Tampilkan postingan dengan label Kajian Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian Islam. Tampilkan semua postingan

4/20/2020

Bertaqwa Di Mana Pun dan Kapan Pun, Dalam Shalat, Zakat, Puasa, Muamalah.



Allah telah memerintahkan kepada hambanya untuk beriman dan bertaqwa, iman adalah fondasi, dasar suatu keyakinan dan taqwa merupakan wujud dari iman. Perintah ini telah disebutkan dalam Aquran


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam” (QS.3, Ali Imran: 102)


“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu dan Barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, Maka mereka Itulah orang-orang yang beruntung. (QS. 64, Attaghobun: 16)

Dua ayat Alquran yang satu mengatakan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman dan bertaqawa dengan sebenar-benar taqwa, dan jangan sekali-kali meninggalkan Islam sehingga sampai akhir hayat akan tercatat sebagai orang yang berserah diri (muslim). Dalam menjalankan perintah Allah, menurut kesanggupan, misalnya ketika sehat maka shalat dilaksanakan dengan berdiri, namun bila sakit sehingga tidak mampu untuk berdiri maka jangan dipaksakan untuk menegakkan shalat dengan berdiri, karena bila dengan berdiri memang tidak sanggup. Maka menegakkan shalat bisa dengan duduk atau berbaring.

Kehidupan manusia selalu berputar, kadang mengalami senang, kadang susah, kadang terasa longgar, kadang setiap saat terasa sibuk dan harus efisien memanfaatkan waktu, begitu juga melihat kondisi ekonomi kadang merasa cukup kadang kekurangan. Demikian pula kadang berada dalam komunitas yang ramai, kadang sepi. Karena itu di manakah iman dan taqwa itu akan di tempatkan. Apakah iman dan taqwa disesuaikan dengan situasi dan kondisi? Dalam hal ini Rasululah SAW telah memberikan pelajaran.

اِتَّقِ اللَّهِ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعْ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ


"Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan yang dapat menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang baik." (HR. Turmudzi , hadits nomor: 1910)

Dalam hadits yang singkat itu terkandung hikmah yang banyak:
1. Perintah untuk bertaqwa kepada Allah di mana pun dan kapan pun, yaitu melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allah. Melaksanakan perintah Allah dengan ikhlas untuk Allah dan mengikuti rasul serta meninggalkan apa yang dilarang atau apa saja yang diharamkan. Misalnya menjalankan apa yang diwajibkan Allah dalam rukun Islam, setelah dua kalimat syahadat lalu melaksanakan shalat, dengan menyempurnakan syarat-syarat, rukun dan kewajiban serta sempurnakan salat itu dengan segala hal yang berkaitan dengan shalat.

Barangsiapa yang tidak memenuhi salah satu syarat salat atau kewajibannya atau rukun-rukunnya, berarti ketakwaannya berkurang, seberapa banyak meninggalkan apa yang diperintahkan. Bertaqwa kepada Allah dalam zakat artinya menghitung semua harta yang wajib dikeluarkan zakatnya untuk dibersihkan, maka orang yang berzakat jiwanya akan menjadi bersih tanpa merasa bakhil, iri, tamak, tanpa merasa berat dan tanpa mengakhirkan. Barangsiapa yang tidak melakukan seperti itu, berarti tidak bertaqwa kepada Allah.

Bertaqwa dalam puasa berarti melaksanakan puasa seperti yang diperintahkan dengan menjauhi segala kesenangan, senggama, dengki, ghibah, adu domba, dan sebagainya yang dapat mengurangi kesempurnaan puasa dan menghilangkan ruh puasa. Karena makna puasa yang hakiki adalah menahan diri dari apa yang diharamkan Allah SWT. Begitu juga bertaqwa dalam kewajiban-kewajiban lainnya, yaitu menjalankannya dengan penuh ketakwaan kepada Allah, melaksanakan perintahnya dengan penuh keikhlasan dan mengikuti rasul-Nya. Begitu juga bertaqwa dalam larangan-larangan-Nya berarti meninggalkan apa saja yang dilarang Allah. Apapun yang dilarang Allah untuk tinggalkan.

2. Tutuplah keburukan dengan kebaikan untuk menghapusnya. Atau jika melakukan perbuatan yang buruk, maka tutuplah keburukan itu dengan kebaikan karena kebaikan dapat menghapus keburukan. Diantara kebaikan setelah keburukan itu adalah bertaubat kepada Allah dari keburukan karena taubat merupakan kebaikan yang paling mulia.


“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. 2: Al Baqarah: 222)


“Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”. (QS. 24: Annuur: 31)
Amal shalih dapat menghapuskan dosa yang telah dilakukan seperti sabda rasul bahwa shalat Jum’at hingga Jum’at, puasa Ramadha hingga Ramadhan dapat menghapus dosa yang ada diantara keduanya selagi tidak melakukan dosa besar. Demikian pula antara umrah yang satu dan yang lain menjadi kifarat terhadap dosa (kecil) yang dilakukan antara keduanya.

3. Pergauli manusia dengan akhlaq yang baik.
Dalam kehidupan bermasyarakat, jadilah insan yang dapat bergaul dengan akhlaq dan berbudi pekerti yang baik, bila melihat karya dan perilaku orang lain yang baik, biasakan untuk memuji dan jangan mencela, hendaknya menampakkan muka yang cerah, jujur, berbicara yang baik dan berperilaku dengan akhlaq yang mulia. Akhlaq menjadi simbol sempurnanya iman. Karena Rasulullah diutus oleh Allah adalah untuk menyempurnakan akhlaq. Akhlaq yang baik bisa menghantarkan pelakunya pada jalan yang baik, dicintai manusia dan kelak di hari Qiamat akan diberi pahala yang besar. (Syaikh Muhammad Al Utsaimin, Syarah Riyadhus Shalihin, Darul Falah, Jakarta, 2008: 409-411)



4/16/2020

Menjaga Kebersihan Jasmani dan Rohani sebagai Syarat Terkabulnya Doa



Virus Corona (Covid-19) telah mengajarkan kepada manusia untuk membiasakan hidup bersih, walaupun efek yang ditimbulkan menjadi berbagai macam musibah. Dari suatu yang sama sekali tidak diperkirakan ternyata terjadi, dimana-mana timbul rasa ketakutan dan kekhawatiran. Dari menyebarnya penyakit hingga menimbulkan kematian. Karena memang kadang manusia itu bersikap keterlaluan didalam memanfaatkan potensi alam yang diberikan Allah. Didalam Islam telah digariskan bahwa bersuci yang paling bagus adalah menggunakan air, baru setelah air bisa menggunakan debu atau benda-benda kering yang menyerap kotoran (untuk istinjak).

Bersuci dengan menggunakan selain air tentu ada sebab-sebabnya, sebagaimana Sayid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah menyebutkan karena 1) Tidak menemukan air atau ada air tapi tidak mencukupi, 2) Sedang menderita sakit sehingga bila menggunakan air maka sakitnya akan bertambah parah, 3) Jika air sangat dingin dan keras sehingga bisa membahayakan, 4) Air yang berada dekat dengan seseorang tetapi khawatir terhadap keselamatan diri, kehormatan harta, kehilangan teman, terhalang oleh musuh, 5) Air hanya cukup untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, makan, minum, 6) Bisa menggunakan air tapi khawatir tidak bisa melaksanakan kewajiban khususnya shalat. Maka disinilah Allah memberikan ruhshah atau keringanan. Hal ini adalah ketentuan syariat yang harus ditempuh. Sehingga bila ternyata ada air dan tidak ada penghalang untuk menggunakan air sebagai sarana bersuci, maka bila menggunakan selain air tidak dibenarkan.

Dengan memperhatikan hasil penelitian bahwa virus tidak suka dengan sesuatu yang bersih, tidak suka dengan detergen, maka dari kebiasaan manusia yang tidak bersih kemudian berupaya untuk menciptakan kebersihan. Sehinga di tempat-tempat pelayanan masyarakat, masjid, sekolah, perkantoran dan tempat-tempat umum disediakan tempat bercuci tangan atau kadang berupa hand saniteser. Ketika kita diingatkan dengan upaya untuk menggalakan hidup bersih, maka tangan yang banyak menjadi perantara sampainya virus lalu dibersihakan.

Disamping menjaga kebersihan adalah merupakan perintah Allah bahwa Allah itu bersih dan menyukai sesuatu yang bersih. Demikian pula dalam semboyan bahwa menjaga kebersihan itu sebagian dari iman. Karena itu orang yang beriman harus mencintai dan melakukan hidup bersih. Dalam suatu waktu Rasulullah pernah bersabda:

أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ


" Ketahuilah bahwa didalam tubuh tedapat segumpal daging, apabila segumpal daging itu baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila segumpal daging itu rusak, maka rusak pula seluruh tubuh, itulah yang dinamakan hati". (HR. Buchari:50)

Dari hadits itu dipahami bahwa bersih itu meliputi bersih jasmani dan ruhani, karena manusia terdiri dari jasad dan hati atau nafs. Dalam diri manusia nafs memegang peran yang sangat penting. Karena hati yang bersih akan menjamin setiap perilaku menjadi bersih dan sehat. Namun bila hatinya kotor maka semuanya akan menjadi gelap. Kotornya hati bisa karena pengaruh hawa nafsu atau karena kebiasaan-kebiasaan buruk yang dilakukan. Sehingga hati yang kotor ini akan merasa jauh kepada Allah. Walaupun sesungguhnya Allah itu dekat namun menurut dirinya Allah itu jauh. Perasaan jauh ini karena dirinya merasakan setiap doa dan permohonannya tidak didengar Allah, merasa hidupnya selalu dalam kondisi susah.

Karena itu sangat penting untuk menjaga kebersihan hati yang nutrisinya adalah senantiasa memperbanyak zikir kepada Allah. Zikir menjadi alternative penyembuhan segala macam penyakit. Termasuk metode penyembuhan sakit dengan zikir, Allah telah memerintahkan di dalam Alquran surat Al Ahzab ayat 41:

" Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya".
Banyak orang yang menaruh harapan dan keyakinan bahwa dengan memperbanyak zikir segala penyakit akan hilang, benarkah demikian. Untuk memberikan jawaban ini tidak bisa lepas dari pengalaman masing-masing individu setelah melakukan zikir. Sebagaimana penulis rasakan sendiri bahwa didalam organ tubuh, yaitu tepatnya jantung yang merupakan organ vital dari manusia mengalami kerusakan, yang karenannya tidak dapat menjalankan fungsinya secara baik, di dalam memompa darah untuk ditransfusikan ke seluruh tubuh. Sehingga yang terjadi badan sangat kurus, cepat lelah, tidak ada gairah, bahkan ketika bangun tidur sekalian badan terasa lemas, emosi mudah memuncak karena tekanan darah yang tidak normal. Belum lagi penyakit-penyakit lain yang sering ikut mendompleng, misalnya flu pilek yang tak kunjung sembuh, sariyawan, sering masuk angin.


" Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo`a apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah) Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran".
Tepat sekali dengan warta dari Rasulullah SAW:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

"Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka, jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari." (HR. Buchari: 6856)

Dengan memperbanyak zikir dan berdo'a memohon pertolongan Allah, insya-Allah akan menjadi muslim yang akan selalu optimis dan bersikap khusnudhan terhadap qodrat, irodat dan keadilan Allah SWT. Hatinya di jauhkan dari sikap apatis, prasangka buruk kepada Allah dan sifat-sifat buruk lainnya. Nampak pada raut mukanya yang sejuk, teduh, optimis.
Dalam kondisi apapun hendaknya selalu mengupayakan kebersihan, bersih lahir dan batin. Bersih lahir sebagai syarat untuk melaksanakan perintah Allah, bersih batin menjadi syarat untuk merasa dekat kepada Allah. Dan sesungguhnya Allah memang dekat sehingga tidak ada pengahalang bagai Allah untuk mewujudkan doa dan harapan dari hamba-Nya.

4/11/2020

Jadwal dan Nuansa Ibadah pada Bulan Ramadhan di Tengah Wabah Corona


Bulan Ramadhan adalah bulan yang dinanti-nantikan kedatangannya bagi setiap muslim, karena pada bulan itu Allah SWT membuka pintu rahmat, maghfirah dan harapan kelak dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam Surganya Allah SWT. Keberkahan bulan Ramadhan juga dirasakan bagi orang-orang non muslim terutama di bidang perdagangan sandang, pangan dan kebutuhan-kebutuhan lain mengalami peningkatan. Bagi orang Islam mempunyai nilai yang lebih, disamping puasa adalah melaksanakan kewajiban, pada bulan itu Allah memberikan nilai tambah untuk setiap ibadah akan dilipatgandakan pahalanya bahkan akan ada ibadah pada malam hari yang pahalanya seperti orang beribadah seribu bulan, yang disebut lailatul qadar.

Nuansa menyambut bulan Ramadhan, hendaknya tetap dijalankan, dan mungkin persiapan kita akan terfokus pada upaya untuk menciptakan kebersihan rumah, lingkungan dan tempat ibadah. Sudah kita maklumi bahwa salah satu upaya pencegahan virus corona adalah dengan senantiasa menjaga kebersihan. Menyambut puasa Ramadhan dengan senang hati menjadi modal untuk dijauhkan dari api neraka, rasul pernah bersabda “barang siapa yang merasa senang akan datangnya bulan Ramadhan maka diharamkan jasadnya masuk ke neraka”. Sebelum memasuki bulan Ramadhan juga membuat suatu perencanaan dalam keluarga, jadwal kegiatan baik secara pribadi maupun yang berkaitan dengan seluruh anggota keluarga.

Nuansa Ramadhan
Ramadhan pada tahun-tahun yang lalu disambut dengan senang hati dengan melakukan berbagai macam kegiatan. Kegiatan-kegiatan itu bisa berkaitan dengan ubudiyah maupun amaliyahnya.

  1. Kegiatan ubudiyah, adalah kegiatan yang bekaitan dengan proses menyambut bulan suci Ramadan, pelaksanaan ibadah puasa, pengelolaan zakat mal dan zakat fitrah dan pelaksanaan shalat Idul Fitri, karena itu kegiatan ubudiyah meliputi:
  • Melakukan kegiatan kebersihan tempat ibadah, hal yang sudah biasa dilaksanakan adalah membersihkan masjid, langgar dan musholla. Pengecatan, pembenahan lampu-lampu, pembenahan sound sistem, mencuci karpet.
  • Melakukan pencucian sarung, sajadah, mukena.
  • Menyiapkan tempat untuk tadarus Alquran berikut kitab suci Alquran, biasanya takmir masjid memantau ketersedian Alquran dengan kebutuhan, karena itu bila terdapat kekurangan maka akan diupayakan.
  • Membuat jadwal-jadwal kegiatan, meliputi jadwal petugas imam dan bilal shalat tarowih, jadwal kultum pada saat shalat tarowih, jadwal pengisi kuliah subuh, jadwal pengisi pesantren Ramadhan, jadwal petugas konsumsi.
  • Membuat rencana kegiatan buka bersama.
  • Membuat rencana pelaksanaan peringatan Nuzulul Qur’an.
  • Membuat rencana pengumpulan dan pendistribusian zakat fitrah dan zakat mal.
  • Membuat rencana pelaksanaan shalat Idul Fitri berikut petugas khatib dan imam shalat Idul Fitri.
  • Begitu masuk pada bulan Ramadhan, sering kali terjadi pasang surut jamaah shalat Tarowih, karena itu selaku takmir selalu memberikan motivasi pada jamaah agar lebih giat dalam melaksanakn shalat Tarowih, hal ini biasa disampaikan dengan cara melaksanakan kajian kitab, baik Alquran, hadits atau kitab-kitab para ulama’. Biasanya waktnya menyesuaikan bisa antara shalat Isa dan Tarowih, sesudah shalat tarowih, pada saat kuliah subuh, setelah shalat dhuhur, menjelang berbuka puasa. Begitulah kegiatan-kegiatan tahunan yang sudah dilakukan secara terus-menerus.
2.   Kegiatan muamalah, kegiatan ini dilakukan masih berhubungan dengan kegiatan puasa  Ramadhan, karena itu secara pribadi dan masing-masing keluarga juga berbenah untuk menyiapkan segala perlengkapan menyambut bulan Ramadhan dan juga Idul Fitri.


  • Kebutuhan sandang semakin meningkat, baik untuk kegiatan pada bulan Ramadhan atau setelah Ramadhan yaitu acara di bulan Syawal.
  • Kebutuhan pangan juga semakin meningkat, karena pada bulan Ramadhan menyediakan berbagai macam hidangan, demikian pula kebutuhan nutrisi juga lebih ditingkatkan. Karena untuk menjaga stamina selama sehari agar tetap sehat, kuat dan segar.
  • Menjelang akhhir bulan Ramdhan biasanya terjadi mudik, masyarakat yang bekerja atau mukim diluar kota atau luar negeri, ingin menikmati lebaran dikampung halaman bersama anggota keluarga dan masyarakat.


Begitulah bahwa setiap akan datang bulan Ramadhan selalu disambut dengan senang hati, bahkan bagi umat Islam yang tidak melaksanakan puasapun juga turut menyambut bulan suci Ramadhan. Karena itu pada bulan Ramadhan banyak rumah makan yang tutup pada waktu siang hari dan sore hingga malam dibuka. Sehingga banyak keluarga yang sedang berlibur ke luar kota atau keluarga yang ingin merasakan makan diluar rumah. Maka mereka datang ke rumah makan untuk makan bersama. Inilah diantara suka cita malaksanakan puasa Ramadhan.
Namun pada tahun 2020 atau pada Ramadhan 1441 H ibadaah yang demikian nampaknya tidak akan terlaksana, karena dunia sedang dilanda wabah Covid-19. Karena itu kegiatan apakah yang dapat dilakuan pada bulan Ramadhan nanti.

Ibadah puasa Ramadhan pada saat wabah corona.
Setiap ibadah tentu memmpunyai tuntuan syariatnya, ada inti ibadah ada fadhilah, ibadah merupakan wujud pengabdian seorang hamba kepada Allah SWT. Sehingga ibadah akan berdampak bagi diri sendiri, keluarga atau orang lain, bisa memberikan manfaat bagi orang lain, karena itu Rasullulah pernah bersabda, bahwa sebaik-baik orang adalah yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Tentu ibadah pada saat terjadi wabah Covid-19 berbeda dengan ibadaah padaa tahun-tahun yang lalu, ibadah pada tahun ini lebih bernuansa pribadi dan keluarga saja. Ibadah yang bernuansa sosial dan berjamah tidak dilaksanakan, hal ini karena upaya untuk memwujudkan kemaslahan umat. Hal ini karena adanya himbau untuk melakukan social distancing. Dengan demikian shalat berjamaah di masjid/ langgar/ musholla untuk sementara untuk tidak dilaksanakan. Hal ini untuk shalat fardhu dan salat tarowih, bahkan untuk shalat Jum’at dan shalat Idul Fitri juga tidak dilaksanakan. Menteri agama RI telah memberikan tuntunan ibadah pada bulan Ramadhan yang tercantun dalam Surat Edaran nomor 6 tahun 2020.

Karena itu setiap keluarga hendaknya bisa menyesuaikan pelaksanaan ibadah dalam keluarga inti, untuk persiapan melaksanakan shalat tarowih tentu saja sama saja untuk dilaksanakan melalui bersih-bersih rumah dan lingkungannya, menyiapkan tempat jamaah shalat, menyiapkan perlengkapan shalat, karpet, sajadah, sarung, mukena, dan menyiapkan Alquran dan kitab-kitab untuk pendidikan dalam keluarga.

Untuk kegiatan buka puasa dan sahur akan dapat mewujudkan kebersamaan dalam keluarga, shalat tarowih dilanjutkan dengan tadarus Alquran hendaknya menjadi kebiasaan dalam keluarga. Waktu setelah makan sahur dan berbuka puasa menjadi waktu yang panjang bila tidak disertai dengan kegiatan. Disinilah tantangan bagi keluarga untuk menciptakan suasana yang menyenangkan dalam nuansa ibadah. Hendaknya pada bulan Ramadhan nanti setiap pribadi mempunyai target-target yang akan diupayakan untuk dilaksanakan. Misalnya akan menghatamkan Alquran berapa kali, akan mengikuti kegiatan belajar bahasa Arab, bahasa Inggris, pelatihan baca kitab, kajian Islam yang dibimbing oleh salah satu anggota keluarga atau secara on line.

Jadwal kegiatan pada bulan Ramadhan dimulai dari sahur sampai berbuka puasa:

  1. Makan sahur bersama keluarga.
  2. Persiapan shalat Subuh berjamaah, dengan melaksanakan menggosok gigi dan berwudhu.
  3. Shalat subuh berjamaah dilanjutkan dengan tadarus Alquran, baca buku, mengikuti pelajaran baca kitab.
  4. Melaksanakan gerak badan, olah raga ringan, bisa jalan sehat.
  5. Mandi dilanjutkan dengan shalat dhuha.
  6. Melaksanakan aktifitas, bekerja, belajar hingga waktu dhuhur.
  7. Melaksanakan shalat dhuhur dilanjutkan dengan tadarus Alquran, membaca buku-buku, mengikuti kegiatan baca kitab, bahasa Arab.
  8. Melaksanakan shalat Ashar.
  9. Melaksanakan pelatihan bahasa Arab, baca kitab, baca buku.
  10. Buka puasa dilanjutkan dengan shalat maghrib.
  11. Shalat Isa dilanjutkan shalat tarowih
  12. Tadarus Alquran, baca buku-buku, kitab.
  13. Shalat Tahajud.


Demikian rangkaian ibadah puasa Ramadhan dalam kondisi sedang terkena wabah virus corona. Ibadah utamanya dilaksanakan secara berjamaah namun karena situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk dilaksanakan dengan berjamaah. Dengan tidak dilaksanakan dengan berjamaah bukan berarti kemudian ibadahnya menjadi gugur, ibadah tetap wajib dilaksanakan namun dilaksanakan sendiri atau bersama dengan anggota keluarga. Terkecuali shalat Jum’at tidak dilaksanakan tetapi kemudian menegakkan shalat dhuhur. Shalat Idul Fitri tidak dilaksanakan karena akan terjadi interaksi social, tidak terlaksananya social distancing, sehingga akan sulit memutus rantai penularan virus corona. Demikian pula Shalat Idul Fitri sangat rentan terjadinya penularan, apalagi pertemuan dengan para pemudik yang susah terdeteksi sebagai ODP atau PDP.

4/09/2020

Fikir dan Zikir sebagai Penyeimbang Terbentuknya Mentalitas Manusia Karena Lingkungan



Lingkungan adalah kondisi dimana seseorang berada, keberadaan ini bisa dikaitkan dengan keluarga, masyarakat, sekolah, lingkungan kerja dan lainnya. Dalam lingkungan siapa yang mempengaruhi dan siapa yang dipengaruhi, jika ada figur yang mempunyai kemampuan, kekuasaan, kepintaran atau perilaku lainnya maka akan mewarnai kondisi suatu lingkungan dan berpengaruh pada setiap orang. Dalam lingkungan semua orang bisa mempengaruhi, kebiasaan, sikap tutur karta dan perbuatan akan menjadi pembelajaran secara tidak langsung. Pengaruh dan kekuatan akan saling berebut antara perilaku yang baik dan yang buruk. Walaupun semua ini terbentuk secara alami dimana di suatu lingkungan pasti akan ada kecenderungan untuk berbuat baik dan berbuat buruk.

Kehidupan masyarakat selalu begerak secara dinamis, dari perilaku manual menjadi informasi , komunikasi dan sekarang sampai pada era digital. Dahulu orang masih heran melihat televisi, sepeda motor, mobil, pesawat dan lainnya bahkan barang-barang tersebut hanya dimiliki oleh segelitir orang dan menjadi barang yang sangat mewah. Era digital dengan diikuti generasi millineal semua yang diinginkan bisa terwujud, mau naik kendaraan cukup dengan tekan tombol tertentu maka kendaraan akan datang sesuai dengan yang diinginkan. Mau makanan tinggal tekan tombol tidak perlu antri makananpun segera datang. Dan mengunjungi teman dan saudarapun bisa setiap saat melalui video call dan lainnya.

Waktu tahun dua ribuan hp adalah barang yang mewah dan langka, baru bisa panggil dan terima panggilan kemudian meningkat hp bisa untuk sms. Lalu berkembang ada fasilitas bluetooth, terus berkembang hp yang ada kameranya. Terus teknologi berkembang sehingga tercipta androit, setiap orang bisa mendownload aplikasi sesuai keinginnya. Ternyata hp sangat berpengaruh dalam mempengaruhi sikap bahkan bisa membentuk sikap dan perilaku. Kadang menjadi keanehan ketika berkumpul setiap orang sibuk dengan androitnya, setelah berpisah saling wa atau saling panggil. Bahkan ketika berada disuatu area musyawarah atau rapat juga sibuk dengan androitnya.

Biasakah orang tetap menjadi dirinya sendiri.
Diri sendiri adalah suatu yang hakiki, hakekat penciptaan manusia adalah sebagai makhluk pribadi, sosial dan makhluk Tuhan. Tiga hal saling berkaitan, tidak bisa berdiri sendiri, karena kesempurnaan manusia bila dapat mengaplikasikan tiga hal dimaksud. Sehingga ketika seseorang melakukan suatu aktifilas disuatu lingkungan juga harus ramah lingkungan, tidak menimbulkan gaduh di masyarat, jangan mengganggu masyarakat. Sehingga ketika ada orang yang mengatakan “ saya melakukan ini dan itu yang tidak mengganggu orang lain” sehingga statemen ini diikuti dengan sikap yang tak acuk dalam komunitas. Menurut diri sendiri kadang hal demikian hak-haknya apa pedulinya orang lain, inilah kemudian menjadi pribadi yang eksklusif. Sikap dan perilaku apapun akan mempengaruhi perilaku orang lain.

Penciptaan manusia adalah sebaik-baik makhluk, kesempurnaan ini ditandai dengan bentuk manusia yang diberikan kelengkapan sempurna dibanding dengan makhluk yang lainnya. Dengan bangsa hewan jelas sangat berbeda dari fungsi organnya saja sudah jauh berbeda, karena organ manusia yang dikenal dengan panca indra, semuanya bekerja dengan fungsinya masing-masing. Ketika makan, maka akan mengambil dengan tangannya bukan dengan mulutnya. Hal yang demikian karena manusia selain diberikan panca indra yang sempurna juga diberikan akal. Dari sinilah manusia dapat membedakan antara yang baik dengan yang buruk, dan dengan ini manusia bisa menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kesempurnaan ciptaan atas manusia karena manusia mengemban misi yang teramat berat, sebagai khalifatullah dan sebagai hamba Allah. Maka Allah telah menyiapkan petunjukkan yang disampaikan para rasul-rasul-Nya. Manusia akan selamat bila mengikuti aturan dan petunjuk Allah, karena itu melalui rasul-rasulnya Allah menerangkan tentang jalan hidup untuk meraih kebahagiaan didunia dan akhirat. Rasul adalah figur uswatun hasanah, sepintar, secerdas, sekaya apapun kalau tidak mengikuti Rasulullah maka dia tidak akan selamat.
Maka seandainya berada dilingkungan yang penuh dengan kemaksiatan, masyarakatnya jauh dari Tuhan. Maka jadilah dirinya sendiri dengan mengikuti syariat Allah yang disampaikan pada rasul-rasul-Nya. Diri sendiri yang senantiasa berada pada ketaatan artinya telah mempertahankan kondisi fitrah. Setiap bayi yang dilahirkan dalam kondisi fitrah, tunduk dan patuh pada kentuan Allah dan Islam adalah agama yang mengajak untuk tunduk dan patuh terhadap perintah Allah. Fitrah adalah dirinya sendiri, dan akan memantapkan dirinya sebagai ahsani taqwim (sebaik-baik penciptaan).
Karena itu kemudian manusia diberikan taklif, melalui bingkai agama rasul menerangkan perintah dan larangan Allah, rasul menerangkan janji dan ancaman, karena itu dalam pelaksanaan dan pengamalan perintah Allah bisa karena khouf, roja’ atau hub. Manusia bebas untuk memilih, karena manusia diberikan hak pilih yang akan menentukan status kemuliannya dihadapan Allah.

Peran lingkungan.
Sikap dan perilaku dipengaruhi bahkan kadang terbentuk karena lingkungan, bisa karena faktor genetika atau bawaan sejak lahir, pendidikan, pergaulan. Ada orang tua yang terheran-heran ketika melihat putranya yang masih kecil, dirumah bisa bernyanyi, mengeja huruf hijaiyah, menghafal angka, nama-nama anggota badan, bercuci tangan sebelum makan, mengambil dengan tangan kanan dan berdoa. Padahal di rumah tidak pernah diajari, karena disamping tidak sabar orang tua sibuk dengan profesinya. Bagaimana putranya bisa melakukan yang demikian. Oh ternyata pendidikan di sekolah, disanalah bisa mengarahkan dan membentuk sikap dan perilaku anak.

Ada lagi anak-anak yang bergaul ditengah komunitas anak-anak yang suka bemain, berjudi, minum-minuman keras dan mabuk-mabukan, tetapi dia tidak pernah tertarik untuk melakukan yang demikian. Mengapa bisa demikian? Hal ini bisa karena pendidikan telah mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk. Mana yang bisa dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Benarkan demikian, sisi lain, anak tersebut hidup dalam keluarga yang religious, taat beragama, oh ternyata karena factor genetika.

Sesungguhnya Allah telah memberikan daya kreasi dan kekuatan kepada manusia, namun manusia diberikan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya. Pilihan ini yang akan menentukan kondisi seseorang, bahagia atau sengsara bisa ditentukan karena kebebasan memilih ini. Walaupun selagi hidup didunia kebahagian dan kesengsaran ini bersifat nisbi. Beda dengan kehidupan yang hakiki yaitu kehidupan akhirat, Allah telah menyediakan tempat yang selalu ada kebahagiaan yaitu surga. Dan ada lagi suatu tempat yang penuh dengan penderitaan dan kesengsaraan yaitu neraka.

Untuk memperoleh kebahagiaan sejati, Allah telah memberikan petunjuk dan jalan hidup untuk meraihnya. Petunjuk bagi orang Islam adalah Alquran dan Al Hadits, perbuatan yang mengikuti aturan syariat maka untuk selanjutnya akan mempunyai perilaku atau akhlaqul libanin. Karena itu situasi dan kondisi dimanapun berada akan tetap menjadi dirinya sendiri. Karena pribadi yang kuat dan kokoh dapat menempatkan fungsi fikir dan dzikir berjalan beriringan dalam memandu sikap dan perbuatan.

Fikir mempunyai peran yang sangat dominan bahwa manusia mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perkembangan ini akan menuntun pada perkembangan dan kemajuan kebudayaan dan peradaban, untuk kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan umat manusia. Bukanlah suatu perkembangan untuk membuat kesengsaran dan kerusakan bagi kehidupan manusia termasuk lingkungan hidupnya. Ha ini karena dwi fungsi manusia sebagai Abdullah dan sebagai khalifatullah, manusia bisa menempatkan akal dan hati pada proporsinya. Sehingga perilaku dalam kehidupan sehari-hari bukan seperti bahtera yang berlayar ditengah laut terobang-ambing oleh badai dan ombak sehingga tidaak tahu arah. Namun seperti batang pohon yang tegak kokoh, akarnya kuat mencengkeram bumi, tangkainya yang lebat dan daunnya rimbun, sekalipun tiupan angin yang kecang dan badai tetap tegak kokoh. Kadang-kadang terlihat meliuk-liuk mengikuti angin tetapi dia tetap pohon yang kuat.

Maka sekalipun pribadi terbentuk dalam lingkungan tetapi mempunyai kepribadian yang kokoh karena peran agama dengan syariatnya telah menuntun untuk memilih dan memilah antara yang hak dan yang batil. Sehingga dengan kemampuan akal bisa memilih yang hak dan yang baik, demikian pula fungsi hati mengingatkan bahwa setiap keputusan yang menjadi tindakan akan berefek pada kehidupan selanjutnya.

4/06/2020

Raih Kelezatan Iman



Hidup manusia ditentukan hukum kausalitas, maka dari itu ada penggalan hadits rasul “barang siapa menanam maka akan mengetam”. Setiap perbuatan akan berdampak pada hasil, baik itu untuk diri sendiri atau beralih pada anak, istri atau keluarganya. Dalam waktu singkat, sedang atau lama, dunia atau akhirat, karena semua perbuatan pasti akan kembali pada dirinya sendiri. Seandainya semua orang tahu dan faham akan hal ini, tentu kemaslahan dan ketenteraman hidup akan dicapai.

Warna-warni alam semesta menjadi ketentuan bahwa keseragaman dan kesamaan tidak akan pernah terjadi, karena itu bila ada baik maka selalu ada yang buruk, ada besar ada kecil, ada panjang pendek, ada jauh ada dekat dan sebagainya. Demikian pula kondisi seseorang bisa menjadi iman atau kafir, taat atau maksiat. Tentang keyakinan dan keimanan bukan kewenangan manusia untuk menentukan, manusia hanya mengupayakan agar sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW. “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, Engkau (Muhammad) beri peringatan atau tidak engkau beri peringatan, mereka tidak akan beriman”. QS. 2:6)

Karena itu Allah memberikan petunjuk jalan hidup yang disampaikan melalui para rasul-Nya. Syariat Allah sudah mencapai kesempurnaan ketika telah mengutus nabi Muhammad SAW. Allah akan terus memberikan petunjuk yang kemudian dilanjutkan dengan para ulama’. Dengan berbekal pada iman maka orang akan meraih kelezatan, kenikmtan hidup, kebahagian dan kesejahteran hidup. Pada Alquran telah dinyatakan bahwa tidak cukup sesorang mengatakan “saya beriman” melainkan harus diikuti dengan amal shalih, karena itu didalam Alquran kata iman disandingkan dengaan amal shalih. Bila kedua hal ini bisa saling berdampingan maka janji Allah akan bisa dirasakan.
Dalam sabdanya rasulullah SAW telah bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
"Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: dijadikannya Allah dan rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka" (HR. Buchari hadits ke-15).

Ada tiga syarat untuk meraih manisnya iman 1) Allah dan rasul-Nya lebih diprioritaskan, 2) bila mencintai seseorang itu berlandaskan karena cinta kepada Allah, 3) membenci perbuatan maksiat karena kekufuran sebagaimana benci bila kelak dilemparkan ke neraka. Tiga syarat itu berkaitan erat antara hati, lisan dan perbuatan, sesuai dengan prinsip iman yaitu keyakinan dalam hati lalu diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan. Bagaimankah jika tidak ada kesinambungan, tentu akan menimbulkan dampak, predikat mukmin akan menjadi kafir, atau paling tidak akan menjadi munafiq. Semua ini akan berimplikasi pada siakap dan perbuatan keseharian.

Predikat manusia sebagai makhluk yang diciptakan dalam sebaik-baik bentuk maka kemudian akan turun drastis, akan menduduki posisi tepat yang rendah. Kecuali bagi orang-orang yang beriman dan beramal shalih.
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih, maka bagi mereka pahala yanag tiada putus-putisnya”. (QS. Ath-thin: 4-6).

Atau bahkan Allah mengibaratkan seperti hewan ternak bahkan lebih rendah dari itu.
“ dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, merka mempunyai ahati, tetapi tiak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan merka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), merka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi, mereka itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’rof: 179)

Bila Allah dan rasul-Nya yang diprioritaskan, maka dapat dilihat dalam aktifitas keseharian. Sebagai muslim tentu dalam sehari semalam minimal mendengarkan panggilan untuk shalat sebanyak sepuluh kali, lima kali ketika mendengar kumandang adzan dan lima kali ketika mendengar kumandang iqamah. Sedang apakah ketika mendengar panggilan tersebut, manakah yang lebih didahulukan. Bukankah Allah itu akan mengikuti persangkaan hamba-Nya? Demikian pula ketika mencintai sesuatu, misalnya kepada wanita yang dicintai hendaknya tidak mencintai kecuali cinta pada Allah. Sehingga setiap aktifitas selalu diiringi dengan rasa syukur atas semua anugerah Allah sehingga akan berupaya meningkatkan amal ibadah kepada Allah. Bila telah melakukan salah dan dosa agar memperbanyak istighfar, mohon ampun kepada Allah, serta bertobat. Karena bila hal ini dilakukan secara terpadu dan istiqomah maka akan meningkatkan derajat iman dan taqwanya.

5/24/2018

Pentingnya Pendidikan Aqidah Dalam Keluarga



Luqmanul Hakim adalah sosok manusia biasa diberi hikmah oleh Allah sehingga mempunyai derajad kenabian. Namanya diabadikan didalam Alquran, beliau mempunyai prinsip-prinsip pendidikan dan pengajaran terhadap keluarga. Apa pelajaran pertama yang disampaikan kepada anak-anaknya, beliau ternyata mengutamakan prinsip pengajaran tentang aqidah atau keyakinan terhadap Allah. Firman Allah dalam Alquran Surat Luqman ayat 13:
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

Prinsip-prinsip keyakinan ini untuk selanjutnya diimplementasikan pada amal nyata, karena sesungguhnya abukan disebut sebagai orang yang beriman tanpa amal, dan amal yang baik adalah yang erdasar pada keimanan, adapun implentasi dari keimanan/ keyakinan itu disebutkan secara berturut-turut mulai ayat 14-19 dengan intisari perintah:

  1. Berbuat baik kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.
  2. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, Maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku
  3. Senantiasa memberi motivasi untuk berbuat baik, karena sekecil apapun kebaikan akan tetap memdapatkan pahala, bahkan sekalipun berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi
  4. Menyuruh untuk mendirikan shalat.
  5. Menyuruh orang lain untuk mengerjakan yang baik dan mencegah (mereka) dari perbuatan yang mungkar.
  6. Senantiasa bersabar ketika mendapatkan musibah.
  7. Senantiasa bersyukur kepada Allah.
  8. Jangan berpaling kepada manusia karena sombong dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
  9. Bersikap sederhana ketika berjalan dan melembutkan suara.


Ternyata prinsip keyakinan ini teramat penting karena fondasi kokohnya bangunan keluarga tergantung dari penanaman keyakinan terhadap Allah. Setiap orang hendaknya meyakini bahwa alam semesta beserta isinya adalah ciptaan Allah dan manusia sebagai hamba Allah yang diberikan amanat untuk menjadi khalifah di muka bumi. Bahwa bumi telah dihamparkan sebagai tempat berpijak dan langit menjadi atap, hujan diturunkan dari langit dan darinya Alah menumbuhkan beraneka macam tanaman yang menghasilkan bagi manusia untuk kesejahteraan hidup manusia.

Jadi bahwa setelah Allah menciptakan bumi beserta isinya, Allah tidak membiarkan makhluknya dalam keadaan terlantar dan kekurangan, namun semuanya telah disediakan oleh Allah. Karena itu Allah telah memberikan perlengkapan hidup dan kekuatan untuk meraih apa yang diharapkan, ingin menjadi orang kaya, yang hidup serba kecukupan, manusia bisa meraihnya karena bahan-bahannya telah tersedia, dan penciptaan manusia dalam bentuk yang paling sempurna. Kurang apa bila manusia telah diberikan panca indra yang dilengkapi dengan akal, hati dan nafsu.

Dengan akal, manusia akan bisa membedakan mana yang baik, mana yang buruk, mana yang benar dan aman yang salah, dengan akal manusia bisa menerjemahkan dan memahami ayat-ayat Allah. Dan agar tidak tersesat dari pola fikir bebas maka Allah memberikan tuntunan berupa kitab suci dan sunnah nabi. Dengan hati manusia akan bisa merenungkan keagungan Allah, sehingga dirinya merasa selalu dekat dan berada dalam pengawasan Allah SWT, dengan nafsu manusia mempunyai dorongan dan motivasi untuk mewujudkan obsesinya.

Orang akan mempunyai dorongan untuk menegakkan shalat dengan istiqomah bila telah mempunyai fondasi keyakinan, walaupun dalam tataran awal khususnya bagi orang-orang awam bahwa shalat hanya untuk menggugurkan kewajiban, sehingga bila telah memenuhi syarat dan rukunnya maka shalatnya sudah sah. Orang dalam kategori ini kadang sulit dibedakan dalam hal perilakunya dengan orang yang tidak menegakkan shalat atau menegakkan shalat namun hanya kadang-kadang saja.
Berbeda dengan orang yang menegakkan shalat yang bisa menghadirkan hati, maka shalatnya benar-benar menjadi media komunikasi kepada Allah, dirinya merasa dekat dengan Allah. Bahkan dalam menegakkan shalat nyaris tak pernah meraskan adanya beban. Semuanya dilaksanakan mengalir, reflek, bahkan ibadah shalat adalah menjadi media untuk mewujudkan rasa syukur kepada Allah. Syukur terhadap segala pemberian Allah yang sama sekali tidak bisa dihitung. Sehingga orang yang dalam kategori ini dengan shalat bisa mencegah dari perbuatan keji dan munkar.

Perbuatan keji dan munkar adalah merupakan larangan Allah, seandainya perbuatan keji dan munkar tidak berdosa, maka Allah tidak akan mengutus para rasul yang membawa risalah untuk menyempurnakan akhlaq bagi manusia. Meninggalkan keburukan dan berlomba dalam kebaikan hendaknya dimulai dari keluarga, proses pendidikan, pengajaran dan pemberian keteladanan sehingga di lingkungan masyarakat akan tetap teguh bahkan bisa menjadi motivator dan uswatun hasanah yaitu yang selalu giat memberikan motivasi dan memberikan keteladanan dalam melaksanakan amal kebaikan.

Dua hal antara motivasi dengan keteladanan saling keterkaitan, motivasi yang disampaikan akan mempunyai nilai dan bobot spiritual jika motivator telah mendapatkan pengalaman spiritual. Ibarat menjadi kata yang bertuah, kata bijak penuh makna yang perlu diteladani. Sering terjadi kata hikmah menjadi ucapan kosong yang tak bermakna, karena motivasi hanya suatu upaya merangkai kata-kata yang indah tetapi gersang dari nilai spiritual, antara lisan dan hati tidak konek. Sehingga kata bertuah hanya berlaku sesaat, timbul rasa kagum, namun setelah waktu berlalu tidak ada greget hati untuk mengadakan perubahan menuju yang lebih baik.

Inilah keteguhan yang diawali dengan pendidikan dan penanaman aqidah dalam keluarga, sangat berpengaruh dalam perilaku kehidupan anggota keluarga. Demikian pula dengan keyakinan yang teguh akan berdampak pada sikap optimis dalam menjalani kehidupan. Dengan keyakinan yang teguh maka akan menyadari bahwa dalam segala aktifitas dan perbuatan, sesungguhnya manusia hanya bisa berusaha, manusia bisa bercita-cita yang setinggi-tingginya namun ternyata keputusan berada pada kekuasaan Allah.

Allah yang menentukan qadha dan qadarnya manusia. Bagaimanakah jika orang tidak mempunyai keyakinan yang demikian ini. Niscaya akan menjadi pribadi yang mudah terkena depresi, karena tidak semua usaha dan daya upaya, rencana dan kegiatan akan selalu sukses dan sesuai dengan harapan. Bahkan kadang kesuksesan yang didapatkan membuat pribadi yang angkuh, sebagaimana Fir’aun yang berpandangan bahwa dengan harta dan kekuasaan yang dimiliki dapat mengalahkan segalanya, bahkan menganggap dirinya sebagai Tuhan. Inilah bahayanya karena tidak mempunyai fondasi keimanan kepada Allah SWT. Yang pada akhirnya bahwa apa yang diperoleh baik itu berupa harta, pangkat dan jabatan tidak menjadikan dirinya sebagai pribadi yang bersyukur. Dan jika mengalami kegagalan akan semakin kufur.

Karena itu pendidikan aqidah harus ditanamkan dalam keluarga, Allah SWT menegaskan dalam firmannya:
“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. Attahrim: 6)


5/22/2018

Saling Menghormati Anggota Keluarga



Setiap manusia tentu mempunyai keluarga, sebagai tempat berlindung, berkumpul, berbagi suka dan duka. Ada keluarga kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Dan keluarga yang besar terdiri dari ayah, ibu, dua anak atau lebih, kakek, nenek, pembantu. Keluarga adalah diibaratkan sebagai suatu bangunan. Kuatnya suatu bangunan bila semua unsur saling keterkaitan, saling berhubungan, saling menguatkan dan setiap unsur berada pada posisinya. Fondasi bangunan yang kuat akan menentukan kokohnya suatu bangunan, tiang menjadi penyangga bangunan, pagar atau tembok sebagai penutup dan pemisah antara satu bagian dengan yang lain. Glogor, blandar, usuk, reng sebagai kerangka kap suatu bangunan, atap sebagai penutup bangunan dari panas dan hujan.

Setiap bangunan sudah mempunyai fungsi yang berbeda, jangan sepelekan bagian yang kecil. Karena dia akan menjadi penopang kokohnya suatu bangunan. Demikian pula kerusakan betapapun kecilnya harus diperbaiki. Misalnya atap yang bocor walaupun kecil akan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Keluarga diibaratkan suatu bangunan, kokohnya keluarga antara satu anggota dengan yang lain hendaknya saling terjalin untuk saling menghormati, menghargai, saling asah, asih dan asuh.

Karena itu Allah SWT berpesan:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al Hujurat: 11-12)

Merendahkan, menghina, mencela, memanggil dengan panggilan yang buruk, berburuk sangka, mencari kesalahan dan suka bergunjing hal ini adalah sikap dan perilaku yang merusak sendi-sendi untuk saling menghormati. Karena perlu disadari sesungguhnya andaikan yang dihina, dicela, diejek dicari-cari kesalahnnya adalah keluarganya pada dasarnya dia mencela dirinya sendiri. Rasul bersabda:

"الْمُؤْمنُ للْمُؤْمِن كَالْبُنْيَانِ يَشدُّ بعْضُهُ بَعْضاً " وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِه . متفق عليه .

Seorang mu'min terhadap mu'min yang lain itu adalah sebagai bangunan yang sebagiannya mengokohkan kepada bagian yang lainnya," dan beliau SAW merenggangkan antara jari-jarinya." (Muttafaq 'alaih)

مثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وتَرَاحُمِهِمْ وتَعاطُفِهِمْ ، مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَداعَى لهُ سائِرُ الْجسدِ بالسهَرِ والْحُمَّى " متفقٌ عليه .

"Perumpamaan kaum mu'minin dalam hal saling sayang-menyayangi, saling kasih mengasihi dan saling iba-mengiba itu adalah bagaikan sesosok tubuh. Jikalau salah satu anggota dari tubuh itu ada yang merasa sakit, maka tertarik pula seluruh tubuh, karena ikut merasakan sakitnya, dengan berjaga, tidak tidur, serta merasa panas." (Muttafaq 'alaih)

Sikap saling menghormati menjadi sarana kokohnya suatu keluarga, dan pembelajaran yang baik ini akan berpengaruh dalam pergaulan ditengah-tengah masyakat serta di segala komunitas senantiasa akan mengembangkan sikap saling menghormati. Ada beberapa model dan cara untuk mengembangakan sikap saling menghormati khususnya dalam keluarga:

  1. Bertutur kata yang baik, panggillah dengan panggilan yang baik, bila terhadap yang tua panggillah dengan kakek, nenek, ayah, ibu, bapak, papa, mama, abi umi, kakak, mbak, mas, om, tante. Dan panggilan dari orang tua kepada yang lebih muda dengan nak, dik, le, nang, gus dan lainnya. Sehingga panggilan yang baik ini akan berpengaruh terhadap orang yang dipanggil. Bandingkan bila memanggil langsung pada penyebutan namanya, tentu akan menimbulkan perasaan yang tidak baik.
  2. Jauhkan dari kata-kata yang kotor bila mendapati saudaranya melakukan kesalahan tetapi berilah dengan nasehat yang baik. Sesungguhnya kata-kata yang kotor akan membawa perubahan sikap dan perilakunya baik terhadap sesama keluarga maupun perilaku dalam beraktifitas. Bila sebagai pelajar atau santri akan menimbulkan kurang minat belajar dan bagai pegawai, karyawan dan pekerja akan menurunkan minat kerja serta sikap yang kurang simpatik.
  3. Tutur kata memegang peran penting dalam sikap dan perilaku, sehingga dalam bahasa jawa terdapat basa karma inggil, madya lan ngoko. Dengan basa jawa krama akan menjaga keharmonisan dan dapat mengindarkan percekcokan. Misalnya anak pada orang tua, istri dengan suami. Dan untuk melakukan pendidikan yang tuapun bisa berhasa jawa krama dengan yang lebih muda.
  4. Menjaga akhlaq, sopan-santun, perbuatan dan berusaha untuk memberikan teladan.
  5. Biasakan untuk memberikan pujian dan penghargaan bila yang lain telah pekerjaan yang mendatangkan kebaikan.
  6. Mendengarkan ketika dinasehati atau mendengarkan saat saudara yang lain bicara, tidak memotong atau meninggalkan pembicaraan sebelum semuanya jelas.
  7. Terdapat sikap saling bertegur sapa, menolong, setiap ada kesulitan akan ditanggung secara bersama.


Bila senantiasa dapat mengembangkan sikap demikian ini tentu akan dapat mewujudkan keluarga yang bahagia, sejahtera lahir dan batin, keluarga yang menjadi idaman setiap orang.

5/18/2018

Berkah Puasa dalam Keluarga



Puasa Ramadhan adalah perintah Allah yang ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tujuan akhir puasa adalah untuk menjadi orang yang bertaqwa. Karena itu taqwa adalah suatu predikat yang yang harus diusahakan. Ingin menjadi orang yang taqwa diantaranya dengan meleksanakan puasa Ramadhan. Setiap perintah Allah akan membawa konsekwensi, hikmah, barakah dan keutamaan. Demikian pula puasa Ramadhan banyak membawa hikmah, rahmah dan berkah, bagaimanakah berkah puasa dalam keluarga?

Kata berkah berasal dari kata barakah menurut bahasa adalah azziyadah yang berarti tambahan, nilai tambah. Assa’adah kebahagiaan, addu’a doa, al manfaah kemanfaatan, al baqa’ kekal, attaqdis sesuatu yang suci. Adapun menurut istilah adalah tsubutul khairillahi fisy-syai yaitu Allah menetapkan kebaikannya itu di dalam sesuatu (yang telah ditentukan Allah). Dengan barakah itu pada mulanya orang tidak mempunyai apa-apa lalu Allah menetapkan keberkahannya, maka orang itu menjadi mulia. (Tafsir Mau’udhui, Pembangunan Ekonomi Umat, Kementerian Agama RI 2012: hal 145)
Jika dalam harta terdapat barakah, maka harta itu baik, bermanfaat dan mencukupi bahkan nilai kualitasnya melebihi nilai kuantitasnya. Keberkahan dari Allah kadang datang dari arah yang tidak di duga atau dirasakan secara materiil dan tidak pula dibatasi atau bahkan diukur. Rasulullah SAW pernah berdoa dan di baca berulang-ulang Allahummafirli dzanbi wawassi’li fi daari wa barikli fi rizki wahai Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah bagiku rumahku dan berkailah aku dalam rezkiku.
Keluarga menjadi pilar utama untuk meraih keberkahan:


“ Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(QS. Attahrim: 6)

Dalam tafsir Ibnu Katsir disebutkan, bahwa menurut Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, makna “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Yakni amalkanlah ketaatan kepada Allah dan hindarilah perbuatan-perbuatan durhaka kepada Allah, serta perintahkanlah kepada keluargamu untuk berzikir, niscaya Allah akan menyelamatkan kamu dari api neraka.

Menurut Qatadah makna “peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka” yaitu memerintahkan untuk taat kepada Allah dan mencegah dari perbuatan durhaka kepada Allah, menegakkan perintah Allah, menganjurkan melaksanakan dan membantu untuk mengamalkannya. Bila melihat perbuatan maksiat terhadap Allah berada disekitarnya, maka harus dicegah dan melarang untuk melakukannya. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak dan Muqatil, bahwa sudah merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim mengajarkan kepada keluarganya, baik dari kalangan kerabatnya ataupun budak-budaknya. hal-hal yang difardukan oleh Allah dan mengajarkan kepada mereka hal-hal yang dilarang oleh Allah yang harus mereka jauhi.

Dalam hadis Rasulullah SAW pernah bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِينَ، فَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِينَ فَاضْرِبُوهُ عَلَيْهَا رواه ابوا داوود)

“Perintahkanlah kepada anak untuk mengerjakan salat bila usianya mencapai tujuh tahun; dan apabila usianya mencapai sepuluh tahun, maka pukullah dia karena meninggalkannya”. (HR. Abu Dawud)

Allah SWT memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memulai melakukan pendidikan, pelatihan dan sekaligus pembiasaan perbuatan baik, perbuatan yang diperintahkan Allah dan tidak dilarang oleh agama dimulai dari dirinya sendiri. Bila meneladani Rasulullah SAW bahwa apa yang beliau lakukan itulah yang telah beliau katakana, dan apapun yang beliau katakan tentu dilakukan. Karena itulah beliau menjadi figur uswatun hasanah/ suri tauladhan yang baik..

Setelah melakukan pembinaan terhadap dirinya sendiri dilanjutakan dengan pembinaan terhadap keluarga. Puasa Ramadhan menjadi mementum untuk melakukan pendidikan dan sekaligus ajang shilaturrahmi dalam keluarga. hal ini tentu saja tidak lepas dari perilaku hidup di zaman modern yang menuntut cepat, mudah bahkan kadang instan. Ketika masing-masing anggota keluarga sudah sibuk dengan urusannya masing-masing. Bahkan kadang-kadang hanya bisa bertemu pada waktu pagi hari dan malam hari saja, bahkan orang tua yang mempunyai anak masih kecil pagi hari melihat anaknya masih tidur, pulang kerja anaknya sudah tidur, setiap pribadi sudah menghabiskan waktu ditempat kerja.

Puasa bukan hanya upaya untuk menahan diri untuk tidak makan, minum dan berhubungan sex sejak waktu imsya’ hingga terbenam matahari. Ternyata diiringi dengan perilaku positif untuk menambah kuantitas ibadah, misalnya tentang shalat sunnah, tadarus Alquran, meningkatkan infaq, shadaqah, dan amaliyah ibadah lainnya. Sehingga diharapkan akan menjadi kebiasaan yang kelak akan dilaksanakan dengan ringan, mudah dan tanpa beban sehingga dari kuantitas ibadah akan beralih menjadi ibadah yang berkualitas.

Karena itu ternyata momentum puasa Ramadhan bisa mendatangkan keberkahan:

  1. Puasa Ramadhan menjadi langkah untuk mewujudkan kelurga sakinah, mawaddah dan rahmah. Dalam puasa akan menanamkan keyakinan yang mantap, sifat sabar, ikhlas, disiplin, menyadarkan sikap bertanggung jawab. Keluarga idaman bukan datang dengan sendiri namun harus diupayakan. Ibadah puasa menjadi salah satu media yang akan mendatangkan keberkahan. Bagaimana akan menjadi keluarga Samara bila dalam keluarga tidak tertanam sikap disiplin, ikhlas, sabar, keyakinan yang utuh terhadap janji dan ancaman Allah.
  2. Setiap keluarga bisa berkumpul disaat berbuka dan sahur. Berbuka puasa dan sahur menjadi momentum kebersamaan dalam keluarga. Bagaimanakah setiap diri bisa saling mengingatkan untuk meneladani cara makan yang dilakukan oleh Rasulullah, berdoa sebelum makan, mengambil yang terdekat, tidak berlebihan, tidak sambil bergurau, mengunyah tidak berbunyi, sambil duduk. Termasuk disaat berbuka dan sahur orang tua bisa menanyakan tentang segala hal yang berkaitan dengan putra-putrinya, misalnya tentang sekolahnya, temannya, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Inilah keberkahan yang dirasakan untuk saling asah, asih dan asuh dalam keluarga benar-benar bisa terwujud.
  3. Bersama-sama menyempunakan ibadah dengan menegakkan shalat tarowih. Ibadah shalat tarowih bisa saling memberi motivasi sesama muslim untuk berbondong-bondong ke tempat shalat. Karena ibadah yang dilaksanakan secara bersama-sama akan lebih semarak dan bergairah. Puasa Ramadhan menjadi keberkahan bahwa putra-putri dan keluarga akan turut mengikuti shalat Tarowih, disamping itu juga akan mengikuti siraman rohani berupa kultum dan kehiatan tadarus Alquran. Karena itu keberkahan yang berupa amaliyah ibadah, setiap diri dalam keluarga hendaknya bisa saling memotivasi. Sehingga motivasi secara jam’iyah akan memotivasi keluarga dan keluarga akan memotovasi setiap anggota. Karena itu keberkahan ini hendaknya selalu ditingkatkan dan diwujudkan. Sehingga ibadah shalat Tarowih yang biasanya sangat ramai pada 10 hari yang pertama, hal ini karena motivasi jam’iyah. Maka hendaknya pada 20 hari terakhir motivasi justru berasal dari tiap diri dan keluarga bisa saling memotivasi agar pelaksanaan shalat tarowih selama bulan Ramadhan akan tetap semarak dan bergairah.
  4. Makanan dan minuman yang enak. Pada bulan Ramadhan pada umumnya berupaya untuk menyediakan menu spesial untuk berbuka dan sahur, menu ini biasanya jarang ditemukan bila tidak sedang berpuasa. Sehingga saat berbuka menjadi saat yang dinantikan. Pada dasarnya di saat lapar dan dahaga, makan dan minum apapun tetap enak, namun tenyata saat berbuka sudah mengupayakan dengan hidangan yang berbeda.
  5. Pada saat akhir bulan Ramadhan akan diakhiri dengan Idul Fitri, saat itulah pada umumnya disaat shalat Id dan shilaturrahmi berupaya untuk mengungkapkan kegembiraan dengan mensyukuri atas nikmat Allah, bergembira merayakan Idul Fitri dengan makanan beraneka macam dan pakaian yang bagus-bagus. Bukan berarti berlebih-lebihan, namun tentu saja ketika semuanya ini tersedia maka orang lainpun akan turut merasa senang. Karena hal ini telah diantisipasi bagaimana agar disaat Idul Fitri semua umat Islam berada dalam kegembiraan. Sehingga bila ada diantara saudara-saudara muslim yang berada dalam kesedihan dan kekurangan maka Islam mengatasinya dengan memberikan zakat fitrah.
  6. Pada bulan Ramadhan nuansa syiar semakin jelas ketika didalam rumah banyak terdengar bacaan Alquran, siaran, ceramah Islam, musik dan sinetron religi.

Begitulah bahwa secara umum setiap perintah Allah pasti ada hikmahnya dan melaksanakan perintah Allah pasti akan mendatangkan keberkahan. Apalagi melaksnakan puasa maka doanya akan dikabulkan Allah, dan melaksanakan puasa Ramadhan maka pahalanya langsung akan diterima oleh Allah SWT. Dan bagi setiap muslim yang melaksanakan amal ibadah pada bulan Ramadhan maka pahalanya akan lipatgandakan oleh Allah, sehingga bila dapat menyempurnakan ibadah puasa maka Allah memberikan keluasan untuk memasuki surga-Nya.

7/25/2016

Amaliyah Pasca Ramadhan Menuju Syawal Sebagai Peningkatan Ibadah-Bagian IV.



Untuk meraih derajad muttaqin, bukanlah hal yang mudah. Kerena setiap kebaikan pasti diiringi dengan keburukan, setiap niat baik selalu ada halangan, karena itu ada beberapa hal yang menjadi penghalang pencapaiannya:

  1. Tidak bisa melawan godaan syetan, biasanya diawali dengan memperbanyak makan dan minum yang menjadi langkah masuknya syetan. Syetan menggoda manusia dengan berbagai macam tipu muslihat, makan dan minum adalah pintu pertama yang menjadi gerbang jatuhnya derajat ketaqwaan. Kesederhanaan beralih dengan sikap berlebihan, apalagi pada yaumul futhur segala kesederhanaan beralih dengan sikap berlebihan, apalagi pada yaumul futhur segala macam bentuk makanan dan hidangan disediakan dengan gratis. Pernah terjadi pada tiga puluhan tahun yang lalu setelah selesai melaksanakan shalat Id dilanjutkan dengan perjalanan shilaturahim, berkunjung ke sanak-saudara, tetangga, bahkan semua orang kampung. Setiap kali masuk rumah selalu dipersilahkan untuk makan dan minum, maka dalam satu hari bisa sampai puluhan kali makan dan minum. Hal ini bisa terjadi sampai tujuh hari, karena itu dalam satu bulan berpuasa, kembali pada kebiasaan sebelumnya, dengan makan dan minum secara berlebihan. Pantas saja badan menjadi letih, mengantuk dan akhirnya banyak tidur. Tidur bukan suatu kebutuhan namun karena melakukan aktifitas fisik yang tidak baik.
  2. Munculnya sikap egoisme, karena merasa paling senior, paling berpengaruh, paling pintar, paling berkuasa sehingga bila telah melakukan perbuatan salah tidak mau mengakui bahwa dirinya bersalah dan harus meminta maaaf. Bahkan bisa jadi akan menyembunyikan kesalahan dan menumpahkan kesalahan pada yang lain. Adalah kewajiban orang yang bersalah yang terlebih dahulu untuk memohon maaf. Orang miskin, orang bodoh, orang lemah, rakyat jelata, bawahan bila mereka bersalah mereka segera memohon maaf. Ketika bersalah dan memohon maafpun seringkali mereka masih disalahkan. Karena itu tantangan terberat untuk melawan sikap egoisme yang bisa melumpuhkan sendi-sendi keberadaban dan kemanusiaan. Karena itu siapapun yang berkuasa, sedang berjaya, banyak harta dan teman, tetap sebagai manusia yang mempunyai jasad renik, suatu saat bisa jadi akan berbalik menjadi manusia lemah, miskin dan dikucilkan dari pergaulan. Manusia adalah makhluk sosial yang mempunyai sifat ketergantungan. Andaikan didunia tetap dibiarkan dalam kesombongan sesungguhnya ini merupakan ujian terhadap apapun yang sedang dimiliki. Namun bagi orang yang beriman segala yang dimiliki disadari sebagai satu anugerah yang harus disyukuri. Kehidupan manusia tidak akan abadi karena kelak akan beralih pada kehidupan akhirat, dimana manusia akan merasakan balasan atas semua perbuatan yang telah dilakukan.


3. Merasa cukup dengan ibadah fardhu, sehingga ibadah sunnah dipandang kurang penting. Ibadah fardhu hendaknya disertai dengan ibadah sunnah, karena dengan memperbanyak ibadah sunnah maka ibadah fardhu akan terasa lebih ringan, bahkan akan meningkatkan kualitas ibadah. Sehingga setiap ibadah akan mempunyai pengaruh, ibadah bukan hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja namun sesungguhnya ibadah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.

4. Kesibukan dalam hal urusan dunia sehingga banyak orang yang tidak sempat mengadakan tadarus Alquran secara rutin, bahkan segala bentuk kegiatan yang berhubungan dengan agama dipandang tidak penting. Karena ketika mengikuti kegiatan majlis taklim berpandangan bahwa hal yang demikian dapat diikuti dalam siaran radio atau TV yang bisa dilakukan sambil bekerja. Kegiatan majlis taklim sesungguhnya bukan saja sebagai media untuk menambah pengetahuan, namun terdapat faktor lain, karena dapat mengeratkan rasa ukhuwah, persatuan. Membiasakan diri untuk berinfaq dan shadaqah.

5. Merasa kebutuhan diri dari waktu kewaktu semakin banyak, sehingga timbul kekhawatiran, bahwa ketika berinfaq dan shadaqah akan menghambat untuk mendapat sesuatu yang diharapkan. Infaq dan shadaqah akan mengurangi harta, sehingga ketika mempunyai uang satu juta rupiah bila diinfaqkan lima puluh ribu rupiah menjadi tidak genap satu juta sehingga tidak dapat untuk membeli barang yang harganya satu juta. Dimana harga di toko sudah pas dan tidak bisa ditawar lagi. Sifat bakhil yang demikian inilah sehingga menjadi orang yang suka mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang dimiliki.
6. Permainan dan sendau gurau bisa melalaikan kehidupan akhirat. Banyak sekali ilmu pengetahuan dan teknologi yang diciptakan manusia, untuk memudahkan manusia meraih tujuan. Terknologi terkini adalah hand phone android, dengan berbagai macam fasilitas, mulai dari sekedar untuk sms, memanggil dan menerima panggilan, WhatsApp, email, games, twiter, bermain, game, bisnis dan sebagainya. Hal ini kadang telah banyak melalaikan, sehingga hal-hal yang bersifat ukhrawi banyak dikesampingkan.

Aktualisasi pencapaian derajat muttaqin
1. Menstabilkan pelaksanaan ibadah.
Pelaksanaan ibadah bukan temporer dan bukan insidental, ibadah hendaknya secara istiqomah atau terus menerus. Karena itu Rasullah pernah menyampaikan salah satu tanda orang yang beruntung adalah siapapun yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan beropsesi bahwa hari esok akan menjadi lebih baik. Namun sebaliknya bila hari ini lebih buruk dari hari yang kemarin maka termasuk orang yang celaka. Dan yang hari ini setaraf atau sama dengan hari yang kemarin saja termasuk kategori orang yang merugi. Karena itu dalam hal ibadah setiap muslim dianjurkan untuk melihat kepada orang yang lebih darinya, orang yang lebih shalih, orang yang alim, orang yang gemar berinfaq, bersedekah, orang yang rajin menegakkan shalat lail, puasa sunnah, mereka itulah yang dijadikan sebagai teladan, kita hendaknya merasa iri mengapa mereka bisa.

2. Meningkatkan kesyukuran dengan membandingkan atas segala kenikmatan yang telah diberikan Allah.
Bersyukur terhadap nikmat yang telah diberikan Allah, nikmat apakah yang telah diberikan dan dirasakan? Harta, pangkat dan jabatan adalah merupakan anugerah. Karena dengan semua ini manusia akan dapat meraih segala cita-cita bahkan ambisinya.

Pernahkan menyadari bahwa manusia diberikan organ yang lengkap adalah merupakan anugerah? Manusia diberikan akal, nafsu dan agama adalah merupakan anugerah? Pernahkan menyadari bahwa segala organ tubuh dapat berkerja sesuai dengan fitrahnya merupakan anugerah? Kerena itu kelengkapan organ tubuh manusia sebagai sebaik-baik makhluk adalah anugerah Allah yang harus selalu disyukuri. Manusia diberikan kesehatan adalah merupakan anugerah Allah yang harus disyukuri. Ketika sakit maka aktifitas manusia akan terganggu, pekerjaan banyak terbengkelai bahkan akan menjadi berantakan. Bahkan terkadang hubungan sosial akan menjadi kaku dan tidak harmonis lagi.

3. Menjadi pribadi yang loba terhadap ilmu.
Dengan ilmu maka hidup akan menjadi mudah, belajar terhadap ilmu tidak mengenal batas waktu. Karena itu setelah selesai mempelajari ilmu beralih pada ilmu yang lain, dengan ilmu akan membuka rahasia Allah atas penciptaan langit dan bumi silih bergantinya malam dan siang sesungguhnya terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Orang yang berakal senantiasa memadukan antara dzikir dan fikir. Dzikir tanpa fikir manusia akan statis sedang fikir tanpa dzikir manusia lalai terhadap kekuasaan Allah.

4. Menjadi pribadi muslim merasa iri terhadap orang lain yang giat dalam beramal ibadah.
Rasulullah adalah teladan bagi umat Islam, haqqul yakin kebenaran risalah dan keteladanannya. Banyak muslim yang berupaya meneladani walaupun tidak sepenuhnya, karena kemampuan umat Islam sangat terbatas. Apakah tindakannya sesuai dengan sunnah rasul atau sekedar mencari legitemet. Karena itu sikap khusnudhan hendaknya selalu ditanamkan bahwa pada setiap keburukan tetap ada mutiara, dan setiap kebaikan juga ada kekurangan. Karena itu sisi positif dan kebaikan hendaknya yang selalu berupaya untuk diberdayakan dan dibudayakan. Ketika melihat kebaikan ada pada orang lain berupaya untuk meraih kebaikan yang lebih baik lagi.


5. Melihat orang lain yang lebih shalih dalam hal ibadahnya dan melihat kepada yang lebih rendah dalam urusan dunia.
Melihat orang lain dalam urusan akhirat akan menimbulkan dorongan taat dan giat dalam beribadah sebaliknya melihat orang lain dalam urusan dunia akan menjadikan diri pribadi yang hina, rendah diri dihadapan manusia dan jauh dari petunjuk Allah. Karena itu bila ingin menjadi orang yang bersyukur dan bersabar maka lihatlah kepada orang yang dibawahnya dalam urusan dunia dan lihatlah kepada orang yang lebih atas dalam urusan akhiratnya.

6. Berniat untuk memulai melaksanakan kebaikan walaupun dari hal yang kecil, mulai dari sekarang dan mengawali dari diri sendiri.
Setiap kebaikan dimulai dari hal yang kecil, setiap keikhlasan dimulai dari pekerjaan yang dilaksanakan secara terus-menerus. Setiap negara dimulai dari kumpulan masyarakat dan setiap masyarakat dimulai dari kumpulan individu orang-perorang. Karena itu setiap kebaikan dalam suatu negara dimulai dari diri sendiri.

Ada siswa kelas 2 madrasah Ibtidaiyah, pada bulan Ramadhan ikut melaksanakan puasa, ada yang kuat sampai waktu maghrib ada yang setengah hari. Kedua-duanya adalah merupakan suatu kebaikan. Mereka mau melaksanakan karena lingkungan dan pembiasaan. Bandingkan dengan mereka yang lingkungannya tidak mendukung baik keluarga maupun masyarakatnya. Sampai dewasapun mengatakan tidak kuat berpuasa, menahan tidak makan dan minum selama sehari. Karena itu perlunya pembiasaan sejak dini agar erasa lebih mudah dan ringan.

7/20/2016

Amaliyah Pasca Ramadhan Menuju Syawal Sebagai Peningkatan Ibadah-bagian III




6. Meningkatkan pembelajaran dan kajian Islam.

Pembelajaran dan kajian Islam adalah sebagai kelanjutan dari tadarus Alquran, dimana Alquran bukan saja dipandang sebagai suatu yang mendatangkan pahala semata. Namun bagaimanakah mengetahui bahwa didalam Alquran terdapat petunjuk bagi manusia untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat, bagaimanakah mengetahui bahwa setiap amal perbuatan manusia akan dimintai pertanggunganjawaban. Kelak akan ada hari pembalasan dimana tak seorangpun yang akan dapat menyembunyikan, amal baik akan diberikan balasan surga dan amal yang buruk akan dimasukkan ke dalam neraka.

Semua ini hanya dapat diketahui manakala diadakan kajian secara rutin terhadap isi dan kandungan Alquran. Sehingga pada tahap awal Alquran sebagai bacaan namun untuk selanjutnya ditingkatkan lagi, mengarah pada perintah dan larangan Allah yang tersebut di dalam Alquran. Karena itu membaca Alquran saja belumlah cukup bila tidak diikuti dengan pengamalan nilai-nilai Alquran . Dan dalam pengamalan diawali dengan pemahaman dan penghayatan dengan disertai dengan petunjuk sunnah Rasulullah SAW.

Karena itu pembelajaran dan kajian terhadap nilai-nilai Alquran tidak akan pernah bisa berakhir. Seberapa banyak ilmu pengetahuan yang telah dimiliki dibandingkan dengan ilmunya Allah yang meliputi langit dan bumi, bahkan bumi dan langit dihamparkan untuk menuliskan ilmunya Allah dan air laut sebagai tintanya niscaya tidak akan selesai menuliskan ilmunya Allah. Bahkan ditambahkan lagi ilmu Allah tetap terbentang luas tidak akan ada habisnya. Sungguh Allah Maha Luas tak ada satupun yang setara dengannya. Rasullullah memerintahkan kepada umatnya untuk mencari ilmu sejak dari buaian hingga sampai ke liang lahad.

7. Meningkatkan infaq dan shadaqah.

Berbagai upaya untuk menambah amaliyah pada bulan Ramadhan dengan memperbanyak infaq dan shadaqah, bahkan pelaksanaan pembayaran zakat mal juga dilaksanakan pada bulan puasa. Kegiatan ini hendaknya dapat diimplementasikan pada bulan-bulan lain selain bulan Ramadhan. Rasa empati, lapar dan dahaga ketika sedang berpuasa ternyata dirasakan oleh para fakir miskin sepanjang masa. Karena itu dalam setiap penghasilan dapat menyisihkan bagi kepentingan fuqarak dan masakin.

Gerakan berinfaq dan shadaqah bisa diberdayakan melalui Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shadaqah (LAZIS) yang berada dibawah takmir masjid. Masjid Jogokariyan Jogjakarta menjadi simbol kesuksesan pengumpulan dana infaq warga. Diawali dengan penghitungan riil pengeluaran masjid dalam setiap bulan. Misalnya untuk bayar air, listrik, petugas kebersihan, membeli alat-alat kebersihan, petugas khatib dan ustadz dan kyai dan pengeluaran lain-lain. Bila jumlah pengeluaran dengan pemasukannya ternyata sama, berarti ibadah di masjid baru impas saja. Bila pengeluaran yang lebih besar maka ibadah di masjid masih dibantu oleh orang lain. Dari hal inilah kemudian dikomunikasikan kepada seluruh warga untuk mengadakan infaq. Dari itulah terkumpul dana infaq yang cukup besar, sehingga Masjid Jogokariyan menjadi masjid yang mandiri. Antusias warga untuk berinfaq lebih besar. Sehingga kegiatan-kegiatan masjid dapat ditopang darai dana infaq, bahakan dapat memberikan santunan kepada warga sekitar.

Dari pengalaman penggalangan dan pengelolaan LAZIS melalui takmir masjid, sehingga masjid ini menjadi masjid percontohan, yang karenanya dari berbagai wilayah mengadakan studi utuk mencontoh system pengelolaan masjid. Salah satu contoh Masjid Baitul Mizan Kampung Serang Kelurahan Kalikajar Kecamatan Kalikajar Kabupaten Wonosobo, juga telah membentuk LAZIS Baitul Mizan. Hal ini dilatarbelakangi karena pemasukan dana masjid yang sangat minim, dimana kas masjid diperoleh dari kotak amal shalat Jum’at dan iuran insidental ketika ada hari besar Islam. Sementara itu fasilitas masjid yang meliputi ketersediaan tanah wakaf cukup luas mencapai 1000 M² lebih. Minimnya dana kas ini maka untuk ustadz-uztadzah TPQ dan imam masjid kurang diperhatikan, mereka berjuang tanpa pernah mendapatkan reward.

Karena itu perjuangan takmir masjid, kemudian mengadakan sosialisai kepada warga untuk memberikan infaqnya dalam setiap bulan minimal seribu rupiah. Dana infaq ini tidak boleh dibayarkan setahun sekali, namun harus setiap bulan yang akan didatangi amil zakat dengan ditulis dikartu infaq. Kartu ini sebagai bahan evaluasi diri, sudah pantaskan dalam setiap bulan memberikan infaq seribu rupiah. Ternyata setiap laporan setiap bulan tidak ada yang berinfaq seribu rupiah. Mereka lebih dari itu bahkan ada yang secara rutin sepuluh ribu rupiah, atau bila sedang memperoleh rizki akan memberikan yang lebih banyak lagi.

Ada hal yang mendasari mengapa infaq minimal seribu rupiah, takmir masjid ingin mengukur tingkat keikhlasan dan kesadaran warga, bukan dengan paksaan dan tekanan. Mengapa harus dibayarkan setiap bulan karena takmir ingin membuktikan bahwa infaq tidak akan mengurangi rizki, tetapi rizki semakin banyak dan lancar. Mengapa para munfiq diberikan kartu infaq karena untuk bahan evaluasi diri khususunya bagi munfiq dan bagi pengurus untuk pengadakan administrasi yang transparan, akuntabel dan amanah.

Dari pengumpulan dana tersebut dalam setengah tahun pertama bisa dijadikan sebagai penunjang kegiatan takmir masjid, seperti penyediaan sarana pendidikan TPQ memalui pembelian karpet, pembuatan meja, kursi, papan tulis, pengadaan alat-alat kebersihan, memberikan honor petugas kebersihan, memberikan bisaroh pada ustadz TPQ dan imam masjid. Karena itu gerakan infaq dan shadaqah pada bulan Ramadhan perlu terus ditingkatkan pada bulan-bulan yang lain. Karena setiap amal akan kembali kepada dirinya sendiri.


8. Menahan diri dan segala bentuk ucapan dan perbuatan yang tidak baik.

Sering terdengar orang berkata, jangan berbohong sedang berpuasa, jangan membicarakan orang lain karena sedang berpuasa, jangan melakukan maksiat karena sedang berpuasa dan lainnya. Seakan bahwa meninggalkan perbuatan tidak baik itu hanya pada buan Ramadhan. Padahal berkata kotor, berdusta, berbohong, menghibah, memfitnah, berjudi, minum minuman keras, durhaka pada orang tua adalah perbuatan buruk yang harus dihindarkan, bila dilakukan berdosa.

Hanya saja bila perbuatan tersebut dilakukan ketika sedang berpuasa maka disamping berdosa, maka puasanya akan sia-sia atau paling tidak puasanya akan menjadi rusak. Puasa yang tidak berkualitas sehingga pasca Ramadhan tidak bisa membentuk pribadi yang bertaqwa.

Kendala pencapaian.
Bersambung, pada Amaliyah Pasca Ramadhan menuju Syawal sebagai peningkatan ibadah-bagian IV.

7/13/2016

Amaliyah Pasca Ramadhan menuju Syawal Sebagai Peningkatan Ibadah-Bagian II




2. Mengadakan shilaturahim.
Berawal pada tanggal 1 Syawal, seiring dengan ucapan takbir, tahlil dan tahmid, setiap muslim telah menyadari bahwa dirinya adalah makhluk kecil dan lemah. Karena pada yaumul futhur setiap muslim mengumandangkan takbir, memuji keagungan dan kebesaran Allah, Dialah yang Maha Agung, Dialah Yang Maha Besar, tidak ada satupun makhluk yang menyamai Allah, Dia maha segalanya. Karena itu pada hari Id setiap muslim membersihkan diri dari segala bentuk kemusyrikan. Karena hanya Dia yang Maha Agung. Hanya kepada Allah kita memuji, dan Allahlah yang berhak untuk mendapatkan pujian.

Pada hari Id, bahwa untuk mewujudkan kesucian diri, maka setiap muslim menyampaikan ucapan permohonan maaf kepada orang tua, saudara, tetangga, teman dan orang-orang yang pernah bersinggungan dengannya. Dengan permohonana maaf ini menandakan upaya menghilangkan sekat-sekat yang menyebabkan hubungan persaudaraan renggang, selanjutnya untuk dikuatkan. Yang sudah putus untuk disambung kembali. Akhirnya terwujudlah rasa persaudaraan yang ikhlas, sehingga siap untuk menghadapi hari esok dengan penuh optimis, hati yang telah bersih akan menjadi hamba Allah yang merasa selalu dekat dengan Allah.

Pada akhir bulan Ramadhan telah membersihkan jiwanya dengan mengeluarkan zakat fitrah, sungguh menjadi simbol kemuliaan, kesadaran diri untuk berbagi rasa suka kepada saudara-saudara yang sedang kurang beruntung. Disaat hari yang berbahagia namun mereka berada dalam kesedihan, entah karena kondisi kefakiran, kemiskinan atau mereka sedang terkena musibah dan bencana. Karena itu sesama muslim untuk berbagi rasa suka cita kepada sauara-saudara yang lain.

3. Menegakkan shalat Idul Fitri
Shalat Id adalah sebagai ibadah simbul persatuan dan persaudaraan, hanya shalat Id yang menjadi mahnet setiap muslim untuk berduyun-duyun mendatangi kegiatan shalat Id, baik di masjid maupun di lapangan terbuka. Ibadah shalat ini sebagai ibadah tahunan, maka amat disayangkan bila tidak mengikuti, hal lain akan bertemu dengan orang lain dalam komunitas lebih banyak, bahkan teman dan saudara yang sudah lama tidak berjumpa akan bertemu dalam majlis mubarok. Dalam shalat Id akan dengan mudah mengungkapkan permohonan maaf dan bersalam-salaman.
Majlis shalat Id juga menjadi media untuk memberikan taushiyah kepada umat Islam dengan penyampaian khutbah shalat Id. Karena itu mendengarkan khatib sedang berkhutbah adalah menjadi satu paket rangkaian menegakkan shalat Idul Fitri. Karena itu bagi wanita yang sedang berhalangan karena sedang datang bulan tetap dianjurkan untuk mendatangi shalat Id, bukan untuk mengikuti shalat namun untuk mendengarkan khutbah shalat Id.

4. Melestarikan puasa Ramadhan
Ibadah puasa Ramadhan dengan segala keutamaanya, telah berlalu dan akan kembali pada satu tahun yang akan datang. Apakah setiap muslim akan menunggu satu tahun lagi untuk meraih keutamaan. Keutamaan ibadah pada bulan Ramadhan memang hanya terjadi pada bulan Ramadhan, namun Allah menebarkan rahmatnya dengan memberikan keutamaan lain dalam bentuk puasa sunnah, seperti enam hari pada bulan Syawal, puasa Senin Kamis, puasa tengah bulan, puasa nabi Dawud, puasa hari Tarwiyah, Arofah, puasa Asyura. Setiap Allah menurunkan syariat pasti mempuyai nilai dan keutamaan. Dan keutamaan ini akan diraih bila dapat diimplemantasikan, bukan dalam nilai dana norma.

Karena itu untuk mencari keutamaan ibadah tidak harus menunggu pada bulan Ramadhan yang akan datang. Spirit Ramadhan hendaknya dapat menjadi dasar untuk meraih keutamaan merebut rahmat, ridha dan ampunan Allah SWT. Dengan demikian akan menjadi hamba yang merasa adanya kedekatan diri kepada Allah. Tidak bisa melihat Allah namun tumbuh dalam dirinya suatu perasaan bahwa Allah melihat, mengawasi, membimbing dan mengarahkan pada jalan yang diridainya.

5. Merutinkan mengadakan tadarus Alquran.
Secara bahasa Alquran berarti bacaan, namun Alquran bukan hanya sebagai bacaan saja. Alquan dianjurkan untuk dibaca secara rutin, karena membaca Alquran tidaklah sama dengan membaca buku, kitab, majalah, koran dan bacaan-bacaan lainnya. Karena membaca Alquran adalah merupakan ibadah. Sebagai wujud rasa cinta kasihnya Allah kepada hambanya dalam setiap huruf dinilai sebagai suatu ibadah, bahkan dalam setiap huruf akan dilipatgandakan pahalanya.

Tetapi walaupun Allah telah menjanjikan untuk menebarkan rahmatnya bagai sekalian alam dan menjanjikan pahala kepada orang-orang yang beiman, Namun ternyata hanya sedikit diantara hambanya yang mau menggapainya. Seakan tadarus hanya tradisi pada bukan Ramadhan, seandainya Alquran adalah makhluk hidup, niscaya dia akan menangis, dan kita akan mendengar tangisan Alquran. Selama bulan Ramadhan dibuka, dibaca, dikaji, dipahamai makna dan kandungannya. Namun setelah selesai puasa Ramadhan, di manakah terdengar lantunan ayat-ayat suci Alquran dibaca. Bahkan yang lebih tragis lagi pada setiap masjid, langgar dan musholla serta tempat ibadah lainnya, Alquran dibiarkan berserakan.
Demikian pula masjid, langgar, musholla sebagai majlis tadarus Alquran sepi dengan kegiatan tadarus Alquran dan syi’ar kegiatan Islam. Sesungguhnya hal yang demikian ini terjadi secara terus- menerus dan hanya orang-orang yang khusuk yang dapat menyadari bahwa tradisi harus dilanjutkan pasca Ramadhan. Mereka akan memulai dari dirinya sendiri, ibdak binnafsi, memberikan keteladanan dimulai dari dirinya sendiri.

Alquran bisa menjadi petunjuk, pemberi peringatan, menjadi pembeda antara yang haq dan batil, menjadi obat karena Alquran dapat mendatangkan ketenangan jiwa, Alquran akan mendatangkan keberkahan baik yang membaca atau mendengarkan. Siapakah yang akan mendapatkan semua ini. Tidak lain adalah orang-orang yang mau membaca, memahami, mengahayati dan mengamalkan ayat-ayat Allah.

Bersambung, pada Amaliyah Pasca Ramadhan menuju Syawal sebagai peningkatan ibadah bagian III.

7/12/2016

Amaliyah Pasca Ramadhan Menuju Syawal Sebagai Peningkatan Ibadah.




Tidak diragukan lagi bahwa Ramadhan adalah bulan pelatihan dan penggembelengan diri menuju pada perbaikan mentalitas, spiritual dan amaliyah Islami. Setiap muslim mengharapkan dapat memetik hasil dari ibadah Ramadhan, tidaklah berlebihan bila setiap muslim menginginkan menjadi pribadi yang muttaqin. Karena segala daya upaya dilakukan untuk mewujudkan tercapainnya pemenuhan syarat sebagai orang yang bertaqwa. Mulai dari ibadah shalat sunnah tarowih dan witir, tadarus Alquran, mengadakan dan mengikuti kegiatan majlis taklim, mengikuti kajian Alquran dan kitab-kitab klasik, mengikuti atau menyelenggarakan kuliah subuh, mengurangi waktu tidur, menahan diri dari tidak makan minum dan berhubungan seksual suami isteri pada siang hari. Menahan diri dari perkataan kotor, perbuatan tidak baik dan membiasakan diri untuk melakukan sunnatullah dan sunnah nabi Muhammad SAW. Waktu tidur berusaha untuk bangun untuk mempersiapkan hidangan atau makan sahur.

Sungguh kegiatan-kegiatan ini diarahkan agar kebiasan baik pada buan Ramadhan teraktualkan pada bulan pasca Ramadhan. Sesungguhnya harapan meraih derajat muttaqin bisa diperoleh karena pembiasaan pada bulan Ramadhan. Walaupun terkadang terjadi bahwa semua amalan pada bulan Ramadhan adalah suatu yang dipaksakan. Mengikuti kebiasaan masyarakat yang juga mempunyai kebiasaan baik pada bulan Ramadhan. Karena sesuatu yang asing akan menjadi terbiasa bila sering dilaksanakan, sesuatu yang terasa berat akan terasa ringan , sesuatu yang sulit akan mudah, dari itu semua akan menumbuhkan sikap ikhlas.

Pasca Ramadhan adalah kebiasan yang muncul dari dalam hati karena dirinya telah sukses melaksanakan puasa Ramadhan. Sebagaimana ending orang menegakkan shalat adalah dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar, ini artinya bila ibadah shalat yang dilakukan tetap masih mempunyai kebiasaan dengan perbuatan keji dan munkar bisa dikatakan telah mengalami kegagalan dalam menegakkan shalat.

Bagaimana jika banyak orang Islam, yang terbiasa dengan melaksanakan kewajiban shalat tetapi perilakunya banyak yang melenceng dari ketentuan syariat. Kembalilah menengok bahwa ibadah shalat ternyata hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban saja, shalat belum dapat menghadirkan hati, shalat hanya merupakan aktifitas gerakan-gerakan fisik yang bisa membuat bosan, capek malas dan sebagainya. Sehingga bila godaan yang demikian muncul, selalu diupayakan untuk dilawan dan dikalahkan, maka didalam shalatpun hanya sampai pada tingkatan berupaya melawan godaan-godaan syetan. Maka pantas saja bila negara Indonesia yang mayoritas beragama Islam, namun banyak yang berurusan dengan penegak hukum karena melanggar aturan masyaraat dan negara. Minuman keras merajalela, perjudian, penganiayaan, perampokan, pemerkosaan dan sebagainya dilakukan oleh orang-orang yang notabene beragama Islam. Mengapa demikian hal ini jelaslah bahwa shalat belum bisa menghadirkan hati.

Ketika shalat jasad, hati dan pikiran belum bisa menyatu bahwa dirinya sedang menghadap Allah. Karena itu segala bentuk ucapan, perbuatan dan bayangan sedang terfokus sedang menghadap Allah. Ketika sedang menegakkan shalat merasa sedang diawasi Allah. Maka shalat yang telah mencapai pada derajat khusuk dimanapun dan kapanpun akan merasa selalu diawasi Allah, amalnya akan dicatat dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban olah Allah. Amal sekecil apapun akan dikembalikan kepada dirinya, amal shalih akan diberi balasan surga Firdaus, Bahkan untuk meraih kenikmatan sejati dalam surga maka seluruh amal umat Islam akan dilipatgandakan oleh Allah.

Demikian pula orang yanag melaksanakan ibadah haji. Predikat meraih derajat haji mabrur akan menjadi harapan setiap mslim. Dengan haji mabrur maka amal ibadahnya akan mengalami peningkatan atau paling tidak stabil. Peningkatan ibadah ini akan terwujud untuk selamanya, bukan hanya pada hari tanggal bulan pertama. Kesadaran bahwa ibadah adalah sepanjang masa, ibadah dan amal shalih adalah suatu kebutuhan. Karena itu kemabruran ibadah haji dilihat dari aktualisasi peningkatan amal ibadah, kemakbulan puasa Ramadhan akan memperoleh derajat taqwa dan kekhusukan shalat akan memperoleh taufiq dan hidayah Allah dalam setiap langkah perbuatannya selalu dibimbing oleh Allah, sehinggga dapat menghindarkan atau mencegah dari pernbuatan keji dan maungkar.

Upaya pencapaian predikat muttaqin
1. Mensucikan hati dengan membayar zakat fitrah.
Sebelum pergi untuk melaksanakan sahalat Id atau mengikuti khutbah Shalat Id setiap muslim telah mensucikan hati dengan mengeluarkan zakat fitrah. Zakat ini merupakan kewajiban untuk turut berbagi suka kepada orang lain. Idul Fitri adalah hari yang membahagiakan, janganlah kebahagiaan ini ternodai karena melihat orang lain tidak bisa turut merasakan bahagia, karena ketiadaan makanan pada hari itu. Karena itu bila ibadah puasa telah dilaksanakan namun belum membayar zakat fitrah maka nilai pahalanya masih menggantung. Hal ini tentu saja bagi orang yang mampu untuk mengeluarkan zakat, bukan termasuk dalam kategori fakir miskin, karena mereka yang berhak untuk memperoleh zakat.

Bersambung, pada Amaliyah Pasca Ramadhan menuju Syawal sebagai peningkatan ibadah.

10/09/2015

KELAPANGAN DAN KESIAGAAN MENJALANKAN PERINTAH ALLAH -SURAT AL MUJADILAH AYAT 11




“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al Mujadilah: 11)

Surat Al Mujadilah ayat 11 merupakan salah satu bagian dari surat Madaniyah yaitu surat yang diturunkan atau diwahyukan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW setelah beliau hijrah dari Mekah ke Madinah. Diantara ciri-ciri surat Madaniyah adalah diawali dengan kalimat “ya ayyuhalladzina amanau”, kemudian suratnya berisi tentang aturan-aturan pemerintahan, hukum-hukum, makanan-minuman dan hal-hal yang berkaitan dengan muamalah, kehidupan bermasyarakat.

Adapun asbabul nuzul dari ayat ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dari Muqatil bin Hibban, dia berkata pada suatu hari, yaitu hari Jum’at Rasululah SAW berada di Suffah mengadakan pertemuan di tempat yang sempit, dengan maksud untuk menghormati para pahlawan perang Badar yang terdiri dari orang-orang Muhajirin dan Anshar. Beberapa orang pahlawan tersebut datang terlambat diantaranya Sabit bin Qais. Sahabat tersebut berdiri diluar yang mana Rasulullah melihat dan mendengar mereka mengucapkan ‘assalaamu ‘alaikum ayyuhan nabi warahmatullah”. Nabi menjawab salam mereka.

Kemudian merekapun memberikan salam kepada yang hadir dan kemudian dijawab pula salamnya oleh para sahabat. Mereka tetap berdiri dan menunggu diluar, ternyata tidak ada yang menyediakan tempat. Melihat hal ini Rasulullah SAW merasa kecewa, lalu mengatakan kepada orang-orang yang berada disekitarnya berdirilah, berdirilah. Diantara sahabat ada yang langsung berdiri dan ada pula yang merasa enggan, demikian pula orang-orang munafik langsung memberikan reaksi yang negative bahwa Rasullullah tidak adil, ada orang yang datang lebih awal tetapi disuruh untuk berdiri dan mempersilahkan orang yang baru saja datang untuk duduk.

Para sahabat duduk berhimpitan disamping karena tempatnya memang sempit hal ini disebabkan:

  1. Para sahabat ingin lebih dekat dengan Rasulullah agar pesan dan sabda-Nya dapat diterima dengan baik dan jelas.
  2. Perintah memberikan tempat merupakan anjuran, hal ini jika mungkin untuk dilaksanakan, untuk mewujudkan rasa persaudaraan antara sesama yang hadir.
  3. Sesungguhnya tiap-tiap orang yang memberikan kelapangan orang yang akan melakukan perbuatan baik maka Allah akan memberikan kelapangan pula kepadanya di dunia dan akhirat.

ومن يسر على معسر يسر الله عليه فى الدنيا والاخرة واللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ اَخِيْهِ (رواه مسلم

“Barangsiapa memberika kemudahan kepada orang yang dalam kesulitan, maka Allah akan memberikan kemudahan di dunia dan akhirat. Dan Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu terus menolong saudaranya (HR. Muslim)

Ayat ini memerintahkan bahwa ketika Rasulullah memerintahkan untuk berlapang-lapang maka agar melapangkan diri sebagai wujud rasa hormat kepada orang lain. Karena itu Rasulullah SAW bersabda:

لَايُقِمِ الرﱠجُلُ الرﱠجُلَ مِنْ مَجْلِسِهِ ثُمﱠ يَجْلِسُ فِيْهِ وَلَكِنْ افْسَحُوْا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ (رواه مسلم

“Janganlah seorang menyuruh berdiri, dari tempat duduk temannya yang lain, tetapi hendaknya ia mengatakan lapangkanlah atau geserlah sedikit”. (HR. Muslim)

Bila waktu itu Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berdiri hal ini bisa diartikan berdiri merupakan wujud penghargaan, walaupun kemudian duduk kembali namun setelah berdiri maka posisi duduk akan tertata dan bisa saling berdekatan. Karena itu dalam suatu majlis hendaknya yang datang lebih awal untuk menempati tempat paling depan sehingga yang datang terlambat akan menyusul dibarisan belakang. Terkecuali bila tempat yang didepan dikhususkan untuk tamu undangan atau sesepuh.

Kelapangan untuk memberikan tempat kepada orang lain tidaklah akan merendahkan martabatnya, namun justru akan meninggikan derajat dirinya sendiri, karena pelayanan yang baik akan berdampak pada pihak-pihak yang dilayani, merasa puas dan senang sehingga reward dan doanya akan diberikan kepadanya. Sebagai tamsil seseorang yang berkunjung ke tempat saudara atau temannya dirinya disambut dengan baik maka dia akan pulang dengan membawa kesan yang baik dan menyenangkan.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan bahwa sesungguhnya memberikan kelapangan kepada saudaranya, baik yang datang maupun yang akan pergi tidak akan mengurangi haknya. Bahkan hal ini merupakan ketinggian dan perolehan martabat disisi Allah, orang tersebut akan memperoleh balasan di dunia dan di akhirat. Sesungguhnya orang yang merendahka diri disisi Allah, maka Allah akan mengangkat derajatnya dan akan memashurkan namanya.

Dalam ayat ini diakhiri dengan janji Allah yang akan diberikan kepada orang-orang yang beriman, taat dan patuh kepadanya-Nya, melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangannya, berusaha menciptakan suasana damai, aman dan tenteram dalam masyarakat demikian pula orang-orang yang berilmu yang menggunakan ilmunya untuk menegakkan kalimatullah maka orang tersebut akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.

Imam Ahmad pernah meriwayatkan tentang seorang budak yang bernama Ibnu Abzi diangkat menjadi pemimpin lembah karena dia ahli membaca Kitabullah (Alquran), memahami ilmu daraid dan pandai berkisah. (Ibnu Katsir, jilid 9, hal: 344)

Karena implementasi keilmuan yang dilandasi dengan iman, taqwa akan membuahkan amal shalaih. Memberikan kelonggaraan kepada orang lain adalah salah satunya. Karena seluruh amal perbuatan manusia akan dikembalikan kepadanya.