10/19/2014

Larangan Berburuk Sangka Terhadap Sesama Makhluk Ciptaan Allah

Ada seorang tetangga desa, dia termasuk orang yang dalam aktifitas sehari-hari memang tergolong orang yang sangat rajin, ulet, cermat dan disiplin. Sebut saja namanya Fulan, dia adalah seorang pendatang yang menikah dengan penduduk desa tersebut. Sebelum orang-orang di desa beraktifitas dia sudah pergi ke sawah untuk mencangkul yang kelak akan disiapkan untuk menanam padi. Tanah yang dikelolapun adalah tanah yang dibeli dengan sistem kontrak.

Disamping bekerja dengan tekun, beliau juga bisa menerapkan panca usaha tani mulai dari pembibitan padi, dengan memilih biji yang berkualitas, pengolahan lahan yang bagus untuk pemenuhan unsur hara dan memperbaiki struktur tanah, pengairan yang cukup, pemupukan untuk pemenuhan unsur hara, pemberantasan hama/penyakit agar tidak mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Semua kegiatan ini dilakukan ini tidak biasa dilakukan oleh orang-orang desa pada umumnya. Karena orang-orang desa hanya melakukan secara tradisional.
Disamping bertani, dia bersama istrinya juga membuka warung kelontong, yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat. Dan kiosnyapun selalu ramai dikunjungi orang-orang yang akan berbelanja. Pak Fulan belum puas dengan aktifitas yang dilakukan, dia tidak mau membiarkan waktu berlalu begitu saja, sehingga setiap waktu selalu dimanfaatkan untuk bekerja dan berkarya, pada waktu siang hingga petang dia berkeliling dari desa ke desa untuk menjual beraneka macam kain untuk bahan pakaian. Namun karena masyarakat desa yang terkadang tidak mempunyai dana tunai maka pembayaranpun dilakukan secara kredit.

Bisa kita bayangkan  kondisi ekonomi dia, sungguh berbeda dengan orang-orang desa pada umumnya, dia memiliki rumah yang besar, lantainya bersinar, halaman rumahnya luas serta ornamen yang sangat indah. Pada tahun 1980 an TV adalah sesuatu yang sangat berharga, hanya orang-orang tertentu yang memiliki. Televisi pada waktu itu hanya mampu menangkap siaran TVRI, setiap sore hingga malam hari rumahnya selalu dikunjungi orang-orang yang bermaksud mau menonton acara TVRI.

Kisah yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, bahwa dia melakukan usaha dengan melakukan kegiatan yang tidak wajar. Ada yang mengatakan bahwa dia mempunyai “prewangan”, dia memelihara tuyul, dia mengunakan guna-guna dan sebagainya. Begitulah terkadang orang tidak dapat belajar dari sekelilingnya. Bahwa untuk memahami ayat-ayat Allah manusia dapat belajar dari ciptaan Allah. Bagaimanakah tanaman pisang, bambu yang akan berkembang dengan baik dan memperoleh hasil yang memuaskan bila anakannya ditengkarkan atau dipisahkan dari induknya. Sehingga di tempat yang baru akan berkembang dengan baik. Pak Fulan adalah pendatang sehingga dia akan lebih maksimal bekerja di daerah yang baru.

Dari kisah itu terus berkembang, bisa jadi pak Fulan dan keluarganya telah mendengar desas-desus yang berkembang di masyarakat. Namun dia tidak ambil pusing, karena apa yang dilakukan tidak merugikan orang lain, dia berpandangan orang-orang banyak yang iri tetapi tidak mau mengaca diri dan tidak membandingkan kinerjanya dengan dirinya. Seandainya orang-orang desa dapat belajar darinya tentu akan memperoleh hasil yang lebih baik, bahkan kesejahteraan hidupnya akan semakin meningkat. Bukankah ahli hikmah pernah berkata “man jadda wajada” siapa yang bersungguh-sungguh akan memperoleh keberhasilan.

Masyarakat desa yang selalu berburuk sangka dalam kehidupan dunia tidak mengalami perubahan, bahkan sekalipun dia penduduk asli desa namun yang menjadi tuan adalah orang yang pendatang. Ekonominya lebih maju, status sosial semakin meningkat, prestise dan reward dari masyarakat semakin meningkat. Dari ini jelas terlihat balasannya bagi orang-orang yang suka menghibah, ucapannya justru kembali pada dirinya sendiri dan yang dihibah memperoleh pahala sehingga usahanya semakin meningkat.

Sesungguhnya sikap berburuk sangka ini adalah suatu perbutan yang dilarang oleh Allah, hal ini sesuai dengan QS Al Hujurat ayat 12 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”

Larangan Allah yang disampaikan pada ayat tersebut:
  1. Berburuk sangka karena hal ini termasuk dosa besar.
  2. Jangan mencari-cari kesalahan orang.
  3. Jangan menggunjing/ menghibah.
Larangan Allah ini disampaikan kepada orang-orang yang beriman, jadi bila mengaku dan mengikrarkan diri sebagai orang yang beriman hendaknya dapat menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan tersebut. Dan bila terpaksa melakukan hal tersebut hendaknya bertobat kepada Allah. Dimensi tobat adalah merenungi perbuatan dosa yang telah dilakukan dan menyesali, tidak akan melakukan perbuatan dosa yang serupa pada kesempatan yang lain, tobat akan mengganti perbuatan salah dengan perbuatan yang baik.
Begitu besarnya dosa dari perbuatan berburuk sangka Rasulullah SAW mengatakan:

وَعَنْ أَبي هُريْرةَ رضي اللَّه عَنْهُ أنَّ رَسُوْلُ اللَّه صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم قال : " إيًاكُمْ والظَّنَّ ، فَإنَّ الظَّنَّ أكذَبُ الحَدِيثِ ، ولا تحَسَّسُوا ، ولا تَجسَّسُوا ولا تنافَسُوا ولا تحَاسَدُوا ، ولا تَباغَضُوا، ولا تَدابَروُا ، وكُونُوا عِباد اللَّهِ إخْواناً كَما أمركُمْ . اَلْمُسْلِمُ أخُو الْمُسْلِمِ ، لا يظلِمُهُ ، ولا يخذُلُهُ ولا يحْقرُهُ (رواه البخاري ومسلم)

"Dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda: "jauhilah olehmu sekalian berprasangka, karena sesungguhnya prasangka itu sedusta-dusta pembicaraan, serta janganlah kamu sekalian meraba-raba dan mencari-cari kesalahan orang lain, janganlah kamu sekalian saling berdebat, saling menghasut, saling membenci dan saling membelakangi, tetapi jadilah kamu sekalian hamba Allah yang bersaudara sebagaimana yang diperintahkan kepadamu. Orang Islam yang satu adalah saudara orang Islam yang lain, ia tidak boleh menganiaya, menghinanya dan mengejeknya”. (HR.Buchari Muslim)

Abu Qilabah meriwayatkan bahwa telah sampai berita kepada Umar bin Khattab, bahwa Abu Mihjan As Saqafi minum arak bersama-sama dengan kawan-kawannya di rumahnya. Maka pergilah Umar hingga masuk ke dalam rumahnya, tetapi tidak ada orang yang bersama Abu Mihjan itu kecuali seorang laki-laki, Abu Mihjan sendiri. Maka berkatalah Abu Mihjan: "Sesungguhnya perbuatanmu ini tidak halal bagimu karena Allah telah melarangmu dari mencari-cari kesalahan orang lain". Kemudian Umar keluar dari rumahnya.

Dan Allah melarang pula bergunjing atau mengumpat orang lain, dan yang dinamakan ghibah atau bergunjing itu ialah menyebut-nyebut suatu keburukan orang lain yang tidak disukainya sedang ia tidak di tempat itu baik sebutan atau dengan isyarat, karena yang demikian itu, menyakiti orang yang diumpatnya. Dan sebutan yang menyakiti itu ada yang mengenai, keduniaan, badan, budi pekerti, harta atau anak, istri atau pembantunya, dan seterusnya yang ada hubungannya dengan dia.

Sesungguhnya perbuatan, mengumpat, menghibah, menghasut, mencari-cari kesalahan orang lain adalah merupakan perbuatan yang tercela, akhlaqul madzmumah. Suatu perilaku yang hendaknya dijauhi, disingkirkan bahkan dibuang jauh-jauh. Perilaku tersebut disamping merugikan orang yang bersangkutan, yang karenanya nama baiknya akan hilang, dikucilkan orang lain bahkan usahanya kadang mengalami kendala. Ternyata perbuatan tersebut juga merugikan diri sendiri. Dari segi rohani berarti hatinya sakit dan harus diobati, karena bila tidak segera diobati akan menimbulkan penyakit-penyakit lainnya. Disamping itu doa orang yang dianiaya adalah salah satu doa yang maqbul. Perbuatan tersebut juga menyita waktu, tenaga dan fikiran sehingga kadang melalaikan perbuatan-perbuatan baik lainnya. Sekalipun orang tersebut senang mealukan amal perbuatan yang baik namun dia akan menjadi orang yang muflish (bangkrut), karena amal ibadahnya berkurang dan digantikan dengan dosa dari orang yang fitnah, digunjing, dianiaya dan sebagainya. Bahkan pahala bisa jadi akan hilang sama sekali. Bila sudah demikian tiada harapan lagi masuk ke dalam surga Allah SWT.