Tampilkan postingan dengan label Kisah hayati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah hayati. Tampilkan semua postingan

1/22/2015

Maling Bernasib Apes Ketika Beroprasi di Masjid, Ingin Mujur Jadi Ajur



Masjid adalah salah satu bangunan monumental bagi umat Islam, masjid menjadi sarana untuk membersihkan diri dari penyakit hati, tempat bersujud, masjid menjadi sarana pendidikan, tempat konsultasi, pelayanan/ santunan bagi fakir miskin, tempat musyawarah, penerangan agama, tempat untuk meraih kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Pada umumnya orang ke masjid mempunyai maksud dan tujuan yang mulia walaupun ada saja orang yang mengunjungi masjid karena mempunyai tujuan yang berbeda.

Bila khatib, mubaligh, da’i atau kyai mengatakan “ambillah yang baik-baik dan tinggalkanlah yang buruk-buruk”. Ada maling yang selalu menggunakan dalih yang telah disampaikan oleh para ulama tersebut diatas. Mereka datang ke masjid karena usaha untuk mendapatkan rizki dengan cara yang tidak wajar, karena berusaha merampas milik orang lain, atau menukar suatu barang dengan milik orang lain. Kita sering mendengar bahwa ketika sedang berada di masjid untuk shalat atau keperluan lainnya namun ternyata ketika mau kembali barang miliknya hilang. Bisa berupa tas, sepatu, helm, sepeda motor dan barang-barang lainnya.

Maling yang sukses karena telah melancarkan aksinya tanpa mengalami kendala, mengambil barang milik orang lain dengan mudah dan tidak ada orang yang mencurigai. Tentu mereka merasa puas, dan kesuksesan ini akan terus ditingkatkan untuk mengambil barang milik orang lain dari segi kuantitas maupun kualitas barangnya. Maling yang sukses mengambil sepatu atau sandal di masjid, suatu saat akan mengambil dalam skala besar dan berkeliling dari masjid-ke masjid.

Setelah barang didapat tentu akan mempertimbangkan nilai barang yang telah diambil, bila tidak sesuai dengan resiko yang akan ditanggung tentu akan meningkatkan kadar pencurian dengan mengincar barang-barang yang lebih berharga, misalnya membobol mobil dengan memecah kacanya, mencuri kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Bahkan tidak sedikit maling yang mengincar kotak amal di dalam masjid.
Apakah maling tidak mempunyai perasaan, bagaimanakah rasanya bila barang miliknya hilang, apakah dia tidak akan merasa sedih, marah dan sebagainya. Saya yakin dia akan merasakan yang demikian itu. Tetapi mengapa dia mau melakukan suatu perbuatan yang membuat orang lain menjadi susah karena kehilangan barang berharga miliknya. Memang banyak faktor yang menjadi penyebabnya, bisa karena kebutuhan, tuntutan ekonomi, kebiasaan, hobi, menjadi profesi atau karena kecanduan minuman keras.

Pernah suatu saat ketika selesai menegakkan shalat dzuhur saya melihat orang telah kehilangan sepatu kesayangannya, suatu saat lagi ada jama’ah yang lain kehilangan sepeda motor, dalam waktu yang lain lagi mobilnya yang ditinggalkan untuk menegakkan shalat ternyata kacanya dipecah dan tas yang ada didalam mobil diambil. Mungkin maling tersebut merasa sangat beruntung karena didalam tas terdapat uang, laptop, kartu kredit dan barang berharga lainnya. Dan masih banyak kasus-kasus kehilangan lainnya di wilayah lokasi masjid.

Mengapa begitu seringnya terjadi pencurian di lokasi masjid, hal ini karena sifat mulianya umat Islam, tidak merasa curiga terhadap siapapun yang berdiam di lokasi masjid seakan-akan mereka adalah orang yang baik. Dengan demikian malingpun, seakan dia orang baik. Ketika dia sedang duduk dikiranya sedang istirahat, masuk ke masjid dikiranya sedang shalat atau sedang i’tikaf. Sehingga kebaikan orang terhadap pribadi maling, ternyata justru digunakan untuk melancarkan aksinya. Dia mencari kesempatan, bila pemilik barang lengah maka dengan segera akan diambilnya.

Pernah suatu saat ada seorang laki-laki, ketika waktunya shalat dzuhur dia duduk-duduk di teras masjid. Tak ada yang mencurigai bahwa dia seorang maling, namun terbukti suatu saat ada seorang sopir taksi yang pada waktu siang hari dia menegakkan shalat dzuhur, dia yakin bahwa sepatu baru yang baru saja dipakai akan aman. Namun ternyata sepatunya hilang diambil orang. Dia marah namun kepada siapa. Karena itu dia memutuskan setiap saat memasuki shalat dzuhur dia akan mengintainya dengan memarkir mobil di depan masjid. Entah sampai berapa kali dia mengintai. Ternyata usahanya membuahkan hasil, pada waktu kumandang shalat dzuhur dia memarkir kendaraan di depan masjid.

Pada waktu para jama’ah berbondong-bondong memasuki masjid, dia melihat seoarang laki-laki datang dengan mengendarai sepeda motor, laki-laki tersebut tanpa mengenakan sepatu atau sandal. Laki-laki tersebut kemudian memasuki masjid, ketika para jama’ah shalat dzuhur dua rekaat laki-laki tersebut keluar lalu mengambil sepatu, dibawanya sepatu lalu disimpan diantara semak-belukar. Dia beraksi tidak menyadari bahwa perbuatannya sedang diamati oleh seseorang. Sopir taksi keluar mobil lalu memanggil Satpam masjid. Sambil menunggu maling itu kembali, sepeda motornya dipindah dan ban sepeda motor digemboskan.

Tak begitu lama pemilik motor yang tidak lain adalah si maling, dia nampak bingung, dimanakah motornya. Ditanya oleh Satpam, “cari motor ya pak” dijawab “ya”. Lalu ditanya laki tidak pakai sandal ya? Dijawab “ tidak”. Lalu ditanya kamu maling ya? Dia menjawab “bukan”. Namun dia Nampak bingung dan gugup, lalu disuruh menunjukkan dimanakah menyimpan sepatu. Setelah ditujukkan dan diambil terbukti dia memang maling. Setalah mengaku dan ada bukti, maka orang-orang yang pernah dirugikan, tanpa pikir panjang menghantamkan bogem mentah, pada tubuh, kepala dan lehernya. Untung polisi segera datang dan mengamankan.

Begitu apesnya, seorang maling yang beraksi di siang bolong itu. Apesnya masih bertambah lagi ternyata yang dicuri sepatu milik seorang anggota polisi. Akhirnya maling yang sudah ditangkap diamankan di pos Satpam dan menjadi tontonan para jama’ah. O itu ya malingnya, ternyata sudah tua, kasihan ya. Itu diantara pembicaraan para jama’ah seusai menegakkan shalat, mereka menyaksikan kerumunan orang-orang yang menyaksikan maling tertangkap basah. Sering terjadi pencurian di lokasi masjid. Semoga dengan tertangkapnya maling itu akan membuat jera, dan maling-maling yang lain akan segera insaf untuk mencari rizki dengan cara yang baik.

Dan kiranya perlu diingat bahwa harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar, kelak akan mendatangkan bencana. Bila dalam waktu singkat mungkin akan biasa-biasa saja atau aman-aman saja namun sesungguhnya musibah dan bencana akan menanti. Kalau tidak mengenai dirinya maka akan mengenai suami/ istri, anak-anak dan keluarganya. Bila di dunia nampak selamat, maka diakhirat akan memperoleh balasan berupa siksa api neraka. Insaf dan sadarlah para maling, bertobatlah, Allah akan menerima tobatmu, teman, saudara dan orang-orang yang pernah kamu rugikan akan memaafkanmu. Kembalilah ke jalan yang benar, karena Allah akan memberikan keberkahan atas segala rizki yang kau dapatkan dengan cara yang benar. Astaghfirullahal ‘adzim , astaghfirullahal ‘adzim, astagfirullahal adzim, innallaha ghafururrahim.

1/20/2015

Menjaga dan Melestarikan Haji Mabrur, Dalam penegakan Syari'at Islam



Haji Mabrur adalah suatu predikat dan prestasi ibadah haji yang diidam-idamkan setiap muslim yang telah melaksanakan ibadah haji. Harapan dari haji yang mabrur adalah surga. Sudah tahukah surga yang diidam-idamkan bagi setiap muslim? Berdasarkan pengamatan panca indra tak seorangpun yang sudah mengetahui tentang surga. Surga kebalikannnya adalah neraka, surga menjadi tempat yang diharapkan bagi seluruh penganut agama dan neraka adalah suatu tempat yang tidak diharapkan. Tak seorangpun yang menginginkan menjadi penghuni neraka. Sekalipun orang belum pernah mengetahui surga dan neraka, namun agama telah mengajarkan tentang adanya surga dan neraka. Keduanya adalah merupakan ranah keyakinan yang tidak dapat dilogikakan. Walaupun demikian Allah memberikan akal kepada manusia untuk memahami tentang sesuatu yang bersifat gaib.

Orang yang melaksanakan ibadah haji berharap akan memperoleh balasan berupa surga, dan surga adalah suatu tempat yang diperuntukkan bagi orang yang mempunyai jiwa yang bersih. Karena itu setiap orang sebelum orang memasuki surga akan dibersihkan terlebih dahulu dosa-dosanya dalam siksaan api neraka. Sebelum habis dosanya maka tidak akan dimasukkan ke dalam surga, karena itu agar kelak tidak terlalu lama menjadi penghuni neraka maka diupayakan untuk selalu melaksanakan dan meningkatkan amal shalih.

Ada suatu lompatan peningkatan ibadah yaitu setelah menajalankan ibadah haji bila memperoleh predikat haji mabrur. Reflektifitas semangat spiritualitas religious akan mewarnai dalam setiap kehidupan. Selalu merindukan untuk menegakkan shalat dengan berjama’ah, gemar bersedekah, gemar menuntut ilmu dan mengajarkan, selalu berupaya untuk menjadi teladan, selalu bermuka manis kepada sesama, komunikatif dan kehadirannya selalu dirindukan bagi orang lain. Lompatan peningkatan kwalitas ibadah tidak selamanya berjalan dengan mulus dan lancar, karena akan selalu dihadapkan dengan kondisi kehidupan. Ada suka, ada duka, ada kesalihan ada kemaksiatan, ada suka ada benci, ada makruf ada munkar dan sebagainya. Dengan kondisi kehidupan manusia yang demikian ini maka memungkinkan kwalitas ibadah haji menjadi semakin surut.

Mempertahankan kesalihan menjadi pekerjaan yang berat dan harus selalu dipertahankan, karena “Al Imanu yazidu wayanqushu” iman kadang bertambah dan kadang berkurang. Ketika keimanan seorang hamba Allah sedang mengalami peningkatan bisa mengungguli kesalihan malaikat yang selalu taat kepada perintah Allah, namun ketika keimanannya sedang menurun atau hilang maka kualitas keimanannnya menjelma menjadi perilaku yang lebih rendah dari binatang ternak.

“ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’rof: 44)

“ Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (QS. Al Furqon: 44)

Pernah suatu saat salah seorang teman pernah merasakan tentang kenikmatan ibadah di tanah suci, bagaimanakah dalam setiap hari ingin selalu memenuhi panggilan Allah. Setiap saat akan selalu mendatangi masjid, takut didahuli oleh orang lain. Apa yang dilakukan dalam setiap saat adalah ibadah. Setelah beberapa saat pulang ke tanah air dia masih merasakan kehidupan beragama seperti di tanah suci, tetapi keindahan kehidupan beragama yang demikian itu terasa semakin hari bukannya semakin meningkat tetapi justru merasakan adanya penurunan. Dia seoarang anak muda, usianya masih di bawah tiga puluh tahun. Mungkin diantara kita masih memaklumi, walaupun sesungguhnya Allah akan melebihkan bagi generasi muda yang taat beragama.

Bila orang tua taat beragama hal ini adalah hal yang wajar namun bila anak-anak muda senantiasa giat dan istiqomah didalam menjalankan perintah agama dialah pemuda yang luar biasa. Banyaknya godaan justru menyadarkan dirinya sedang diuji oleh Allah, semakin kuat iman dan semakin banyak ilmu, semakin tinggi pangkat dan jabatan, semakin banyak materi yang ditumpuk maka ujiannya akan semakin kuat. Satu masalah belum dapat diselesaikan sudah datang permasalahan yang lainnya. Bila adanya ujian dibiarkan, diberikan harta yang banyak dan melimpah bukannaya semakin dermawan namun semakin bakhil dan membiarkan kebakhilannya terus dikembangkan. Ketika mendengar seruan adzan tetap asik dengan aktifitas dan pekerjaaanya. Apalagi diwaktu pagi hari, udara yang dingin, rasa kantuk ingin tetap berleha-leha di tempat tidur. Mendatangi menjalis taklim semakin turun, apalagi mengajarkannya.

Bila kondisi ini dibiarkan secara tidak sadar sesungguhnya dirinya sedang membiarkan penguasaan hawa nafsu yang berusaha untuk menggerogoti keimananya. Sangat disayangkan bila keimanan yang dahulu telah tertancap didalam qalbu yang kemudian membuahkan amal shalih tidak diupayakan untuk ditancapkan lagi, dimanakah letak kesempurnaan manusia.

“ Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya”? (QS. Ath-Thin: 4-8)

Upaya mengembalikan keimanan.
Keimanan bukan merupakan khayalan atau cita-cita atau sebagai perhiasaan saja, namun keimanan itu sesuatu yang telah tertanam di dalam hati diucapkan dengan lisan dan di amalkan dengan amal perbuatan. Karena itu iman harus dengan amal shalih bahkan selalu berwasiat dalam perbuatan yang hak dan kesabaran. Mempertahankan, menjaga dan meningkatkan keimanan yang diantaranya untuk menjaga kemabruran haji hal yang harus selalu diupayakan:

1. Berupaya untuk memaksakan diri dalam menegakkan ajaran agama.
Tidak ada paksaan dalam beragama, orang tidak bisa memaksakan keyakinan kepada orang lain. Namun ketika dirinya telah beragama, berarti telah memperoleh hidayah (petunjuk). Maka agar beragama dapat mewujudkan keindahan, keharmonisan bahkan dapat mendatangkan rahmat bagi sekalian alam. Tidak ada keikhlasan, kesabaran dan istiqomah yang diperoleh dengan tiba-tiba. Semua ini harus dipupuk dan selalu diberdayakan. Bahkan ikhlas kadang harus dipaksakan, bagaimanakah orang akan merasakan indahnya shalat berjama’ah bila tidak membiasaakan diri meninggalkan segala aktifitas ketika mendengar seruan adzan dan segera menegakkan shalat. Bagaimanakah akan merasakan indahnya shalat lail, puasa sunnah bila tidak mau menjalankan. Sesungguhnya sesuatu yang berat akan menjadi ringan bila dilaksanakan secara terus menerus, keikhlasan akan tumbuh bila dilaksanakan secara terus menerus.

Seorang teman pernah bercerita bahawa dirinya dahulu selalu dapat bangun pagi, sebelum shalat subuh dia sudah bangun. Bahkan lebih hebatnya dia berkisah bahwa sekalipun pada malam hari dia tidur sampai larut malam, tetapi ketika didalam hati berikrar akan bangun pagi sebelum subuh, ternyata pada pagi hari seakan ada yang membangunkan. Hati yang bersih, ikhlas dan istiqomah, sabar membangunkan tubuh yang sedang berbaring dalam tidur yang nyenyak. Namun mengapa sekarang keadannya jauh berbeda, sudah beberapa bulan dirinya tidak mendengar panggilan shalat subuh. Malam hari berniat akan bangun pagi ternyata tidak bisa bangun pagi, sekalipun pada malam hari selelu tidur lebih awal dengan harapan dapat bangun lebih pagi, ternyata tidak bisa terlaksana. Walaupun dia seorang mubaligh, yang ditingkat kampung dia di sebut seorang ustadz, pada pergaulan dipanggil dengan sebutan haji, di tempat kerja ada beberapa teman yang memanggil dengan sebutan kyai. Gelar terhormat dalam bidang agama ini ternyata belum bisa mewarnai kepribadian seorang yang alim yang mempunyai jiwa integritas.

Sebenarnya dengan kondisi yang demikian dirinya merasa malu, mengapa bila disebut, ustadz, kyai, haji namun belum bisa menjadi teladan bagi orang lain? Ternyata dengan niat yang ikhlas, Allah memberikan petunjuk kepadanya, melalui perjalann hidup sebagai seorang ustadz. Ketika dirinya menyampaikan taushiyah keagamaan, ada salah seorang jama’ah yang minta diajari untuk belajar membaca Alquran. Niat ini sebenarnya telah disampaikan pada istrinya tentang keinginannya untuk mengajar iqro’ kepada jama’ah pada pagi hari, setelah shalat subuh, dia berharap agar bisa bangun pagi. Tetapi didaalm hatinya ada kekhawatiran kalau sudah merencanakan dan melaksanakan apakah dirinya bisa istiqomah. Kekhawatiran ini terjawab ketika justru ada jama’ah yang menginginkan. Maka dimulailah mengajar iqro’ pada pagi hari, yang tadinya dalam satu minggu sekali yaitu pada hari Ahad, kemudian berkembang dan dilaksanakan setiap pagi hari. Mengapa dapat dilaksanakan, ibadah kepada Allah dimulai dengan tuntutan kewajiban untuk melayani orang lain, rasa tanggung jawab terhadap manusia akan mendorong konsistensi dan aktifasi kegiatan.

2. Mengaca kepada orang yang lebih shalih.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi Rasulullah SAW pernah berkata bahwa Allah akan mencatat menjadi pribadi yang syukur dan sabar, bila didalam urusan agama senantiasa melihat kepada orang yang diatasnya, kebalikannya dalam urusan dunia melihat kepada orang yang dibawahnya. Setiap muslim dalam menegakkan dan menjalankan perintah agama mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri, setelah menjalankan ibadah maghdhah, ibadah yang bersifat wajib dan fardhu ada yang lebih menekankan pada ibadah sosial misalnya infaq dan shadaqah, ada yang menekankan pada puasa sunnah, shalat sunnah, shalat berjama’ah, mencari ilmu, zikir dan amalan amalan Islam lainnya. Dengan demikian kesalihan akan terpancar pada pribadi masing-masing orang tersebut.

3. Mengajar adalah salah satu upaya untuk.
Mengajar adalah menjadi guru dan guru berarti digugu dan ditiru. Guru yang bijak adalah yang dapat menjadi teladan, dapat mencontohkan, memberi contoh dan dapat dicontoh. Sehingga seorang guru hendaknya mempunyai jiwa integritas dimana antara keyakinan, ucapan lisan dan keilmuannya membentuk suatu perilaku yang shalih. Maka dengan mengajar akan mengingatkan pada diri sendiri bahwa dalam setiap gerak-geriknya akan diawasi oleh orang lain, sehingga bila pada suatu saat mengajarkan untuk berbuat baik namun karena sedang khilaf sehingga terjerumus pada perilaku yang tidak baik, maka orang lain atau anak asuh atau para jamaahnya akan menjadi pengerem dalam perbuatan yang tidak baik.

4. Berupaya untuk mengamalkan ajaran agama dimulai dari dirinya bsendiri, dimulai dari hal-hal yang kecil dan dimulai dari sekarang.
Diri sendiri menjadi pangkal dan motivasi untuk mengajak pada orang lain, setiap hal yang besar dimulai dari hal-hal yang kecil, dan waktu sekarang adalah pangkal untuk mengawali setiap perbuatan. Ingatlah bahwa orang akan melihat apa yang telah dilakukan bukan apa yang dikatakan. Perilaku akan mempunyai peran yang besar dari pada perkataan. Karena banyak orang yang pandai berkata namun sedikit karya. Bahkan dalam setiap hal dalam menyelesaikan masalah yang penting bicara, bukannya bicara yang penting-penting saja.

5. Selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih.
Bila berada ditanah suci selalu termotivasi untuk beribadah karena tujuan utama adalah untuk beribadah. Begitu pula perkumpulannya bersama-sama orang yang sedang merindukan untuk beribadah secara maksimal. Maka bila ditanah air dapat berkumpul dengan orang shalaih niscara akan terdorong untuk meningkatkan ibadah.

Begitulah bahwa penyandang haji mabrur akan menjadi kenyataan bila dapat mengimplementasikan ajaran Islam secara kaffah. Imannya iman yang sudah tertanam senantiasa dihiasi dengan amal ibadah.

12/26/2014

Uang Bisa Membuat Orang Bahagia tapi Bukan Karena Uang Menjadi Bahagia



Dari judul di atas bila dicermati dan dibaca berulang-ulang, sekilas sama. Namun sesungguhnya mengandung pengertian yang berbeda. Bila mengatakan “uang bisa membuat orang bahagia”, mungkin setiap orang tidak ada yang menyangkalnya. Karena bisa berangkat kerja ke kantor atau berangkat ke sekolah, baik menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum. Semuanya memerlukan syarat yaitu harus membayar dengan uang. Jadi uang menjadi sarana untuk memperoleh sesuatu yang bisa menjadikannya bahagia.

Tapi bukan karena uang menjadi bahagia, dari ini terkandung makna bahwa kebahagiaan itu dapat diraih bukan karena uang semata, karena bila demikian akan terjadi pendewaan terhadap uang, “karena uang menjadi bahagia”. Sekalipun uang bukan segala-galanya, namun uang senantiasa dicari. Berbagai macam upaya ditempuh, untuk mengangkat prestise dan status sosial yang lebih baik.

Ada orang yang memandang orang lain, karena mempunyai pekerjaan yang mapan, jabatan yang tinggi, penghasilan yang banyak, tentu mereka sangat bahagia. Orang memandang yang demikian ini karena memandang bahwa apapun yang diinginkan bisa dibeli dengan uang. Rumah megah, kendaraan mewah, perhiasan dan accessoris rumah yang serba wah apapun bisa diperoleh. Berhentikah dia pada titik klimak telah bahagia?

Pernah salah seorang teman saya mengatakan, bahwa ketika anak-anaknya suka dengan makan telor asin maka dibelikan telur asin itu sebanyak-banyaknya, sehingga anak-anaknya tidak mau makan. Bahkan untuk melihatpun terasa sudah bosan. Pernah anak-anaknya suka makan pitza, maka dibelikan pitza sebanyak-banyaknya sampai hilang keniktannya. Ketika anak-anaknya ingin makan dengan ayam goreng maka dibelikan ayam goreng sebanyak-banyaknya hingga bosan dan tidak mau makan lagi.

Mengapa anak-anaknya bosan dan mengapa dibelikan sebanyak-banyaknya.karena orang tuanya adalah orang yang berada, punya banyak uang dan sangat cinta kepada anak-anaknya. Suatu saat teman saya ada pekerjaan di luar kota, sehingga sudah menjadi kebiasaan ketika mau pulang harus menyiapkan oleh-oleh bagi keluarganya yang ada di rumah. Biasa yang dibeli adalah makan yang menurut dirinya enak dan harganya mahal. Setelah sampai di rumah oleh-oleh diberikan kepada anak-anak ternyata hanya dibuka kemudian ditinggal pergi. Tidak ada yang mau makan. Bahagiakah dia?

Akhirnya sampai pada keputusan, bila suatu saat pergi keluar kota tidak akan membeli oleh-oleh lagi, percuma karena tidak ada yang mau makan. Bahagiakah dia? Ternyata teman saya ada pekerjaan di luar kota lagi, cukup lama 10 hari pisah dengan keluarganya, anak dan istri yang tercinta dan orang tua yang dimuliakan, saudara-saudara dan tetangga yang senantiasa berkumpul bersosialisasi dan berinteraksi bersama. Pada waktu ada kesempatan teman saya diajak berjalan-jalan ke super market oleh teman-temannya. Dia melihat teman-temannya ada yang memilihkan pakaian untuk anak dan istrinya, makanan untuk oleh-oleh keluarganya. Dia ingin seperti teman-temannya. Namun di dalam hati bertanya, bila anak dan istrinya dibelikan pakaian takut tidak cocok, dibelikan makanan tidak dimakan. Bahagiakah dia?

Bila teman-temannya berbelanja dengan uangnya dia merasa bahagia dan ingin membahagiakan keluarga yang ditinggalkan. Namun bagi teman saya ternyata uang tidak membuatnya bahagia, karena dengan uang kadang teman saya itu disalahkan, istrinya sering bilang “kalau beli mbok ya jangan seperti ini, jangan yang warna ini”, belum lagi istrinya mengatakan mahal, boros tidak bisa menawar dan lain-lain. Bahagiakah dia dengan yang dimiliki?

Teman saya itupun ketika pulang, ditengah perjalanan menyaksikan para petani yang sedang duduk-duduk di pematang sawah, berteduh pada beberapa lembar daun pisang. Nampak dari kejauhan makan dan minum dengan lahapnya. Berapa gaji yang diperoleh pada hari itu tidak ada seperlima gaji teman saya. Namun mengapa teman saya itu makan direstoran tapi ternyata tidak senikmat petani yang makan di pematang sawah tadi. Bahagiakah dia?

Tiada rasa malu, takut, ragu memungut sampah ditengah kerumunan

Kadang orang memandang hina pekerjaan yang menurut dirinya hina, seperti menjadi pemulung, mencari rumput, menanam padi, mencangkul, pengasong, kuli bangunan, pekerja pabrik, tukang tambal ban, tukang tambal baju dan sebagainya yang menurutnya pekerjaan hina dan rendahan dengan gaji yang sedikit. Tentu tidak membuatnya bahagia. Benarkah demikian?

Ada seorang laki-laki yang setiap hari berjalan tertatih-tatih mengais rizki, dengan mengumpulkan sampah. Tidak peduli dia sedang berada ditengah-tengah orang yang sedang bergembira-ria, dia tidak malu, tidak takut, semuanya dilakukan dengan biasa. Bahagiakah dia? Bisa saja dia lebih bahagia dari pada orang yang seperti sedang bahagia. Sesungguhnya kadang orang tidak jujur terhadap dirinya sendiri, sedang susah pura-pura bahagia, sedang menangis pura-pura tertawa. Namun sesungguhnya kebahagiaan itu tidak bisa dimanipulasi, kebahagiaan ada di dalam hati.

Karena itu jangan menunggu mempunyai uang yang banyak baru bahagia, namun berhagialah maka akan memperoleh uang yang diinginkan. Jangan menunggu ikhlas untuk bersedekah namun bersedekahlah maka akan menjadi ikhlas. Jangan mengaharapkan memperoleh rizki yang melimpah ketika tidak mau bersedekah.

Selagi nyawa masih melekat pada jasadnya, tak ada orang yang mengharapkan mendapat petaka sehingga hidupnya menjadi susah, setiap orang ingin hidupnya bahagia. Maka untuk mewujudkannya diperlukan usaha dan perjuangan secara terus-menerus. Kebahagiaan harus diupayakan. Maka bila bahagia itu jika ukuranya telah mempunyai hp terbaru, maka harus mencari uang untuk mendapatkannya. Tetapi sampai berapa saatkah akan merasa bahagia, karena, ternyata seiring berjalannya waktu akan merasa bosan. Demikian pula bila kebahagiaan itu bisa diraih setelah mempunyai mobil mewah dan rumah megah. Ternyata suatu yang pada awalnya dikagumi kemudian menjadi hal yang biasa.

Itulah bila kebagaian itu ukurannya jika telah terpenuhi hajat hidupnya dalam wujud materi, maka semakin lama bukannya semakin cinta namun justru akan usang dan tidak menarik lagi. Lain halnya bila kebahgaiaan itu, karena ingin semakin dekat dengan sang Khaliq, maka disinilah puncakkebahagiaan ketika telah merasakan kehadiran Allah pada dirinya, sehingga kecintaannya akan selalu tumbuh dan berkembang.
Ketika orang lain pada siang hari makan dan minum dengan sepuasnya, namun justru dirinya berupaya untuk menahan diri sehingga berpuasa. Ketika mendengar penggilan azan segera mendatangi tempat shalat dan menegakkan shalat dengan berjamaah, padahal orang-orang tetap sibuk dengan urusannya masing-masing. Ketika pada malam hari orang-orang tidur dengan nyenyaknya, namun dia senantiasa bangun malam, meninggalkan tempat tidur dan segera mengambil air wudhu kemudian menegakkan shalat lail. Ketika melihat orang-orang bekerja menumpuk harta untuk keperluannya, namun dirinya senantiasa menyisihkan haknya bagi fuqara’ masakin.

Segala tuntunan Allah bila senantiasa dilaksanakan, maka akan mendatangkan kebahagiaan. Dan kebahagiaan ini bersifat subyektif tergantung pada pengalaman spiritualnya masing-masing. Dalam agama Islam semua bentuk ibadah mempunyai keutamaan/ fadhilah. Siapakah yang akan mendapatkan fadhilah kecuali mereka yang mau melaksanakan. Akan memperoleh keutaman shalat malam bila mau menjalankan shalat malam. Maka bagi muslim yang menghabiskan waktu malam untuk tidur maka tidak akan memperoleh fadhilah shalat malam.

12/11/2014

Naik Dihujat Turun Membuat Iba



Perubahan musim dari musim kemarau menjadi musim hujan, dimana-mana menimbulkan musibah dan bencana. Musibah dan bencana itu diantaranya adalah banjir dan tanah longsor, semua ini disebabkan karena luapan air hujan yang berlebihan. Tanah yang sudah lama tidak tersiram air hujan, menyebabkan tanah menjadi kering dan pecah-pecah, hingga ketika turun hujan tanah langsung menyerap air hujan.

Bila serapan air ini berada ditanah yang lapang tentu tidak menimbulkan masalah, namun bila serapan itu berada pada tebing dan tanah yang berbukit-bukit maka mudah sekali terjadi banjir dan tanah longsong. Apalagi bila pohon-pohon ditebang dan diganti dengan tanaman yang bersifat musiman maka akan terjadi tanah longsor dan banjir. Apalagi kebiasaan masyarakat yang suka membuang sampah disembarang tempat, sampah organik maupun yang anorganik kadang menjadi biang terjadinya banjir. Bagaimana tidak, bantaran, sungai dan selokan yang seharusnya steril dari sampah, namun tempat tersebut dipenuhi dengan sampah atau tersumbat oleh sampah maka akan terjadi sumbatan yang menyebabkan banjir.

Sekalipun pemerintah telah menyediakan TPA namun ternyata kebiasaan masyarakat yang kurang baik. Ketika naik kendaraan dengan bebas membuang plastik dan botol aqua disembarang tempat. Sungai sebagai tempat mengalirnya air tetapi kadang sungai dijadikan sebagai tempat untuk menghanyutkan sampah. Membuang limbah pabrik, limbah rumah tangga dan limbah-limbah yang lain.

Dampak tanah longsor
Bagi para pengendara kendaraan bermotor akan menimbulkan kemacetan, dari kemacetan ini akan menimbulkan keterlambatan menuju ketempat kerja. Parjalanan yang seharusnya ditempuh 30 menit, maka akan menjadi 1 jam sampai 2 jam. Ketika terjadi kemacetan, semua orang ingin melaju lebih cepat, mendahului yang lain. Maka bila terdapat celah untuk melaju ternyata kendaraan yang berada didepannya macet. Maka orang yang di belakang akan terus membunyikan klakson.

Pernah terjadi ketika ada seorang pengendaraan kendaraan motor, dia berjalan disamping bus yang cukup besar, disana ada celah untuk melaju namun dia nampaknya ragu. Dan dibalik keraguan itu tersembunyi perasaan takut dan malu. Satu sisi ketika akan melaju takut terjatuh dan bila tetap berhenti dibelakang banyak kendaraan yang mengantri, seakan dari kemacetan itu dirinya juga menambah sebab kemacetan tersebut.

Para pengendara yang dibelakang, seakan-akan menghujat kenapa tidak mau menyalip, pengendara motor berupaya untuk mencoba, dengan menarik gas namun dia tetap ragu tidak mau berjalan. Dalam keraguan itu dia kemudian mengambil keputusan. Sungguh amat terkejutnya para pengendara yang berada di belakangnya, ternyata pengendara kendaraan bermotor itu memboncengkan istri dan dua orang anak seusia kelas 5 SD. Semua berlindung dalam mantol jas hujan yang ketulan saat itu baru saja hujan lebat. Pengendara bermotor berupaya untuk manjalankan motornya, istri dan dua anaknya berjalan karena jalannya cukup terjal dan licin, seorang anak terpeleset kemudian jatuh.

Orang-orang yang di belakang yang tadinya menghujat, mengklakson, dan berkata yang macam-macam kemudian terdiam dan melaju dengan menunjukkan kehati-hatian. Selamat-selamat semoga tetap selamat.

10/23/2014

Melaksanakan Hak Seorang Muslim Yang Tidak Dapat Diwakilkan

Manusia merupakan makhluk dua dimensi yaitu dimensi lahir dan dimensi batin sehingga setiap usaha manusia juga berorientasi pada dua hal yaitu duniawi dan ukhrowi. Kehidupan dunia adalah merupakan lahan untuk meraih kehidupan abadi di akhirat. Karena kehidupan dunia adalah fana, kehidupan dunia penuh dengan tipu muslihat, sehingga Allah SWT melalui para rasulnya memberikan petunjuk pada manusia untuk meraih kesempurnaan hidup. Tanpa petunjuknya kehidupan manusia akan mengalami kehancuran. Kebenaran dan kesalahan akan dikalahkan dengan kekuatan, dan dengan kekuatan ini akan berkuasa. Karena itu dengan kekuasaan itu terjadi pertumpahan darah, siapa yang kuat dialah yang berkuasa. Bila hal ini terjadi maka tidak ada keadilan. Yang salah bisa menjadi benar yang benar bisa menjadi salah. Campur-aduk kehidupan manusia kebenaran dan kebatilan bercampur.

Setelah para rasul menyampaikan risalahnya, mengatur tata kehidupan manusia, memberikan petunjuk, penerangan, janji dan ancaman atas segala perbuatan manusia. Bagaimanakah seharusnya manusia berbuat dan apa dampaknya kelak di akhirat. Namun ternyata kehidupan manusia sering menuruti kemauannya sendiri, menuruti hawa nafsu. Dengan demikian bagi orang-orang salih yang tdak merasakan keadilan di dunia, tidak mendapatkan kebahagiaan di dunia dia masih mempunyai harapan untuk memperoleh keadilan kelak di hari qiyamat.

Untuk mendapatkan ini manusia melakukan hak dan kewajibannya sebagai makhluk Tuhan, makhluk pribadi dan makhluk sosial. Dalam kehidupan di dunia manusia secara pribadi menjadi bagian dari masyarakat, karena itu tidak ada manusia yang hidup hanya tergantung pada dirinya sendiri. Kehidupan manusia adalah merupakan rantai kehidupan, yang antara bagian-bagiananya saling membutuhkan, saling menguatkan dan saling ketergantungan. Untuk mewujudkan kesempurnaan hidup ini, Rasulullah Muhammad SAW memberikan pedoman tentang hak-hak yang harus dipenuhi oleh manusia selaku makhluk sosial.

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ قَالَ : " حَقُّ الْمُسلِمِ عَلَى الْمُسلِمِ خَمْسٌ ، رَدُّ السَّلامِ، وَعِيادَةُ الْمَرِيْضِ، وَاِتْبَاعُ الْجَنَاِئِز، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ" متفق عليه.

“Dari Abu Hurairah RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: "Hak seorang muslim atas muslim lainnya itu ada lima perkara yaitu menjawab salam, menengok orang sakit, mengikuti janazah-janazah yang akan dimakamkan, memenuhi undangan dan menjawab doa orang yang bersin." (Muttafaq 'alaih)

Dari kelima hal ini ada beberapa hak yang membutuhkan kehadiran secara pribadi dan ada yang dapat diwakilkan. Perlu kita ketahui bahwa hubungan sosial didalam masyarakat dapat diimplementasikan sebagai wujud rasa empati atau sebagai wujud rasa syukur turut berbahagia. Terhadap saudara-saudara yang membutuhkan empati seperti menengok dan mendoakan orang yang sedang sakit, bertakziyah terhadap keluarga yang meninggal, berempati ketika saudaranya terkena musibah tanah longsor, banjir, kecelakaan lalu lintas dan lain-lainnya. Hal ini merupakan wujud rasa empati yang membutuhkan kehadiran secara pribadi. Karena kehadiran ini bermakna untuk meringankan beban atau menghibur kepada orang-orang yang baru saja terkena musibah.

Disamping itu dengan kehadiran secara langsung akan bermanfaat untuk menjernihkan emosi, meluluhkan hati yang keras, dan menumbuhkan rasa syukur kepada Allah SWT. Ketika menengok orang yang sedang sakit, seseorang akan merenungi betapa besarnya nikmat sehat yang sedang dirasakan, menambah rasa syukurnya kepada Allah. Karena sesungguhnya ketika salah seorang anggota keluarga sakit maka seluruh keluarga juga akan merasakan sakit. Dari hidup yang teratur menjadi berantakan, makan, minum, tidur yang teratur menjadi menjadi tidak teratur. Ketika sehat dapat tidur bersama-sama dalam satu rumah, namun ketika sakit harus dirawat di rumah sakit dan salah satu atau seluruh keluarga harus berjaga di rumah sakit. Demikian pula dalam bekerjapun menjadi tidak fokus.

Inilah sekelumit tentang hal-hal yang berkenaan dengan orang yang sakit. Belum lagi sakit secara ekonomi, karena betapa besar dana yang dikeluarkan untuk pembiayaan dalam rangka untuk meraih kembali predikat sebagai pribadi yang sehat. Hal-hal yang demikian dapat dirasakan ketika mau menengok orang yang sakit. Karena itu ketika mendengar teman atau saudara yang sakit, apakah menengoknya dapat diwakili?

Yang kedua bertakziyah dari keluarga yang meninggal dunia. Kematian adalah rahasia Allah, kematian akan menjemputnya baik ketika sakit atau sehat, ketika tua maupun muda, susah atau senang, sedang sendiri atau bersama-sama orang lain, sedang beribadah atau sedang maksiat. Kematian adalah suatu batas manusia untuk beramal ibadah kepada Allah secara langsung. Karena itu ketika bertakziah akan merenungi, tentang makna hidup dan kehidupan yang sedang dijalani. Apakah dengan umur yang panjang itu telah digunakan untuk menambah ketaatannya kepada Allah SWT atau justru sebaliknya.

Demikian pula ketika bertakziah akan menemui keluarga yang ditinggalkan, dalam kondisi berduka. Bagaimanakah keadaannya orang yang ditinggalkan oleh orang yang dicintai dan mencintai. Sungguh hal ini akan menjadi pemandangan yang memilukan. Sehingga hati orang yang tertakziah akan menjadi luluh, yang keras menjadi lunak, yang takabur akan menjadi tawadhuk dan kondisi-kondisi positif lain yang akan diperoleh bila benar-banar ikut bertakziyah. Apakah hal ini dapat diwakilkan?

Masih sama untuk mewujudkan rasa empati, yaitu menengok kepada orang-orang yang terkena musibah. Musibah adalah suatu keadaan yang tidak diinginkan kehadirannya namun tetap datang menghampiri. Dan musibah akan mengenai siapapun, bila menengok orang yang terkena kecelakan lalu lintas maka akan menumbuhkan sikap berkati-hati dijalan raya, bila melihat orang yang tekena banjir dan tanah longsor maka akan muncul kesadaran untuk tidak membuang sampah disembarang tempat dan melakukan penebangan secara liar. Kondisi inipun juga akan dirasakan bila menengok secara langsung. Lalu apakah dapat diwakilkan?

Didalam kehidupan masyarakat ada tuntunan untuk saling mengunjungi diantara teman atau saudara, misalnya membangun rumah, baru mendapatkan anak, melangsungkan pernikahan, khitan. Ini menjadi hak bagi setiap muslim untuk merasakan turut berbahagia. Kondisi mereka bahagia maka menjadi hak untuk menghadirinya namun bila mempunyai kegiatan yang lain bisa jadi diwakilkan. Dengan mengucapkan selamat melalui ucapan selamat atau dengan lainnya. Dari itu musibah dan anugerah adalah sesuatu yang melekat pada diri manusia, terhadap musibah kita berempati dan terhadap anugerah kira turut berbahagia.

Pernah kita menjumpai, ketika mendengar atau melihat teman atau saudara terkena musibah, kematian dan sakit tidak datang menjenguknya. Namun hanya berempati dengan menitipkan amplop berisi uang empati atau bila berada dalam komunitas desa, kantor, kota, RT, RW dan organisasi mengatakan cukup perwakilan saja. Apakah rasa empati dan duka dapat diwakilkan? Bagaimanakah bila hal ini menimpa pada dirinya sendiri. Ikhlaskah bila dalam kehidupan masyarakat termasuk orang yang supel, gaul dan merasa dekat dengan semua orang. Namun ketika menerima musibah dan cobaan ternyata hanya beberapa orang saja, cukup diwakilkan oleh ketua atau pimpinannya saja. Sungguh setiap kehadiran dalam suatu kedukaan akan menjadi obat bagi orang-orang yang terkena musibah. Hanya diri sendirilah yang merasakan demikian. Tentunya tidak ada orang yang mengharapkan empati dari orang lain, karena lebih baik memberi empati dari pada diberi, lebih baik menengok dari pada ditengok, lebih baik membantu dari pada dibantu, lebih baik menyumbang dari pada disumbang.

10/19/2014

Larangan Berburuk Sangka Terhadap Sesama Makhluk Ciptaan Allah

Ada seorang tetangga desa, dia termasuk orang yang dalam aktifitas sehari-hari memang tergolong orang yang sangat rajin, ulet, cermat dan disiplin. Sebut saja namanya Fulan, dia adalah seorang pendatang yang menikah dengan penduduk desa tersebut. Sebelum orang-orang di desa beraktifitas dia sudah pergi ke sawah untuk mencangkul yang kelak akan disiapkan untuk menanam padi. Tanah yang dikelolapun adalah tanah yang dibeli dengan sistem kontrak.

Disamping bekerja dengan tekun, beliau juga bisa menerapkan panca usaha tani mulai dari pembibitan padi, dengan memilih biji yang berkualitas, pengolahan lahan yang bagus untuk pemenuhan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah, pengairan yang cukup, pemupukan untuk pemenuhan unsur hara, pemberantasan hama/penyakit agar tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Semua kegiatan ini dilakukan ini tidak biasa dilakukan oleh orang-orang desa pada umumnya. Karena orang-orang desa hanya melakukan secara tradisional.
Disamping bertani, dia bersama istrinya juga membuka warung kelontong, yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat. Dan kiosnyapun selalu ramai dikunjungi orang-orang yang akan berbelanja. Pak Fulan belum puas dengan aktifitas yang dilakukan, dia tidak mau membiarkan waktu berlalu begitu saja, sehingga setiap waktu selalu dimanfaatkan untuk bekerja dan berkarya, pada waktu siang hingga petang dia berkeliling dari desa ke desa untuk menjual beraneka macam kain untuk bahan pakaian. Namun karena masyarakat desa yang terkadang tidak mempunyai dana tunai maka pembayaranpun dilakukan secara kredit.

Bisa kita bayangkan  kondisi ekonomi dia, sungguh berbeda dengan orang-orang desa pada umumnya, dia memiliki rumah yang besar, lantainya bersinar, halaman rumahnya luas serta ornamen yang sangat indah. Pada tahun 1980 an TV adalah sesuatu yang sangat berharga, hanya orang-orang tertentu yang memiliki. Televisi pada waktu itu hanya mampu menangkap siaran TVRI, setiap sore hingga malam hari rumahnya selalu dikunjungi orang-orang yang bermaksud mau menonton acara TVRI.

Kisah yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, bahwa dia melakukan usaha dengan melakukan kegiatan yang tidak wajar. Ada yang mengatakan bahwa dia mempunyai “prewangan”, dia memelihara tuyul, dia mengunakan guna-guna dan sebagainya. Begitulah terkadang orang tidak dapat belajar dari sekelilingnya. Bahwa untuk memahami ayat-ayat Allah manusia dapat belajar dari ciptaan Allah. Bagaimanakah tanaman pisang, bambu yang akan berkembang dengan baik dan memperoleh hasil yang memuaskan bila anakannya ditengkarkan atau dipisahkan dari induknya. Sehingga di tempat yang baru akan berkembang dengan baik. Pak Fulan adalah pendatang sehingga dia akan lebih maksimal bekerja di daerah yang baru.

Dari kisah itu terus berkembang, bisa jadi pak Fulan dan keluarganya telah mendengar desas-desus yang berkembang di masyarakat. Namun dia tidak ambil pusing, karena apa yang dilakukan tidak merugikan orang lain, dia berpandangan orang-orang banyak yang iri tetapi tidak mau mengaca diri dan tidak membandingkan kinerjanya dengan dirinya. Seandainya orang-orang desa dapat belajar darinya tentu akan memperoleh hasil yang lebih baik, bahkan kesejahteraan hidupnya akan semakin meningkat. Bukankah ahli hikmah pernah berkata “man jadda wajada” siapa yang bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan.

Masyarakat desa yang selalu berburuk sangka dalam kehidupan dunia tidak mengalami perubahan, bahkan sekalipun dia penduduk asli desa namun yang menjadi tuan adalah orang yang pendatang. Ekonominya lebih maju, status sosial semakin meningkat, prestise dan reward dari masyarakat semakin meningkat. Dari ini jelas terlihat balasannya bagi orang-orang yang suka menghibah, ucapannya justru kembali pada dirinya sendiri dan yang dihibah memperoleh pahala sehingga usahanya semakin meningkat.

Sesungguhnya sikap berburuk sangka ini adalah suatu perbutan yang dilarang oleh Allah, hal ini sesuai dengan QS Al Hujurat ayat 12 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”

Larangan Allah yang disampaikan pada ayat tersebut:
  1. Berburuk sangka karena hal ini termasuk dosa besar.
  2. Jangan mencari-cari kesalahan orang.
  3. Jangan menggunjing/ menghibah.
Larangan Allah ini disampaikan kepada orang-orang yang beriman, jadi bila mengaku dan mengikrarkan diri sebagai orang yang beriman hendaknya dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tersebut. Dan bila terpaksa melakukan hal tersebut hendaknya bertobat kepada Allah. Dimensi tobat adalah merenungi perbuatan dosa yang telah dilakukan dan menyesali, tidak akan melakukan perbuatan dosa yang serupa pada kesempatan yang lain, tobat akan mengganti perbuatan salah dengan perbuatan yang baik.
Begitu besarnya dosa dari perbuatan berburuk sangka Rasulullah SAW mengatakan:

وَعَنْ أَبي هُريْرةَ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَسُوْلُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : " إيًاكُمْ والظَّنَّ ، فَإنَّ الظَّنَّ أكذَبُ الحَدِيثِ ، ولا تحَسَّسُوا ، ولا تَجسَّسُوا ولا تنافَسُوا ولا تحَاسَدُوا ، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَروُا ، وكُونُوا عِباد اللَّهِ إخْواناً كَما أمركُمْ . اَلْمُسْلِمُ أخُو الْمُسْلِمِ ، لا يظلِمُهُ ، ولا يخذُلُهُ ولا يحْقرُهُ (رواه البخاري ومسلم)

"Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "jauhilah olehmu sekalian berprasangka, karena sesungguhnya prasangka itu sedusta-dusta pembicaraan, serta janganlah kamu sekalian meraba-raba dan mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kamu sekalian saling berdebat, saling menghasut, saling membenci dan saling membelakangi, tetapi jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang diperintahkan kepadamu. Orang Islam yang satu adalah saudara orang Islam yang lain, ia tidak boleh menganiaya, menghinanya dan mengejeknya”. (HR.Buchari Muslim)

Abu Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada Umar bin Khattab, bahwa Abu Mihjan As Saqafi minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya. Maka pergilah Umar hingga masuk ke dalam rumahnya, tetapi tidak ada orang yang bersama Abu Mihjan itu kecuali seorang laki-laki, Abu Mihjan sendiri. Maka berkatalah Abu Mihjan: "Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu karena Allah telah melarangmu dari mencari-cari kesalahan orang lain". Kemudian Umar keluar dari rumahnya.

Dan Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain, dan yang dinamakan ghibah atau bergunjing itu ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak di tempat itu baik sebutan atau dengan isyarat, karena yang demikian itu, menyakiti orang yang diumpatnya. Dan sebutan yang menyakiti itu ada yang mengenai, keduniaan, badan, budi pekerti, harta atau anak, istri atau pembantunya, dan seterusnya yang ada hubungannya dengan dia.

Sesungguhnya perbuatan, mengumpat, menghibah, menghasut, mencari-cari kesalahan orang lain adalah merupakan perbuatan yang tercela, akhlaqul madzmumah. Suatu perilaku yang hendaknya dijauhi, disingkirkan bahkan dibuang jauh-jauh. Perilaku tersebut disamping merugikan orang yang bersangkutan, yang karenanya nama baiknya akan hilang, dikucilkan orang lain bahkan usahanya kadang mengalami kendala. Ternyata perbuatan tersebut juga merugikan diri sendiri. Dari segi rohani berarti hatinya sakit dan harus diobati, karena bila tidak segera diobati akan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Disamping itu doa orang yang dianiaya adalah salah satu doa yang maqbul. Perbuatan tersebut juga menyita waktu, tenaga dan fikiran sehingga kadang melalaikan perbuatan-perbuatan baik lainnya. Sekalipun orang tersebut senang mealukan amal perbuatan yang baik namun dia akan menjadi orang yang muflish (bangkrut), karena amal ibadahnya berkurang dan digantikan dengan dosa dari orang yang fitnah, digunjing, dianiaya dan sebagainya. Bahkan pahala bisa jadi akan hilang sama sekali. Bila sudah demikian tiada harapan lagi masuk ke dalam surga Allah SWT.

9/15/2014

Ikhlas, Dapat Menuntaskan Pekerjaan Melebihi Target



Pada suatu saat saya kedatangan seorang teman, pada hari itu mukanya tampak berseri-seri, nampak ada tanda-tanda kepuasan dalam dirinya. Memang pada hari itu tidak seperti biasanya dia curhat pada saya tentang suatu apapun, datang dengan muka masam, buram, seakan ada beban yang menghimpitnya. Belum sempat saya bertanya, ternyata teman saya itu mengawali ceritanya terlebih dahulu. Bahwa sejak pagi hingga siang dan petang, ketika berada ditempat kerja dirinya mau berbenah-benah rumah. Dimana rumahnya yang baru saja direhab, peralatan rumahnya banyak yang berantakan, ada almari pakaian, almari buku, rak sepatu, rak piring sampai pada bekas pintu dan jendela dan peralatan-peralatan lainnya.

Dari sekian banyak perlengkapan rumah yang disimpan dan akan digunakan lagi. Dia berharap dapat memindahkan almari pakaian atau membongkar papan dan pekas jendela dan pintu yang ditumpuk. Terasa pekerjaan itu sangat berat, dimana dalam sehari dia bekerja dan pulang sampai rumah pukul 17.00 baru saja istirahat dirumah, harus mandi dan segera berangkat ke musholla untuk shalat maghrib kemudian dilanjutkan mengajar anak-anak hingga waktu shalat Isya’. Selesai shalat Isya’ pulang ke rumah untuk makan dan bercengkrama dengan keluarga, walaupun pikirannya terpecah karena ada dua hal, menyelesaikan salah satu atau kedua-duanya. Mengajak anak-anaknya tidak mungkin karena mereka masih kecil-kecil, mengajak istrinya juga terasa tidak mungkin, disamping istrinya juga capek seharian telah bekerja dan biasanya istrinya susah untuk bersama-sama bekerja, biasanya ada alasan ini dan itu yang tidak logis.

Dengan perasaan yang terpaksa dan bekerja yang dipaksakan, dia berupaya untuk menahan diri untuk tidak banyak kata, tidak marah dan tidak tergesa-gesa. Dia berupaya menurut kemampuannya, bila dapat diselesaikan ya syukur kalau tidak bisa, besok masih ada waktu. Dalam hati dia meneguhkan, bahwa sesuatu yang besar itu berawal dari sesuatu yang kecil. Pekerjaan yang berat dan besar tidak akan dapat diselesaikan kalau hanya dipikirkan. Apalagi hanya marah-marah yang justru akan manghabiskan energy, bahkan kadang bisa menimbulkan penyakit yang sama sekali tidak disangka-sangka.

Dengan mengawali membaca “Bismillahirrahmanirrahim”, dia segera bergegas berganti pakaian kerja tak lupa memakai topi. Walaupun waktunya sudah cukup malam tetapi sekan-akan waktu pagi hari, dia bersemangat untuk bekerja, satu pekerjaan berupaya untuk diselesaikan. Dia mengatakan, pada waktu itu dia cukup terhibur dimana ketika sedang membongkar tumpukan papan jendela dan pintu, ditengah tengah terdapat cindil tikus, tidak tanggung-tangung jumlahnya ada sembilan. Dia berkata “masya-Allah” pantas saja cepat sekali perkembangannya. Dua minggu lagi dia pasti menjadi anak tikus yang siap bereaksi menjadi musuh para petani, termasuk ibu rumah tangga, karena sering merusak dan memangsa apapun yang dapat dimangsa.

Papan, bekas djendela dan pintu satu persatu diangkat ternyata tidak sampai hitungan jam dapat diselesaikan. Dalam hati dia berkata “ternyata hanya segini”, tidak ada perasaan capek sedikitpun. Begitu selesai dia segera membenahi dan membersihkan tempat sekelilingnya. Dalam hatinya lega ternyata pekerjaan yang tadinya hanya satu saja dapat diselesaikan ternyata telah siap untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain.

Kaki segera melangkah pada almari pakaian, satu tumpukan demi tumpukan pakaian diangkat dan dikeluarkan untuk selanjutnya ditempatkan pada lantai yang telah digelar tikar terlebih dahulu. Setelah pakaian semua dikeluarkan. Dengan pelan dan pasti dia mengambil keset lalu diletakkan dua kaki alamari. Lalu almari didorong, pelan-pelan almari dapat pindah posisi masuk pada kamar tidur yang telah disiapkan. Setelah almari baju bertempat pada posisi yang dikehendaki, pakaian kembali diangkat dan dimasukkan kembali ke dalam alamari. Dua pekerjaan ternyata dapat diselesaikan, dia berfikir untuk dapat membersihkan atau mengepel lantai yang terasa benyak debunya. Tanpa berfikir terlalu lama kaki segera malangkah mengambil pel dan pembersih lantai berikut ember berisi air. Ternyata pekerjaan ini dapat diselesaikan. Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar, mengapa pekerjaan ini dapat diselesaikan bukan hanya satu atau dua pekerjaan yang dapat dieselesaikan, tetapi tiga pekerjaan secara berturut-turut dapat diselesaikan.

O, begitu, kataku kepadanya. Pantas saja kamu nampak puas dan bahagia. Saya kira kamu baru saja dapat bonus atau rapelan begitu. Dia berkata lagi, “tidak kawan, ternyata kebahagiaan, kepuasan itu kadang tidak karena uang dan tidak dapat diukur dengan uang, apakah ini namanya bekerja dengan ikhlas ya?

Itulah bahwa bekerja dengan ikhlas akan membuahkan kepuasan dan kebahagiaan. Yang berat akan terasa ringan, yang sulit akan terasa mudah. Karena itu seandainya kehidupan ini telah diwarnai dengan keikhlasan yakin akan penuh dengan ketenangan, kedamaian, kemakmuran dan kesejahteraan serta memperoleh ridha dari Allah. Walaupun sering kali keikhlasan itu harus dipaksakan, keikhlasan harus diperjuangkan, dan keikhlasan memerlukan pengorbanan.

7/01/2014

Tips Atasi Kantuk Untuk Raih Keutamaan Bulan Ramadhan




Bulan Ramadhan adalah bulan yang istimewa, karena ibadah pada bulan tersebut Allah SWT melipatgandaan pahala, hal ini sebagaimana sabda rasul:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللهُ تَعَالَى: إِلَّاالصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِيْ وأَنا أَجْزي بِهِ (رواه مسلم

Setiap amal perbuatan anak Adam-yakni manusia itu, yang berupa kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya dengan sepuluh kalinya sehingga tujuhratus kali lipatnya."Allah Ta'ala berfirman: "kecuali puasa, karena sesungguhnya puasa itu adalah untuk-Ku (Allah) dan Aku (Allah) akan memberikan balasannya. (HR. Muslim)

Kebiasaan sebelum bulan Ramadhan tidur lebih awal, bangun lebih akhir pada bulan ini berbalik tidur lebih akhir bahkan hingga larut malam dan bangun lebih awal yakni sebelum waktu imsya’. Mengapa melakukan yang demikian ini, hal ini tidak lain karena ingin menggapai keutamaan bulan suci Ramadhan. Ingin merubah kebiasaan buruk, ingin menggapai rahmat dari Allah, sehingga berkeinginan untuk melaksanakan ibadah-ibadah sunnah yang tidak pernah dilakukan pada bulan yang lain. Shalat tarowih dan witir, tadarus Alquran, shalat hajat, shalat tasybih, menghadiri majlis taklim, mengikuti pesantren kilat dan kegiatan-kegiatan positif lainnya. Hal ini bila dilakukan dengan penuh keikhlasan dan semata-mata mengharapkan ridha Allah maka amal perbuatan ini akan dilipatkan pahalanya hingga tuhuh ratus kali. Dan seburuk-buruk perbuatan baik yang dilakukan maksudnya melakukan perbuatan baik tetapi masih bercampur dengan perbuatan buruk lainnya, misalnya menegakkan shalat tetapi belum dapat menjaga kekhusukan hal ini tentu saja akan dilipatkan pahalanya namun tidak mencapai tujuh ratus derajat, mengeluarkan infaq dan shadaqah tetapi belum ikhlas tentu saja berpahala namun tidak mencapai tingkatan tertinggi.

Bagi orang-orang yang beriman senantiasa berupaya memanfaatkan moment puasa Ramadhan untuk selalu berlomba didalam melakukan kebaikan. Bahkan puasa Ramadhan dijadikan sebagai wahana untuk menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan, “Barang siapa yang menunaikan puasa dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dari maka Allah akan menghapuskan dosa-dosa yang telah dilakukan” (Hadits). Dengan demikian tidak pernah meluangkan waktu kecuali hanya untuk beribadah kepada Allah.

Harapan kadangkala tidak selaras dengan kenyataan, ketika dorongan telah muncul ternyata kebiasaan dan stamina menjadi penghambat untuk mewujudkan harapannya. Nafsu Mutmainnah yang bersih, bercampur baur dengan dorongan hawa nafsu, sehingga kadangkala hawa nafsu lebih mendominasi amal ibadah. Sehingga norma dan kaidah Islam tidak pernah dijalankan, sekalipun sudah mengetahui segi-segi manfaatnya tetapi masih belum tergetar jiwanya untuk mengikuti petunjuk Allah.demikian pula stamina tubuh yang tidak memungkinkan untuk memanfaatkan seluruh waktu untuk beribadah kepada Allah. Rasa ngantuk yang tak tertahankan sehingga menghambat untuk berbuat dan beramal shalih karena itu saya sampaikan beberapa tips untuk menghilangkan rasa kantuk:

1. Berwudhu, karena dengan wudhu akan memunculkan kesegaran pada muka dan organ-organ yang telah dibilas dengan air.
2. Mandi, karena dengan mandi akan menciptkan kesegaran seluruh tubuh.
3. Tidur sambil duduk, yaitu tidur tidak ditempat tidur, tatajaafa ‘anil madlaaji’ (jauhkan punggung dari tempat tidur). Ketika kepala bergoyang kedepan, kekanan atau kekiri secara spontan akan membangkitkan syarat sehingga mata akan terbuka. Dan walaupun baru sekejab memejamkan mata namun telah merasa cukup. Lain kali bila tidur ditempat tidur maka akan semakin terlelap.
4. Bila terpaksa harus tidur, maka usahakan jangan tidur ditempat yang sepi, sehingga semakin merasa nyaman untuk berbaring ditempat tidur.
5. Makan dari makanan yang bergizi, kurangi makanan yang banyak mengandung minyak (makanan yang digoreng), karena akan mengurangi nafsu makan.
6. Bila diperlukan minum vitamin untuk menjaga keseimbangan daya tahan tubuh.
7. Makan dan minum secara cukup dan secukupnya, cukup dalam arti kandungan kalori dan secukupnya dalam arti tidak berlebihan. Ingat bahwa didalam tubuh manusia mengandung makanan, air dan oxygen.
8. Berjalan-jalan, berolah raga dan menghirup udara segar

Itulah bahwa tidak ada kesuksesan kecuali dilakukan dengan perjuangan dan tiada perjuangan kecuali dengan pengorbanan. Berkorban untuk meninggalkan kesenangan-kesenangan dunia dan kebiasaan yang tidak baik, beralih untuk menjadi lebih baik. Kesuksesan orang yang berpuasa adalah mencapai derajat tertinggi, yaitu la’allakum tattaqun. Sungguh beratnya untuk meninggalkan kebiasaan-kebiasaan setiap hari yang kurang baik, padahal sudah mengetahui ending-nya. Namun belum mau untuk berubah, keyakinan didalam hati bisa menjadi sumber kekuatan, man jadda wajada siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai keberhasilan.