Tampilkan postingan dengan label Kajian Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian Islam. Tampilkan semua postingan

7/17/2020

Adab bersedekah menurut Alquran Al Baqarah Ayat 262, 263

Ada pepatah Jawa yang mengatakan “bandha mung titipan nyawa mung gadhuhan” harta hanya titipan, nyawa hanya pinjaman. Setiap suku bangsa mempunyai para lelulur yang meningggalkan kata bijak dan patut untuk dijadikan teladan. Salah satunya orang Jawa mempunyai perhitungan dan mengingat setiap kejadian dari sebab dan akibat. Sesuatu yang terjadi pada kehidupan manusia senantiasa dicatat dan diingat-ingat sehingga menjadi landasan dalam berbuat dan kehati-hatian dalam bertindak. Para tokoh diantaranya Frans Magnis Suseno menulis dalam buku Etika Jawa, menggambarkan tentang sikap dan kehati-hatian orang Jawa.

7/12/2020

Pemimpin Yang Baik, Saling Mencintai dan Saling Mendoakan

Kita sering mendengar kata pemimpin, sebenarnya apakah memimpin itu? Pemimpin adalah orang yang memimpin. Maka bila ada pemimpin pasti ada yang dipimpin karena itu kedua keduanya saling berkaitan. Di dalam hadis nabi Muhammad disebutkan bahwa kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban dari kepemimpinannya.

Kepemimpinan dalam Islam berdimensi dunia akhirat, karena bertanggungjawab kepada yang memberikan mandat didunia yaitu pejabat yang diatasnya. Kepemimpinan berorientasi akhirat karena setiap kemimpin bertanggung jawab terhadap Allah. Kepemimpinan merupakan amanah, untuk memmimpin dan membawa pada yang dipimpin mendapaatkan kebahagiaan, kesejahteraan, keamanan. Untuk mewujudkan masing-masing pemimpin mempunyai skill dan styile yang berbeda-beda sehingga didalam melaksanakan kempemimpinan mempunyai efektifitas dan produktifitas yang bebeda-beda.

Di dalam organisasi pemimpin dibagi menjadi tiga macam, pertama manajemen puncak top manajer (manajer puncak), kedua middle manager (manajer menengah), ketiga low manager/ supervisor (manajer bawahan). Seorang pemimpin harus mempunyai keterampilan manajemen (manajerial skill) ataupun keterampilan teknik (technical skill). Semakin rendah kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi, semakin rendah keterampilan manajemennya. Hal ini karena aktivitas yang dilakukan bersifat operasional, sebaliknya semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi, semakin menonjol keterampilan manajemennya karena aktivitas yang dijalankan bersifat konsepsual konsepsional. Dengan kata lain semakin tinggi kedudukan seorang pemimpin dalam organisasi ia semakin dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir secara konseptual, strategis dan makro. (Umam, Khaerul (2015), Manajemen Organisasi, Pustaka Setia, Bandung hal: 126)

Pemimpin melaksanakan kepemimpinan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan, karena itu bila tujuan bisa dicapai maka disitulah wujud kesuksesan seorang pemimpin, sebaliknya bila pemimpin tidak mempunyai visi, pandangan yang positif, maka tidak mempunyai rencana atau program jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Pemimpin yang demikian ini ini sangat mustahil akan bisa membawa pada anggoat pada kemajuan dan perkembangan yang positif. Karena cenderung pemimpin yang demikian ini hanya mempunyai keterampilan keterampilan teknis secara spesifik yang tidak bisa membuat program dan perencanaan yang signifikan.

Untuk menjadi pemimpin yang bisa membawa pada ada anggota yang dipimpinnya mencapai tujuan yang direncanakan maka seorang pemimpin dengan yang dipimpin mempunyai sikap saling mencintai, saling mendoakan sehngga akan terwujud keharmonisan. Rasulullah telah menjadi figur uswatun hasanah, sehingga apapun yang dikatakan sesungguhnya telah dilaksanakan.

خِيَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُحِبُّونَهُمْ وَيُحِبُّونَكُمْ وَيُصَلُّونَ عَلَيْكُمْ وَتُصَلُّونَ عَلَيْهِمْ وَشِرَارُ أَئِمَّتِكُمْ الَّذِينَ تُبْغِضُونَهُمْ وَيُبْغِضُونَكُمْ وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُنَابِذُهُمْ بِالسَّيْفِ فَقَالَ لَا مَا أَقَامُوا فِيكُمْ الصَّلَاةَ وَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْ وُلَاتِكُمْ شَيْئًا تَكْرَهُونَهُ فَاكْرَهُوا عَمَلَهُ وَلَا تَنْزِعُوا يَدًا مِنْ طَاعَةٍ

"Sebaik-baik pemimpin kalian adalah mereka mencintai kalian dan kalian mencintai mereka, mereka mendo'akan kalian dan kalian mendo'akan mereka. Dan sejelek-jelek pemimpin kalian adalah mereka yang membenci kalian dan kalian membenci mereka, mereka mengutuk kalian dan kalian mengutuk mereka." Sahabat ditanya, "Wahai Rasulullah, tidakkah kita memerangi mereka?" maka beliau bersabda: "Tidak, selagi mereka mendirikan shalat bersama kalian. Jika kalian melihat dari pemimpin kalian sesuatu yang tidak baik maka bencilah tindakannya, dan janganlah kalian melepas dari ketaatan kepada mereka." (HR. Muslim: 3347, 3348)

Dari hadits tersebut disebutkan syarat-syarat pemimpin yang baik:

  1. Pemimpin mencintai anggota atau rakyatnya, sehingga amanah kepemimpinannya diterima dengan senang untuk mewujudkan kecintaannya.
  2. Yang dipimpin atau rakyatnya mencintai pemimpinnya, yang karenanya akan terwujud harmonisasi dalam kehidupan, terwujud saling menghargai dan menghormati.
  3. Pemimpin mendoakan kepada yang dipimpin atau rakyatnya. Pemimpin akan membimbing, mengarahkan, melindungi anggota sehingga anggota merasa aman, nyaman, bahagia dan sejahtera.
  4. Anggota yang dipimpin/ rakyat mendoakan pada pemimpin, karena pemimpinnya dapat membimbing dan menyelamatkannya.

Bila dalam suatu organisasi terjadi sikap kontra produktif, tidak adanya sikap saling menyayangi dan menghormati maka kepemimpinan akan terjadi kegagalan. Bagaimana pemimpin yang tidak dicintai rakyatnya akan berupaya untuk mewujudkan kesejahtraan rakyatnya. Demikian pula pemimpin yang tidak mencintai rakyatnya tentu akan berbuat sewenang-wenang, bahkan segala upayanya hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi. Telah banyak contoh tentang pemimpin dan rakyat yang saling mencintai, menghormati sehingga Allah melimahkan barakahnya.

7/09/2020

Ciri-Ciri Orang Bertaqwa dan Konsekwensi Yang Harus Dilakukan, Khutbah Bahasa Indonesia

Realisasikan taqwa pada amaliah keseharian akan membentuk tabi’at atau watak serta perangai yang menjadi ciri-ciri orang yang bertaqwa. Walaupun tabi’at itu sekecil biji sawi pengaruh taqwa tersebut akan memberikan pencerahan dan aura kesejukan serta kedamaian pada diri seseorang yang bertaqwa dan juga lingkungan sekitarnya.

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِيْ فَرَضَ عَايِناً بِأَعْمَلِ الصَّالِحَاتِ وَنَهَى بِأَعْمَلِ السَّيِّئَاتِ وَالْمُنْكَرِ. أَشْهَدُ أَنْ لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْـدَهُ لاَشَـرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِىَّ بَعْدَهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا حَبِيْبِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَمَنْ وَالَهُ . أَمَّا بَعْدُ.فَيَا عِبَادَ اللهِ, اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَاتَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ .

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Pada kesempatan yang mulia ini, kami senantiasa mengajak pada para jema’ah marilah kita tingkatkan iman dan takwa kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa. yaitu dengan sekuat daya upaya melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya.

Dalam khutbah juma’ah ini akan kami sampaikan ciri-ciri orang yang bertakwa agar kita dapat yakin dan menjadi sebenar-benar insan muttaqin dihadapan Allah SWT dan implementasi taqwa kita berpengaruh positif pada masyarakat di sekeliling kita.

Dengan ketaqwaan yang demikian Islam mampu menunjukan misi utamanya sebagai agama rahmatan lil’alamin, bukan sebagai agama yang terhijab/ tersekat dan tertutup oleh orang Islam itu sendiri. Sebagaimana disampaikan oleh Syeh Muhammad Abduh :
أَلْاِسْلَامُ مَحْجُوْبٌ بِالْمُسْلِمِيْنَ
“Agama Islam tertutup (perkembangannya) oleh orang Islam sendiri”

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Pengertian taqwa yang telah masyhur dikemukakan oleh para ulama adalah “Menyamakan atau melaksanakan perintah-perintah Allah dan menghindar atau menjauhi larangan-larangan-Nya “
Dari pengertian tersebut banyak sekali konsekwensi yang harus kita laksanakan untuk mewujudkan dengan sebenar-benar taqwa, diantaranya:
1. صِحَّةُ الْعَقْدِ : Prinsip teguh dalam keimanan dan ketauhidan.
Allah telah berfirman dalam surat Al Fussilat 30 yang Artinya:
“ Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian merekia meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) “Janganlahkamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.
2. أَلْعَمَلُ بِالْعِلْمِ : Prinsip kewaspadaan berdasar pengetahuan dengan cara berpegang teguh pada agama yang haq dan murni yaitu agama Islam sebagai petunjuk dan pemandu amaliyah ummat dengan kesempurnaan syari’atnya. Allah berfirman didalam surat Ar-Ruum 30 yang Artinya :
“ Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam) sesui fitrah Allah, disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”
3. أَلصِّدْقُ بِالْقَصْدِ : Perinsip kesungguhan dalam kebaikan. Sungguh sungguh melaksanakan peribadatan dengan niat dan ikhlas. Peribadatan demikian ini akan sampai pada tujuan dan memiliki bobot/ kwalitas dihadapan Allah SWT.
4. أَلْوَفَاءُ بِالْعَهْدِ : Prinsip disiplin. melaksanakan kewajiban sesuai / tepat waktunya.
5. اِجْتِنَابُ الْحَدِّ : Prinsip menghindar dari kerusakan. Berusaha keras dengan segala daya upaya menghindari larangan Allah dan rasul-Nya. Karena pada dasarnya larangan yang dilaksanakan pastilah menyebabkan kerusakan.

Dari direalisasikan taqwa pada amaliah keseharian maka akan membentuk tabi’at atau watak serta perangai yang menjadi ciri-ciri orang yang bertaqwa. Walaupun tabi’at itu sekecil biji sawi pengaruh taqwa tersebut akan memberikan pencerahan dan aura kesejukan serta kedamaian pada diri seseorang yang bertaqwa dan juga lingkungan sekitarnya.

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Allah menyebutkan beberapa ciri orang bertaqwa
termaktub didalam Alquran surat Al Baqarah ayat 1-5:


Alif Lam Mim, Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan mereka yang beriman kepada (Al-Qur’an) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dan (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelum engkau dan mereka yakin akan adanya akhirat. Merekalah yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.

Dalam Alquran surat Ali Imran 133-134 juga disebutkan:

“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa (yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu luang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan”.

Jema’ah Juma’ah Rahimakumullah
Berdasar firman Allah tersebut di atas bahwa ciri-ciri orang-orang yang bertaqwa yaitu :
1. Mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki baik di waktu luang maupun sempit.
2. Mereka yang beriman kepada (Alquran) & (kitab-kitab) yang telah diturunkan sebelumnya.
3. Mereka yang yakin akan adanya akhirat.
4. Mereka yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.

Namun lebih dari itu kita harus selalu meningkatkan ketaqwaan, agar tidak termasuk orang yang merugi karena hari ini kita lebih baik dari hari kemarin. Dan untuk mencapai sebenar-benar taqwa, sebagaimana disampaikan oleh Syeh Al Muhasibi salah seorang ahli tasyawuf berpendapat bahwa bukti utama ketaqwaan ialah bersikap wara’ terhadap larangan-larangan Allah. Yang dimaksud dengan wara’ oleh Syeh Ibrahim bin Adham, ialah “meninggalkan segala sesuatu yang meragukan dan yang tidak berarti, meninggalkan yang diharamkan, yang makruh dan bahkan yang tidak diperlukan oleh agama”.
Demikian khutbah Jum’ah ini kami sampaikan semoga kita dapat selalu meningkatkan taqwa kita kepada Allah setelah mengetahui ciri-ciri dan konsep peningkatannya, amin.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ .وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ


7/06/2020

Tobat, Hapus Dosa dan Kesalahan Untuk Wujudkan Kebeningan Hati

Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah dalam sebaik-baik bentuk. Karena sangat mustahil, bila Allah menciptakan manusia dengan tidak sempurna lalu diberi mandat untuk menjadi khalifatul ard (wakil Allah di muka bumi). Dengan kesempurnaan penciptaan tidaklah cukup, karena manusia harus diuji dalam beberapa tingkatan. Lalu Allah memberikan kelengkapan sebagai penunjang bagi kesempurnaan manusia.

Kelengkapan dan kesempurnaan panca indra dan fungsinya, lalu diberi akal, hati dan agama. Bila hilang salah satu fungsi tersebut, maka kesempurnaan manusia akan menjadi berkurang. Bahkan kekurangan itu sampai pada level yang lebih rendah daripada binatang ternak.
“Dan Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai’. (QS. Al A’rof: 179

Apakah yang menjadikan kekurangan dari kesempurnaan itu? Hal ini karena disamping hati yang akan selalu merenung, mengakui kebesaran Allah. Namun Allah menciptakan hawa nafsu. Hawa nafsu harus dikendalikan, sehingga ketika hawa nafsu tidak terkendali akan menimbulkan perbuatan tercela sehingga berbuat salah dan menimbulkan dosa baik dosa kecil maupun dosa besar.

Upaya menghapus dosa
Kategori dosa ada dua yaitu dosa kecil dan dosa besar. Bentuk dosa kecil tidak terhitung jumlahnya, berbeda dengan dosa besar sebagaimana sabda nabi Muhammad SAW:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

"Jauhilah tujuh dosa besar yang membinasakan." Para sahabat bertanya; 'Ya Rasulullah, apa saja tujuh dosa besar yang membinasakan itu? ' Nabi menjawab; "menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan tanpa alasan yang benar, makan riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang, dan menuduh wanita mukmin baik-baik melakukan perzinahan." (HR. Buchari Muslim)

سُئِلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ الْكَبَائِرِ قَالَ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ وَقَتْلُ النَّفْسِ وَشَهَادَةُ الزُّورِ

Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang kaba'ir (dosa-dosa besar). Maka Beliau bersabda: "Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orangtua, membunuh orang dan bersumpah palsu". (HR. Buchari Muslim)

Dosa besar menjadi penghalang untuk meraih rahmat dan ampunan Allah. Bila dosa kecil sangatlah mudah untuk dihapuskan, misalnya dengan berjabat tangan, mengucapkan istighfar, berwudu. Namun karena dosa kecil jumlahnya sangat banyak maka potensi manusia untuk berbuat dosa juga semakin banyak, sehingga jangan sepelekan ketika sudah melakukan dosa kecil.

Sebagai ilustrasi, ada sebuah kaca jendela yang baru saja dipasang dan masih nampak bersih, sehingga dengan kaca itu bisa menerangi ruangan terutama pada siang hari tanpa menggunakan lampu atau penerangan. Namun karena kaca tersebut sering terkena debu, dari sedikit demi sedikit, debu tersebut menempel pada kaca. Karena tidak pernah dibersihkan maka dari debu tersebut akan terus menempel sehingga menjadi hitam dan menutupi kaca tersebut. Sehingga walaupun pada siang hari ruangan tetap gelap dan harus mendapatkan penerangan atau lampu karena itu sekalipun dalam ruangan itu ada jendela, namun karena kaca tersebut penuh dengan kotoran. Pada awalnya adalah merupakan debu yang ringan dan disepelekan, namun lama-kelamaan menjadi kotoran yang berat sehingga menutupi sinar yang akan masuk ke dalam ruangan itu. Karena itu dosa kecil bila dibiarkan secara terus menerus akan semakin berkumpul dan akumulasi dosa kecil seakan menjadi dosa besar.

Karena itu sekalipun dosa kecil hendaknya selalu dibersihkan agar hati tetap bening sehingga mudah menerima petunjuk Allah, dengan memperbanyak istighfar menyempurnakan wudhu . Adapun untuk yang dosa besar hanya bisa dilakukan dengan melakukan tobat, permohonan ampun kepada Allah.


“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai." (QS. Attahrim: 8)

Dalam Tafsir Alquran terbitan Departemen Agama, bahwa orang yang percaya kepada Allah dan rasulnya diperintahkan untuk bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya. Adapun ciri-ciri taubatan nasuha adalah 1) berhenti dari perbuatan maksiat yang telah dilakukan, 2) menyesali perbuatan buruk yang telah dilakukan atau perbuatan tercela yang telah dilakukan, 3) tidak akan mengulangi perbuatan maksiat yang telah dilakukan.

Bila dosa yang berkaitan dengan haqqul Adam, misalnya mencuri atau merampok maka hasil jurian, rampokan dan jarahan agar dikembalikan kepada pemiliknya. Kemudian bila menuduh orang berbuat zina dan tuduhan itu adalah tuduhan palsu, maka agar menyerahkan diri dan dilanjutkan dengan permohonan maaf kepada orang yang telah dituduh. Bila melakukan perbuatan menggunjing yang mengarah pada perbuatan fitnah maka agar meminta maaf kepada orang yang telah digunjingkan atau difitnah. Karena sesungguhnya pergunjingan adalah perbuatan tercela, bila nyata maka itu adalah termasuk ghibah dan apabila tidak nyata maka itu termasuk kategori fitnah.


“Dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan,” (QS. Al Baqarah; 191)

“Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh”. (QS. Al Baqarah: 217)

Bila telah melakukan kesalahan-kesalahan yang berkaitan dengan haq Adam, maka agar diselesaikan terlebih dahulu, baru meminta maaf kepada Allah dan selanjutnya bertobat mudah-mudahan dengan bertobat itu akan bisa menghapuskan dosa-dosa yang sudah dilakukan. Nabi Muhammad sekalipun pribadi yang maksum, sudah dijaga oleh Allah dari perbuatan dosa, namun beliau selalu melakukan istighfar bertaubat kepada Allah dalam sehari tidak kurang dari 100 kali. Bagaimanakah dengan umatnya?

6/18/2020

Nasihat Untuk Mempelai, Bina Keluarga Sakinah

Setiap kita menerima undangan pernikahan sering kita temukan kalimat semoga menjadi keluarga yang sakinah, lalu ketika menyaksikan ijab qobul juga mendengar kata sakinah. Ketika bertemu dengan pengantin baru atau ketika menghadiri acara resepsi maka ucapan yang paling indah adalah semoga menjadi keluarga sakinah dalam acara walimatul nikah juga terdengar orang mengucapkan kata sakinah.




5/31/2020

Ibadah Lillah Pasca Ramadhan


Puasa Ramadhan 1441 H adalah ibadah yang istimewa, keistimewaan tersebut secara umum telah terjadi pada puasa Ramadhan pada tahun-tahun yang lalu. Keistimewaan secara nash, menurut petunjuk Allah dalam surat Al Baqarah ayat 183:

  1. Puasa Ramadhan adalah ibadah yang dikhususkan bagi orang-orang yang beriman, sehingga bila bukan orang yang beriman tidak diwajibkan melaksanakan puasa Ramadhan.
  2. Ibadah puasa Ramadhan menjadi media untuk mewujudkan orang yang bertaqwa, di beberapa surat dan ayat Alquran tentang tanda-tanda orang yang bertaqwa. Puasa bukan hanya menahan diri untuk tidak makan, minum dan berhubungan suami istri pada siang hari, tetapi orang yang berpuasa juga agar dapat menahan diri dari ucapan dan perbuatan yang tidak baik. Sehingga diharapkan dapat mengisi bulan Ramadhan dengan kegiatan-kegiatan dan amal yang baik seperti shadaqah, tadarus Alquran, salat tarawih dan lain-lain.
  3. Dalam bulan Ramadhan Allah melipatgandakan setiap amal ibadah, setiap ibadah pahalanya akan dilipatgandakan. Ibadah puasa langsung akan diterima Allah dan hanya Allah yang akan menghitung pahalanya. Dan ibadah sunnah akan dilipatgandakan, bahkan tidurpun akan dihitung sebagai ibadah. Yaitu tidur yang bertujuaan untuk menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak baik.
  4. Pada bulan Ramadhan ada suatu malam dimana setiap mukmin yang beribadah pada malam tersebut akan diberikan pahala sebagaimana orang yang beribadah seribu bulan, yaitu peristiwa lailatul qadar.
  5. Pada bulan Ramadhan Allah membuka pintu rahmat, maghfirah bahkan para syetan dibelenggu. Ibadah diluar bulan Ramadah menjadi ibadah yang berat sehingga juga akan menambahkan kadar pahala disisi Allah.


Keistimewaan di masa pandemi.
Keistimewaan kedua pada Ramadhan 1441 H adalah pelaksanaan puasa yang belum pernah dialami, bahkan penulis sendiri baru mengalami pada tahun ini dengan berharap tidak akan pernah terjadi lagi ibadah puasa Ramadhan di tengah pandemi virus corona/ Covid- 19 dan wabah penyakit lainnya. Ingin agar ibadah penuh kedamaikan. Namaun ternyata ibadah pada atahun ini berhadapan dengan dua hal, yaitu pertama mengikuti himbaukan pemerintah dan tokoh agama, kedua mengikuti pengetahuan diri sendiri.

Puasa Raamadhan dengan segala amaliahnya adalah ibadah tahunan, dari tahun ke- tahun kegiatan itu hanya memutar rutinitas yang telah dilakukan, shalat tarawih, tadarus Alquran, buka bersama dan kegiatan lainnya. Ada kelompok dan golongan yang dengan khusuk dan khudhu’ tetap melaksanakan namun dalam nuansa keluarga sesuai dengan himbauan pemerintah dan tokoh agama. Ibadah adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Melaksana Ibadah adalah merpakan bentuk ketaatan kepada Sang Khaliq, dan Allah telah menetapkan untuk taat pada Allah, rasul dan ulil amri.

Dalam kaidah bahasa Arab penyebutan suatu perintah yang disambung dengan wau ‘athaf, maka mempunyai kekuatan huokum yang sama, sehingga bila taat pada perintah Allah juga agar taat kepada rasul dan juga taat kepada para pemimpin. Pemerintah dan tokoh-tokoh agama telah mengeluarkan himbauan dan keputusan untuk membatasi bulan Ramadhan telah melalui kajian dan penelitian. Tidaklah membatasi kegiatan peribadatan kecuali untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjaga khifd nafs karena musibah, malapetakan yang disebabkan oleh virus corona/ Covid-19.

Di samping ada yang yang mengikuti himbauan pemerintah dan tokoh agama, ada kelompok dan golongan yang tetap beraktivitas sebagaimana biasa, shalat tarawih tetap dilaksanakan di masjid, tadarus Alquran secara bergerombol, bahkan kadang mereka bangga dapat beraktivitas, dengan mengatakan, mengapa beribadah harus dibatasi? Dengan berbagai macam argumentasi disampaikan untuk merebut simpati masyarakat.

Kondisi itu yang menjadi gesekan- gesekan dalam kegiatan sosial, ibadah yang seharusnya bernuansa pribadi, sosial dan spiritual, ternyata lebih dominan pada nuansa pribadi. Mengutamakan kepentingan pribadi dengan tidak menghiraukan dampak sosial. Karena itu hendaknya mengevaluasi apakah ibadahnya “Lillah atau linnas”.

Pasca Ramadhan
Ibadah yang berlandaskan Lillah tidak ditentukan situasi dan kondisi tetapi dilakukan secara terus terus-menerus, Allah telah berfirman:

“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Alam Nasrah: 7-8)

Sebagian ahli tafsir menafsirkan apabila kamu (Muhammad) telah selesai berdakwah maka beribadatlah kepada Allah, apabila telah selesai mengerjakan urusan dunia, maka kerjakanlah urusan akhirat, dan ada lagi yang mengatakan apabila telah selesai mengerjakan shalat berdoalah. Jadi setelah selesai melakukan kegiatan ibadah maka untuk segera melaksanakan kegiatan yang lainnya. Demikian juga ibadah puasa Ramadhan bila itu adalah merupakan bulan pelatihan maka bukti pelatihan yang sukses adalah setelah puasa Ramadhan bagaimana ibadah puasa wajib kemudian disusul dengan ibadah puasa sunah yang lainnya.

Bila puasa Ramadhan adalah bulan penjernihan emosi, maka puasa Ramadhan akan lebih banyak meningkatkan ibadah yang bernuansa sosial, karena dengan aktivitas sosial itulah orang akan bisa memahami kondisi diri sendiri melalui interaksi sosial. Keimanan seseorang diuji dari kegiatan-kegiatan sosial, ketika sudah kuat menghadapi tantangan dalam kehidupan sosial maka jiwanya akan menjadi yang lebih mapan dan emosinya lebih tertata. Bila bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh keberkahan maghfirah dan pahalanya dilipatgandakan oleh Allah maka pada bulan Ramadhan banyak yang melakukan kegiatan seperti tadarus Alquran memperbanyak shadaqah dan kegiatan sosial lainnya, maka kegiatan-kegiatan itu bisa dilestarikan pasca Ramadhan, karena puasa Ramadhan adalah bulan pelatihan bagi setiap mukmin agar bisa dilaksanakan di bulan-bulan yang lainnya.

Karena itu ibadah Lillah adalah ibadah yang semata-mata karena mengharap ridha Allah, melaksanakan perintah Allah dan rasul-Nya. Ibadah yang demikian ini telah menjadi ikrar bagi setiap muslim ketika awal dia mengucapkan dua kalimah syahadah dan ucapan tersebut sering kali diucapkan ketika menegakkan shalat.

“Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS. Al An’am: 162)

Ibadah kepada Allah sepanjang masa, selama hidup untuk bekal meraih kebahagiaan Akhirat. Ibadah bersama, bersama dalam beribadah, saling menolong, saling mengingatkan, saling berbuar kesabaran. Setiap manusia pasti akan mengalami ajal, ajal yanag baik adalah khusnul khatimah. Dan khusnul khatimah akan diperoleh jika di akhir hayat dalam kondisi iman dan taqwa kepada Allah. Karena itu tiada batas untuk selalu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan.

5/30/2020

Belajar Shalat, dari Sunnahnya


Setiap ibadah yang difardukan atau wajib diwajibkan oleh Allah merupakan pangkal atau pokoknya ibadah, seperti orang menegakkan shalat, ada shalat fardhu sebagai pangkal ibadah. Shalat fardhu tidak boleh ditinggalkan dalam kondisi apapun dan dimanapun, dalam ketentuan fikih ada ibadah yang bisa dilaksanakan pada waktu tertentu, tapi ada yang bisa dilakukan di waktu yang lain, misalnya melaksanakan shalat jamak dan qashar. Atau ibadah shalat bisa dilakukan dengan kondisi yang berbeda, bagi orang yang sehat dilaksanakan dengan berdiri, tetapi kalau tidak bisa berdiri maka dilakukan dengan duduk, bila dengan duduk tidak bisa maka dilaksanakan dengan berbaring, bila dengan berbaring tidak bisa, maka dengan isyarat.

Setelah ibadah shalat fardhu, Allah memberikan kelengkapan ibadah shalat dengan shalat sunnah. Banyak sekali ibadah ibadah shalat sunah, ibadah shalat sunah ini mempunyai keterkaitan dengan ibadah shalat fardhu, karena ibadah shalat sunah bisa menjadi penyempurna, pelengkap, penambah pahala di sisi Allah. Demikian juga wudhu merupakan rangkaian persiapan sebelum melaksanakan shalat, sebagaimana dalam Alquran surat Al Maidah ayat 6 ada empat hal, yaitu membasuh muka, membasuk tangan sampai dengan siku, menyapu kepala dan membasuh kaki sampai dengan kedua mata kaki.

Lalu dalam praktek berdasar sunnah rasul menjadi 6 yang diawali dengan niat, dan yang terakhir menegaskan bahwa pelaksanaan wudhu harus tertib. Untuk penyempurna, kelengkapan ibadah yang fardhu, maka Allah memberikan keutamaan untuk melakukan amalan-amalan sunnah. Diantara sunnah berwudhu disebutkan dalam Fiqih Sunnah karya Sayid Sabiq:
1. Memulai dengan membaca basmalah. Bahwa ketika akan melakukan perbuatan apapun maka hendaknya dimulai dengan mengucap asma Allah.

كُلُّ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ أَقْطَعُ

"Semua perkara penting yang tidak dimulai dengan hamdalah adalah sia-sia."
(HR. Ibnu Majah)
2. Menggosokkan gigi atau siwak dengan kayu dengan kayu yang kesat, atau menggosok gigi dengan menyikat gigi
3. Membasuh kedua telapak tangan sebelum memulai wudhu.
4. Berkumur-kumur tiga kali.
5. Memasukkan air ke hidung kemudian mengeluarkan menghilangi lagi.
6. Menyilangkan antara jari kedua tangan dengan jari kedua kaki.
7. Mendahulukan yang kanan, bila mmebasuh tangan maka yang dibasuh tangan kanan, membasuk kaki dimulai kaki kanan.
8. Mualat artinya berturut-turut membasuh anggota demi anggota, jangan sampai orang yang berwudhu itu menyela wudhunya dengan pekerjaan lain.
9. Membasuh kedua telinga.
10. Masing-masing dibasuh tiga kali.

أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلَاثًا ثُمَّ تَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثَلَاثًا وَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ ذِرَاعَيْهِ ثَلَاثًا ثَلَاثًا ثُمَّ مَسَحَ بِرَأْسِهِ وَأُذُنَيْهِ ظَاهِرِهِمَا وَبَاطِنِهِمَا

Didatangkan air wudhu kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu beliau pun berwudhu, beliau membasuh kedua telapak tangannya tiga kali, kemudian berkumur dan beristinsyaq tiga kali, lalu membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh kedua lengannya tiga kali tiga kali, lalu mengusap kepalanya dan kedua telinganya; bagian luar dan dalamnya. (HR. Abu Dawud)

11. Berdoa selesai wudhu.

Sumber bacaan:
Rasjid, Sulaiman H, Fiqh Islam (2014), Sinar Baru Algasindo, Bandung
Rusyd, Ibnu, Bidayatul Mujtahid (2007), Pustaka Amani, Jakarta
Sayid Sabiq, Fikih Islam, (1987), PT Al Ma’arif, Bandung.