allah maka pada bulan Ramadhan banyak yang melakukan kegiatan seperti tadarus Alquran memperbanyak shadaqah dan kegiatan sosial lainnya, maka kegiatan-kegiatan itu bisa dilestarikan pasca Ramadhan, karena puasa Ramadhan adalah bulan pelatihan bagi setiap mukmin agar bisa dilaksanakan di bulan-bulan yang lainnya.

Karena itu ibadah Lillah adalah ibadah yang semata-mata karena mengharap ridha Allah, melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya. Ibadah yang demikian ini telah menjadi ikrar bagi setiap muslim ketika awal dia mengucapkan dua kalimah syahadah dan ucapan tersebut sering kali diucapkan ketika menegakkan shalat.

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al An’am: 162)

Ibadah kepada Allah sepanjang masa, selama hidup untuk bekal meraih kebahagiaan Akhirat. Ibadah bersama, bersama dalam beribadah, saling menolong, saling mengingatkan, saling berbuar kesabaran. Setiap manusia pasti akan mengalami ajal, ajal yanag baik adalah khusnul khatimah. Dan khusnul khatimah akan diperoleh jika di akhir hayat dalam kondisi iman dan taqwa kepada Allah. Karena itu tiada batas untuk selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan.

5/30/2020

Belajar Shalat, dari Sunnahnya


Setiap ibadah yang difardukan atau wajib diwajibkan oleh Allah merupakan pangkal atau pokoknya ibadah, seperti orang menegakkan shalat, ada shalat fardhu sebagai pangkal ibadah. Shalat fardhu tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun dan dimanapun, dalam ketentuan fikih ada ibadah yang bisa dilaksanakan pada waktu tertentu, tapi ada yang bisa dilakukan di waktu yang lain, misalnya melaksanakan shalat jamak dan qashar. Atau ibadah shalat bisa dilakukan dengan kondisi yang berbeda, bagi orang yang sehat dilaksanakan dengan berdiri, tetapi kalau tidak bisa berdiri maka dilakukan dengan duduk, bila dengan duduk tidak bisa maka dilaksanakan dengan berbaring, bila dengan berbaring tidak bisa, maka dengan isyarat.

Setelah ibadah shalat fardhu, Allah memberikan kelengkapan ibadah shalat dengan shalat sunnah. Banyak sekali ibadah ibadah shalat sunah, ibadah shalat sunah ini mempunyai keterkaitan dengan ibadah shalat fardhu, karena ibadah shalat sunah bisa menjadi penyempurna, pelengkap, penambah pahala di sisi Allah. Demikian juga wudhu merupakan rangkaian persiapan sebelum melaksanakan shalat, sebagaimana dalam Alquran surat Al Maidah ayat 6 ada empat hal, yaitu membasuh muka, membasuk tangan sampai dengan siku, menyapu kepala dan membasuh kaki sampai dengan kedua mata kaki.

Lalu dalam praktek berdasar sunnah rasul menjadi 6 yang diawali dengan niat, dan yang terakhir menegaskan bahwa pelaksanaan wudhu harus tertib. Untuk penyempurna, kelengkapan ibadah yang fardhu, maka Allah memberikan keutamaan untuk melakukan amalan-amalan sunnah. Diantara sunnah berwudhu disebutkan dalam Fiqih Sunnah karya Sayid Sabiq:
1. Memulai dengan membaca basmalah. Bahwa ketika akan melakukan perbuatan apapun maka hendaknya dimulai dengan mengucap asma Allah.

كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ أَقْطَعُ

"Semua perkara penting yang tidak dimulai dengan hamdalah adalah sia-sia."
(HR. Ibnu Majah)
2. Menggosokkan gigi atau siwak dengan kayu dengan kayu yang kesat, atau menggosok gigi dengan menyikat gigi
3. Membasuh kedua telapak tangan sebelum memulai wudhu.
4. Berkumur-kumur tiga kali.
5. Memasukkan air ke hidung kemudian mengeluarkan menghilangi lagi.
6. Menyilangkan antara jari kedua tangan dengan jari kedua kaki.
7. Mendahulukan yang kanan, bila mmebasuh tangan maka yang dibasuh tangan kanan, membasuk kaki dimulai kaki kanan.
8. Mualat artinya berturut-turut membasuh anggota demi anggota, jangan sampai orang yang berwudhu itu menyela wudhunya dengan pekerjaan lain.
9. Membasuh kedua telinga.
10. Masing-masing dibasuh tiga kali.

أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا

Didatangkan air wudhu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau pun berwudhu, beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur dan beristinsyaq tiga kali, lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali tiga kali, lalu mengusap kepalanya dan kedua telinganya; bagian luar dan dalamnya. (HR. Abu Dawud)

11. Berdoa selesai wudhu.

Sumber bacaan:
Rasjid, Sulaiman H, Fiqh Islam (2014), Sinar Baru Algasindo, Bandung
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid (2007), Pustaka Amani, Jakarta
Sayid Sabiq, Fikih Islam, (1987), PT Al Ma’arif, Bandung.

5/29/2020

Belajar Shalat, Fardhu Pangkal Ibadah Shalat Bagian III

Shalat adalah ibadah yang paling agung, karena shalat adalah merupakan rukun Islam yang kedua, shalat adalah tiangnya agama. Barang siapa yang mendirikan shalat maka dia menegakkan agama dan barangsiapa yang meninggalkan shalat berarti merobohkan agama. Shalat menjadi standar akhlak dan moralitas setiap mukmin, shalat akan membentuk mental spiritual, sesuai dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW. Shalat adalah ibadah yang akan pertama kali ditanyakan oleh Allah besok di hari Qiamat. Shalat adalah menjadi penentu seluruh amal perbuatan manusia, bila shalatnya baik maka seluruh amal perbuatan manusia menjadi baik, sebaliknya shalat yang tidak baik maka amal perbuatan manusia itu menjadi tidak baik.

Shalat menjadi ibadah yang paling agung, karena itu memerlukan persiapan persiapan sebelum menegakkan shalat. Wudhu adalah salah satu rangkaian sebelum melaksanakan ibadah shalat. Dalam melaksanakan wudhu ada yang disebut sebagai fardhu dan sunnah berwudhu. Sebagaimana Firman Allah SWT:
“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6)

Demikian pula dalam hadits nabi, banyak sekali hadits yang menerangkan tentang hal ini, salah satunya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Buchari:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ قَالَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى الْمَازِنِيِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلًا قَالَ لِعَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدٍ وَهُوَ جَدُّ عَمْرِو بْنِ يَحْيَى أَتَسْتَطِيعُ أَنْ تُرِيَنِي كَيْفَ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَوَضَّأُ فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ زَيْدٍ نَعَمْ فَدَعَا بِمَاءٍ فَأَفْرَغَ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ بِيَدَيْهِ فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ بَدَأَ بِمُقَدَّمِ رَأْسِهِ حَتَّى ذَهَبَ بِهِمَا إِلَى قَفَاهُ ثُمَّ رَدَّهُمَا إِلَى الْمَكَانِ الَّذِي بَدَأَ مِنْهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ

Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Yusuf berkata, telah mengabarkan kepada kami Malik dari 'Amru bin Yahya Al Mazini dari bapaknya bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada 'Abdullah bin Zaid, dia adalah kakek 'Amru bin Yahya-, "Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah SAW berwudhu?" 'Abdullah bin Zaid lalu menjawab, "Tentu." Abdullah lalu minta diambilkan air wudlu, lalu ia menuangkan air pada kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak kali, kemudian membasuh mukanya tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan dua kali dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan tangan, dimulai dari bagian depan dan menariknya hingga sampai pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula. Setelah itu membasuh kedua kakinya." (HR. Buchari)

Berdasarkan pada ayat Alquran dan hadits maka fardhu wudhu terdiri dari:

  1. Niat, yang memegang peranan sentral dalam setiap perbuatan, setiap melakukan perbuatan apa pun hendaknya dilandasi dengan niat:

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
"Semua perbuatan tergantung niatnya” (HR. Buchari, Abu Dawud, Ibnu Majah)

2. Membasuh muka, artinya adalah mengalirkan air ke atasnya artinya membasuh itu mengalirkan batas muka itu panjangnya dari puncak kening sampai dagu sedangkan lebarnya dari pinggir telinga sampai ke pinggir telinga yang satu lagi.

3. Membasuh siku ialah engsel yang menghubungkan tangan dengan lengan dan kedua siku itu termasuk yang wajib dibasuh.

4. Menyapu kepala, maksudnya mengelapkan sesuatu yang basah dan ini tidak akan terwujud kecuali adanya gerakan dari anggota yang menyapu dalam keadaan lekat dengan yang disapu. Maka meletakkan tangan atau jari ke atas kepala atau lainnya tidak dapat dikatakan menyapu.

5. Membasuh kedua kaki serta kedua mata kaki.
6. Tertib atau berurutan.

Lihat:

5/28/2020

Belajar Shalat dan Sempurnakan Wudhu Bagian II

Shalat dan wudhu adalah merupakan satu rangkaian pelaksanaan ibadah, shalat tanpa wudhu maka shalatnya tidak sah. Wudhu diwajibkan sebelum melaksanakan shalat, karena untuk menyiapkan diri seseorang menghadap Allah dengan mensucikan dirinya dari hadas dan najis. Hadas bisa dihilangkan dengan cara berwudhu. Allah telah memerintahkan:

“ Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS. Al Maidah: 6)

Dalam firman Allah tersebut disebutkan bahwa tertib wudhu meliputi membasuh muka, tangan sampai siku, menyapu kepala, membasuh kaki sampai dengan dua mata kaki. Namun bila ingin memperoleh kesempurnaan dalam berwudhu misalnya sebelum memasuh muka diawali dengan mencuci tangan, lalu berkumur, menghisap air dengan hidung, mencuci telinga, tengkuk leher, dan berdoa harus belajar. Begitu agungnya shalat bagi setiap muslim maka untuk mencapai keagungan dilalui dengan berbagai persyaratan.
Demikian pula tata cara membasuh muka, tangan, kepala juga melalui belajar, tanpa belajar maka akan bingung. Karena dalam prakteknya tata cara berwudhu juga terdapat perbedaan pendapat dikalangan para ulama. Belajar tiada batasnya, dengan belajar akan mendapatkan kebaikan dan kesempurnaan.
Jangan merasa bahwa shalatnya sudah baik dan sempurna, bila tidak melaksanakan wudhu:

لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

"Allah tidak menerima shalat salah seorang diantara kalian jika berhadas hingga ia berwudhu."
(HR. Buchari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)

Wudhu atau bersuci dari hadas adalah merupakan kebutuhan untuk shalat, karena itu bila sudah berhadas maka harus berwudhu. Bahkan wudhu bukan hanya dikhususkan ketika akan menegakkan shalat, memegang mushaf hendaknya dalam keadaan suci, mau tidur berwudhu, bahkan akan lebih baik bila dalam setiap saat selalu menjaga wudhu. Karena setiap ibadah pasti mempunyai fadhilah, keutamaan dan keistimewaan yang akan diberikan pada orang-orang yang tetap konsisten pada amaliyahnya.

Belajar shalat dari wudhu dimulai dari pemilihan air yang digunakan harus yang suci dan mensucikan Air. Air mutlak yaitu air yang suci dan mensucikan, artinya air yang dari zatnya memang suci dan mensucikan bagi yang lainnya, diantaranya air hujan, air salju, air es, air embun, air, air yang berasal dari sumber atau telaga. Air yang berubah karena tergenang atau bercampur dengan daun (Sayyid Sabiq Sayyid, Fiqih Sunnah (1973) CV Ma'arif, Bandung: 29).

Lain lagi bila wudhu dengan air yang sedikit, bernajis air, air suci tapi tidak mensucikan seperti air the, air susu, air kopi, air yang telah digunakan maka wudhunya tidak sah, bila tetap berwudhu dengan air tersebut maka tidak sah dan shalatnya menjadi tidak sah. Pernah terjadi di suatu perumahan, ada seorang jamaah masjid. Seperti biasa sebelum melaksanakan shalat mereka berwudhu, tetapi ada salah seorang jamaah, ketika itu nampak sudah berwudhu kemudian masuk ke dalam masjid, namun nampaknya dia merasa mau kencing, sehingga kencing di toilet. Sesudah kencing dia langsung ke masjid tidak berwudhu dulu. Untung diketahui oleh ustadz, sehingga sang ustadz mendekat lalu berbisik, nampaknya ustadz tersebut berupaya untuk memberi tahu, dan ternyata orang tersebut lalu berwudhu.

Ini adalah salah satu problem umat Islam, yang mana pemahaman terhadap agama Islam belum mereka peroleh, mereka melaksanakan shalat karena ikut-ikutan, berwudhu juga karena ikut-ikutan saja, belum mengetahui dasar-dasar atau hal-hal yang harus dilakukan. Bagaimana cara berwudhu, mengapa harus berwudhu. Maka menjadi tugas bagi setiap muslim yang telah mengetahui ayat-ayat Allah untuk menyampaikan kebaikan, namun untuk terus belajar dan mengkaji. Karena begitu luasnya ilmu Allah yang tidak akan ada habis-habiusnya untuk dipelajari.

Wudhu merupakan persiapan orang mau melaksanakan shalat, dengan wudhu yang baik dan sempurna maka akan merasakan kesegaran seluruh tubuhnya, bahkan jiwanya. Dari tubuhnya jelas, bahwa bila ada kotoran yang melekat pada anggota tubuh, maka dibersihkan mulai dari membasuh tangan, berkumur, membasuh hidung membasuh muka, mengusap kepala, mencuci kaki, maka akan menjadikan tubuh merasa bersih merasa segar kembali. Jiwanya juga akan menjadi lebih bersih karena berdasarkan hadis nabi bahwa air yang mengalir ketika sedang melaksanakan wudhu, akan menghapuskan dosa-dosa yang sudah dilakukan, dosa akan gugur bersaamaan dengan jatuhnya air wudhu, maka jiwa akan menjadi bersih kembali.

إِذَا تَوَضَّأَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ فَتَمَضْمَضَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ فِيهِ فَإِذَا اسْتَنْثَرَ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ أَنْفِهِ فَإِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ خَرَجْتِ الْخَطَايَا مِنْ وَجْهِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَشْفَارِ عَيْنَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ يَدَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ يَدَيْهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ يَدَيْهِ فَإِذَا مَسَحَ بِرَأْسِهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رَأْسِهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ أُذُنَيْهِ فَإِذَا غَسَلَ رِجْلَيْهِ خَرَجَتْ الْخَطَايَا مِنْ رِجْلَيْهِ حَتَّى تَخْرُجَ مِنْ تَحْتِ أَظْفَارِ رِجْلَيْهِ ثُمَّ كَانَ مَشْيُهُ إِلَى الْمَسْجِدِ وَصَلَاتُهُ نَافِلَةً لَهُ قَالَ قُتَيْبَةُ عَنْ الصُّنَابِحِيِّ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ

" Apabila seorang hamba yang beriman berwudlu lalu ia berkumur-kumur, maka keluarlah kesalahan mulutnya (maksudnya kesalahan yang diperbuat oleh mulutnya). Bila dia menghirup air ke dalam hidung lalu mengeluarkannya, maka keluarlah kesalahan dari hidungnya. Bila membasuh muka, keluarlah kesalahan dari mukanya hingga keluar dari kedua kelopak matanya. Jika ia membasuh kedua tangannya, maka keluarlah kesalahannya dari kedua tangannya hingga keluar dari bawah kuku-kuku kedua tangannya. Apabila mengusap kepalanya, maka keluarlah kesalahannya dari kepalanya hingga keluar dari kedua telinganya, dan apabila membasuh kedua kakinya, maka keluarlah kesalahan dari kedua kakinya hingga dari bawah kedua kuku-kuku kedua kakinya. Kemudian berjalannya ke masjid menjadi ibadah sunnah baginya." Qutaibah berkata; dari As-Sunabihi; Demikian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan. (HR.  Malik: 55, Nasai: 102)

Shalat harus dalam keadaan suci, kesucian shalat memiliki beberapa tahapan
1. Kesucian lahiriyah dari benda-benda najis dan kotoran.
2. Kesucian organ dari dosa-dosa dan perbuatan keji.
3. Kesucian jiwa atau ruh dari keterpurukan moral.

Bila dalam shalat diperlukan kesucian baju dan badan dari najis dan kotoran, apakah tidak lebih penting jiwa dan ruh suci dari sombong, dengki dan iri. Dan apakah perbedaannya keadaan batin dengan keadaan lahir bukan merupakan kemunafikan? (Qira’ati, Muhsin, Pancaran Cahaya Shalat (1996), Pustaka Hidayah Bandung: 81). Lihat Belajar Shalat, Fardhu Pangkal Ibadah Shalat Bagian III

5/27/2020

Belajar Shalat Membiasakan Untuk Disiplin Bagian I


Shalat adalah salah satu ibadah yang tidak akan ada habis-habisnya. Betapa agung nilai ibadah shalat, sehingga untuk melaksanakannya perlu pendidikan, pelatihan dan pembiasaan yang tidak ada henti-hentinya. Ibadah shalat selalu berkaitan dengan kondisi mental dan spiritual. Ibadah shalat dikerjakan secara total, aktivitas fisik dimulai dari takbiratul ihram hingga salam merupakan aktivitas rutin yang tidak boleh diganti dengan aktivitas lain kecuali orang-orang yang mendapatkan rukhsah karena mengalami masyaqat untuk tidak melaksanakan shalat sebagaimana mestinya.

Aktivitas rohani berkaitan dengan kondisi mental spiritual, aktivitas rohani menyertai aktivitas fisik. Maka bila antara aktivitas fisik dan rohani tidak sejalan, ibadah shalat menjadi tidak khusyuk, karena itu menjadi sulit untuk membedakan antara orang yang sudah melaksanakan shalat dengan yang tidak melaksanakan shalat. Yang semestinya dalam Aktivitas keseharian akan berbeda, karena shalat seharusnya dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar tetapi faktanya yang terjadi terkadang “shalat terus maksiat tetap jalan”.

Belajar shalat
Belajar shalat merupakan proses atau usaha dari tidak tahu agar menjadi tahu, dari sudah tahu agar menjadi paham, dari paham untuk dilaksanakan, dari keterpaksaan menjadi keikhlasan. Belajar shalat biasanya diterapkan bagi kelompok anak-anak, dia tidak tahu kaifiyah dan bacaannya, dia belum paham tentang makna shalat sehingga usia anak-anak biasanya pembelajaran hanya terbatas pada ibadah lahir, gerakan, bacaan, ibadah batin belum bisa di belum terjangkau.

Dari pembelajaran itu dan dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan, setelah mendengar waktu shalat segera bergegas untuk menegakkan shalat. Ibadah shalat pada anak-anak biasanya terpengaruh oleh situasi dan kondisi dari lingkungan, shalat pada anak-anak rentan dengan perubahan. Bila berjajar dengan teman yang suka bermain, ia pun akan ikut bermain, bahkan bila mendengar temannya batuk maka akan pura-pura batuk, teman lain pun juga ikut batuk. Sehingga sering ditemuai dalam pelaksanaan shalat berjama’ah tersedngar suara batuk yang bersahut-sahutan karena tingkah anak-anak.

Pada suatu saat seorang ayah mengajak pada anaknya untuk menegakkan shalat, anak pun segera berwudhu dan setelah berwudhu segera berdiri di belakang ayahnya untuk shalat. Ayahnya mengucapkan takbiratul ihram menandai bahwa shalat sudah dimulai anaknya sebagai makmum ikut takbiratul ihram. Tetapi kemudian terdengar bunyi “rengeng-rengeng” seperti sedang menyanyi, tidak begitu jelas, tetapi bukan bacaan shalat. Kebetulan anaknya sebelum shalat baru saja melihat tayangan di TV sehingga mungkin masih terbawa ketika shalat. Ayahnya mengucapkan Allahu Akbar menandakan untuk ruku’, sampai duduk akhir masih terdengar suara rengeng- rengeng. Setelah selesai shalat sang ayah menanyakan pada anaknya tadi kamu membaca apa? Anaknya menjawab “memikirkan sesuatu”. Ini sebagai contoh bahwa shalatnya anak kecil sangat terpengaruh dengan lingkungan dan ternyata pada orang tua pun konsentrasinya menjadi terpecah.

Belajar shalat tidak akan ada ada ada habisnya pada awalnya tahu kaifiyahnya dan bacaannya. Bagaimana menjaga kaifiyahnya dan bacaan sesuai dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, sadar dengan apa yang dilakukan, tahu dengan yang dibacanya. Kaifiyah shalat dijaga, i'tidal dan tuma'ninah nya demikian, pula bacaan shalat hendaknya jelas dan dapat dipahami dari itu memerlukan pembelajaran dan pelatihan.

Pembelajaran dan pelatihan untuk selalu dijaga dan dilestarikan, setelah itu akan selalu berupaya menyatukan antara gerakan lahir dengan menghadirkan hati, karena sering terjadi bahwa jasad nya berada di tempat shalat, namun hati dan pikirannya kemana-mana. Hati sibuk dengan urusannya, pikiran juga sibuk dengan urusannya. Padahal shalat adalah mi’rajnya bagi orang-orang mu’min. maka satukanlah jasat, hati, bacaan dan gerakan sedang menghadap Allah SWT. Lihat Belajar Shalat dan Sempurnakan Wudhu Bagian II

5/26/2020

Lockdown dan silaturahmi Atasi Kejenuhan


Sebelum masuk 1 Syawal 1441 H setiap daerah semakin mencekam, lockdown banyak diberlakukan hampir semua daerah, akses pada setiap perkampungan ditutup. Pada tanggal 1 Syawal lockdown benar-benar telah dilaksanakan. Ada dua hal dalam terkait berkaitan berakhirnya bulan Ramadhan, yaitu pelaksanan shalat Idul Fitri dan shilaturahmi.


  1. Dengan jiwa besar tetap tenang dengan wabah pandemi Covid-19, tetapi selalu waspada bahwa musibah dan bencana kadang datangnya tidak dikehendaki dan secara tiba-tiba. Virus adalah makhluk Allah yang sangat kecil, bahkan orang yang terkena virus corona kadang tanpa gejala karena itu orang dalam kelompok ini menerapkan kewaspadaan dini dengan melaksanakan salat Idul Fitri di rumah atau di keluarga kecil mereka.
  2. Bersikap gusar dalam melaksanakan himbauan pemerintah himbauan, untuk memakai masker, melaksanakan sosial distencing, lockdown ternyata khawatir tidak bisa melaksanakan ibadah sebagaimana biasanya, kelompok ini kadang tidak mempedulikan untuk memakai masker, melaksanakan sosial distancing, lockdown, karena mereka berprinsip bahwa sehat, hidup dan mati adalah kehendak Allah.
  3. Tidak mempedulikan himbauan pemerintah, tetap melaksanakan jamaah salat tarawih, majelis taklim, shalat Idul Fitri, silaturrahmi adalah perintah Allah. Allah adalah Pemilik, pencipta dan pengatur segala yang ada di alam semesta, maka bila Dia telah memerintahkan mengapa harus takut? Hidup dan mati adalah di tangan Allah, bila sedang melaksanakan ibadah tersebut kemudian dipanggil oleh Allah lalu meninggal, maka mereka berkeyakinan matinya adalah mati syahid.
  4. Pada kegiatan silaturahmi, masyarakat nampak sudah taat pada himbauan pemerintah. Pada umumnya tidak melaksanakan kunjungan dari rumah ke rumah, kepada saudara, teman dan kerabat kecuali hanya sebagian kecil yang tetap mengadakan kunjungan. Terutama anak kepada orang tua atau kepada orang yang dipandang yang dihormati, kesepuan dan tokoh agama, maka mereka tetap melaksanakan silaturahim. Namun karena akses dari kampung ke kampung bahkan tiap gang sudah dipasang portal sehingga lebaran pada tahun 1441 H lebih dominan berdiam di rumah atau beraktivitas tetapi berupaya menghindari kerumunan.


Jenuh dengan aksi
Kebanyakan orang merasa jenuh untuk tinggal di rumah, apalagi anak-anak kecil, para pelajar yang menginginkan hal-hal baru. Hampir dua bulan mereka berdiam di rumah, belajar di rumah, dan semua aktifitas dikerjakan di rumah. Kata jenuh yang merupakan ungkapan dari hati, perlu disikapi dengan tindakan aksi, yaitu dengan berdiam diri. Perlunya meningkatkan pemahaman dan kesadaran diri.

Ada yang menanyakan, sampai kapankah pandemi virus corona akan berakhir? Penelitian dan uji materi vaksin corona ternyata belum ada yang dapat memastikan, karena ada ahli juga yang menyatakan bahwa virus corona tidak akan bisa dihilangkan. Bahkan bila ada ungkapan untuk berdamai dengan virus corona itupun juga tidak akan bisa, karena perdamaian melibatkan dua belah pihak, bila satu pihak mau berdamai dan yang satu pihak tidak mau berdamai, maka akan terjadi persekongkolan terus atau terjadi permusuhan secara terus menerus. Saling menyerang, berusaha mencari kelemahannya untuk saling mengalahkan.

Karena itu bila untuk mematikan pandemi virus corona dengan cara berdiam, tidak ada kerumunan. Ini adalah merupakan suatu pilihan yang harus dilaksanakan oleh semua pihak. Untuk melaksanakan hal itu ada hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan lockdown

Masalah lockdown
Tidak semua orang mempunyai persepsi dan pemahaman yang sama, apalagi tentang keyakinan. Takutlah pada Allah jangan takut kepada selain Allah. Yang kedua adalah pemenuhan kebutuhan hidup. Kebutuhan pangan menjadi kebutuhan terbesar dalam hidup manusia, oleh karena itu perlu adanya pemenuhan dua hal tersebut. Sebelum pelaksanaan tentu telah menyediakan kebutuhan selama waktu yang tekah ditentukan.

Bukanlah dunia bila tidak ada perbedaan pemahaman dan keyakinan, karena itu berangkat dari berbagai fakta yang terjadi seperti kerumunan massa, berawal dari daerah yang tekena pandemic Covid-19 ternyata mudah menyebar pada wilayah yang lain. Kasus Jamaah Tabligh dari Gowa Sulawesi Selatan menjadi bukti bahwa pada awal-awal virus telah menyebar vidio youtube jamaah tabligh yang menentang penutupan tempat-tempat ibadah mereka mengatakan bahwa “Takutlah pada Allah, jangan takut pada virus corona atau virus corona takut pada jamaah. Ternyata dari persebaran virus corona dari mereka yang pulang dari kegiatan tabligh, setelah dicek ternyata mereka positif PDP.

Dari kasus itu, kemudian daerah yang tadinya hijau setelah kedatangan Jamaah Tabligh tersebut maka kemudian menjadi daerah yang merah. Dengan kasus tersebut setiap orang untuk saling mengingatkan, tentang pentingnya menjaga kewaspadaan dini. Setiap muslim telah melaksanakan lockdown selama sebulan, menjaga hati lisan dan perbuatan dan hal-hal yang tidak baik dan sebelum mengakhiri bulan Ramadhan telah membersihkan hati dengan membayar zakat fitrah. Maka pada umumnya telah siap untuk menerima himbauan kebaikan.

Demikian pula orang-orang miskin merasa diperhatikan orang-orang kaya, dengan zakat fitrah yang diterima dapat memenuhi kebutuhan hidup berupa makanan pokok. Nuansa kekeluargaan, kebersamaan, tidak diperlukan dokumentasi yang kemudian di upload ke media sosial. Karena itu untuk mewujudkan menghilangkan rasa jenuh itu dengan melaksanakan lockdown semoga kejenuhan akan segera berakhir.

5/24/2020

Merasa Bersalah, Mohon Maaf



Di hari yang fitri ini, hari kemenangan bagi umat Islam setelah selesai menuntaskan ibadah puasa Ramadhan selama sebulan, semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT. Sebagai insan yang lemah, dalam setiap saat berinteraksi sosial, disana ada hal-hal yang selaras dengan pandangan dan pemikiran namun ada juga yang berbeda, sehingga manusia berpotensi untuk berbuat benar, salah dan dosa.

Karena itu mohon berkenan penulis untuk menyampaikan permohonan maaf atas segala salah dan khilaf dalam setiap tulisan kami. Saya hanya berharap semoga dapat memberikan manfaat bagi semua, ingin kami turut membangun masyarakat, bangsa dan negara. Dengan segala kemampuan yang kami miliki, kami berusaha menyampaikan pandangan, pemikiran dan hasil perenungan. Sebaliknya dengan keterbatasan yang ada, karena kurangnya pengetahuan dan pemikiran, kami selalu berusaha untuk meminimalisir kekurangan, kami akan berusaha memperbaharui setiap kekurangan.

Kami bukan orang yang benar tetapi kami berusaha untuk menjadi benar, kami tidak sempurna tetapi kami berupaya untuk meraih kesempurnaan, Allah telah menciptakan alam semesta bagi kepentingan manusia, dengan alam (ciptaan Allah) tersebut kita bisa belajar, dan alam mengajarkan kepada kita apa yang telah, sedang dan akan terjadi.

Karena itu semua hasil pemikiran dan perenungan yang tertuang dalam tulisan dimungkinkan ada suatu yang tidak sesuai dengan pandangan dan pemikiran para pembaca. Karena itu dengan kerendahan hati kami memohon maaf yang setulus-tulusnya.

تقبل الله منا ومنكم وجعلناالله منالعائدين والفائزين

Semoga Allah menerima (puasa) kita dan menjadikan kita kembali (dalam keadaan suci) dan termasuk orang-orang yang mendapat kemenangan.

Selamat hari raya Idul Fitri 1441 H, mohon maaf lahir dan batin.

5/23/2020

Istana di Surga, Pahala Shalat Dua Belas Rekaat


Mendengar kata istana yang terbayang di benak kita adalah sebuah bangunan yang megah, tinggi, besar, luas, mewah dan dengan segala perlengkapan di dalam bangunan tersebut. Mulai dari perlengkapan dalam bangunan tersebut sampai hal-hal yang terkait dengan perlengkapan bangunan. Seperti adanya pelayan, penjaga, pegawai dan semua yang telah siap untuk melayani bagi penghuni istana tersebut.

Saya kira persepsi yang demikian ini tidak terlalu melenceng, karena bila melihat seperti istana presiden, di sana nampak bangunan yang megah, disediakan segala macam perlengkapan semua yang diperlukan, didukung dengan luas tanah dan bangunan yang memadai sehingga memungkinkan untuk mengadakan sesuatu yang memang dibutuhkan. Lapangan, kolam renang, kebun binatang, taman, kebun untuk bertanam, ruang istirahat, ruang santai semuanya sudah serba tersedia di tempat tersebut.

Kemudian setelah mempunyai bayangan tentang istana yang demikian itu, maka kemudian membayangkan anggaran biaya untuk membangun istana, berapa biaya yang diperlukan untuk perawatan istana, berapa biaya untuk membayar tenaga perawatan kebersihan pelayan, penjaga, pengawal di istana tersebut. Tentu saja sangat banyak dan bagi kalangan orang-orang biasa tidaklah mungkin bisa memiliki istana yang demikian megah itu.

Bayangan dan impian untuk bisa menempati istana tersebut tentu diharapkan semua orang, tetapi tidak semua orang bisa memiliki tempat tersebut, tidak mempunyai kemampuan untuk membangun tempat tersebut. Janganlah berputus asa bagi orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah, kelak akan dibuatkan istana oleh Allah di surga.

Surga adalah suatu tempat mulia yang diidam-idamkan oleh setiap muslim, orang yang beriman dan bertakwa dia akan dimasukkan ke dalam surga. Di dalam surga itu akan dibuatkan istana, yang lebih bagus daripada istana yang ada dunia ini. Siapakah orang-orang yang beriman dan bertakwa tersebut yang akan dibangunkan oleh Allah istana di surga.

Nabi Muhammad SAW pernah bersabda, bahwa orang-orang yang bertakwa adalah senantiasa menegakkan salat, karena tidaklah mungkin bagi orang yang tidak bertakwa mau menegakkan salat. Sedangkan banyak orang yang mengaku beriman dan bertakwa kepada Allah tetapi tidak menegakkan salat atau kalau menegakkan salat tetapi tidak lengkap baik dari syarat dan rukunnya, tidak sempurna atau memang lima waktu tidak dilaksanakan secara penuh. Nabi Muhammad SAW menjanjikan kepada orang yang beriman bertakwa, dia mau menegakkan salat kemudian diikuti dengan melaksanakan ibadah salat sunah yang jumlahnya ada 12 rekaat. disebutkan adalam hadits sebagai berikut:
1. Riwayat Imam Turmudzi, hadits nomor 379.

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ


"Barangsiapa menjaga dalam mengerjakan shalat sunnah dua belas rakaat, maka Allah akan membangunkan rumah untuknya di surga, yaitu empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelah Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya` dan dua rakaat sebelum Subuh."

2. Riwayat Imam Nasa’i, hadits nomor 1772.

مَنْ ثَابَرَ عَلَى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً بَنَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعًا قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

"Barangsiapa mengerjakan shalat dua belas rakaat secara kontinyu, maka Allah Azza wa Jalla akan membangunkan rumah untuknya di dalam surga. Empat rakaat sebelum Zhuhur dan dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat setelah Maghrib dan dua rakaat setelah Isya, serta dua rakaat sebelum Fajar.'

3. Riwayat Imam Ibnu Majah, hadits nomor 1130.

مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنْ السُّنَّةِ بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ أَرْبَعٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الظُّهْرِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ

"Barangsiapa menjaga dua belas raka'at shalat sunnah maka akan dibangunkan baginya rumah di surga; empat raka'at sebelum Zhuhur, dua raka'at setelah Zhuhur, dua raka'at setelah Maghrib, dua raka'at setelah Isya dan dua raka'at sebelum Fajar. "

Atas dasar hadits-hadits tersebut, bahwa barang siapa yang menegakkan shalat sunnah dua belas rekaat akan dibangunkan istana di surga. Dua belas rekaat tersebut meliputi:
1. Empat raka'at sebelum Zhuhur
2. Dua raka'at setelah Zhuhur.
3. Dua raka'at setelah Maghrib.
4. Dua raka'at setelah Isya
5. Dua raka'at sebelum Fajar. "

Kalau ada orang yang mengatakan bahwa untuk memiliki sesuatu harus bayar, tidak ada yang gratis. Ingin memiliki rumah harus mempunyai uang untuk pengadaan material dan membayar tenaga kerja. Dengan mengerahkan segala daya upaya, susah, senang akhirnya terkumpullah uang yang cukup untuk membangun rumah. Di surga akan dibangunkan istana dengan syarat selalu menegakkan shalat sunnah 12 rekaat, yang tentu saja shalat fardhunya ditegakkan dengan senantiasa menyempurnakan pelaksanaan ibadah shalat.

5/22/2020

Lebaran di Rumah Silaturahim dari Rumah


Silaturahim berasal dari kata kata shilah yang artinya menyambung, rahim artinya kasih sayang jadi shilaturahim berarti menyambung menyambung kasih sayang, persaudaraan dan kerabatan. Silaturahim diselenggarakan di samping itu merupakan perintah agama, juga merupakan upaya bagi umat Islam untuk melepaskan dosa-dosa yang telah dilakukan. Hal ini karena manusia dilengkapi panca indra dan nafsu yang berpotensi untuk melakukan perbuatan salah dan dosa, baik dilaksanakan secara siri atau jahr.

Dosa merupakan akibat dari perbuatan yang merugikan orang lain, baik berupa perkataan, perbuatan, disengaja atau tidak disengaja. Di dalam hidup hal yang demikian ini tidak bisa dilepaskan, karena manusia hidup selalu berhubungan dengan orang lain, terjadinya interaksi sosial, dimana masing-masing orang mempunyai sikap dan perilaku yang bei Rrbeda. Sikap dan perilaku orang lain ini ini kadang salah ada yang benar, ada yang sesuai dengan kehendak kita atau ada yang bertentangan dengan kehendak kita. Atau bisa jadi perbuatan orang lain bertentangan dengan hukum yang telah ada, namun ada juga perbuatan orang lain selalu selaras dengan peraturan hukum.

Dengan demikian, apabila terjadi kesesuaian perbuatan orang lain dengan kehendak diri atau perbuatan orang lain yang sesuaian dengan kaidah hukum maka hal ini akan terjadi keselarasan dan keharmonisan dalam kehidupan. Sebaliknya bila perbuatan orang lain itu bertentangan dengan peraturan hukum yang ada sehingga menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan bagi orang lain, maka hal ini akan menimbulkan disharmoni (ketidak selarasan) dalam kehidupan bermasyarakat.

Demikian pula kata-kata, perbuatan dan sikap diri sendiri kadangkala juga tidak sesuai dengan harapan orang lain atau karena kekhilafan diri sendiri, maka perbuatannya akan bertentangan dengan hukum yang telah ada, dengan demikian, baik secara pribadi maupun secara kelompok, tiap orang hidup mempunyai kesalahan yang berbeda-beda. Karena itu Idul Fitri, tanggal 1 Syawal yang diawali dengan kegiatan berbuka, kemudian dilanjutkan dengan salat Idul Fitri dan silaturahim merupakan momen yang sangat penting bagi umat Islam, dimana pada hari tersebut biasanya setiap orang akan mengakui kesalahannya sendiri, tidak ada orang yang merasa benar tetapi semuanya merasa salah.

Dengan kesadaran ini maka orang itu pun juga dengan ikhlas memohon maaf kepada orang lain dan diri sendiri pun juga dengan ikhlas memohon maaf kepada orang lain. Dengan permohonan maaf, saling mengakui kesalahan, kemudian saling memaafkan maka akan terwujud kembali keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

Silaturahim biasanya diselenggarakan dengan kegiatan saling mengunjungi antar teman, sahabat, tetangga, saudara dan tentu saja diawali dengan silaturahim kepada orang tua. Pada bulan Syawal sudah menjadi tradisi khususnya di Indonesia, bahwa setiap orang menyempatkan diri untuk mengunjungi temannya, saudaranya atau siapapun yang dianggap sudah saling mengenal.
Meskipun kunjungan tersebut sudah cukup untuk saling memaafkan, namun ternyata tradisi mengatakan belumlah lengkap sebelum diadakan kegiatan seremonial, yaitu kegiatan tabligh, kegiatan pengajian, halal bihalal atau kegiatan yang lainnya yang tujuannya agar orang-orang bisa kumpul dalam satu majelis. Kemudian menyaksikan dan mendengarkan tausiyah kyai atau ustadz, kemudian saling memaafkan. Ini adalah kegiatan silaturahim yang sudah sering diselenggarakan, sehingga nuansanya menjadi halal bihalal. Jadi intinya bahwa antara satu orang dengan yang lainnya itu saling memaafkan. Dengan saling memaafkan itu diharapkan sudah tidak ada permasalahan antara satu orang dengan yang lainnya.

Sikap saling memaafkan ini merupakan perilaku yang telah dicontohkan oleh rasul dan kebiasaan yang dilakukan oleh umat Islam disamping melaksanakan perintah ternyata bisa memberikan keutamaan bagi umat Islam. Misalnya akan dipanjangkan umurnya, akan di dipermudah urusannya, akan dibuka pintu rezeki dan akan diberikan kesehatan.
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, dan ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi."

Pada Idul Fitri 1441 H atau tahun 2020 kegiatan silaturahim dalam bentuk saling mengunjungi, pengajian umum, kumpul-kumpul, halal bihalal berdasarkan instruksi pemerintah, lembaga keagamaan, agar kegiatan tersebut untuk ditinggalkan atau untuk tidak dilaksanakan. Hal ini sebagai upaya dan ikhtiar untuk memutus mata rantai virus Corona atau Covid- 19 yang semakin merajalela. Oleh karena itu peran serta dari semua pihak, kesadaran dari semua pihak, pemahaman dari semua pihak, bahwa silaturahim pada tahun ini tidak dilaksanakan secara saling mengunjungi, tabligh, halal bihalal dan sejenisnya.

Silaturahmi tetap dilaksanakan dan dilestarikan dengan cara:
1. Diselenggarakan dengan cara online, bisa media sosial WhatsApp, instagram, SMS, video call dan lainnya.
2. Saling bertemu tidak dilaksanakan, masing-masing bisa memahami kondisi dan juga bisa melaksanakan. Bahwa sekalipun silaturahim tidak dilaksanakan dengan tatap muka tetapi persaudaraan, kekeluargaan tetap terjalin dengan baik .
3. Silaturrahim adalah media yang sangat bagus dan ini merupakan perintah Allah SWT, karena itu semua orang hendaknya bisa memahami, mengapa pada tahun 2020 ini tidak ada orang yang berkunjung ke rumahnya. Hal ini semata-mata adalah untuk memupus kesenangan sementara yang diarahkan untuk mendapatkan kebahagiaan kesenangan pada beberapa tahun yang akan datang.

Ada orang yang pada awalnya hidup bersama dalam satu keluarga, berkumpul dalam satu rumah, bisa saling bertemu, bertatap muka, bertegur sapa, apa yang dilakukan secara langsung. Bagaimana bila dari keluarga yang anggotanya semula berkumpul dalam satu rumah, tetapi karena salah satu atau beberapa mempunyai kepentingan lain, misalnya bekerja, sekolah, kuliah atau kegiatan yang lainnya yang mengharuskan dirinya untuk berpisah kepada keluarganya.

5/20/2020

Tinggalkan Kesenangan Sesaat, Raih Kebahagiaan Selamanya



Tradisi menyambut Idul Fitri dengan persiapan makanan, pakaian, perhiasan berlangsung secara turun-temurun. Padahal yang seharusnya Idul Fitri adalah kembali pada kesucian, untuk mendapat ampunan Allah. Idul Fitri mulai menapaki hidup dan suasana yang baru, dapat melanjutkan ibadah puasa Ramadhan dan segala amaliah untuk dilaksanakan diluar bulan Ramadhan.

Setelah selesai puasa Ramadan, mulai bergegas untuk puasa tanggal 2-7 Syawal, dengan melaksanakan puasa sunah, puasa Senin Kamis, puasa Dawud, puasa tengah bulan. Shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat hajad, tahajud, istikharah dan lainnya. Tadarus Alquran untuk dibiasakan, pengelolaan zakat fitrah dengan meningkatkan infaq dan shadaqah. Sehingga Idul Fitri bukan menjadi bar-baran (semuanya sudah selesai), puasanya sudah bar, tadarus nya sudah bar, infaq shadaqahnya sudah bar, semua amal ibadah menjadi bar atau berakhir dan akan kembali pada tahun yang akan datang.

Puasa Ramadhan dengan segala amaliyahnya menjadi kegiatan-kegiatan ibadah yang belum dikondisikan kelanjutannya, kadang organ tubuh belum siap menerima keadaan. Shalat tarawih biasanya ramai pada minggu pertama, tadarus Alquran hanya pada bulan Ramadhan, infaq shadaqah hanya pada bulan Ramadhan dan semua amaliah yang baik hanya tinggal kenangan saja. Setelah selesai puasa Ramadhan diawali dengan memasuki 1 Syawal perilaku israf dipupuk kembali.

Sikap Frontal
Ibadah puasa Ramadhan pada tahun 1441 H/2020 M sangat berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana gema dan gebyar Ramadhan terjadi dimana-mana, shalat tarawih, tadarus Alquran, majelis taklim, nuzulul Qur’an, salat berjamaah, pada tahun tersebut dan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun ini menjadi tahun berbeda, dimana setiap ibadah biasanya dipusatkan di masjid/ musholla tetapi pada tahun ini dihimbau untuk dilaksanakan di tempat tinggal masing-masing.

Pemerintah dan lembaga keagamaan telah memberikan himbauan namun ternyata masih banyak umat Islam yang tidak menghiraukan himbauan tersebut. Perkumpulan orang-orang tetap dilaksanakan, shalat Jum’at, tarowih, tadarus Alquran dilaksanakan secara bergerombol, majlis taklim. Pada umumnya mereka tidak mau meninggalkan momentum penting pada bulan Ramadhan. Ibadah yang penuh berkah tetap dilaksanakan seakan-akan tidak ada wabah pandemi Covid-19.

Keyakinanpun menjadi sikap frontal, tidak mau mengikuti himbauan dari pemerintah dan MUI, memang banyak orang yang menyayangkan meninggalkan amaliyah ibadah di bulan Ramadhan. Namun satu sisi berusaha melakukan kebaikan dan amal shalih, tetapi idak menghiraukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, tidak menghiraukan seruan amaliah di bulan Ramadhan.

Kenangan Sesaat
Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana aktivitas dan gerak dibatasi karena adanya wabah pandemi virus corona/ Covid- 19. Untuk melawan dan menghentikan penyebarannya dengan pengurangan aktivitas kegiatan sosial, perkumpulan, sosial distancing, PSBB bahkan lock down. Pembatasan ini juga harus dengan kesadaran diri untuk meninggalkan kesenangan sesaat yang bisa jadi akan menimbulkan musibah, bencana pada masa yang akan datang. Demikian pula Idul Fitri hendaknya dirayakan dengan kondisi yang sederhana. Mulai dari makan, minum, pakaian, perhiasan dengan yang sudah ada atau apa adanya. Tidak perlu terlalu fokus pada kegiatan pesta, makan-makan, minum dan saling berkunjung.

Ada pesan Idul Fitri yang disampaikan lewat lagu lama yang dinyanyikan oleh Dea Ananda:

Baju baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama

Sepatu baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada sepatu yang lama

Potong ayam Alhamdulillah
Untuk dimakan di hari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada telur ayamnya

Bikin kue alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak bikin pun tak apa-apa
Masih ada singkong goreng nya

Ref:
Hari raya Idul Fitri
Bukan untuk berpesta- pesta
Yang penting maafnya lahir batinnya

Untuk apa berpesta-pesta
Kalau kalah puasanya
Malu kita kepada Allah yang esa.

Kupat sayur alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada nasi uduknya

Pembatasan dan pengendalian diri sebagai hasil dari pelaksanaan ibadah puasa, dimana puasa merupakan tameng dari perbuatan yang tidak baik, puasa melatih berbuat sabar dan ikhlas, puasa mewujudkan kepedulian sosial dan empati, puasa untuk pensucian rohani dari hawa nafsu yang tidak baik. Selama 1 bulan umat Islam telah dilatih atau melatih diri, menerpa diri dengan akhlak dan perilaku yang terpuji dengan landasan iman dan taqwa kepada Allah.

Kesederhanaan dalam makan, minum, pakaian dan penampilan bukan karena menghadapi pandemi, tetapi seungguhnya merupakan perintah agama. Sederhana bukan berarti bahil tetapi untuk selalu memupuk kedermawanan, jiwa sosial, empati dan ukhuwah bersama. Kita tidak tahu sampai kapan wabah pandemic Covid-19 akan berakhir. Ilmuan dunia belum menemukan vaksin, semua orang hanya bisa antisipati, jaga diri dengan mengikuti himbauan ulama’ dan umara’.

Memang kadang tidak ikhlas untuk meninggalkan atau mengalihkan kebiasaan yang sudah berjalan dengan baik, shalat Jum’at, shalat berjamaah di masjid/ musholla, shalat tarorih, pemberian kupon infaq sedekah, shalad Id di masjid dan lapangan terbuka, shilaturahim, halal bihalal. Semua ini adalah ibadah yang sudah mentradisi dan tradisi yang sudah membudaya. Tak aneh bila melihat selebaran dan himbauan untuk tidak menyelenggarakan kegiatan atau mendengar himbauan, banyak orang yang menanggapi dengan sinis. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya semua orang untuk dapat menerima dengan ikhlas. Ingat bahwa pengorbanan ini untuk kepentingan jangka panjang dan kepentingan orang banyak. Masih banyak jalan untuk mendapat kebaikan dan masih banyak cara untuk membuat kebaikan.

Tidak shalat Jumat tetapi menegakkan shalat dhuhur, tidah shalat bejamaah di masjid/ musholla tetapi selalu menjaga shalat jamaah di keluarga, tidak shalat tarowih di masjid/ musholla tetapi selalu menegakkan shalat tarowih bersama anggota keluarga, zakat, infaq dan sedekah diamanatkan kepada lembaga amil zakat, shalat Idul Fitri dilaksanakan di keluarga, shilaturahim untuk dibatasi, halal bihalal secara on line.

Sesungguhnya yang membedakan hanyalah ibadah yang bernuansa sosial, sekalipun tidak ada shilaturahim semoga shilaturahim tetap terjaga. Jaga diri dan keluarga tingkatkan peduli pada orang lain. Tinggalkan kesenangan sesaat untuk meraih kebahagiaan masa depan lebih baik. Jangan anggap enteng sesuatu yang sudah jelas berbahaya, tidak ada yang dapat mencegah musibah dan bahaya kecuali kita diwajibkan untuk berusaha, berikhtiar dan tawakal. Semoga pandemic segera berakhir.