3/20/2013

Hidup Sesudah Mati


Tiada kata yang lebih indah pada hari ini kecuali kita mensyukuri atas segala kenikmatan yang Allah selalu diberikan pada kita semua. Kenikmatan itu diantaranya adalah nikmat sehat, nikmat iman, nikmat Islam dan nikmat hidup. Namun yang sering terjadi ketika sehat lupa akan nikmat sehat, sehat adalah suatu kondisi yang tak ternilai harganya nyaris tidak berharga ketika tidak merasakan sakit.
Demikian pula nikmat hidup juga lupa bahwa suatu saat akan datang kematian. Semua yang bernyawa pasti akan mati, namun matinya manusia tidak sama dengan matinya golongan hewan dan tumbuhan yang tidak dimintai pertanggungjawaban sisi Allah. Manusia adalah satu-satunya makhluk Allah yang akan mengalami kehidupan berulang-ulang, setelah manusia mati, kelak akan di bangkitkan kembali.
Banyak ayat-ayat Alquran yang mengatakan bahwa kehidupan dunia yang sedang kita nikmati ini adalah kehidupan yang sementara:

Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka Tidakkah kamu memahaminya? (QS. Al An'am: 32)

Sendau gurau maksudnya adalah  kesenangan-kesenangan duniawi itu Hanya sebentar dan tidak kekal. janganlah orang terperdaya dengan kesenangan-kesenangan dunia, serta lalai dari memperhatikan urusan akhirat.


Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau. dan jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala keppadamu dan dia tidak akan memint harta-hartamu. (QS. Muhammad: 36)

Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; Kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning Kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia Ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu (QS. Al Hadid: 20).


Karena kehidupan dunia ini hanyalah sementara, maka kelak manusia akan dibangkitkan kembali dan manusia akan mempertanggungjawabkan atas segala amal perbuatannya. Didalam Alquran surat Al Hajj ayat 7 Allah SWT telah mewartakan kepada kita sekalian.
“…dan sesungguhnya hari kiamat itu pastilah datang, tak ada keraguan padanya; dan bahwasanya Allah membangkitkan semua orang di dalam kubur”(Al Hajj ayat 7)

Hari Qiyamat yang merupakan hari hancur leburnya alam semesta dan akan bergantinya dengan alam yang baru, Rasulullah SAW menggambarkan tentang kedatangan hari Qiyamat sebagaimana jarak antara jari telunjuk dan jari tengah. Sebelum kehancuran alam semesta dan setelah manusia menemui ajalnya maka manusia akan memasuki alam kubur (alam barzah), bagaimanakah keadaaan manusia di alam kubur.
Di alam kubur manusia tidak mempunyai teman kecuali amal perbuatannya masing-masing, sebagimana Rasulullah SAW pernah bersabda:
ان الميت اذا وضع فى قبره انه يسمع خفق نعالهم حين يولون عنه. فان كان مؤمنا, كانت الصلاة عند رأسه والصيام عن يمينه والزكاة عن شماله, وكان فعل الخيرات من الصدقة والصلة والمعروف والاحسان عند رجليه (رواه احمد
“ Sesungguhnya mayit itu setelah diletakkan dalam quburnya, sebenarnya dapat terdengarlah olehnya bunyi suara terompah (alas kaki) orang-orang yang mengantarkannya itu, sehingga mereka jauh meninggalkannya. Apabila mayit itu seorang mukmin (mempunyai keimanan) maka shalatnya itu diletakkan diarah kepalanya, puasa di sebelah kanannya, zakat disebelah kirinya, mengerjakan kebaikan seperti sedekah, mengeratkan hubungan keluarga, perbuatan baik dan keutamaan lain-lain itu diletakkan di arah kedua kakinya.

Amal-amal itulah yang akan menjadi temannya yang siap membelanya, sehingga setiap ada malaikat yang akan menyiksanya dari arah kepala, amal shalat akan menjawab disini tidak ada jalan masuk, dari arah kanan malaikat mau menyiksanya dijawab oleh amal puasa disini tidak ada jalan masuk, dari arah kiri malaikat mau menyiksa dikatakan oleh amal zakat disini tidak ada jalan masuk. Demikian pula dari arah kedua kakinya malaikat mau menyiksa maka amal shalih, diantaranya berupa sedekah, mengeratkan shilaturahim, dan perbuatan baik lainnya, akan mengatakan disini tidak ada jalan masuk.
Bagaimanakah bila mayat itu tidak punya amal shalat, puasa, zakat dan amal shalih lainnya yang selaras dengan perintah Allah dan utusannya. Na’udzubillah min zalik siksa malaikat akan menyiksa dari segala penjuru dengan mudah, segala derita, jerih- payah siksa kubur akan terus dirasakan sampai kelak datangnya hari Qiyamat. Masih beruntung ketika berada didalam kubur sekalipun sedikit masih punyai shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan ada ahlinya yang mau mendo’akan niscaya didalam kubur akan mendapat keringanan siksa. Namun ketika sudah berada di hari qiyamat semua orang akan sibuk memikirkan dirinya sendiri. Mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang sudah dilakukan, tidak ada kedustaan karena semua anggota tubuh manusia akan menjadi saksi.

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya. (QS. Al Isra’: 36)
Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.
Di hari itu, Allah akan memberi mereka balasan yang setimpal menurut semestinya, dan tahulah mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala sesuatu menurut hakikat yang sebenarnya). (QS. Annur: 24-25)

Ketika dunia yang fana ini masih mau ditempati manusia, maka hubungan timbal balik antara orang yang masih hidup dengan yang sudah mati masih bisa. Terutama bagi yang masih hidup masih dapat meringankan siksa di alam kubur dengan do’a, shadaqahnya dan amal shalih yang pernah dilakukan dan dilanjutkan oleh orang lain. Namun ketika dunia telah hancur lebur dan berganti dengan alam akherat (hari qiyamat) maka setiap orang akan sibuk dan disibukkan dengan urusannya sendiri. Bisa jadi anak lupa dengan orang tua dan sebaliknya, suami lupa pada istri dan sebaliknya, apalagi terhadap orang lain sama sekali sudah tidak ingat lagi. Maka di alam akherat yang menjadi temannya dan akan menjadi pembela didepan pengadilan Allah hanya amal shalih yang dilakukan selama hidup didunia. Dengan kemurahan Allah amal baik akan dilipatgandakan dan amal buruk akan dibalas dengan yang sepadan.
Kapan lagi kita beramal shalih kalau tidak dimulai dari sekarang, karena itu mengapa melakukan kebaikan harus menunggu besok atau lusa. Sesungguhnya hari esok adalah rahasia Allah, hidup mati adalah kehendak Allah, dan sebaik-baik hamba Allah yang akhir hayatnya dalam kondisi beriman dan beramal shalih sehingga tercatat sebagai hamba yang khusnul khatimah. Beramal shalih dimulai dari hal yang kecil, mana mungkin hal yang besar akan dapat dilakukan dengan ikhlas manakala hal-hal yang kecil disepelekan. Suatu yang besar berawal dari yang kecil, karena itu uang satu juta akan menjadi sembilan ratus sembilan puluh sembilan rupiah, alias satu juta kurang satu rupiah. Walaupun satu rupiah ternyata sangat berarti bagi satu juta. Demikian pula kenapa senang mengajak dan memerintah orang lain untuk berbuat baik sedang dirinya sendiri tidak pernah berbuat baik.karena itu mulailah dari dirinya sendiri dalam berbuat baik.

3/19/2013

Sikap Hidup Sederhana


Membiasakan diri hidup sederhana, baik dalam pembicaraan, tingkah laku maupun dalam pembelanjaan adalah merupakan sikap hidup yang utama dan menjadi pangkal keselamatan. Hidup sederhana artinya hidup dalam ukuran atau kadar yang wajar, tidak melebihi dan tidak mengurangi. Sikap hidup seorang dalam menghadapi orang lain disebut sederhana adalah apabila dalam berbicara dan bertingkah laku ia tidak sombong, angkuh dan arogan, tidak menilai diri sendiri terlalu terlalu tinggi, sedang menilai orang lain rendah, remeh, dan tidak ada harganya sama sekali. Tetapi disamping itu, iapun tidak menilai diri sendiri terlalu rendah, terlalu remeh, terlalu hina, sehingga ia senantiasa dalam keadaan kecut, takut dan merasa diri sendiri tidak ada harganya dalam berhadapan dengan orang lain.
Agama Islam yang ajarannya penuh dengan tuntunan akhlaq mulia, mengajarkan agar manusia senantiasa bersikap wajar atau sederhana. Dan orang-orang yang mampu bersikap wajar atau sederhana digolongkan dalam hamba Allah yang baik, firman Allah dalam surat Al Furqan ayat 63-67:
63. Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.
64. Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.
65. Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, jauhkan azab Jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal".
66. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
67. Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.

Dan surat Luqman ayat 18, 19:
18 Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
19 Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.

Dari ayat tersebut diatas, kiranya jelas bahwa ibadurrahman yaitu hamba Allah yang baik itu adalah orang yang mampu bersikap sederhana, tidak sombong dan tidak congkak, meskipun berhadapan dengan orang yang jahil. Bahkan ketika menghadapi orang yang tidak mengerti, mereka tidak bersikap kasar, angkuh, melainkan bersikap dan bertutur kata dengan bahasa yang lemah lembut penuh kedamaian. Sikap sederhana itu tetap menghiasi diri sebagai hamba Allah yang baik.
Dengan kekuasaan yang dipegangnya, seorang hamba Allah yang baik tidak berubah menjadi sombong atau angkuh dan tidak pula menjadi congkak dan lupa daratan. Melainkan dengan kekuasaan yang dipegangnya itu menjadikan hatinya semakin lunak dan lembut serta senantiasa bersikap kasih sayang kepada orang lain, terutama yang berada dalam keadaan lemah. Demikian pula dengan kekayaan yang dilimpahkan Allah kepadanya, seorang hamba Allah yang baik, tidak menjadikan dirinya besar kepala dan bersikap tidak semena-mena kepada kaum fakir miskin.
Dari kandungan ayat diatas, juga dapat diambil kesimpulan bahwa ibadurrahman atau hamba Allah yang baik, yang senantiasa bersikap sederhana dalam hidunya, adalah orang-orang yang dalam membelanjakan hartanya tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, melainkan diantara keduanya, tidak berlebih-lebihan atau boros dan tidak kikir. Berlebih-lebihan dengan mengumbar kemauan hawa nafsu dan melupakan kewajiban untuk mengeluarkan zakat, padahal semakin banyak menuruti kebutuhan hawa nafsu maka semakin banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, dan semakin banyak kebutuhan yang di perlukan maka akan semakin jauh untuk berempati sosial, dengan mengeluarkan zakat dari harta yang dimilikinya. Dirinya akan terjebak pada kehidupan yang serba mewah.
Orang yang hidup mewah adalah orang yang mempunyai sikap hidup ananiyah atau individualistis, yaitu orang yang hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri dan melupakan kepentingan orang lain. Orang yang bermewah-mewahan dalam hidupnya sekaligus adalah pemboros. Sebab orang yang berlebih-lebihan itu biasanya membelanjakan hartanya untuk hal-hal yang kurang perlu.
Sikap hidup berlebih-lebihan atau bermewah-mewah itu jelas merupakan sikap hidup yang tidak hanya akan merugikan terhadap kepentingan masyarakat, tetapi juga akan mendatangkan malapetaka bagi dirinya sendiri. Sebab sikap hidup berlebih-lebihan dalam hal makan dan minum, jelas secara makro akan berakibat meningkatnya jumlah bahan makanan yang diperlukan. Apabila persediaan jumlah bahan makanan sangat terbatas, ini tentu saja akan mengakibatkan timbulnya berbagai macam kesulitan.
Sikap hidup berlebih-lebihan dan bermewah-mewahan, acapkali juga menjerumuskan seseorang pada perbuatan jahad dan tercela yang tidak diridhai oleh Alah dan dibenci oleh masyarakat. Orang yang terbiasa hidup mewah, kadang-kadang tidak memikirkan darimana ia harus memperoleh uang untuk membiayai nafsu mewahnya itu. Tidak jarang seseorang sampai nekat berbat korupsi, pungli dan perbuatan tercela lainnya, hanya karena didorong oleh keinginan hidup mewah.
Dalam hubungan ini Rasululah Muhammad SAW sangat menaruh perhatian terhadap umatnya, terutama yang dikaruniai memperoleh pekerjaan yang berhubungan dengan publik. Apabila rasul mengangkat diantara sahabatnya untuk memegang suatau jabatan tertentu yang berhubungan dengan kepentingan publik, senantiasa beliau berpesan agar hiduplah yang sederhana. Menurut wajarnya saja, jangan berlebih-lebihan dan jangan bermewah-mewah. Pada suatu hari ketika beliau mengangkat Mu’az bin Jabal menjadi duta istimewa di negeri Yaman, beliau berpesan: Jauhilah kemewahan itu, bahwasannya hamba Allah yang setia, bukanlah orang-orang yang hidup dalam kondisi mewah (HR. Ahmad). Dari sabda nabi tersebut jelaslah, bahwa sikap hidup bermewah-mewah itu sering menjerumuskan seseorang kelembah kehinaan berupa perbuatan khianat dan jahat. Lebih-lebih untuk melakukan perbuatan itupun ada pada tangannya.
Agar menjadi orang yang selamat dan diselamatkan maka sederhanalah dalam bersikap, tidak berlebih-lebihan namun juga tidak bakhil. Memang sulit, namun bukan berarti sulit tidak bisa dilakukan, asal mau berusaha pasti bisa, semoga Allah SWT senantiasa membimbing orang-orang yang mau berupaya dalam melaksanakan ketaatan, amin.


3/18/2013

Maqam Shalat


Shalat adalah kewajiban pokok bagi setiap muslim yang termasuk dalam kelompok rukun Islam. Karena itu setelah mengikrarkan dua kalimat syahadat kemudian dilanjutkan dengan tuntutan untuk menegakkan shalat lima waktu. Shalat merupakan tiangnya agama, barang siapa menegakkan shalat berarti menegakkan agama dan barang siapa meninggalkan shalat berarti merobohkan agama. Shalat akan menentukan baik buruknya perbuatan manusia, karena shalat yang ditegakkan dengan khusuk maka akan dapat menuntun pribadi muslim yang dijauhkan dari perbuatan keji dan munkar.
Ibnul Qoyyim Al Jauziah membagi tingkatan orang shalat dalam 5 tingkatan:
1. Orang yang menganiaya diri sendiri dan meremehkannnya. Tidak menyempurnakan wudhunya, tidak menetapi waktunya, tata cara dan rukunnya.
2. Orang yang menjaga ketetapan waktunya, aturan-aturannya, rukun-rukun dhahirnya dan wudhunya. Akan tetapi tidak berusaha untuk menolak bisikan-bisikan set an dan fikiran-fikiran yang melintas. Justru asyik dengan dengan bisikan-bisikan dan fikiran-fikiran yang melintas ketika shalat tersebut.
3. Orang yang menjaga tata cara, rukun-rukun serta berusaha menolak bisikan-bisikan syetan dan pikiran-pikiran yang melintas. Ia sibuk untuk menghadapi musuhnya agar tidak mencuri shalatnya. Maka dalam keadan yang demikian ini ia berada dalam shalat dan jihad.
4. Orang yang shalat, senantiasa menyempurnakan hak-haknya, rukun-rukunnya dan tata caranya, serta hatinya tenggelam dalam menjaga aturan-aturan dan hak-haknya, agar tidak meremehkan shalat sedikitpun. Bahkan seluruh keinginannya tertuju pada harapan untuk menyempurnakan. Hatinya telah hanyut dalam shalat dan ibadah kepada Allah SWT.
5. Orang yang menegakkan shalat dengan sebenarnya. Karena itu membawa hati dan diletakkan disisi Rabnya. Ia melihat Allah dengan hati dan merasa selalu diawasi. Seluruh bisikan dan godaan tidak dapat mengganggunya dengan demikian terbukalah hijab antara dirinya dengan Tuhannya.

Konsekwensi:
1. Tingkatan pertama akan di azab
2. Tingkatan kedua akan dihisab.
3. Tingkatan ketiga akan menjadi penghapus bagi didosa-dosa yang telah dilakukan
4. Tingkatan keempat akan di beri pahala.
5. Tingkatan kelima shalat akan menjadi sarana untuk taqarrub. Karena dengan shalatnya dapat menjadikan penyejuk hati. Barang siapa yang hatinya tenang dengan melaksanakan shalat, maka hatinya juga akan tenang didunia dan di akherat kelak.

3/16/2013

Membentuk Pribadi Yang Ikhlas III


Perbuatan yang ikhlas akan dapat dijadikan sebagai wasilah ketika berdo’a kepada Allah. Baik do’a itu dalam bentuk permohonan maupun amal shaleh, karena Allah SWT telah memerintahkan didalam Alquran:

“ Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”.( Al Mu’min: 60
“ Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. (QS. Al Baqarah: 186).

Sehingga segala jenis do’a bagi kaum muslim menjadi:
1. Ibadah
الدعاء هو العبادة (روا ابو داود والترمذى)
“ Doa’a adalah ibadah”.
2. Senjata bagi orang Islam:
الدعاء سلاح المؤمن وعماد الدين ونور السموات (رواه الحكم)
“ Do’a adalah senjata orang mukmin, tiyang agama, cahaya langit dan bumi”.
3. Mengatasi bencana:
الدعاء ينفع مما نزل ومما لم ينزل فعليكم عباد الله بالدعاء (رواه الحكم)
“ Do’a itu bermanfaat untuk mengatasi bencana yang sudah turun maupun yang belum, maka wahai hamba hamba Allah, hendaklah kalian berdo’a”.

4. Menolak taqdir:
لا يردالقدر الا الدعاء ولا يزيد فى العمر الا البر وان الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه (رواه الحكم)

“ Tidak dapat menolak taqdir kecuali do’a dan tidaklah menambah umur selain kebajikan. Sesungguhnya seseorang akan terhalang rezekinya sebab dosa yang ia perbuat”.

Begitu pentingnya do’a sehingga banyak sekali orang yang berharap dapat meraih tujuan dengan do’a, karena itu perlu dimaklumi bahwa mengacu pada surat Al Baqarah ayat 186 hendaknya juga diikuti dengan iman dan amal shaleh, demikian pula dalam melaksanakan amal shaleh harus diikuti dengan ilmu. Karena banyak terjadi menurut pandangannya sudah menjadi orang yang baik dan beramal shaleh tetapi ternyata amal tersebut ditolak oleh Allah, atau tidak menambah amal namun justru akan mengurangi. Karena itu pembuktian suatu iman adalah dengan amal shaleh, bahkan amal shaleh yang dilaksanakan secara terus menerus.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Buchari Muslim ada tiga pemuda yang terjebak didalam gua, dimana pintu gua tersebut tertutup oleh batu besar, sehingga menurut nalar dengan kekuatan yang dimiliki niscaya tidak akan dapat keluar dari dalam gua, karena batu yang besar dan sangat berat. Namun masing-masing pemuda itu mempunyai amal shaleh yang dapat menjadi wasilah ketika memohon (berdo’a) kepada Allah SWT:
• Seorang laki-laki diantara mereka berkata: ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut. Aku tidak pernah mendahulukan keluarga untuk memberikan susu sebelum mereka berdua, begitu juga akau tidak akan memberikan harta kepada mereka, kecuali kepada kedua orang tuaku lebih dahulu. Pada suatu hari aku terlalu jauh mencari pepohonan (yang daunnya aku petik untuk memberi makan ternak). Aku tidak dapat kembali pada orang tuaku hingga mereka sudah tidur. Kemudian aku memerah susu untuk mereka, lantas aku temui mereka namun sudah terlelap tidur. Aku tidak suka membangunkan mereka, atau aku tidak pernah memberikan susu atau uang kepada keluargaku sebelum mereka. Gelas itu tetap ditanganku, menanti kedua orang tuaku bangun hingga fajar terbit, menanti kedua orang tuaku bangun hingga fajar terbit. Padahal anak-anakku sama menjerit kelaparan di tapak kakiku. Lantas keduanya (ayah dan ibu) bangun, lalu minum susunya. Ya Allah jika aku berbuat demikian untuk mencari keridhaanmu, maka hilangkan cobaanku, hingga batu ini menyisih dari pintu gua. Lantas batu itupun bergeser sedikit tetapi mereka masih belum bias keluar.
• Laki-laki yang lain berkata, Ya Allah sesungguhnya ada padaku anak perempuan paman yang aku cintai, sebagaimana seorang laki-laki yang mencintai perempuan. Aku menginginkan dirinya (ingin menggauli), namun dia selalu menolak, hingga lewat beberapa tahun (minta bantuan) kepadaku, lantas aku memberinya 120 dinar dengan syarat dia mau menyerahkan dirinya untukku (mau aku gauli). Dia setuju, hingga aku mampu menguasai. Ketika aku duduk diantara dua kakinya (akan melakukan persetubuhan dengannya) dia berkata. Bertaqwalah kepada Allah dan jangan kamu pecahkan tutup kecuali dengan hanya (keperawananku jangan kau bedah kecuali bila sudah menikah). Maka aku pergi (aku tinggalkan dia) padahal aku mencintainya (dia adalah wanita) yang paling aku cintai). Kemudian aku tinggalkan emas (dinar) dan kuberikan kepadanya. Ya Allah bila aku berbuat demikian ini termasuk mencari keridhaanmu, maka hilangkan cobaan yang ku alami. Batu itupun menyisih, namun mereka masih belum bisa keluar.
• Laki-laki yang ketiga. Ya Allah sesungguhnya aku mempunyai beberapa orang buruh, aku berikan gaji untuk mereka, kecuali seorang laki-laki yang meninggalkan gajinya (dia tidak mau mengambilnya). Dia pergi (begitu saja), lalu kugunakan gajinya (untuk menanam padi) yang ahirnya menjadi banyak, lantas dia datang kepadaku seraya berkata. Wahai hamba Allah, berikan gajiku (yang dulu) padaku. Aku berkata, seluruh yang kamu minta daripada ternak dan budak (milikmu, sebab uangmu dahulu aku kembangkan, sehingga itulah hasilnya). Dia berkata, wahai hamba Allah, janganlah kamu menghina kepadaku. Aku berkata, aku tidak menghina kepadamu. Lalu dia mengambil seluruhnya, dia giring seluruh ternak itu, dan tidak meninggalkan sedikitpun. Ya Allah bila berbuat seperti itu untuk mencari keridaan-Mu, maka hilangkan cobaan yang kami alami ini. Lantas batu itupun menyisih sehingga mereka bertiga bisa keluar, lantas pulang (kerumah masing-masing).

Inilah bahwa keikhlasan akan mendatangkan kebahagiaan, demikian pula suatu tujuan ibadah jangan menjadi tujuan yang bersifat duaniawi semata, karena banyak terjadi bahwa suatu jalan untuk membersihkan hati nurani yang telah tertindih oleh perbudakan hawa nafsu sehingga menjadi kotor. Karena hati yang  kotor seorang hamba sekalipun dekat dengan Tuhannya namun terasa jauh, karena itu para sufi melakukan kegiatan pembersihan hati dengan tahalli. Dengan menyelenggarakan majlis zikir, mujahadah atau istighotsah diikuti dengan takhalli. Karena dilakukan dengan penuh keikhlasan maka akan memperoleh tajalli. Dengan kondisi ini seorang hamba akan merasakan selalu dekat dengan Allah, dijauhkan dari segala bentuk perilaku yang menyimpang dari kehendak Allah. Hatinya menjadi bersih, jauh dari ambisi sesaat yang mengorbankan kehidupan akherat, sehingga apapun yang dilakukan selaras dengan kehendak Allah
Sebaliknya ada juga yang dalam melakukan ibadah karena tujuan jangka pendek yang bersifat keduniaan semata. Do’anya dapat dikabulkan sehingga harapannya tercapai, bahkan diberikan yang lebih sehingga melebihi takaran yang telah diberikan oleh Allah SWT. Sehingga ketika segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah berupa pangkat, jabatan dan segala macam kemewahan telah terpenuhi bukan semakin dekat dengan Allah, namun selalu berusaha menjauh dari aturan Allah. Dengan demikian upaya pensucian hati untuk meraih kepekaan nurani ternyata semakin jauh dari petunjuk Allah SWT. Hal ini telah dinyatakan oleh Allah SWT dalam Alquran:
“ Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (mereka berdoa): "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. beri ma'aflah Kami; ampunilah Kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir." (QS. Al Baqarah: 286)

Sehingga ketika pemberian Allah melebihi takaran atas permohonan dari hambanya, maka kenyataan yang diharapkan bukan menjadi manusia yang diangkat derajadnya oleh Allah akan tetapi semakin jauh tersesat dari petunjuk Allah.

3/15/2013

Membentuk Pribadi yang Ikhlas II


Ikhlas suatu perbuatan yang amat mulia, namun untuk mendapatkannya memerlukan pelatihan dan kegiatan secara terus- menerus, karena itu bila sifat ikhlas telah melekat pada pribadi muslim akan menjadikan setiap amal perbuatan terasa indah dan nikmat. Hal ini menjadi harapan dan tujuan setiap orang, namun tidak semua orang berkemauan untuk memperolehnya.
“ Katakanlah: "Jika kamu menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. Ali Imran: 29)

Ketahuilah bahwa sekalipun kita merahasikan suatu perbuatan didepan orang namun sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui, karena bagi Allah tidak ada sesuatupun yang dirahasiakan. Karena itu sebelum melakukan suatu perbuatan bulatkan niat, karena sesungguhnya, suatu perbuatan dilihat dari niatnya, sebagaimana sabda Rasul:

انماالاعمل بالنيات وانما لكل امرئ مانوى فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امرأة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه (متفق عليه)

“ Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung dari niatnya. Sesungguhnya tiap-tiap orang mempunyai sesuatu yang diniati (baik maupun buruk). Maka barang siapa yang berhijrah (dari tempat tinggalnya ke madinah) untuk mencapai ridha Allah dan rasulnya, maka hijrahnya terarah untuk allah dan Rasulnya (dan hijrah itu diterimanya). Barang suiapa yang hijrahnya untuk mencari harta duniawi atau seoarang perempuan yang akan dikawininya, maka hijrahnya (bukan untuk mencari ridha Allah dan Allah tidak menerimanya), ta[I hijrahnya untuk tujuan hijrah itu sendiri”. (HR. Muttafaqun ‘alaih).

ان الله تعالى كتب الحسنات والسيئات ثم بين ذالك فمن هم بحسنة فلم يعملها كتبهاالله تبارك وتعالى عنده حسنة كاملا. وان هم بها فعملها كتبهاالله عنده عشر حسنات الى سبعمائة ضعف الى اضعاف كثيرة وان هم بسيئة فلم يعملها كتبها الله تعالى عنده حسنة كاملة, وان هم بها فعملها كتبهاالله سيئة واحدة (متفق عليه)

“ Sesungguhnya Allah Ta’ala menulis beberapa kebaikan dan kejelekan, kemudian Allah menjelaskan. Barang siapa yang bermaksud untuk (mengerjakan kebaikan) lalu dia tidak melakukan, maka Allah menulis satu kebaikan yang sempurna disisi-Nya. Bila dia bermaksud mengerjakan kebaikan kebaikan lalu dikerjakan maka Allah menulis sepuluh kebaikan sampai tujuh ratus kali kebaikan sampai beberapa lipat yang banyak (hanya Allah yang mengetahui). Bila dia bermaksud mengerjakan kejelekan, lalu tidak dikerjakan maka Allah menulis disisinya satu kebaikan yang sempurna (bukan karena mengerjakan kebaikan tetapi karena meninggalkan kejelekan). Bila dia bermaksud untuk mengerjakan kejelekan, lalu dikerjakan maka Allah menulis satu kejelekan”. (Muttafaqun ‘alaih).

Jalan mendekati ikhlas:
1. Memperhatikan nilai-nilai.
Awal dari tujuan penciptaan manusia adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi, karena itu penciptaan ini mempunyai nilai yang amat tinggi. Karena itu karena mempunyai nilai yang tinggi janganlah menyia-nyiakan hakekat penciptaan ini yang berdimensi untuk memelihara, mengatur, melestarikan seluruh ala mini untuk sepenuhnya digunakan sebagai sarana beribadah kepada Allah. Karena segala amal baik yang dilakukan walaupun sebesar biji sawi akan mendapat balasan dari Allah yang lebih baik, bahkan sekalipun perbuatan baik tersebut masih berada dalam hati (baru niat).

2. Berfikir dan merenungkan tentang penciptaan.
Berfikir tentang penciptaan ini akan menambah pengetahuan tentang kebesaran dan kekuasaan Allah, dan hasilnya akan melakukan segala perbuatan untuk lebih dekat kepadanya dengan ikhlas.

3. Memperhatikan sifat-sifat Allah.
Memperhatikan dan merenungkan tentang sifat-sifat Allah dapat memikat hati insane kepada Sang Pencipta, dan menjadikan hati sebagai rumah kecintaan kepada Allah.
4. Mengingat berbagai nikmat Allah.

Ya Allah, dahulu aku kecil, lantas Engkau besarkan aku
Dahulunya aku hina, lantas Engkau muliakan aku
Dahulunya aku bodoh, lantas Engkau pandaikan aku
Dahulunya aku lapar, lantas Engkau kenyangkan aku
Dahulunya aku sesat, lantas Engkau beri petunjuk aku
Dahulunya aku miskin, lantas Engkau cukupi aku
Dahulunya aku sakit lantas Engkau sembuhkan aku.
Aku berdosa lantas Engkau tutupi aku.
“ Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, Maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik. ”. (QS. Al Isra’: 19)

5. Merenungkan tiada nilai dan berharganya dunia.
Orang yang memiliki tujuan duniawi dan selain Allah, niscaya dunia beserta isinya bernilai dalam pandangannya melebihi dari realitasnya. Padahal di dalam Alquran menyebutkan bahwa dunia ini hanya sebagai perhiasan yang menipu, permainan dan kesia-siaan, dan bahwa nilai dunia ini amat kecil.
6. Memperhatikan kelemahan dan ketidakberdayaan makhluk
Kekuasaan dan kemutlakan hanyalah milik Allah dan semua perbuatan ada di tangannya. Karena itu selain Allah tidak ada yang dijadikan sebagai pusat perhatian. Kehidupan manusia amat tergantung pada tempat, waktu dan situasi.

7. Mengambil perumpamaan dan pelajaran dari orang lain.
Perhatikan kehidupan umat pada masa lalu yang menentang syari’at Allah dan tidak pernah memperhatikannya, seperti kaumnya nabi Nuh, nabi Musa, nabi Ayub dan sebagainya. Demikian pula perilaku orang yang menunjukkan amal shaleh karena riya’ maka suatu saat Alah menunjukkan kepalsuan mereka. Demikian pula perilaku orang-orang yang tamak, rakus, gemar mengumpulkan harta, hingga menjadi harta yang berlimpah ruah, ingatlah bahwa ketika dating kematian, sedang kematian itu tidak ada yang mengetahui, maka yang di bawa hanyalah selembar kain kafan. Bahkan bias jadi hartanya akan menjadi ajang perebutan dari para ahli warisnya.
8. Memperhatikan nasib akhir perbuatan orang riya’.
“ .......(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya (QS. Al Ma’un: 5-6)

Ikhlas suatu perbuatan yang amat mulia, namun untuk mendapatkannya memerlukan pelatihan dan kegiatan secara terus- menerus, karena itu bila sifat ikhlas telah melekat pada pribadi muslim akan menjadikan setiap amal perbuatan terasa indah dan nikmat. Hal ini menjadi harapan dan tujuan setiap orang, namun tidak semua orang berkemauan untuk memperolehnya.

3/14/2013

Harta... Ujian, Fitnah dan Kenikmatan


Siapapun orangnya akan berpandangan bahwa bila memperoleh harta yang banyak tentu akan mendatangkan kenikmatan dan kebahagiaan. Karena dengan harta apapun akan dapat diwujudkan, makan enak, tidur nyenyak, perhiasan yang wah dan rumah yang mewah, shoping dan traveling akan dengan mudah diwujudkan. Karena harta yang berlimpah akan memperlancar segala keinginanannya.
Oleh karena itu menjadi watak manusia untuk senantiasa bekerja dan berusaha untuk memperoleh kecukupan harta, namun sadarkah bahwa kondisi sosio kultural masyarakat yang berusaha untuk memutarbalikkan fakta. Bekerja mambanting tulang memeras keringat namun walau demikian senantiasa mengingat untuk berzikir kepada Allah. Karena dirinya sadar akan tugas sebagai hamba Allah, maka ketika telah datang waktu shalat segera meninggalkan pekerjaan untuk kontak langsung dengan Allah. Ternyata disana dirinya semakin sadar akan arti pentingnya panggilan shalat, karena setelah shalat akan memperoleh kesegaran kembali, tenaga pulih, pikiran tenang dan tubuhpun terasa fresh kembali. Usaha yang senantiasa ditekuni, dan senantiasa berpengharapan akan rahmat dan karunia Allah untuk dikabulkan keinginnya. Allah Maha Mendengar tidak membiarkan hamba-Nya yang giat, tekun dan istiqomah dalam beramal shaleh diangkat status ekonomi dan sosialnya. Harta semakin berkecukupan. Namun sementara orang salah menilai bahwa mereka telah melakukan perbuatan perdukunan untuk memperlancar usaha dan mempercepat kekayaan.
Hal tersebut terjadi karena pandangan masyarakat Jawa yang senantiasa memegang teguh pada semboyan "mangan ora mangan sing penting kumpul". Dengan faham fatalisme ini, kondisi kemiskinan kultural yang senanatiasa menjadi belenggu untuk meningkatkan kesejahteraan sulit untuk didobrak. Bahkan ketika kondisi kemiskinan sudah semakin kentara, jadilah mereka para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat), yang diharapkan untuk menjadi muzakki namun zakat konsumtif yang diterimakan dari Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat, senantiasa diharapkan dalam setiap tahun. Sangat ironis dari tangan dibawah susah untuk membalikkan sehingga menjadi tangan diatas. Demikaian pula zakat produktif belum diarahkan pada pembinaan pada skala yang kecil (para mustahiq) dengan ashnaf yang lebuih besar dan senantiasa disertai dengan pelatihan, pembinaan dan pelayanan agar dapat membangkitkan potensi dan bakat yang dimiliki.
Distribusi zakat kepada para mustahiq masih terlalu jauh dari panggang api, hal ini dikarenakan tingkat kesadaran para aghniya' yang masih rendah, hitungan dan rumus matematika 2+2=4, 2x3=6, 10-2=8 senantiasa menjadi belenggu kekhawatiran akan berkurangnya harta, dan tidak tercukupinya kebutuhan dalam keluarga, bahkan senantiasa menyingkirkan dari besarnya rahmat Allah. Secara matematika 10-2=8. Dari sepuluh dikurangi 2 menjadi 8, secara lahiriyah memanglah benar dan tidak bisa dipungkiri, karena matematika adalah rumus ilmu eksak atau ilmu pasti) namun secara hakiki bahwa harta tersebut akan senantiasa berkembang dan bertambah. Karena sesuai dengan dengan janji Allah bahwa harta tersebut akan dilipatgandakan, " Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS. Al Baqarah: 261).
Berkurangnya harta akibat di keluarkannya zakat, infaq atau shadaqah akan diganti oleh Allah dalam wujud yang lain. Maka rasul pernah berkata "Shadaqah tidak akan mengurangi harta (Hadits)". Interaksi sosial yang harmonis antara sesama anggota masyarakat sungguh akan menjadi gambaran semakin kuatnya Sunnatullah, ketika yang miskin menjadi orang yang bersabar dan bersyukur, yang kaya demikian pula, pejabatnya senantiasa memegang teguh amanah, rakyatnya senantiasa tenang dalam kepemimpinannya. Inilah jalinan kasih sayang, saling menolong dan meringankan beban dan penderitaan. Demikian pula para aghniya' yang dermawan akan dimudahkan segala urusannya, dirinya sukses dalam harta dan tahta tidak akan menjamin anak turunnya mewarisinya, karena itu ketika orang tua yang membiayai anak-anaknya sedang menimba ilmu senantiasa akan diberi kemudahan. Demikian pula yang belum mendapat pekerjaan akan dilapangkan, pendekatan ini hanya bisa ditempuh dengan konteks spiritual yang ditandai denga ketaatan, istiqomah dan ingin meraih amal shaleh yang selalu meningkat. Karena siapakah yang akan memberikan keberuntungan ketika persaingan kerja semakin ketat, tidak imbangnya antara lapangan pekerjaan dengan kesempatan kerja. Dan hal ini akan dengan mudah diperoleh bila mempunyai nilai kompetitif yang lebih baik dibidang intelektual, sosial dan spiritual.
Kepemilikan harta benda dan kekayaan senantiasa menjadi ujian bagi empunya, " karena sungguh engkau akan diuji terhadap harta dan dirimu" (QS. Ali Imran: 186). Dalam suatu kisah sahabat Ubay bin Kaab, pernah meriwayatkan bahwa pada suatu saat Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk mengeluarkan zakat mal. Rasul menerangkan tentang nishab (kadar) dan haul (batas waktu), para sahabat faham dan menyadari. Ubay bin Kaab menjumpai salah seorang sahabat yang telah menghitung kekayaannya dan telah mencapai satu nishat yaitu sebesar 1 ekor onta umur satu tahun, namun oleh muzakki (pemilik harta) merasa tidak pantas dan tiada guna, karena onta usia 1 tahun belum dapat diperah susunya demikian pula belum dapat dikendarai. Maka sahabat tersebut hendak memberikan kelebihan dengan memberikan seekor onta betina dewasa yang sudah siap untuk diperah susunya. Namun Kaab tidak mau menerima, karena melebihi nishabnya, dan menunggu kedatangan rasul yang datang ketempat tersebut.
Ketika rasul mengadakan kunjungan ke daerah tersebut, hal tersebut disampaikan perihal seseorang yang akan berzakat namun melebihi kadar nishab, maka rasul menjawab "memang hanya seekor onta umur setahun yang wajib kamu keluarkan, namun bila engkau hendak memberikan yang lebih dari nishabnya maka bisa diterima". Lalu Rasulullah mendoakan keberkahan kepada sahabat tersebut. Dalam kisah yang lain yang juga tak kalah menariknya adalah ketika sahabat Umar hendak menyaingi sahabat Abu Bakar dalam berinfaq. Hal ini terjadi ketika ada perintah dari Rasulullah untuk berinfaq di jalan Allah guna keperluan perang Tabuk. Umar mempunyai sedikit harta, lalu dari harta tersebut dibagi dua yang sebagian untuk beinfaq memenuhi perintah rasul dan yang sebagian untuk keperluan keluarganya. Ketika disampaikan kepada rasul, beliau bertanya "adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, Umar menjawab, ya ada, saya bagi dua yang sebagian untuk berinfaq dan yang sebagian untuk keluarga, rasulpun menerima infaqnya. Menurut perasaan Umar ini sudah cukup untuk mengalahkan Abu Bakar dalam hal kelapangan berinfaq. Lalu datang Abu Bakar untuk memberikan kadar infaqnya, dan ditanya oleh rasul, adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, Umar menjawab cukuplah Allah dan rasulnya yang aku tinggalkan.
Jadi harta yang diberikan Allah kepada hambanya adalah merupakan amanah, sejauhmana umatnya dapat memegang dan mengendalikan amanah. Maka ketika amanah tersebut diatur menurut ketentuan syari'at yang sebenarnya akan menjadi pengantar bagi hamba Allah untuk mewujudkan kebahagiaan dan kesejahteraan. Namun sebaliknya bila amanah tersebut diatur menurut kemauan hawa nafsunya maka akan menjadi fitnah dan mala petaka bagi empunya baik ketika didunia maupun diakherat kelak. Maka sikap hamba Allah untuk melaksanakan amanah sesuai dengan ketentuan syariat atau mengikuti hawa nafsunya sesungguhnya hal ini merupakan ujian keimanannya, "Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi"? (QS. Al Ankabut: 2). Semoga kita tergolong orang yang mempunyai sifat amanah, amin.

3/13/2013

Tata Cara Pendaftaran Haji


Ibadah haji adalah rukun Islam yang ke-5 yang diwajibkan bagi orang-orang yang telah memenuhi syarat Istitho’ah (mempunyai kemampuan jasmani dan rohani). Karena animo umat Islam untuk melaksanakan ibadah Haji semakin besar, sehingga antara quota yang tersedia dengan pendaftar tidak seimbang, yaitu lebih banyak yang mendaftar dari pada quota. Karena itu pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama RI Nomor 6 Tahun 2010, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan ibadah haji dapat berjalan dengan baik.
Posedur Pendaftaran Haji
1. Calon jama’ah haji memeriksakan kesehaannya di Puskesmas domisili untuk mendapatkan surat keterangan sehat.
2. Calon jama’ah haji datang ke kantor BPS (Bank Penerima Setoran), Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) dengan membawa buku rekening haji.
3. Kantor BPS BPIH melakukan konfirmasi data calon jama’ah haji sesuai dengan data yang di entry pada saat pembayaran setoran awal sejumlah Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
4. Calon jamaah haji dengan menunjukkan bukti telah setor awal, datang ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota untuk mendaftarkan diri sebagai calon jama’ah haji dengan membawa :
a. Membawa bukti setor awal Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah)
b. Surat keterangan sehat dari puskesmas difoto copy 3 lembar.
c. Memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku difoto copy 13 lembar.
d. Memiliki Kartu Keluarga (KK) difoto copy 3 lembar
e. Memiliki Akte Kelahiran (AK) atau surat kenal lahir atau buku nikah atau ijazah difoto copy 3 lembar.
f. Apabila persyaratan pada poin e tidak dimiliki maka pendaftar haji tetap bisa mendaftar karena akan diganti dengan surat keterangan dari Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota.
g. Calon jama’ah haji wajib hadir sendiri ke Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota untuk proses pendaftaran haji seperti Foto, sidik jari dan tanda tangan.
5. Petugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota setelah menerima kelengkapan persyaratan tersebut kemudian :

a. Meneliti kelengkapan pendaftaran calon haji.
b. Mencatat nama dan identitas calon jama’ah haji ke buku agenda pendaftaran dan memberikan tanda bukti pendaftaran lewat siskohat on lain yang ditanda tangani oleh petugas pendaftaran haji.
c. Calon jama’ah haji mengisi SPPH (Surat Perjalanan Pergi Haji)
d. Petugas menfoto dan menyidik jari calon haji.
e. Petugas memastikan bahwa data yang telah dientry benar keberadaannya.
f. Calon haji segera datang ke BPS BPIH selanjutnya mendapatkan no porsi untuk mengetahui tahun berapa keberangkatan calon haji tersebut.
g. Calon jama’ah menunggu sampai waktu tahun keberangkatan yang telah diidentifikasi oleh petugas Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota sesuai urutan porsi yang tersedia.

BPS (Bank Penerima Setoran) haji

Adalah bank yang ditunjuk untuk menerima setoran awal untuk ibadah haji, misalnya:
1. Bank BRI
2. Bank BNI
3. Bank Mandiri
4. Bank Muamalat
5. Bank BNI Syariah
6. BPD  dan atau bank-bank lainnya.

Hal-hal yang perlu diketahui tentang haji
Quota adalah batasan jumlah jama’ah haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada masing-masing negara dengan perhitungan 1 per seribu orang. untuk pemerintah Indonesia tahun ini jumlahnya 220.000 orang jamaah haji.
1. Porsi adalah batasan jumlah quata haji yang dibagikan ke tiap-tiap Provinsi
2. Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) adalah besarnya biaya untuk menunaikan ibadah haji pada tahun keberangkatan yang ditetapkan oleh Keputusan Presiden Republik Indonesia
3. BPS BPIH adalah BPS BPIH yangmemperoleh izin Menteri Agama untuk menerima setoran BPIH.
4. Domisili adalah wilayah tempat calon jema’ah haji tinggal sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP).
5. Surat Pendaftaran Pergi Haji (SPPH) adalah formulir isian calon jama’ah haji yang dikeluarkan Kantor Kementerian Agama Kabupaten untuk diisi oleh calon haji.
6. Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) adalah jaringan computer yang tersambung secara on line dan real time antara Direktur Jenderal Haji dan Umroh dan penyelenggaraan haji dengan BPS BPIH dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten atau Kantor Kementerian Agama Wilayah Provinsi.

Menyiapkan Mental

Banyak terjadi dalam kehidupan ini hukum sebab dan akibat, siapa menanam pasti akan mengetam. Namun dalam kenyataannya banyak melakukan sebab tetapi tidak mau menerima akibat (yang buruk). Bila perbuatan baik tentu akan selalu diingat, namun bila terjadi kesalahan maka yang akan terjadi lempar batu sembunyai tangan.
Hukum sebab dan akibat yang berdampak pada orang lain tentu bisa dielakkan dengan orang lain, namun bila sebab dan akibat itu ada pada diri sendiri tentu harus diterima apa adanya. Sebagai contoh adalah orang yang menderita suatu penyakit dimana penyembuhannya harus melalui proses operasi niscaya yang terbanyang dalam fikiran adalah bahwa dirinya akan menjadi pribadi yang cacat. Demikian pula kondisi yang diharapkan akan menjadi lebih baik namun sebaliknya akan menjadi lebih buruk, bahkan akan muncul suatu bayangan tidak akan mempunyai umur panjang (mati). Negatif thinking inilah yang akan semakin memperkeruh keadaan.
Saya yakin bahwa setiap orang akan merasa down bahkan sok setelah membayangkan hal-hal negative dan sesuatu hal yang belum tentu akan terjadi. Dan sebenarnya pikiran yang negative ini telah dipelajari oleh para ilmuan dari masa kemasa yang selalu menunjukkan kemajuan. Untuk melakukan tindakan medis para dokter tentu telah melakuakn observasi dan kajian yang mendalam, serta memprediksi segala kemungkinan. Masihkah diri yang lemah bahkan sangat buta dengan pengetahuan yang demikian, negative thinking dan negative feeling itu telah mendominasi keyakinan.
Maka ketika fikiran negative telah bersemayam dalam diri, tiada jalan lain selain berusaha untuk berontak, mencari motivasi diri dengan menanyakan pada orang-orang yang berwawasan keilmuan, atau shering dengan orang yang pernah mengalami hal yang serupa. Dalam hal ini dorongan dari keluarga sangat dibutuhkan. Hal ini pernah penulis alami, ketika dokter menyarankan untuk operasi, maka yang terfikir adalah mati, yang karenanya dengan mati maka akan meninggalakan orang-orang yang dicintai dan mencintai, contohnya istri, anak, orang tua, saudara, dan lainnya. Bagaimanakah mereka, siapkan mereka ditinggalkan.
Perasaan yang demikian ini sebenarnya telah mendahului qodrat dan irodat Allah SWT. Bila ternyata perasaan yang demikian ini terus berkembang, bahkan ingin mendominasi seluruh pikiran maka berusahalah untuk mencari ketenangan, karena bila fikiran tenang niscaya akan dapat berfikir secara positif, namun sampai kapankah untuk memperoleh ketenangan hati. Jawabannya adalah bila dirinya sudah merasa dekat dengan Allah. Sehingga dengan kedekatan hati inilah Allah akan mendengarkan jeritan hambanya yang berusaha bersikap tegar walau hatinya terasa pedih.
Pernahkah kita ditinggalkan oleh orang-orang yang kita cintai, bisa jadi untuk menaruh hati pada dirinya telah melakukan berbagai upaya, bahkan dengan pengorbanan. Sungguh upaya dan pengorbanan ini menjadi tidak berarti bahkan menjadi perbuatan yang sia-sia. Inilah dalam kehidupan dunia ada yang mencintai ada yang dicintai, ada yang datang ada yang pergi yang semuanya merupakan qodrat irodat Allah di dunia ini. Pernahkan kita membayangkan bila kita ditinggalkan Allah, namun secara tidak sadar sering atau kadang-kadang meninggalkan Allah. Rasulullah SAW pernah memberikan nasehat pada Ibnu Abbas, yang waktu itu masih kecil: Ihfadzillah yahfadzka, jagalah Allah, niscaya Dia akan menjagamu.
Secara maknawi bahwa Allah tidak membutuhkan penjagaan dari makhluknya, namun secara hakiki, bahwa manusia diperintahkan untuk menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, begitu juga belajar ilmu agama untuk meluruskan ibadah dan muamalah, yang dengannya kita berdoa kepada Allah. Selaras dengan hakekat diciptakannya manusia agar beribadah kepada Allah SWT. “ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku (QS. Adz-Dzariyat: 56). Pengharapan hamba Allah setelah melakukan ketaatan kepada-Nya maka akan di kabulkan do’anya. “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu”. (QS. Muhammad: 7).
Bagaimanakah caranya untuk menumbuhkan rasa untuk selalu dekat dengan Allah. Tidak lain adalah dengan melakukan zikir secara istiqomah. Dzikir dilakukan secara terus- menerus baik dari segi kuantitas dan kualitasnya berupaya untuk selalu ditingkatkan. Karena itu bila zikir dilakukan secara sembarangan atau kadang-kadang saja maka ketenangan dan kegundahan akan selalu berperang untuk menjadi pemenangnya. Dari aktifitas zikir inipun Allah SWT telah memberikan pengharapan kepada hambanya “Apabila seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat kepadanya sehasta, apabila dia mendekat kepada-Ku sehasta maka Aku akan mendekat kepadanya sedepa, dan apabila ia datang kepada-Ku dengan berjalan, maka Aku datang kepadanya dengan berlari (HR. Buchari)”.
Banyak pedoman untuk berzikir, diantaranya adalah zikir Maksurat yang disusun oleh Syahid Hasan Al Banna, yang menjadi konsumsi zikir yang dibaca pada saat pagi (setelah shalat Subuh) dan petang (setelah shalat Ashar). Untuk mengistiqomahkan diri, pada awalnya terasa berat, apalagi memerlukan waktu yang cukup lama, namun bila telah dilaksanakan semakin lama, maka akan merasakan ketenangan. Dalam segala urusan manusia hanya berwenang untuk berusaha, berikhtiyar dan tawakal. Karena itu baik dan buruknya yang akan terjadi adalah menjadi urusan Allah SWT. Dan Allah tidak akan membiarkan do’a hambanya yang beriman, beramal dan bertawakal kepada Allah SWT. Kenikmatan dalam berdzikir akan menumbuhkan rasa rindu kepada Allah, sehingga dzikir diucapkan dalam hati (zikir bil qalb), dzikir dengan ucapan (zikir billisan), dilaksanakan dengan perbuatan (zikir bil hal).

Ibadah dalam Perspektif Agama Islam

Islam adalah agama paripurna, didalam syari'atnya ada yang melanjutkan, menghapuskan, mengganti, menjelaskan dan menyempurnakan syari'at agama sebelumnya. Semua bentuk aktifitas perbuatan manusia mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali adalah merupakan ibadah, bila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan syari'at. Oleh karena itu dengan keluasan ibadah hendaknya dapat dipahami adanya ibadah yang pokok dan ibadah yang sunah, sehingga ketika melaksanakan ibadah sunah, hati telah menyatu dalam kondisi khudhu', mengagungkan dan kecintaan terhadap Allah. Karena kondisi tersebut semakin menambah keyakinan terhadap Allah dan senantiasa tidak melalaikan ibadah wajib.
Didalam memaknai ibadah antara Ibnu Taimiyyah dan Yusuf Qardawi mempunyai persamaan yaitu:
العبادة اسم لكل ما يحبه الله ويرضاه من الاقوال والاعمال الظاهر والباطن
" Ibadah adalah suatu bentuk kegiatan yang mencakup segala yang dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik perkataan maupun perbuatan, lahir maupun batin". ( Sa'ad Abdul Wahab, Tafsir Al Hidayah:88).
Sehingga ibadah itu merupakan ukuran dan wujud kecintaan manusia kepada Allah SWT. " Katakanlah: "Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik". (QS. Attaubah: 24)
Ibadah ada dua macam yaitu ibadah mahdhah dan ibadah ghairu maghdhah. Ibadah mahdhah (murni) adalah segala macam bentuk ibadah yang sudah ditentukan oleh Allah bentuk, kadar dan waktunya, seperti menjalankan shalat lima waktu, melaksanakan puasa Ramadhan, membayar zakat dan melaksanakan haji. Sebaliknya ibadah ghairu mahdhah (tidak murni) adalah segala aktifitas lahir dan batin manusia yang dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Sehingga ibadah bukan sekedar bentuk ketundukan dan ketaatan, tetapi ia adalah bentuk ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa dalam mengabdi. Dan ia merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakekatnya. (M Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: 356).
Segala macam bentuk ibadah harus mempunyai dasar dan landasan yang qath'i yaitu dari Alquran dan sunnah Rasulullah SAW.
عن عائشة رضى الله عنها قالت: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد (متفق عليه)
" Dari 'Aisyah RA berkata, bersabda Rasulullah SAW, barang siapa mengada-ada dalam urusan kami ini, maka ditolak" (HR. Bukhari Muslim)
من عمل عملا ليس عليه امرنا فهو رد (رواه مسلم)
" Barang siapa melakukan suatu perbuatan yang tidak berdasarkan urusan kami (Alquran dan atau Hadits) maka ditolak" (HR. Muslim).
Dalam hadits yang lain Rasulullah memberikan pelajaran kepada Muadz bin Jabal tentang tata cara memutuskan perkara: Muadz menjawab dengan Alquran, bila tidak ditemukan dalam Alquran maka dengan hadits, bila dalam keduanya tidak ditemukan maka dengan ro'yu".
Dengan demikian didalam melaksanakan ibadah disamping dengan dalil yang naqli juga dengan dalil aqli. Islam sangat menjunjung tinggi keberadaan akal, sehingga didalam memutuskan suatu perkarapun boleh menggunakan akal yang disebut dengan ijtihad. Ijtihat merupakan upaya yang sungguh-sungguh didalam mengerahkan segala kemampuan untuk mencari jalan keluar atas segala permasalahan baru yang belum ditemukan dasar hukumnya baik didalam Alquran maupun didalam sunnah Rasulullah SAW, dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sehingga ijtihad hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kemampuan ilmu lebih dari orang lain, sebagaimana imam Hambali, Maliki, Syafi'i, Hanafi. Hasil dari ijtihad mempunyai kebaikan yang tinggi, bila benar mendapatkan dua pahala dan bila salah maka mendapatkan satu pahala. Demikian pula bagi orang yang mengikuti salah satu hasil ijtihad.
Segala macam bentuk ibadah semata-mata ditujukan untuk mencari ridha Allah SWT, dengan dasar Aqidah dan pokok-pokok ajaran Islam.
Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".(Al An'am: 162-163)
Aqidah yang lurus dan benar akan menjamin bahwa pelaksanaan ibadahnya dilaksanakan secara optimal. Lebih mengutamakan kewajiban pokok dari pada melaksanakan ibadah yang sunah. Rasulullah memerintahkan kepada umatnya untuk menjalankan shalat tahajud, mengunakan sebagian kecil dari malam untuk berdzikir dan bertafakur, memohon dan mengharap ampunan-Nya. Karena disebagian dari malam itu Allah menurunkan rahmat-Nya, dan Allah akan mengabulkan do'a kepada hamba-Nya yang mau berdo'a. Sehingga keutamaan dari sepertiga malam, separuh malam dan dua pertiga malam senantiasa dilakukan semata-mata untuk meraih ridha Allah.
Didalam mengejar ibadah sunnah itu, hendaknya dapat selalu melatih kepekaan nurani, mengasah hati sehingga ketika baru saja terlelap dari tidur, ketika datang panggilan adzan subuh senantiasa membangkitkan diri untuk segera melaksanakan shalat subuh, sebagaimana Rasulullah SAW setiap menunggu waktu panggilan shalat seperti orang yang sedang kehausan dipadang pasir.

Ibadah bukan hanya shalat
Shalat adalah merupakan ibadah yang pokok, karena shalat adalah merupakan salah satu dari rukun Islam, dan pelaksanaan shalat adalah dalam rangka menyembah secara langsung kepada Allah. Karena itu ibadah shalat, ketika manusia masih hidup di alam dunia ini akan menjadi barometer tentang derajad kemanusiaanya, baik-buruk akhlaq manusia ditentukan oleh shalatnya. Maka ketika didunia ini shalat adalah menjadi penentu di akheratpun amal yang pertama kali akan ditanyakan oleh Allah adalah amal shalatnya.
Shalat adalah ibadah mahdhah, karena telah ditentukan waktunya, dimana waktu shalat subuh dilakukan pada waktu subuh, shalat dzuhur, asar, maghrib dan isa' juga dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal imsyakiyah. Kebolehan untuk mengurangi jumlah rekaat, dan pelaksanaannya tidak pada waktunya bila dalam kondisi darurat sehingga Allah memberikan rukhsoh. Ibadah tidak hanya shalat, akan tetapi shalat adalah merupakan bagian dari ibadah, bahkan shalat akan menentukan nilai ibadah yang lain.
Bila kita sering mengikuti atau mendengarkan diskusi agama, ceramah dan dialog atau pengajian interaktif baik di radio atau di TV sering diantara para pemerhati menanyakan, " mengapa ada orang yang rajin mengerjakan shalat tetapi perbuatan keji, fakhsa' dan munkar senantiasa dilaksanakan"? Maka ketika mendengar pertanyaan ini diantara kita akan berusaha memberikan jawaban, sesuai dengan pengamalaman dan pengetahuan agama masing-masing. Tak jarang bila jawaban kadang mengarah pada seseorang, kalau demikian, mengapa orang lain yang menjadi sasaran bukan dirinya sendiri, keluarga sendiri, bukankah Allah telah memerintahkan " Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka…." (QS. Attahrim: 6). Maka sebaik-baik itu adalah mengoreksi terhadap diri sendiri, sejauh mana ketaatan terhadap Allah, sejauh mana ibadah shalat yang senantiasa dijalankan telah membentuk watak dan kepribadiaannya sehingga menjadi pribadi shaleh yang senantiasa dapat menjaga diri dari perbuatan fakhsa' dan munkar
Pribadi shaleh dan shalehah yang dikehendaki adalah yang dapat memotivasi diri dalam kesalehan sosial dan kesalehan spiritual, sehingga antara dunia dan akherat senantiasa akan terjadi keseimbangan. Sehingga ketika sedang berada ditempat shalat senantiasa merasa dekat dengan Allah, segala gerak geriknya selalu dalam pengawasan Allah, perbuatannya sedang tertuju kepada Allah, tidak mau mencampuri urusan shalat dengan urusan yang lain. Seandainya segala perilaku yang demikian ini dapat dilestarikan untuk selanjutnya diterapkan pada kondisi diluar shalat, niscaya perbuatan keji, fakhsa' dan munkar tidak akan sampai terlaksana, karena takut dirinya merasa dalam pengawasan Allah SWT." Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya". (Al Isra': 36)

Ibadah Islamiyah
Pelaksanaan ibadah didalam agama Islam sangat luas sekali, dan mempunyai cirri-ciri:
1. Tidak memberatakan kepada umatnya, bahwa pelaksanaan ibadah adalah berdasar pada taraf kesanggupan, lihat ibadah mahdhah, bahwa Allah mewajibkan untuk melaksanakan karena Allah maha tahu tentang kesanggupan hambanya. Akan tetapi bila didalam pelaksanaannya terdapat masyaqot, kemudian Allah membebaskan dari kewajiban tersebut dengan memberikan rukhsoh. Sehingga bila syarat pelaksanaan ibadah pokok tidak dapat dijalankan maka Allah memberikan alternative kemudahan. Misalnya syarat mendirikan shalat adalah berdiri, namun berdiri bukan harga mati, karena Allah memberikan rukhsoh untuk duduk bila tidak mampu dengan berdiri, atau berbaring bahkan bila tidak mampu dengan isyarat.
2. Fungsi ibadah adalah untuk menuntun hati sebagai penggerak dari segala aktifitas manusia agar sesuai dengan kehendak Allah, karena dalam setiap ibadah pasti ada godaan yang mengakibatkan ibadah kurang khudhu', kurang khusu', kurang ikhlas dan kekurangan lainnya sehingga kualitas pelaksanaan ibadah bersifat statis. Untuk mencapai taraf kesempurnaan ibadah Allah memberikan alternative ibadah tambahan dalam wujud ibadah sunnah. Misalnya untuk mewujudkan kondisi shalat yang khusu', khudhu', ikhlas, istiqomah maka seyogyanya untuk memperbanyak shalat sunnah rawatib dan shalat sunnat yang lain. Rasulullah sebagai uswatun hasanah selalu meluangkan waktu malam untuk menjalankan shalat tahajud. Kebiasaan melakukan amalan sunnah akan menuntun perilaku yang ikhlas, khusu' dan khudzu'.
3. Ibadah akan menjadi kebutuhan hidup manusia, seorang filosop Yunani Plutarque dalam lawatannya ke penjuru dunia sering menemukan kota-kota tanpa pagar, tampa kekayaan, tanpa gedung pertunjukan namun tak pernah ditemukan bahwa suatu kota tanpa tempat ibadah (Sa'ad Abdul Wahab, Tafsir Hidayah: 99). Bahkan sebelum datang petunjuk dari para rasul umat manusia banyak yang mempunyai faham animisme, dinamisme, deisme, polyteisme dan kepercayaan lainnya. Semua ini untuk mengungkapkan bahwa dirinya adalah makhluk yang lemah sehingga membutuhkan perlindungan dari suatu dzat yang dipandang lebih tinggi.
4. Ibadah zakat yang lebih berorientasi sosial diwajibkan bagi orang-orang yang mempunyai harta lebih dari satu nishab. Bila kekayaan masih berlebih maka ada kewajiban infaq dan shadaqah. Bila para fuqara' dan masakin ingin memperoleh keutamaan sebagaimana para aghniya' maka bertuturkatalah yang baik, "Perkataan yang baik dan pemberian ma`af lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan sipenerima)". (QS. Al Baqarah: 263)

Demikian bahwa ruang lingkup ibadah adalah sangat luas, maka beribadahlah selaras dengan tujuan penciptaan manusia " Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku". (Adz-Dzariyat: 57). Satukan fakir dan dzikir sehingga akan menuai rasa, bahwa dirinya selalu dekat dengan Allah.