Rumah adalah suatu bangunan yang digunakan sebagai sarana untuk berlindung, berteduh dari segala sesuatu yang akan mengancam kehidupan manusia. Karena itu rumah dibangun sesuai dengan perkembangan peradaban manusia. Rumah juga menjadi simbol kebanggaan, kemegahan, kesejahteraan, bahkan kekuatan. Karena itu di dalam rumah juga dilengkapi sarana-sarana pendukung. Didalam rumah dibuat kamar-kamar, ada kamar tidur, kamar mandi, ruang tamu, ruang belajar, tempat shalat, ruang keluarga, ruang dapur, garasi, gudang dan lainnya.
Megah atau tidaknya suatu rumah tidak menjadi jaminan anggota keluarganya betah tinggal dirumah. Banyak terjadi kasus ketika suami istri berangkat kerja, anak-anak diasuh oleh para pembantu dan tv, akhirnya komunikasi orang tua dengan anak semakin jauh, berangkat dari hal ini anak-anaknya berkembang sesuai dengan pergaulannya. Pengaruh teman sangat dominan, sehingga tidak terjadi keharmonisan dalam keluarga. Demikian pula banyak terjadi suami bermain selingkuh dengan pembantunya, atau seorang istri juga mempunyai pria idaman lain. Dengan demikian hubungan mereka menjadi kaku, komunikasi yang dibangun hanya bersifat lahiriyah, adapun hatinya berpaling pada orang lain.
Ada lagi rumah tangga yang salah satu anggota keluarganya bekerja dan yang lain tinggal dirumah, katakan saja misalnya suami yang bekerja dan istri yang berada di rumah. Ternyata setiap kali suami pulang kerja di rumah tidak ada makanan, bahkan kadang istri sedang ngrumpi dengan tetangganya.
Dengan demikian rasa letih dan capek yang seharusnya mendapat sambutan ternyata tidak ada yang menyambut. Maka jadilah percekcokan. Satu sama lain sama-sama egoisnya mempertahankan pendapatnya dengan mengumbar nafsu. Demikian pula dalam keluarga yang selalu memandang harta kekayaan masih kurang bila dibandingkan dengan yang lain, sehingga muncul keinginan untuk mencukupi kebutuhaanya dengan cara-cara yang tidak wajar, misalnya mencari pinjaman dengan melebihi dari panghasilan yang diperoleh tiap bulannya, atau yang lebih parah lagi melakukan kegiatan tindak penipuan, perampokan, bahkan mengedarkan uang palsu atau menjadi Bandar Narkoba. Bahagiakah keluarga yang dibangun dengan cara yang demikian ini?
Ada suatu kisah keluarga besar di masyarakat pedesaan, antara keluarga terjalin komunikasi yang baik, dengan tetangga saling menolong, saling menghurmati, bahkan pendidikan anak berlangsung secara alami. Rumah mereka dari bangunan yang sederhana, beratapkan rumbia, berdindingkan dari bambo, tidak memakai eternity, rumah mereka hanya dipisahkan kamar tidur yang merupakan tempat privasi suami istri. Sekalipun penghasilannya pas-pasan, makan dan minum hanya sekedarnya saja, bahkan makanan hanya sekedar untuk menegakkan punggung namun kehidupannya nampak bahagia.
Pada zaman Rasulullah SAW pernah ada seorang wanita tua yang bernama Ibu Muti’ah. Suatu saat Rasulullah SAW memerintahkan kepada putrinya Siti Fatimah, bila ingin menjadi wanita yang mulia belajarlah kepada Muti’ah, dia tinggal dikampung yang cukup jauh. Segeralah Siti Fatimah berangkat dengan ditemani putranya Hasan, setelah berjalan cukup jauh sampailah pada rumah yang dimaksud, lalu dia mengetuk pintu dan mengucapkan salam. Setelah disambut, dipersilahkan Fatimah untuk masuk ke dalam rumah, dan Hasan disuruh untuk tetap tinggal diluar, karena didalam rumah tidak ada orang laki-laki.
Setelah dipersilahkan duduk, Fatimah menengok sisi kanan, kiri, atas bawah. Dalam hati berkata, apa kelebihan wanita ini hingga ayahandanya menyuruh berguru kepadanya. Dilihatnya di pojok ruangan terdapat baskom berisi air, lalu kain lap dan cemeti. Fatimah bertanya, untuk apakah benda-benda tersebut. lalu dijelaskan bahwa ketika suaminya pulang kerja, suaminya lalu disambut, karena melihat nampak kusut, maka dibilaslah muka, tubuh, tangan dan kakinya. Setelah itu di lap dengan kain yang telah tersedia. Kemudian suaminya beristirahat sejenak sambil menyantap hidangan yang telah disediakan oleh istrinya. Setelah itu suaminya mandi dan menegakkan shalat. Setelah selesai sambil duduk dan hilang rasa capeknya, saya ambilkan cemeti untuk suami sambil saya berkata. Wahai kanda, jika pelayanan saya kepadamu masih kurang saya mohon, kanda untuk menyambuk saya sebagai tebusan atas kelalaian saya.
Siti Fatimah terkejut lalu bertanya lagi, bagaimanakah sikap suamimu? Dia menerima cemeti lalu diletakkan di sebelah tempat duduknya, dan dia menarik tanganku lalu memelukku dengan penuh kasih sayang. Dari kejadian tersebut barulah Siti Fatimah mengetahui, mengapa rasul memerintahkan untuk belajar kepada Ibu Muti’ah.
Karena itu bersyukur bila kita diberikan kemampuan untuk membangun rumah sesuai dengan perkembangan zaman, dan wujud syukurnya hendaknya keindahan dan kemegahan rumah diimbangi dengan keikhlasan dalam menegakkan syariat Allah, dan semangatnya didalam malaksanakan amar makruf nahi munkar. Keluarga merupakan bangunan suatu negara yang paling kecil, agar banguan tersebut tetap menjadi keluarga idaman, rumah yang mendatangkan kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan penghuninya dapat melakukan kiat-kiat sebagai berikut:
1. Menjaga dan melaksanakan hak dan kewajiban setiap anggota keluarga.
“…. dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf, akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS. Al Baqarah: 228)
2. Saling menasehati di dalam melaksanakan kebenaran, kesabaran dan keikhlasan atas dasar kasih sayang dengan cara yang baik.
“ Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. (QS. Al Ashr: 2-3)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (QS. Ali Imran: 159)
3. Seluruh anggota keluarga yang meliputi suami, istri anak-anak dan anggota yang lain saling berlomba-lomba dalam kebaikan untuk mewujudkan surga dunia dan akhirat.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka Mengetahui.” (QS. Ali Imran: 133-135)
4. Selalu bertolong-menolong dan bekerja sama dalam melelaksanakan kebajikan dan taqwa. Mereka akan senantiasa mengerjakan keburukan, permusuhan dan perbuatan dosa lainnya.
“… dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”. (QS. Al Maidah: 2)
Keluarga merupakan bangunan negara yang paling kecil, sehingga untuk mewujudkan bangunan rumah tangga yang kokoh tiada pilihan kecuali setiap anggota keluarga untuk menyibukkan diri pada hal-hal yang baik. Membiasakan diri melakukan yang baik untuk memberi dan menjadi teladhan dalam keluarga. Walaupun suami adalah merupakan kepala keluarga, namun bisa jadi akan mencontoh pada istri dan anak-anaknya dalam ketaatan kepada Allah. Sesungguhnya rapuhnya bangunan rumah tangga sering dipicu oleh pihak ketiga, yaitu syetan yang mengajak dan membisikkan hawa nafsunya sehingga melakukan hal-hal yang tidak baik. Ketika nilai-nilai kebaikan dalam keluarga senantiasa menjadi kebiasaan hidup niscaya bisikan hembusan nafsu syetan akan sirna. Namun karena syetan selalu menciptakan tipu muslihat maka setiap anggota keluarga agar mengaca pada orang-orang shalih. Lihatlah kepada orang yang lebih tinggi dalam hal kesalihannya nsicaya akan menjadi hamba yang selalu istiqomah dalam menegakkan syari’at Allah.