10/28/2014

Pangkas Jam Karet Dari Keterlambatan Menuju Kesuksesan

Jam karet bukanlah merupakan hasil perkembangan teknologi, karena teknologi merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia untuk memecahkan problematika kehidupan. Coba sejenak kita renungkan, ketika pada zaman tahun 1970 an atau zaman sebelum itu, bagaimanakah umat Islam Indonesia yang akan melaksanakan rukun Islam yang kelima yaitu ibadah haji ke Mekah dan Madinah. Untuk bisa sampai ke tanah suci mereka melakukan perjalanan darat dan laut selama berbulan-bulan. Tetapi pada saat ini cukup bisa ditempuh pada tempo sehari atau dua hari. Mengapa demikian, karena manusia telah dapat menciptakan teknologi, yaitu perjalanan dengan menggunakan pesawat terbang. Dan tentunya dari hasil teknologi ini ada yang berdampak positif dan juga negative. Yang positif bila hasil teknologi digunakan untuk mewujudkan keamanan, kedamaian dan kesejahteraan manusia. Namun bila teknologi itu disalahgunakan maka akan terjadi kehancuran dan akan menimbulkan malapetaka dan penderitaan umat manusia.

Jam karet merupakan kebiasaan yang sudah membudaya, adanya kebiasaan yang tidak menepati waktu yang telah ditentukan. Baik itu dalam kegiatan, rapat, diskusi, musyawarah, muktamar, upacara, peringatan hari besar Islam dan lain-lain. Misalnya kegiatan rapat dari panitia sudah mengantisipasi bahwa bila undangan jam 09.00, maka rapat akan dimulai jam 09.30-10.30. Dari panitia penyelenggarapun sudah mengatisipasi bahwa undangannya ada 2 macam, pertama untuk peserta umum dan kedua untuk para pejabat. Dengan kebiasaan ini, maka setiap orang ketika menerima undangan akan hadir melebihi dari waktub yang telah ditentukan. Bisa jadi seandainya rapat dimulai jam 09.00 maka berangkat dari rumah atau dari tempat kerja jam 09.00, jadi sampai tujuan pasti akan terlambat. Yang lebih aneh lagi ketika sudah sampai tujuanpun peserta yang lain juga belum hadir.

Inilah bahwa jam karet itu adalah budaya untuk mengulur-ulur waktu dan tidak menepati waktu yang telah ditentukan. Mengapa hal ini terus membudaya, apakah manfaatnya dan madharatnya? Untuk menjawab ini, pernah suatu saat ada rapat di suatu kantor pemerintahan, dimana peserta rapat adalah para pimpinan unit satuan kerja. Termasuk diundang pula seorang dokter kandungan, yang biasanya melakukan proses operasi, sudah berapa bayi dan ibunya yang diselamatkan dari maut. Pada waktu itu undangan rapat dimulai jam 09.00, pak dokter datang lebih awal dari waktu yang telah ditentukan, dan menunggu hingga jam 09.30 ternyata rapat belum ada tanda-tanda akan dimulai. Dokter bilang kepada peserta disebelahnya, “Bila operasi seperti ini maka sudah berapa nyawa melayang, berapa ibu dan anaknya yang tidak tertolong”.

Selain pak dokter ternyata masih ada keluh kesah peserta rapat yang lain, dia berkata “waktu menunggu ini seandainya saya gunakan untuk mengerjakan tugas saya yang lain tentu akan berkuranglah tugas saya, atau tugas saya yang hampir selesai jadi terbengkelai karena menunggu rapat ini”. Dan tentu saja masih banyak kisah-kisah yang lainnya. Memang dengan kebiasaan menunda-nunda pekerjaan ini maka pekerjaan lain akan terbengkelai, pekerjaan akan sulit untuk diselesaikan sesuai dengan waktu yang tekah ditentukan.

Ternyata bahwa mengulur-ulur waktu menjadikan rapat tidak efektif lagi, karena undangan yang diharapkan para pimpinan satuan unit kerja, namun kemudian menugaskan kepada stafnya untuk mewakili. Bila jam karet banyak mendatangkan kerugian mengapa tetap dibudayakan. Karena itu sistemlah yang harus dirubah, disetiap pemerintahan atau swasta, kantor, dinas, instansi, badan dan lembaga serta satuan unit kerja memerlukan keteladanan. Maka kunci pokok penggerak system adalah para pimpinan itulah.

Pernah ada seorang pejabat pemerintah, seorang birokrat, beliau merupakan pribadi yang konsisiten terhadap waktu. Sehingga beliau selalu hadir sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Ternyata para pejabat yang di bawahnya dan juga para staf memahami kebiasan pejabat tersebut sehingga bisa mengikuti. Disinilah bahwa figur pemimpin yang dapat menjadi teladan bagi diri sendiri dan orang lain.

Imam Ghozali pernah menyampaikan 6 pesan kepada murid muridnya:

  1. Di dunia ini apa yang paling dekat dengan diri kita, murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman dan kerabatnya. Imam Ghozali membenarkan tatapi sesungguhnya yang paling dekat adalah kematian. Kematian adalah rahasia Ilahi, tak seoarang makhlukpun yang bisa mengetahui kapan ajalnya itu tiba. Karena itu sebaik-baik manusia yang siap dengan datangnya kematian dengan mencari bekal akherat yaitu dengan memperbanyak amal ibadah kepada Allah SWT.
  2. Di dunia ini apakah yang paling jauh dengan diri kita. Para muridnya ada yang menjawab negeri cina, bulan, matahari dan bintang bintang. Beliaupun membenarkan, tetapi sesungguhnya yang paling jauh dari diri kita adalah masa lalu. Karena masa lalu adalah masa yang tidak akan dapat kembali semakin lama maka akan semakin jauh. Karena itu apapun yang telah diukir pada masa sekarang dan waktu kemarin adalah masa yang amat jauh. Masa yang tidak akan dapat diraihnya kembali.
  3. Di dunia ini apakah yang paling besar. Para muridnya ada yang menjawab gunung, bumi dan matahari. Beliau membenarkan tetapi sesungguhnya yang paling besar adalah hawa nafsu. Hawa nafsu yang tidak bisa dikendalikan maka akan menjerumuskan dirinya ke azab siksa api neraka. Hawa nafsu ibarat api yang membakar kayu bakar, semakin lama dibiarkan maka akan semakin memabara dan akan mengabiskan seluruh kayu bahkan yang ada disekelilingnya akan menjadi rusak bahkan bisa menjadi musnah.
  4. Di dunia ini apakah yang paling berat. Para murusnya ada yang menjawab baja, besi dan gajah. Beliau membenarkan tetapi sesungguhnya yang paling berat adalah mengemban amanah. Mengapa karena amanat adalah sesuatu yang harus dipertanggungjawabkan.
  5. Di dunia ini apakah yang paling ringan. Para muridnya menjawab kapas, angin, debu dan dedaunan. Beliau membenarkan tetapi sesungguhnya yang paling ringan adalah meninggalkan shalat. Karena sedikit mempunyai kesibukan, sedikit menirima nikmat, sedikit menerima cobaan lalu lupa dengan kewajiban menegakkan shalat. Pada shalat adalah penentu segala amal perbuatan manusia, bila shalatnya baik maka yang lain akan menjadi baik, bahakan amal yang kelak akan ditanyakan oleh Allah di hari qiyamat adalah amal shalatnya.
  6. Di dunia ini apakah yang paling tajam. Para muridnya serentak menjawab pedang. Beliau membenarkan tetapi sesungguhnya yang paling tajam adalah lidah. Pepatah mengatakan lidah lebih tajam daripada pedang. Sekali salah bicara maka akan terjadi mala petaka. Ada adu domba, hasat, fitnah adalah pekerjaan lidah yang tidak bisa terkendali.
Jadi jelaslah bahwa bila mengingat pesan Imam Ghazali ini amanat adalah sesuatu yang berat. Menjadi pemimpin berkaitan erat dengan amanat dan setiap amanat akan dimintai pertanggungjawaban, baik oleh yang memberikan amanat di dunia maupun besok di hari qiyamat. Karena itu bila ingin menjadi pemimpin maka siaplah untuk menjadi contoh dan di contoh. Siapa yang akan merubah sistem kalau bukan komitmen bersama yang diawali dari keteladanan para pemimpin.

Sebenarnya pengharagaan terhadap waktu adalah karena motivasi yang teramat besar untuk meraih kesuksesan, pelaksanaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang lain akan berakses positif bila semua kegiatan dapat dilaksanakan secara sistematis. Karena begitu pentingnya penghargaan terhadap waktu, maka Allah SWT sebagai pencipta, pemelihara, pengatur, penguasa seluruh alam bersumpah dengan waktu.

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al Ashr: 1-3)

Pernahkah kita merenungkan bahwa semua makhluk Allah diberikan waktu yang sama sehari semalam 24 jam. Mengapa kondisinya berbeda-beda, ada yang sangat menghargai waktu sehingga kehidupannya Nampak lebih sejahtera dan bahagia. Namun ada juga yang membiarkan waktu berlalu begitu saja sehingga kondisi kehidupannya amat memprihatinkan, jangankan untuk makan besok untuk hari ini saja merasa kesulitan untuk memperolehnya. Mengapa bisa demikian, diantaranya karena waktu yang tidak diefektifkan.