11/24/2013

Kisah Teman Lamaku, Tidak Semena-mena Terhadap Sesama Hidup


Pada suatu malam, hp saya berdering, dan ketika saya lihat ternyata nomor tersebut tidak terdaftar dalam hp-ku. Saya panasaran, saya angkat lalu bicara dengan memulai saya mengucapkan salam “assalamu’alaikum” dan dijawab”wa’alaikum salam”. Ternyata yang ngebel adalah teman lama saya yang sudah 25 tahun tidak berjumpa. Dia menyatakan bahwa kelak dalam minggu ini mau kerumah saya, karena dia dulu pernah kerumahku. Dan tertarik dengan udara di kampung yang asri, udara sejuk, angin sepoi-poi, suara gemericik air dan suara burung berkicau saling sahut-sahutan.

Temanku yang sudah 25 tahun tidak bertemu telah memperoleh sukses hidup di kota besar, kehidupan yang bising, panas dan karakter masyarakat yang jauh berbeda dengan masyarakat pedesaan. Dimana di desa bila ada orang asing datang akan menyapa dengan senyuman dan mengajak untuk mampir kerumahnya. Sungguh situasi yang jarang ditemukan di masyarakat perkotaan. Bayang-bayang yang demikian sehingga mengundang minat temanku untuk berlibur ke desa.

25 tahun adalah waktu yang cukup lama , karena ketika dahulu bertemu masih berumur 18 tahun maka sekarang masing-masing telah berusia 43 tahun. Usia kematangan dan kemapanan, matang dalam arti cara berfikir dan kontrol emosinya, mapan dalam arti hidupnya telah mapan, masing-masing telah mempunyai tempat tinggal dan penghasilan. Dan tentu saja masing-masing telah mempunyai anak. Benar juga ketika temanku datang pada malam hari, suasana malam tidak seperti dahulu yang masih gelap-gulita, penerangan dengan menggunakan senthir atau lampu teplok, dengan suara jangkrik saling bersahutan, dan terdengar suara burung hantu yang menakutkan, terasa seram dan seakan ada unsur-unsur mistik. Ternyata sekarang suara-suara telah berganti dengan suara tv dengan chanel yang bermacam-macam.

Temanku masih mempunyai kebiasaan seperti dahulu, pada pagi hari setelah shalat subuh langsung jalan-jalan pagi, sambil menghirup udara segar. Temanku bertanya kenapa tidak terdengar suara burung lagi seperti dahulu. Aku jawab, burung-burung yang dahulu berkicau saling bersahutan sekarang sudah bermigrasi ke pasar. Temaku bertanya “lo kenapa ke pasar”. Ya, burung-burung sekarang ditangkap lalu dikarantina pada sangkar burung. Di pasar burung sangat ramai dengan kicauan beraneka macam burung, bahkan burung-burung tersebut, sekarang sudah banyak yang tinggal di gedung-gedung bahkan di pertokoan. Burung-burung itu sekarang sudah diperjualbelikan, ada yang ingin mengkoleksi berenaka macam jenis burung, ada yang sekedar ingin melestarikan suara-suara burung untuk memperoleh suasana alami ketika berada di rumah.

Begitulah, bahwa sekarang habitat alami sudah tidak bisa hidup di alam bebas, mereka hidup dalam kunglungan sangkar. Walaupun mereka dipenuhi makanannya yang menurut penelitian ahli nutrisi, ternyata pakan buatan lebih bagus karena mengandung nutrisi yang lengkap. Benarkah demikian, kita tidak tahu apa sebenarnya kehendak burung. Mereka senang atau susah, karena manusia tidak mengetahui bahasa burung. Ketika para burung berkicau dengan merdunya, manusia tidak mengetahui sebenarnya mereka sedang bahagia atau susah, sedang menangis atau sedang tertawa. Sedangkan manusia yang bisa bicarapun kadang mereka menangis, tetapi memangisnya karena bahagia, manusia tertawa, namun tertawanya karena stres atau sekedar menghilangkan kepenatan.

Pada suatu saat ketika, aku bersama dengan temanku yang baru pulang dari Semarang, didalam bus ada kenalan dalam bus yang bercerita tentang burung. Nampaknya orang ini senang memelihara burung. Bukan sekedar untuk hiburan, namun burung sudah dijadikan sebagai kebanggaan, bahkan investasi. Karena burung-burung itu yang berharga cukup tinggi, katakanlah cucakrowo, perkutut, murai dan banyak jenis-jenis burung kicau lainnya. Dia begitu antusias dan sangat bersemangat bila bercerita tentang burungnya. Dia bercerita walaupun memelihara burung dengan menyedikan makanan buatan untuk burung, namun masih menyediakan makanan alami burung tersebut. Maksudnya adalah makanan asli burung pada habitat alamnya. Karena dialam bebas mereka tidak mengenal yang namanya pakan pelet. Yang ada hanyalah jenis serangga, buah-buahan dan jens sayur-sayuran. Dia bilang amat berdosa bila tidak menyediakan makanan alami bagi burung-burung piaraannya. Saya dengan temanku belum berkomentar dia memperkuat argumennya lagi.

Sesungguhnya burung-burung itu pada dasarnya juga sangat merindukan pakan alaminya.
Tetapi dibalik kehebatan dan kepeduliannya, ternyata dia memelihara burung satu sangkar hanya seekor saja dan kebanyakan yang dipelihara burung yang jantan. Itupun satu sangkar yang pas-pasan, burung tidak bisa terbang dengan leluasa, punya sayap namun tidak dapat digunakan untuk terbang bebas. Saya sekedar bertanya mengapa burung-burung itu mau berkicau, bersedih, gembira atau? Laki-laki itu berkata sesunggunya burung-burung itu sedang birahi, dia berkicau karena sedang menarik perhatian sang betina. Kalau begitu amat berdosanya, tahu bahwa dia sedang birahi namun dikekang terus nafsunya. Bagaimanakah bila terjadi pada anda selaku manusia. Karena ada laki-laki yang tidak cukup dengan satu istri sehingga melakukan poligami.

Begitulah kehidupan di dunia yang telah diciptkan oleh Allah dalam bentuk berpasang-pasangan. Karena dengan berpasang-pasangan ini akan terjadi keseimbangan hidup. Bagi tumbuhan, bagaimanakah bila ada putik tapi tidak ada serbuk sari. Padi, jagung, gandum sebagai sember makanan pokok bila tidak penyerbukan maka tidak akan menghasilkan biji-bijian. Apalagi hewan hanya satu jenis saja, jantan saja atau betina saja maka tidak akan ada perkembangbiakan. Maka habitat alam akan musnah. Bila tidak ada keseimbangan alam, maka akan terjadi malapetaka. Contohnya bagaimanakah segerombolan monyet atau harimau yang masuk ke perkampungan penduduk untuk mencari mangsa. Karena di habitat alam telah kehabisan makanan. Sehingga mereka masuk ke kampung dan memakan apapun yang diperolehnya. Salah siapakah bila manusia diserang binatang buas.

Marilah bermuhasabah, karena sebaik-baik nanusia yang mau meneliti kekurangan dirinya, mengakui kesalahannya dan berusaha tidak mengulang kesalahan yang sama dalam waktu berbeda serta mau memperbaiki kesalahan dan kekurangannya. Seandainya Sulaiman-Sulaiman (Nabi Sulaiman) yang dapat mengetahui bahasa binatang hidup pada masa sekarang niscaya tidak akan terjadi kesewenang-wenangan terhadap sesama makhluk.

Pengandaian ini tidak akan terjadi, namun implementasinya akan terlaksanakan manakala manusia mau berempati, bukan hanya terhadap sesama manusia namun hendaknya dengan sesama hidup. Tapi yang jadi masalah lagi, terkadang terhadap manusia saja sering terjadi kesewenang-wenangan, memperkosa hak hidup orang lain. Dengan hal ini hendaknya kita dapat berfikir bahwa setiap kejadian akan kembali pada dirinya sendiri. Bila tidak secara langsung maka akan memakan waktu yang cukup lama, atau bisa juga penderitaan dan kesengsaraan akan diterimakan pada anak dan keturunannya. Karena sesungguhnya tidak ada satupun amal perbuatan manusia yang lepas dari pengawasan Allah, dicatat dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban.
“ Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. Dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. Al Zalzalah: 7-8)

Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk pada hamba-Nya yang beriman dan bertaqwa pada jalan yang diridhai-Nya, amin.