Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk, dengan kesempurnaan penciptaan ini bukan menjadi jaminan bahwa manusia akan menjadi makhluk yang sempurna, hal ini karena manusia mempunyai kompleksitas kehidupan. Manusia bukan malaikat yang mempunyai sifat ketaatan dan tidak pernah melakukan perbuatan yang diluar tugas yang telah diberikan kepadanya. Dalam diri manusia mempunyai sifat
malakut, syaithaniyah dan hayawaniyah. Karena manusia makhluk yang terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Manusia akan menjadi baik dan buruk ketika unsur rohani yang tadinya fitrah telah terpengaruh dengan hal-hal lain. Ketika hal baik mendominasi maka perilaku manusia akan mengarah pada perbuatan baik, bermanfaat bagi orang lain dan dipandang sebagai orang yang berakhlaqul karimah. Namun sebaliknya bila unsur rohaninya didominasi oleh hawa nafsu maka perilaku manusia akan mengarah pada perbuatan buruk, yang bisa merugikan pada diri sendiri dan orang lain.
Allah mengutus para rasul untuk menyempurnakan akhlaq bagi sekalian alam. Rasul mempunyai sifat-sifat tertentu, disamping
shidiq, amanah, tabligh, fathanah. Sifat-sifat ini dimungkinkan dimiliki oleh umatnya, karena rasul menjadi teladhan bagi umatnya. Rasul menyampaikan wahyu Allah untuk disampaikan pada umatnya, karena itu umat diarahkan untuk berakhlaq
Rabbani.
Setiap rasul diutus untuk menyampaikan risalah Allah. Setiap Allah mengutus para rasul pada umumnya kondisi masyarakat yang jauh dari tuntunan Allah, mereka melaksanakan larangan Allah, perintahnya justru tidak pernah dihiraukan. Menyembah kepada Tuhan selain Allah, mabuk-mabukan, minuman keras, berjudi, kawin dengan sesama jenis, mengurangi timbangan, pembunuhan terhadap bayi dan perbuatan-perbuatan lainnya. Rasul dipersiapkan untuk mengajarkan manusia pada jalan yang diridhai-Nya sehingga disamping sifat-sifat diatas, rasul juga mempunyai sifat
maksum. Sifat ini yang tidak dimiliki oleh umatnya. Karena perilaku rasul selalu dibimbing oleh wahyu, sehingga ketika mau melaksanakan perbuatan yang melanggar larangan Allah maka akan segera diingatkan oleh Allah.
Rasul pribadi yang sempurna.
Salah satu wujud kesempurnaan rasul adalah dalam hal beribadah, rasa pengabdian diri pada Allah dilakukan secara total. Bagaimanakah Rasullah Muhammad SAW dalam setiap malam senantiasa menegakkan shalat Lail, suatu saat Siti Aisyah bertanya, mengapa rasul selalu menegakkan shalat lail, kakinya sampai bengkok dan tikar shalat penuh dengan tetesan air mata. Bukankan rasul sudah dijaga dari perbuatan tidak baik dan dijamin masuk surga? Rasul menjawab, afala akunu minassyakirin, apakah aku tidak ingin disebut sebagai orang yang bersyukur?
Rasul menegakkan shalat dan menjalankan perintahnya bukan karena tuntutan dan kewajiban, namun segai wujud rasa syukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan. Dengan penciptaan dalam sebaik-baik bentuk, menusia diberikan kesempurnaan dalam segala sarana penunjang untuk menjaga kesempurnaannya. Panca indra yang sempurna, indah dan menarik, sekalipun manusia berkembang menjadi berjuta-juta tetapi tak satupun manusia yang sama. Semuanya beda, andaikan ada yang sama hanya mendekati kemiripan saja. Kesempurnaan manusia dilengkapi dengan akal, hati dan agama. Sesungguh semua ini disediakan oleh Allah agar manusia menjadi insan yang pandai bersyukur.
Ada orang yang menghitung-hitung pahala yang dilakukan khususnya pada bulan Ramadhan, dimana semua amal ibadah akan dilipatgandakan oleh Allah, jika bertadarus pada bulan Ramadhan satu huruf dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan saja berapa kebaikan yang diperoleh ketika membaca Alquran 1 juz. Apalagi bila satu huruf dilipatgandakan menjadi 700 kebaikan. Berapakah kebaikan yang telah dikumpulkan? Berapakah nilai shadaqah yang telah dilakukan akan dilipatgandakan. Berapakah ibadah shalat akan dilipatgandakan oleh Allah. Hanya Allah yang Maha Tahu, andai disuruh menghitung masih besar manakah dengan karunia Allah yang telah diberikan kepadanya.
Berapakah nilai sehat yang diberikan, bisakah menghitungnya. Berapakah nilai kesempatan hidup dan panjang umur diberikan. Betapa sulit dibayangkan ketika seseorang sedang menikmati kehidupan dengan karier yang sedang menanjak, jabatan yang enak dan penghasilan yang memadai. Hidup rukun dan damai bersama anak dan keluarga, di keluarga dibanggakan, di masyarakat banyak menuai pujian. Tiba-tiba jatuh sakit, berapakah nilai rupiah dihabiskan untuk memperoleh kembali derajat kesehatan.
Yang lebih memprihatinkan bagaimanakah keluarganya ketika dia lebih dahulu dipanggil oleh Allah. Untuk dirinya akan memasuki alam baru yang akan menuai dari segala amal perbuatan yang telah dilakukan. Di alam
Barzah dirinya hanya akan berharap dari tiga hal yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang shalih yang mendoakan kepadanya. Bisakah keluarga yang ditinggalkan akan bangkit dari rasa duka, dan menyadari bahwa harta dan nyawa hanyalah titipan saja?
Tak mudah untuk bangkit dari duka, rasa cinta kasih dari orang yang dicintai yang telah tiada, bagi anak-anak, istri atau suami akan menghadapi tantangan dan kehidupan yang baru. Pendidikan dan keteladanan yang telah diberikan akan menjadi pribadi dalam keluarga yang tangguh. Sebaliknya bila tidak ada pendidikan dan kebiasaan buruk dalam keluarga yang jauh dari kehidupan beragama maka keluarga akan berantakan, ekonomi terpuruk, keluarga yang damai dan sejahtera berubah menjadi pertengkaran dan kekurangan. Tidak adanya nilai-nilai
spiritual dan semangat
religious maka keterpurukan akan semakin parah.
Karena itu kenikmatan yang diberikan oleh Allah dalam penciptaan yang paling sempurna dan pemenuhan kelengkapan hidup tidaklah sebanding dengan amal ibadah yang telah dilakukan. Karena itu pribadi Rasulullah menjadi teladhan, bahwa segala bentuk ibadah yang telah diperintahkan oleh Allah. Kemudian dilaksanakan bukan karena tuntutan suatu kewajiban tetapi sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT.
Pribadi umatnya
Pribadi umatnya cenderung merasa puas dengan ibadah yang telah dilakukan. Banyak diantara kita yang melaksanakan ibadah namun hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Ibadah shalat yang dilakukan hanya aktifitas fisik, shalat belum bisa menghadirkan hati. Nilai-nilai spiritual belum bisa menjadi landasan kehidupan. Banyaknya perilaku yang menyimpang dari aturan hukum dan norma agama, mengapa demikian. Bukankah Negara Indonesia mayoritas penduduk beragama Islam. Inilah esensi dari nilai shalat yang belum bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Mengapa demikian?
Alquran telah menekankan tentang shalat yang khusuk, berapa persen ibadah shalat sudah dilaksanakan dengan khusuk, berapa orang yang telah faham dan berupaya untuk meraih derajat khusuk. Sebagai ilustrasi bagaimanakah ketika sedang menegakkan shalat kemudian digigit nyamuk, rasa gelisah karena gatal dan akan menggaruk-garuk bekas gigitan. Sahabat Ali bin Abi Thalib pada punggungnya terkena anak panah, rasa sakit yang tak terkira. Beliau memerintahkan pada sahabat yang lain agar melepaskan anak panah ketika dirinya sedang shalat. Sungguh ajaib tidak merasakan sakit, dan tidak merasa bahwa anak panah dilepas dari punggungnya.
Ketika khusuk belum belum didapat akan berupaya untuk meraih derajat khusuk atau hanya mengikuti rutinitas. Banyak muslim yang selalu berjuang dan berkurban untuk meraih kekhusukan. Pelatihan shalat khusuk dilakukan, selalu memperbanyak shalat sunnah, keinginan untuk meraih keutamaan shalat berjamaah. Segala bentuk rintangan yang akan menghalangi selalu dilawan sehingga dirinya berada dalam posisi menang. Andai setiap muslim mempunyai dorongan yang demikian niscaya kesempurnaan manusia akan terjaga.
Karena itu untuk menjadi yang terbaik atau terburuk, menang atau kalah manusia dapat mengukirnya, melatih keseimbangan diri, jasmani rohani, mental spritual untuk mengikuti Sunnatullah. Maka jika terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara rasul dengan umatnya adalah menjadi hal yang wajar, karena bila umatnya sama atau lebih baik dari rasulnya tidak ada bedanya rasul dengan umatnya. Sehingga siapakah Rasulullah dan manakah umatnya? Rasul menyampaikan risalah Allah menjadi figur teladhan bagi umat manusia, sedang umat yang mengikuti risalah para rasul. Dari waktu kewaktu selalu berjuang untuk meraih kesempurnaan. Semoga keimanan kita selalu terjaga, seandainya suatu saat keimanan tergadaikan, akan ingat dengan nikmat yang telah diberikan, sehingga ibadah terjaga dalam kondisi ikhlas dan istiqomah.