10/14/2014

Mewujudkan Generasi Mukmin Yang Kuat Dalam Iman dan Taqwa

Kita pernah bahkan sering mendengar orang mengatakan “jadilah pribadi yang kuat”, karena dengan pribadi yang kuat kelak akan meninggalan generasi yang kuat pula. Sekarang yang menjadi pertanyaan “kuat dalam bidang apakah itu”? Kuat dalam bidang fisik, rohani, materi, ekonomi, sosial, nafsu atau kekuatan-kekuatn yang lainnya.

Hukum alam telah membuktikan dalam usia kurang dari 40 tahun usia yang sangat membanggakan. Bagaimanakah setelah usia 40 tahun, seandainya masih perkasa tentu keperkasaannya sudah mulai berkurang, setelah usia 50 tahun ingin mengenang peristiwa-peristiwa di usia produktif, hasrat masih bergelora namun fisik kadang sudah tidak memungkinkan. Karena otot-otot yang dahulu kuat dan kencang sudah mulai mengendur dan berkurang kekuatannya. Apalagi bila usia 60 tahun keatas tentunya jangan berhayal untuk menjadi muda kembali.

Suatu perenungan, sering kita menyaksikan orang yang mempunyai tubuh yang kuat, atletis bahkan body language, kadang dengan tubuh yang kuat itu banyak orang yang menjadi kagum, segan, takut dan lainnya. Sampai umur berapa tahunkah tubuh yang perkasa itu akan tetap dibanggakan dan menjadi kebanggaan.

Usia-usia ini hanya bisa mengenang masa-masa yang lalu dengan membuka-buka album, tanda jasa, piagam dan sebagainya. Namun bersyukurlah menjadi pribadi yang mempunyai kenangan manis yang dapat dibanggakan dan anak cucunya dapat membanggakannya. Ternyata keperkasaan, kekuatan, kecantikan, ketampanan dan bentuk tubuh lainnya akan hilang seiring perjalanan waktu yang tidak bisa diundur kembali. Rasulullah SWT pernah mengatakan: “bukanlah keperkasaan itu orang yang dapat mengalahkan musuh-musuhnya tetapi keperkasaan itu orang yang dapat mengendalikan nafsunya ketika sedang marah”. Ternyata kekuatan fisik kelak akan menjadi lemah bahkan akan hilang sama sekali. Bagaimanakah bila kuat dalam bidang ekonomi dan harta. Allah telah mengatakan bahwa harta dan anak itu adalah merupakan perhiasan dunia, harta dan anak bisa menjadi anugerah dan kadang menjadi fitnah.

Setiap jasad yang masih bernyawa tidak akan pernah lepas dari masalah, dengan masalah hidup akan terasa lebih aktif dan dinamis. Tentunya bila dapat bersikap dewasa ketika menghadapi masalah. Dan bagi orang yang beriman akan yakin bahwa setelah kematianpun juga akan dihadapkan dengan masalah. Kehidupan di alam barzah adalah pengadilah dari Sang Khaliq yang tidak akan ada dusta dan kepalsuan, semua akan berjalan menurut amal yang telah dilakukan. Karena itu jadilah pribadi yang kuat.

Harta akan menjadi anugerah, bila dengan harta kekayaan yang dimiliki senantiasa bersyukur. Orang yang bersyukur disamping memegang teguh kaidah syar’i, bahwa dari sebagaian kecil harta yang dimiliki adalah terdapat hak-hak bagi orang-orang miskin. Sehingga dengan dasar syar’i muncul kesadaran untuk berzakat, infaq dan sedekah. Namun kadang juga bersyukur dengan munculnya getaran didalam hati untuk memberikan empati kepada siapapun yang kondisinya berada dibawah dirinya. Dengan mendermakan harta yang dimiliki ini justru akan semakin menambah kenikmatannya, namun demikian bersedekah itu tidak semata-mata melalui harta dan kekayaan, melainkan juga dapat dilakukan dengan memberikan teori-teori atau pengetahuan yang dapat bermanfaat positif bagi sesama, misalnya memberikan ide atau trik pada forum media sosial atau sejenisnya.

Dalam Qur’an Surat Ibrahim ayat 7 yang artinya“ Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih".
Sebaliknya dengan harta akan menjadi bencana dan malapetaka, harta merupakan titipan, amanah dan anugerah.

Didalam Alquran telah disampaikan bagaimanakah Qarun yang hidup pada zaman nabi Musa. Dia mengatakan bahwa harta itu adalah segala-galanya, harta diperoleh karena usahanya sendiri, karena itu menjadi haknya sendiri. Tidak ada aturan harta adalah pemberian Allah dan terdapat hak bagi orang-orang miskin. Sehingga akhirnya harta membawa bencana bagi dirinya. Adakah pada zaman sekarang harta menjadi Tuhan. Apapun bisa diperoleh dengan harta, pangkat, jabatan, isteri, rumah, kendaraan mewah, perhiasan, melancong ke luar negeri dan sebagainya? Ternyata hal yang demikian terkadang tidak berlangsung lama. Bisa jadi kebahagiaan yang selalu diidam-idamkan setelah memperoleh alat untuk meraih kebahagiaan (harta) namun ternyata berakhir dengan penderitaan dan bencana.

Ingat bahwa ekonomi yang kuat tidak akan menjamin kebahagiaan yang abadi bila tidak menyandarkan pada aturan Ilahi. Dalam Islam ada amal yang akan menjamin kebahagiaan abadi yaitu shadaqah jariyah, sekalipun seseorang telah meninggal dunia tetapi tetap bisa menumpuk pahala. Amal yang demikian ini hanya dapat dilakukan oleh orang-orang yang mampu yang hatinya telah terbuka dan menyadari bahwa pada sebagian harta yag dimiliki terdapat hak-hak bagi orang-orang miskin.

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ وَفِـيْ كُـلٍّ خَـيْـرٌ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada mukmin yang lemah, dan pada keduanya ada kebaikan”. (HR. Muslim, Ahmad, Ibnu Majah, Nasai)

Dunia ini diciptakan oleh Allah dengan aneka warna, bentuk, wujud dan jenisnya. Ada besar ada kecil, ada panjang ada pendek, ada bulat ada lonjong, ada putih ada hitam, ada yang tinggi ada yang pendek, ada yang miskin ada yang kaya, ada yang pandai ada yang bodoh, ada yang bagus ada yang buruk dan sebagainya. Semua yang ada di alam merupakan Sunnatullah. Jika Rasul mengatakan bahwa mukmin yang kuat adalah lebih dicintai Allah dari pada mukmin yang lemah, namun bukan berarti bahwa mukmin yang lemah tiada berguna. Ternyata rasul mengatakan bahwa diantara keduanya ada baiknya.

Secara kasat mata bahwa orang yang kuat adalah para pejabat, pengusaha, para bos dan lainnya, dan yang lemah adalah rakyat jelata. Dari yang berpenghasilan pas-pasan sampai yang tidak berpenghasilan sama sekali. Orang yang berpenghasilan pas-pasan, bila disuruh bekerja apapun tentu mau (bagi yang mempunyai pemahaman dan kesadaran beragama pada hal-hal yang tidak bertentangan dengan agama). Dan pekerjaan ini tentu tidak dilakukan olah para aghniya’. Contohnya tukang sampah, buruh bangunan, tukang tambal ban, pemulung tentu hanya dilakukan oleh orang-orang tertentu, dan keberadaan mereka dirasakan bisa memberi manfaat bagi orang lain.

Jadilah mukmin yang kuat dalam iman, karena dengan iman dan keyakinan yang kuat dan teguh akan membentuk moralitas yang baik. Setiap mu’min dalam setiap gerak langkahnya akan disandarkan pada kekuasaan Allah, kapanpun dan dimanapun berada selalu berhati-hati dalam bertindak karena adanya keyakinan bahwa Allah selalu mengetahui segala geraak-gerik, amal perbuatan hamba-Nya. Bahkan dalam setiap amal perbuatan hambanya kelak akan dimintai pertanggungjawaban disisi-Nya. Karena itu dengan keyakinan ini akan memunculkan akhlaqul karimah dan amal perbutan terpuji.
Iman yang masih rapuh dalam kondisi apapun tidak pernah memperhatikan halal-haram, merugikan orang lain atau tidak yang penting menguntungkan diri-sendiri. Bahkan bila termasuk dalam kategori orang yang mendapat kemuliaan berupa harta, pangkat dan jabaan yang bagus tidak menyadari bahwa semua itu merupakan amanat sehingga banyak disalahgunakan. Apalagi orang-orang yang hidupnya selalu dalam kondisi kesulitan. Sesungguhnya kebahagian atau kesusahan, anugerah atau musibah merupakan ujian dari Allah. Dan Allah tidak akan menguji hamba-Nya kecualimenurut kesanguupannya.