4/01/2013

Pejuang Emansipasi Wanita


Bila kita menanyakan, siapakah wanita teladan Indonsia, maka tidak berlebihan bila jawabannya adalah RA Kartni. Seorang wanita bangsawan putri dari adipati Jepara RM Hario Adipati Sosroningrat dan ibunya adalah Ngasirah. Beliau lahir pada hari Senin Pahing, tanggal 21 April 1879. Mengapa beliau disebut sebagai wanita teladan, tidak lain karena beliau adalah pejuang emansipasi wanita, yaitu perjuangan dan memperjuangkan hak dan kedudukan wanita agar setaraf dengan kaum laki-laki, yang dalam perkembangan sekarang disebut dengan persamaan gender.

Beliau dilahirkan dari kalangan bangsawan, akan tetapi beliau tidak sama dengan wanita-wanita lain yang tidak pernah berontak dengan nasib kaum wanita. Dimana ketika beliau masih duduk di bangku sekolah yaitu masih berusia belasan tahun, beliau berteman dengan para gadis yang berasal dari negeri Belanda, dalam percakapan dengan mereka beliau bertanya dengan temannya. Mengapa kamu rajin sekali belajar bahasa Prancis, bukankah sekolah disini menggunakan bahasa Belanda, temannya menjawab “ kata papaku, kalau aku tidak bisa berbahasa Prancis maka setelah aku selesai sekolah ini, aku tidak diperbolehkan melanjutkan sekolah lagi. Hal ini menimbulkan pertanyaan dalam hati, dirinya selesai sekolah ini akan kemana. Maka bertanyalah Kartini kepada ayahandanya, “Apakah yang akan aku kerjakan sesudah tamat sekolah ini, apakah cita-citaku”. Ketika Kartni bertanya kepada ayahandanya didengar oleh saudaranya yang kemudian menjawab, bahwa semua wanita bangsawan akan menjadi Raden Ayu.

Raden Ayu bagi Kartni selalu menimbulkan tanda tanya dan memunculkan niat untuk mendapatkan jawaban tentang RA tersebut, diamatinya kebiasaan dari para wanita dan termasuk ibunya sendiri. Sampai pada usia 12 tahun Kartini harus masuk dalam pingitan, sampai datang waktu ada seorang laki-laki yang datang melamar untuk menjadikan sebagai istri. Kondisi ini pernah dimohonkan kepada ayahandanya: “Ayah, apakah Kartini boleh melanjutkan sekolah, teman-teman Kartini dari bangsa Belanda semua meneruskan sekolah, mengapa Kartini harus cepat-cepat diam dirumah, Kartini ingin menuntut ilmu dan meneruskan sekolah”.

Ayahnya menjawab: “Anakku, keinginanmu memang baik dan mulia, memang benar bahwa anak perempuan juga perlu menuntut ilmu tetapi ketahuilah bahwa adat bangsa kita yang belum mengizinkan hal itu, janganlah lantas berkecil hati tetapi terimalah adat nenek moyang kita dengan senang hati.
Ayah Kartini seorang laki-laki yang menjunjung tinggi ilmu dan menyadari hak perempuan untuk berkembang layaknya kaum laki-laki, namun karena adat beliau tidak bisa berbuat apa-apa, walaupun anaknya meminta dengan mengiba namun beliau tetap tidak mengizinkan anaknya untuk melanjutkan sekolah. Dalam waktu pingitan Kartni selalu rajin membaca dan banyak berkirim surat kepada teman-temanya yang berada di negeri Belanda, yang sekarang dibuat menjadi sebuah buku yang berjudul “Habis gelap terbitlah terang”.
Meninjak usia 24 tahu RA Kartni, berkembang menjadi wanita matang dalam berfikir dan sikapnya yang tawadhuk. Bahwa untuk memperjuangkan cita-cita dirinya membutuhkan seorang pendamping, sehingga beliau bersedia menerima lamaran dari adipati Rembang yang bernama Raden Mas Adipati Joyohadiningrat. Dan sejak tanggal 11 November 1903 beliau pindah ke Rembang. Di Rembang RA Kartini mendirikan sekolah perempuan, diawali dari saudara-saudara terdekatnya.

Emansipasi yang dipelopori oleh RA Kartni adalah merupakan cita-cita mulia yang ingin menempatkan wanita sesuai dengan hakekat diciptakannya manusia yang mempunyai persamaan hak dan kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki. Bahwa Tuhan menjadikan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang sama hak dan derajatnya. Masing-masing memilki jiwa yang sama, dan hanya berbeda dalam hal fisik dan bentuk badan, karena itu hak dan kewajibanya juga tidak perlu dibeda-bedakan.

Didalam Islam, emansipasi sudah banyak dilaksanakan ketika zaman Rasulullah SAW, banyak diantara kaum wanita yang ikut berperang , sebagaimana Ummu Ziyat dan enam wanita yang ikut dalam perang Khaibar, ketika ditanya rasul apakah yang dapat kamu lakukan. Mereka menjawab bahwa kami membawa perban, obat-obatan, jika ada yang terluka kami siap untuk mengobati, demikian pula kami akan menyiapkan panah-panah untuk para mujahid di medan perang. Kemudian pada perang Uhud, Shafiyah RA bibi Rasulullah dan saudara kandung Hamzah berhasil membunuh penyusup dengan sebilah patok kemah, lalu dipenggal lehernya kemudian dilempar pada pasukan kuffar yang membuat mereka menjadi ciut nyalinya.
Masih banyak kaum wanita yang merasa iri dan ingin turut serta berjuang melawan orang-orang kafir, karena begitu besar pahala bagi orang yang ikut berperang dijalan Allah. Apalagi bagi mereka yang meninggal dijalan Allah maka akan dicatat sebagai mujahid yang mati sahid, dan balasannya adalah surga. Begitu besar semangat wanita pada waktu itu ingin memperoleh keutamaan sebagaimana yang diperoleh oleh kaum laki-laki. Hal ini membukakan peluang bagi mereka didalam didalam melaksanakan amal perbuatan baik lainnnya.

Dalam hal kedermawanan, Sayidah Khadijah beliau adalah seorang saudagar kaya, akan tetapi kedudukan sebagai seorang isteri rasul beliau senantiasa menjadi isteri yang setia baik dalam suka maupun duka, siapakah yang menghibur rasul dan membesarkan hatinya ketika rasul menerima wahyu yang pertama, dialah Khadijah, beliau pula yang dengan ikhlas menggunakan hartanya untuk membantu perjuangan rasul dalam mendakwahkan agama Islam. Demikian pula kisah Aisyah yang pada suatu saat menerima hadiah sebanyak dua karung yang bersisi uang sebanyak + 100.000 dirham, uang tersebut kembali disedekahkan sehingga habis, bahkan beliau buka puasa hanya dengan sekerat roti dan minyak zaitun.

Pada suatu saat Rasulullah bersabda kepada Asma’ RA, janganlah kalian menyimpan atau menghitung-hitung harta yang akan diinfaqkan, infaqkan semampu yang diupayakan”. Setelah mendengar warta dari rasul ini maka beliau semakin giat dalam berinfaq dan bershadaqah. Bahkan beliau selalu menasehati kepada putra-putrinya dan orang-orang disekitarnya”. Tingkatkan kalian dalam berinfaq dijalan Allah, jangan menunggu-nunggu dari kelebihan harta kita dari kelebihan, dan jangan memikirkan sisanya. Jika menunggu sisanya, padahal keperluan kita bertambah banyak, maka tidak akan terpenuhi keperluan kita dan tidak akan sempat menginfaqkan dijalan Allah, jika kalian bershadaqah maka tidak akan ada kerugian dari shadaqah kita.

Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita, bahkan baik dan buruknya suatu bangsa tergantung pada wanitanya, jika wanitanya baik maka baiklah negara tersebut namun bila wanitanya jahat maka buruklah negaranya. Bahkan dalam keluarga, wanita adalah pemegang amanah sebagai pemelihara didalam rumah suaminya. Maka pandai-pandailah dalam mengatur pengeluaran dan pemasukan. Didalam membelanjakan harta keluarga, jangan terlalu boros dan jangan pula terlalu kikir. Pendapatan keluarga akan dicukupkan oleh Allah bila mempunyai nilai barokah, yaitu harta yang halal baik dari segi sifatnya, wujud barangnya dan cara memperolehnyapun juga halal. Setelah hal ini dapat dipenuhi maka tunaikanlah haknya yaitu dengan mengeluarkan 2,5% dari harta penghasilan. 2.5% ini yang akan mencukupkan, dan membuat harta menjadi barokah. Bahkan tidak puas-puasnya dengan kewajiban syar’i ini masih ditambah dengan infaq dan shadaqah, dengan demikian Allah akan mencukupkan bahkan dengan janji Allah yang disampaikan oleh rasulullah bahwa “Shadaqah tidak akan mengurangi harta (Al Hadits)”.

Allah melimpahkan kenikmatan kepada manusia, berupa harta benda, namun sadarilah bahwa kenikmatan yang berupa harta benda bersifat relative, suatu saat akan berkurang atau hilang sama sekali. Maka sebelum harta benda itu hilang dengan percuma penuhilah haknya yang akan dapat dipetik kelak di hari pembalasan. Karena disanalah segala amal perbuatan manusia akan dimintai pertanggungan jawab, tiada teman sejati kecuali amal baik dan tiada pembela dihadapan pengadilan Allah kecuali amal perbuatan yang baik pula. Maka biasakan dari sedikit untuk berderma, mulai sekarang untuk beramal dan hitunglah terhadap diri sendiri sudah seberapa banyak dalam beramal, lihatlah kepada orang yang lebih shaleh, insya-Allah semakin hari akan tumbuh rasa ikhlas, amin.

3/30/2013

Kedudukan Wanita Dalam Islam


Islam sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum wanita, bila didalam masyarakat pra Islam memandang kaum wanita adalah sebagai suatu barang yang tidak ada nilainya, sehingga kaum wanita boleh diperlakukan apa saja tergantung dari kaum pria. Hal ini nampak jelas bahwa sebelum nabi Muhammad lahir masyarakat Arab akan mengubur hidup-hidup setiap bayi perempuan yang lahir hal ini karena dipandang wanita tidak dapat membantu perang.

Negara-negara didunia memandang kaum wanita dalam bentuk yang berbeda-beda, seperti di Inggis berarti behind every successful man there is always a women, di Amerika istri yang dalam bahasa Inggris adalah wife namun diartikan washing, ironing, fun, entertainment, di Jawa sebagaimana dikatakan oleh budayawan Semarang Darmanto Jatman Asah-asah, umbah-umbah, lumah-lumah. Dan dikalangan masyarakat Jawa masih banyak istilah yang lain masak macak manak atau dapur sewur dan kasur.

Penghargaan Islam terhadap kaum wanita sebagaimana tersebut dalam hadits nabi:

اَلْمَرْأَةُ عِمَادُ الْبِلَادِ اِذَاصَلُحَتْ صَلُحَ الْبِلَادُ وَاِذَافَسَدَتْ فَسَدَ الْبِلَادُ (حديث)


“ Wanita adalah tiang negara jika wanitanya baik maka baiklah negara, dan bila wanita buruk maka negara juga ikut buruk”.

Karena itu wanita yang paling berperan didalam kehidupan rumah tangga, karena dalam diri wanita mempunyai peran ganda dalam kehidupan rumah tangga, yaitu mengandung, melahirkan, mendidik, mengasuh dan membesarkan. Sehingga kedekatan seorang anak akan lebih dominan kepada seorang ibu, setiap perbuatan inipun akan dimintai pertanggungan jawab oleh Allah SWT.

Kedudukan kaum wanita:
1. Sebagai pendamping suami:

وَالْمَرْئَةُ رَاعِيَةٌ فِى بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِىَ مَسْؤُلَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا

“ Dan istri adalah pengatur dalam rumah tangga suaminya, dan dia bertanggung jawab atas pengaturannya”. (HR. Buchari Muslim)

اِذَا صَلَتِ الْمَرْئَةُ خَمْسَهَا وَحَصَنَتْ فَرْجَهَا وَاَطَاعَتْ بَعْلَهَا دَخَلَتْ مِنْ اَيِّ اَبْوَابِ الْجَنَّةَ شَاءَتْ (رواه ابن حبان)
“ Apabila wanita itu melakukan shalat lima waktu dan bias menjaga kehormatan dirinya serta taat kepada suaminya. Maka dia dapat memasuki surga dari segala penjuru pintunya yang ia sukai”.

2. Sebagai ibu- penerus keturunan.
“ Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami terraasuk orang-orang yang bersyukur". (QS. Al A’rof: 189)
اَلْجَنَّةُ تَحْتَ اَقْدَمِ الْاُمَّهَاتِ (رواه مسلم)
“ Surga dibawah telapak kaki ibu”.

Dengan demikian Allah memberikan keutamaan ibu diatas  ayah, sebagaimana sabda ketika suatu saat sahabat bertanya kepada rasul tentang kepada siapa yang lebih utama untuk berbuat baik:

يَا رَسُولَ اللهِ، مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أُمُّكَ. قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: ثُمَّ أَبُوْكَ

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak untuk kupergauli dengan baik?” Beliau berkata, “Ibumu.” Laki-laki itu kembali bertanya, “Kemudian siapa?” “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?”, tanya laki-laki itu. “Ibumu”, jawab beliau. “Kemudian siapa?” tanyanya lagi. “Kemudian ayahmu”, jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari Muslim)


Kisah wanita teladan
Rasulullah pernah memerintah kepada putrinya yang bernama Fatimah: Hai anakku,, apabila kamu ingin belajar menjadi ibu dan istri yang baik, datanglah kepada seorang ibu yang bernama Muthi’ah, tinggal di luar kota Madinah sebelah sana. Maka berangkatlah Fatimah yang disertai oleh putranya Hasan, sesampai dirumahnya, lalu mengucapkan salam dan mengetuk pintu. Pada waktu itu ibu Muthi’ah sedang sendirian dirumah, karena suaminya sedang bekerja, karena sedang sendirian maka Hasan tidak diperkenankan masuk dan disuruh menunggi diluar, menurut hadits nabi bahwa ketika isteri sedang sendirian dirumah, tidak boleh menerima tamu laki-laki.
Setelah Fatimah masuk dan dipersilahkan duduk maka, mengutarakan maksud kedatangannya yang disuruh oleh Rasulullah untuk belajar tentang kewanitaan. Ibu Muthi’ah heran dan tidak tahu hal apa yang harus disampaikan kepada isterinya, demikian pula Fatimah juiga heran karena yang dilihat tidak ada barang-barang yang istimewa. Siti Fatimah memperhatikan ruangan sekitar yang kemudian yang berhenti pada susut rungan yang terdapat tiga buah benda yang senantiasa terawatt dengan rapi. Ketiga benda itu adalah baskom yang berisi air bersih nan jernih, sebuah handuk kecil dan sebatang rotan, Fatimah merasa heran dan kemudian menanyakan ketiga benda itu. Fatimah heran dan menyakan kepadanya.
Ibu Muthi’ah menjelaskan, apabila suaminya pulang tentunya dengan muka yang kotor kena debu, kusut, penat dan letih. Dengan demikian maka aku membisakan mengelap muka dan badannya, agar terlihat bersih dan segar. Setelah itu dengan handuk saya keringkan dengan mengusap muka dan badan yang basah tadi. Fatimah faham dan emudian menaykan sebatang rotan tersebut. Kemudian dijelaskan apabila suami selesai dibilas muka dan badannya yang kotor lalu mandi. Setelah itu suaminya ditemani makan dari masakan yang tealh dimasaknya sendiri. Lalu saya berkata (kata ibu Muthi’ah) mengambil sebatang rotan rotan tersebut dan menyerahkan kepada suaminya seraya mengatakan, agar suaminya bersedia memukul dengan rotan tersebut bila dalam melayaniny kurang memuaskan.
Mendengar ucapan tersebut Fatimah kaget, lalu bertanya kembali: Apakah suaminya memukul atau tidak? Ibu Muthi’ah menjawab: suami saya tetap mengambil rotan tersebut, tetapi melemparkannya kesamping, lalu mendekati saya dengan penuh kasih sayang. Mendengar penuturan tersebut, akhirnya mengertilah Fatimah, sungguh tepat kata-kata Rasulullah yang menyuruh untuk belajar pada ibu Muthi’ah.