12/26/2013

Efek Zikir Dalam Membentuk Perilaku Mental Spiritual



Zikir menurut bahasa berarti ingat. Ingat disini bukan sembarang ingat dengan sesuatu makhluk, karena bila seorang remaja tiba-tiba ingat kepada sang kekasih itu tidak bisa diartikan sedang zikir. Namun zikir ini mengarah kepada suatu Zat Yang Maha Agung, sehingga kata zikir ini dilanjutkan dengan kata Zikrullah, yaitu zikir kepada Allah.

Mengapa harus zikir kepada Allah, apakah pengaruhnya dalam kehidupan manusia dengan selalu berzikir itu? Dan bagaimanakah cara berzikir kapada Allah. Mengapa telah banyak majlis zikir namun masih banyak pula kemaksiatan dan perilaku kemungkaran?

Kita menyaksikan kondisi riil yang berkembang dan mengarah para sikap dan perilaku kehidupan manusia yang kadang melenceng dari tuntunan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Terjadinya tindakan dan perilaku kriminal, perbuatan curang, adu domba, saling memfitnah bahkan sampai pada tindakan pembunuhan. Bagaimana tidak, saat ini kehidupan manusia semakin beringas, manusia berupaya melampiaskan segala kekesalan, bahkan ambisi dirinya dianggap akan menyelesaikann persoalan. Pencurian dan peramokan di bank bahkan mengambil anjungan ATM, perampokan nasabah bank bahkan sampai melakukan pembunuhan, pencurian kendaraan bermotor dan sebagainya.

Perilaku-perilaku tersebut berdampak langsung terhadap orang lain, karena orang lain langsung menderita kerugian, bahkan orang lain disakiti. Namun ada juga perilaku perampokan yang tidak langsung dirasakan oleh orang lain, seperti tindakan korupsi yang dilakukan para pejabat baik itu eksekutif, legislatif maupun lembaga-lembaga lain yang sedang mempunyai peluang dan kesempatan untuk melakukan korupsi. Siasat dan strategi disusun sedemikian rupa sehingga membuat permasalahan semakin rumit dan susah untuk dicarikan solusinya, bahkan untuk menemukan pelakunya harus dilakukan langkah-langkah penyelidikan secara intensif.

Disamping tindakan-tindakan yang demikian itu juga adanya penyakit masyarakat seperti peredaran minuman keras hingga pada obat-obatan terlarang. Narkotika dan sejenisnya diselundupkan ke tanah air ini dengan berbagai macam cara untuk mengelabui petugas. Sehingga jaringan inipun tertata dengan rapi, setiap ada penangkapan yang ditindak para kurir, sedangkan para bandar masih bisa lenggang kangkung, bebas leluasa menikmati hasilnya. Tinggal para kurir dan peluku kecil yang tertangkap.

Setelah melihat merajalelanya perilaku korupsi, perampokan dan peredaran minuman keras ini kemudian apa motif dari semua ini, atau untuk apakah hasil jarahan uang haram itu. Hal ini bisanya akan mengarah pada pergaulan bebas. Pelampiasan hawa nafsu dengan mengoleksi wanita-wanita cantik, bahkan pada penjualan manusia dengan alasann jasa tenaga kerja namun mereka diselundupkan untuk diperdagangkan. Dan masih banyak perlaku-perilaku dalam kehidupan masyarakat, sehingga menyebabkan sulitnya negara Indonesia untuk berkembang. Tindakan yang melenceng dari kaidah syara’ sehingga yang muncul adalah laknat dan balak secara terus menerus, hal ini kadang mengenai kehidupan masyarakat secara kolektif.
Sudah banyak terjadi musibah gempa bumi, tanah longsong, banjir bandang, tsunami, angin topan yang memporak-porandakan kehidupan masyarakat. Sesaat pada waktu terjadinya musibah kesadaran muncul, namun ketika musibah dan bencana itu telah berlalu maka berlalulah kesadaran manusia. Mengapa bisa demikian ini, hal ini tidak lain bahwa manusia sudah tidak ingat kepada Allah.

Konsep zikir yang dilakukan hanya pada ucapan lisan yang tidak mendasar pada qalbu. Sehingga walaupun telah mengucapkan lafaz Allah, sifat dan nama-nama Allah dalam jumlah tertentu namun hatinya kosong, maka akan menghasilkan sikap dan perilaku yang jauh dari pertunjuk Allah.

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah kamu akan nikmat Allah (yang diberikan-Nya) kepadamu, di waktu suatu kaum bermaksud hendak menggerakkan tangannya kepadamu (untuk berbuat jahat), maka Allah menahan tangan mereka dari kamu, dan bertakwalah kepada Allah, dan hanya kepada Allah sajalah orang-orang mukmin itu harus bertawakkal. (QS. Al maidah: 11)

Karena itu konsep zikir dalam hati yang meyakini bahwa setiap perilaku manusia senantiasa dalam pengawasan Allah dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah. Ketika mengucapkan “Subhanallah” Maha Suci Allah. Kita hendaknya yakin bahwa Allah itu Maha Suci dan Allah mencintai hamba-Nya yang selalu mensucikan diri. Segala perilaku terpuji, tindakan manusia yang didasari pada aturan syari’at maka akan mengarah pada upaya penyucian diri. Sesungguhnya harta benda, kekayaan yang melimpah, pangkat dan jabatan semuanya adalah karunia Allah yang harus disyukuri. Semua itu adalah titipan dan titipan adalah amanah. Allah Maha Kuasa untuk mengangkat hambanya dalam puncak karirnya, sebaliknya Allah juga kuasa untuk mengembalikan hamb-Nya dalam jurang kehinaan. Harta benda, pangkat, jabatan, teman, kerabat bahkan keluarganya tidak akan dapat menolongnya.

Anugerah Allah akan menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada-Nya, namun karunia Allah bisa juga akan menjadi bencana bagi tuannya. Bila tidak kuat menanggung amanah maka akan menjadi musibah dan malapetaka baik untuk dirinya maupun orang lain. Karena itu dengan selalu ingat kepada Allah, setiap ibadah hendaklah dilaksakan secara integritas dan kaffah untuk mensucikan diri dari perilaku-perilaku yang tidak baik. Ibadah dijadikan sebagai sarana untuk mewujudkan kesalihan sosial dan spriritual.

Malaksanakan ibadah maghzah, secara istiqmah akan mengarah pada upaya penyucian diri. Kewajiban menegakkan shalat dijalankan dari bentuk tuntutan menjadi kebutuhan, sehingga akan memunculkan keikhlasan. Karena dari kewajiban-kewajiab pokok itu akan selalu menyempurnakan dengan ibadah-ibadah sunnah. Ibadah shalat sunnah bukan sekedar sebagai norma dan wacana tetapi bagaimanakah bisa diimplementasikan. Sesungguhnya ibadah-ibadah shalat sunnah bukan hanya shalat tarawih dan shalat id saja. Ketika shalat id orang-orang berbondong-bondong ke tempat ibadah, ketika shalat tarowih hanya pada tanggal-tanggal awal saja. Ha ini tentu saja berkaitan erat dengan kualitas kehidupan beragama. Banyak bukan berarti baik, sedikit bukan berarti buruk. Karena itu menegakkan shalat merupakan sebaik-baik zikir.

Demikian pula ibadah puasa tidak hanya dipandang sebagai suatu kewajiban, namun bagaimanakah ibadah puasa sunnah juga dapat ditegakkan. Karena dampak dari puasa disamping dapat mengerem kehendak dan dorongan hawa nafsu juga dapat menumbuhkan sikap empati terhadap orang-orang yang hidupnya dalam kekurangan dan penderitaan. Coba lihat ketika para selebritis yang kehidupannya serba glamor, mewah dan metropolis ternayata masih banyak anggota masyarakat yang hidup serba kekurangan. Sehingga dengan puasa inipun tidak hanya menumbuhkan kesadaran empati, namun akan mengarah pada sikap kepedulian sosial dengan mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki dalam bentuk zakat infaq dan shadaqah.

Haji adalah ibadah monumental, penutup dan penyempurna dari rukun Islam. Haji menjadi indikator kesadaran dan keimanan bagi muslim, haji menjadi puncak ibadah, namun bukan berarti setelah mencapai puncak tidak ada kewajiban yang lain. Haji bukan menjadi kebanggaan karena telah memperoleh embel-embel pak haji atau bu hajjah, namun bagaimanakah totalitas ibadah dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Shalatnya selalu disempurnakan, syarat , rukun dan kekhusukannya. Dari shalat fardhunya ditegakkan dengan berjamaah sampai pada ibadah shalat sunnah. Sehingga sikap ikhlas, tawakal, qonaah, zuhud, sabar menjadi kepribadiannya untuk selanjutnya berdampak pada kehidupan sosial. Pribadi muslim yang didalam hatinya telah tertanam sikap demikian ini akan selalu berzikir kepada Allah. Hamba Allah yang dalam hatinya telah tertanam keimanan, lalu menyadari dan merasakan bahwa Allah selalu mengetahui dan mengawasi setiap perilakunya untuk selanjutnya dicatat dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban disisi Allah Azza Wajjalla. Orang yang demikian ini bila akan menggerakkan tangannya serta perilaku yang melanggar larangan Allah akan ingat atau diingatkan oleh Allah.

Dengan ingat kepada Allah, maka akan Allah telah memberikan segala yang diperlukan manusia. Sungguh banyaknya karunia Allah, sehingga karena begitu banyaknya, seandainya manusia disuruh menghitung rahmat dan karunia Allah niscaya tidak akan dapat menghitungnya. Namun ternyata banyak orang yang dhalim dan ingkar. Allah telah memberikan i’tibar dari kisah Musa Alaihi Salam:
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat Nabi Nabi diantaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain".(QS. Al Maidah: 20)

Renungan sehat ketika sakit
Pernahkan kita merenungkan tentang besarnya nikmat sehat ketika dalam kondisi sehat, seakan semua berjalan secara alami dan tidak ada zat yang mengendalikan. Ketika sehat lupa, seakan sehat itu adalah hal yang biasa, sehingga tidak perlu disyukuri. Betapa besarnya nikmat sehat yang diberikan oleh Allah itu, akan dirasakan, dihayati dan direnungkan, justru ketika dalam kondisi sakit.

Ketika sehat dapat berkumpul, bersendau gurau bersama keluarganya atau kepada teman-temannya, berkumpul dan bershilaturahim kepada saudara-saudaranya. Bagaimanakah ketika sakit, harus berbaring di rumah sakit, yang menemani hanya dokter dan perawat itupun dalam waktu-waktu tertentu. Demikian pula suami atau istrinya, anak-anak dan saudara-saudaranya tidak bisa menemani secara terus menerus. Inilah kondisi sakit, maka dalam kondisi seperti ini kemudian timbul pemikiran dan perasaan seandainya sehat maka akan beraktifitas bebas menurut kehendak dan kemauannya.

Karena itu dalam kondisi apapun hendaknya selalu ingat kepada Allah, ketika sedang bahagia atau susah, sedang sendiri atau bersama orang lain, dalam kondisi sepi atau ramai, dimanapun dan kapanpun selalu ingat kepada Allah. Orang yang demikian ini akan ditambahkan kenikmatannya oleh Allah SWT. Dengan selalu ingat kepada Allah tidak akan pernah ada kekhawatiran dan ketakutan, kecuali takut dan khawatir akan dimurkai oleh Allah karena tidak menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya.
Ada seorang laki-laki dari suku Muharib bernama Chauras bin Haris datang dan berdiri di hadapan Rasulullah SAW seraya (menghunus pedangnya) lalu berkata, "Siapakah yang dapat membelamu?" Rasulullah SAW menjawab, "Allah" maka terjatuhlah pedang itu dari tangannya lalu diambil oleh Rasulullah SAW seraya berkata, "Siapakah yang dapat membelamu?", laki-laki itu menjawab, "Jadilah engkau sebaik-baik orang yang bertindak". Rasulullah bertanya, "Maukah engkau mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya aku adalah Rasul-Nya?" Laki-laki itu menjawab, "Saya berjanji bahwa saya tidak akan memerangimu dan tidak akan turut dengan kaum yang akan memerangimu." Lalu Rasulullah saw membebaskannya. Dan setelah ia kembali kepada kaumnya ia berkata kepada mereka, "Saya baru saja datang menjumpai seorang manusia yang paling baik yaitu Rasulullah SAW".

Zikir dalam hati, yaitu zikir dengan merenungkan tentang kemahaagungan, kemahakuasaan, kemahasucian Allah. Bahwa Allah SWT senantiasa mengawasi, mencatat seluruh tindakan manusia. Dari tindakan manusia ini kelak akan dimintai pertanggungjawaban disisi-Nya. Tak ada seorangpun yang akan teraniaya atas kebaikan yang telah dilakukan, tak ada keburukannya dan perbuatan jahatnya yang dilakukan kecuali kelak akan mendapatkan siksaan yang belum pernah dirasakan didunia ini. Bahkan tindakan manusia yang ada didalam hatipun selalu berada dalam pengetahuan Allah, niat adalah ucapan didalam hati. Orang yang mempunyai niat yang baik akan diberi pahala dan bila dilaksanakan maka pahalanya akan bertambah dengan amal yang nyata. Karena itu jadilah, hamba yang selalu ingat kepada Allah

Hai orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. (QS. Al Ahzab: 41)
Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah Pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezki kepada kamu dari langit dan bumi ? tidak ada Tuhan selain dia; Maka Mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)? (QS. Al Fathir: 3)