5/22/2020

Lebaran di Rumah Silaturahim dari Rumah


Silaturahim berasal dari kata kata shilah yang artinya menyambung, rahim artinya kasih sayang jadi shilaturahim berarti menyambung menyambung kasih sayang, persaudaraan dan kerabatan. Silaturahim diselenggarakan di samping itu merupakan perintah agama, juga merupakan upaya bagi umat Islam untuk melepaskan dosa-dosa yang telah dilakukan. Hal ini karena manusia dilengkapi panca indra dan nafsu yang berpotensi untuk melakukan perbuatan salah dan dosa, baik dilaksanakan secara siri atau jahr.

Dosa merupakan akibat dari perbuatan yang merugikan orang lain, baik berupa perkataan, perbuatan, disengaja atau tidak disengaja. Di dalam hidup hal yang demikian ini tidak bisa dilepaskan, karena manusia hidup selalu berhubungan dengan orang lain, terjadinya interaksi sosial, dimana masing-masing orang mempunyai sikap dan perilaku yang bei Rrbeda. Sikap dan perilaku orang lain ini ini kadang salah ada yang benar, ada yang sesuai dengan kehendak kita atau ada yang bertentangan dengan kehendak kita. Atau bisa jadi perbuatan orang lain bertentangan dengan hukum yang telah ada, namun ada juga perbuatan orang lain selalu selaras dengan peraturan hukum.

Dengan demikian, apabila terjadi kesesuaian perbuatan orang lain dengan kehendak diri atau perbuatan orang lain yang sesuaian dengan kaidah hukum maka hal ini akan terjadi keselarasan dan keharmonisan dalam kehidupan. Sebaliknya bila perbuatan orang lain itu bertentangan dengan peraturan hukum yang ada sehingga menimbulkan dampak yang tidak menyenangkan bagi orang lain, maka hal ini akan menimbulkan disharmoni (ketidak selarasan) dalam kehidupan bermasyarakat.

Demikian pula kata-kata, perbuatan dan sikap diri sendiri kadangkala juga tidak sesuai dengan harapan orang lain atau karena kekhilafan diri sendiri, maka perbuatannya akan bertentangan dengan hukum yang telah ada, dengan demikian, baik secara pribadi maupun secara kelompok, tiap orang hidup mempunyai kesalahan yang berbeda-beda. Karena itu Idul Fitri, tanggal 1 Syawal yang diawali dengan kegiatan berbuka, kemudian dilanjutkan dengan salat Idul Fitri dan silaturahim merupakan momen yang sangat penting bagi umat Islam, dimana pada hari tersebut biasanya setiap orang akan mengakui kesalahannya sendiri, tidak ada orang yang merasa benar tetapi semuanya merasa salah.

Dengan kesadaran ini maka orang itu pun juga dengan ikhlas memohon maaf kepada orang lain dan diri sendiri pun juga dengan ikhlas memohon maaf kepada orang lain. Dengan permohonan maaf, saling mengakui kesalahan, kemudian saling memaafkan maka akan terwujud kembali keharmonisan dalam kehidupan bermasyarakat.

Silaturahim biasanya diselenggarakan dengan kegiatan saling mengunjungi antar teman, sahabat, tetangga, saudara dan tentu saja diawali dengan silaturahim kepada orang tua. Pada bulan Syawal sudah menjadi tradisi khususnya di Indonesia, bahwa setiap orang menyempatkan diri untuk mengunjungi temannya, saudaranya atau siapapun yang dianggap sudah saling mengenal.
Meskipun kunjungan tersebut sudah cukup untuk saling memaafkan, namun ternyata tradisi mengatakan belumlah lengkap sebelum diadakan kegiatan seremonial, yaitu kegiatan tabligh, kegiatan pengajian, halal bihalal atau kegiatan yang lainnya yang tujuannya agar orang-orang bisa kumpul dalam satu majelis. Kemudian menyaksikan dan mendengarkan tausiyah kyai atau ustadz, kemudian saling memaafkan. Ini adalah kegiatan silaturahim yang sudah sering diselenggarakan, sehingga nuansanya menjadi halal bihalal. Jadi intinya bahwa antara satu orang dengan yang lainnya itu saling memaafkan. Dengan saling memaafkan itu diharapkan sudah tidak ada permasalahan antara satu orang dengan yang lainnya.

Sikap saling memaafkan ini merupakan perilaku yang telah dicontohkan oleh rasul dan kebiasaan yang dilakukan oleh umat Islam disamping melaksanakan perintah ternyata bisa memberikan keutamaan bagi umat Islam. Misalnya akan dipanjangkan umurnya, akan di dipermudah urusannya, akan dibuka pintu rezeki dan akan diberikan kesehatan.
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ وَيُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
"Barangsiapa yang ingin dilapangkan rezkinya, dan ingin dipanjangkan usianya, maka hendaklah dia menyambung silaturrahmi."

Pada Idul Fitri 1441 H atau tahun 2020 kegiatan silaturahim dalam bentuk saling mengunjungi, pengajian umum, kumpul-kumpul, halal bihalal berdasarkan instruksi pemerintah, lembaga keagamaan, agar kegiatan tersebut untuk ditinggalkan atau untuk tidak dilaksanakan. Hal ini sebagai upaya dan ikhtiar untuk memutus mata rantai virus Corona atau Covid- 19 yang semakin merajalela. Oleh karena itu peran serta dari semua pihak, kesadaran dari semua pihak, pemahaman dari semua pihak, bahwa silaturahim pada tahun ini tidak dilaksanakan secara saling mengunjungi, tabligh, halal bihalal dan sejenisnya.

Silaturahmi tetap dilaksanakan dan dilestarikan dengan cara:
1. Diselenggarakan dengan cara online, bisa media sosial WhatsApp, instagram, SMS, video call dan lainnya.
2. Saling bertemu tidak dilaksanakan, masing-masing bisa memahami kondisi dan juga bisa melaksanakan. Bahwa sekalipun silaturahim tidak dilaksanakan dengan tatap muka tetapi persaudaraan, kekeluargaan tetap terjalin dengan baik .
3. Silaturrahim adalah media yang sangat bagus dan ini merupakan perintah Allah SWT, karena itu semua orang hendaknya bisa memahami, mengapa pada tahun 2020 ini tidak ada orang yang berkunjung ke rumahnya. Hal ini semata-mata adalah untuk memupus kesenangan sementara yang diarahkan untuk mendapatkan kebahagiaan kesenangan pada beberapa tahun yang akan datang.

Ada orang yang pada awalnya hidup bersama dalam satu keluarga, berkumpul dalam satu rumah, bisa saling bertemu, bertatap muka, bertegur sapa, apa yang dilakukan secara langsung. Bagaimana bila dari keluarga yang anggotanya semula berkumpul dalam satu rumah, tetapi karena salah satu atau beberapa mempunyai kepentingan lain, misalnya bekerja, sekolah, kuliah atau kegiatan yang lainnya yang mengharuskan dirinya untuk berpisah kepada keluarganya.

5/20/2020

Tinggalkan Kesenangan Sesaat, Raih Kebahagiaan Selamanya



Tradisi menyambut Idul Fitri dengan persiapan makanan, pakaian, perhiasan berlangsung secara turun-temurun. Padahal yang seharusnya Idul Fitri adalah kembali pada kesucian, untuk mendapat ampunan Allah. Idul Fitri mulai menapaki hidup dan suasana yang baru, dapat melanjutkan ibadah puasa Ramadhan dan segala amaliah untuk dilaksanakan diluar bulan Ramadhan.

Setelah selesai puasa Ramadan, mulai bergegas untuk puasa tanggal 2-7 Syawal, dengan melaksanakan puasa sunah, puasa Senin Kamis, puasa Dawud, puasa tengah bulan. Shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat hajad, tahajud, istikharah dan lainnya. Tadarus Alquran untuk dibiasakan, pengelolaan zakat fitrah dengan meningkatkan infaq dan shadaqah. Sehingga Idul Fitri bukan menjadi bar-baran (semuanya sudah selesai), puasanya sudah bar, tadarus nya sudah bar, infaq shadaqahnya sudah bar, semua amal ibadah menjadi bar atau berakhir dan akan kembali pada tahun yang akan datang.

Puasa Ramadhan dengan segala amaliyahnya menjadi kegiatan-kegiatan ibadah yang belum dikondisikan kelanjutannya, kadang organ tubuh belum siap menerima keadaan. Shalat tarawih biasanya ramai pada minggu pertama, tadarus Alquran hanya pada bulan Ramadhan, infaq shadaqah hanya pada bulan Ramadhan dan semua amaliah yang baik hanya tinggal kenangan saja. Setelah selesai puasa Ramadhan diawali dengan memasuki 1 Syawal perilaku israf dipupuk kembali.

Sikap Frontal
Ibadah puasa Ramadhan pada tahun 1441 H/2020 M sangat berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana gema dan gebyar Ramadhan terjadi dimana-mana, shalat tarawih, tadarus Alquran, majelis taklim, nuzulul Qur’an, salat berjamaah, pada tahun tersebut dan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun ini menjadi tahun berbeda, dimana setiap ibadah biasanya dipusatkan di masjid/ musholla tetapi pada tahun ini dihimbau untuk dilaksanakan di tempat tinggal masing-masing.

Pemerintah dan lembaga keagamaan telah memberikan himbauan namun ternyata masih banyak umat Islam yang tidak menghiraukan himbauan tersebut. Perkumpulan orang-orang tetap dilaksanakan, shalat Jum’at, tarowih, tadarus Alquran dilaksanakan secara bergerombol, majlis taklim. Pada umumnya mereka tidak mau meninggalkan momentum penting pada bulan Ramadhan. Ibadah yang penuh berkah tetap dilaksanakan seakan-akan tidak ada wabah pandemi Covid-19.

Keyakinanpun menjadi sikap frontal, tidak mau mengikuti himbauan dari pemerintah dan MUI, memang banyak orang yang menyayangkan meninggalkan amaliyah ibadah di bulan Ramadhan. Namun satu sisi berusaha melakukan kebaikan dan amal shalih, tetapi idak menghiraukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, tidak menghiraukan seruan amaliah di bulan Ramadhan.

Kenangan Sesaat
Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana aktivitas dan gerak dibatasi karena adanya wabah pandemi virus corona/ Covid- 19. Untuk melawan dan menghentikan penyebarannya dengan pengurangan aktivitas kegiatan sosial, perkumpulan, sosial distancing, PSBB bahkan lock down. Pembatasan ini juga harus dengan kesadaran diri untuk meninggalkan kesenangan sesaat yang bisa jadi akan menimbulkan musibah, bencana pada masa yang akan datang. Demikian pula Idul Fitri hendaknya dirayakan dengan kondisi yang sederhana. Mulai dari makan, minum, pakaian, perhiasan dengan yang sudah ada atau apa adanya. Tidak perlu terlalu fokus pada kegiatan pesta, makan-makan, minum dan saling berkunjung.

Ada pesan Idul Fitri yang disampaikan lewat lagu lama yang dinyanyikan oleh Dea Ananda:

Baju baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama

Sepatu baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada sepatu yang lama

Potong ayam Alhamdulillah
Untuk dimakan di hari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada telur ayamnya

Bikin kue alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak bikin pun tak apa-apa
Masih ada singkong goreng nya

Ref:
Hari raya Idul Fitri
Bukan untuk berpesta- pesta
Yang penting maafnya lahir batinnya

Untuk apa berpesta-pesta
Kalau kalah puasanya
Malu kita kepada Allah yang esa.

Kupat sayur alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada nasi uduknya

Pembatasan dan pengendalian diri sebagai hasil dari pelaksanaan ibadah puasa, dimana puasa merupakan tameng dari perbuatan yang tidak baik, puasa melatih berbuat sabar dan ikhlas, puasa mewujudkan kepedulian sosial dan empati, puasa untuk pensucian rohani dari hawa nafsu yang tidak baik. Selama 1 bulan umat Islam telah dilatih atau melatih diri, menerpa diri dengan akhlak dan perilaku yang terpuji dengan landasan iman dan taqwa kepada Allah.

Kesederhanaan dalam makan, minum, pakaian dan penampilan bukan karena menghadapi pandemi, tetapi seungguhnya merupakan perintah agama. Sederhana bukan berarti bahil tetapi untuk selalu memupuk kedermawanan, jiwa sosial, empati dan ukhuwah bersama. Kita tidak tahu sampai kapan wabah pandemic Covid-19 akan berakhir. Ilmuan dunia belum menemukan vaksin, semua orang hanya bisa antisipati, jaga diri dengan mengikuti himbauan ulama’ dan umara’.

Memang kadang tidak ikhlas untuk meninggalkan atau mengalihkan kebiasaan yang sudah berjalan dengan baik, shalat Jum’at, shalat berjamaah di masjid/ musholla, shalat tarorih, pemberian kupon infaq sedekah, shalad Id di masjid dan lapangan terbuka, shilaturahim, halal bihalal. Semua ini adalah ibadah yang sudah mentradisi dan tradisi yang sudah membudaya. Tak aneh bila melihat selebaran dan himbauan untuk tidak menyelenggarakan kegiatan atau mendengar himbauan, banyak orang yang menanggapi dengan sinis. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya semua orang untuk dapat menerima dengan ikhlas. Ingat bahwa pengorbanan ini untuk kepentingan jangka panjang dan kepentingan orang banyak. Masih banyak jalan untuk mendapat kebaikan dan masih banyak cara untuk membuat kebaikan.

Tidak shalat Jumat tetapi menegakkan shalat dhuhur, tidah shalat bejamaah di masjid/ musholla tetapi selalu menjaga shalat jamaah di keluarga, tidak shalat tarowih di masjid/ musholla tetapi selalu menegakkan shalat tarowih bersama anggota keluarga, zakat, infaq dan sedekah diamanatkan kepada lembaga amil zakat, shalat Idul Fitri dilaksanakan di keluarga, shilaturahim untuk dibatasi, halal bihalal secara on line.

Sesungguhnya yang membedakan hanyalah ibadah yang bernuansa sosial, sekalipun tidak ada shilaturahim semoga shilaturahim tetap terjaga. Jaga diri dan keluarga tingkatkan peduli pada orang lain. Tinggalkan kesenangan sesaat untuk meraih kebahagiaan masa depan lebih baik. Jangan anggap enteng sesuatu yang sudah jelas berbahaya, tidak ada yang dapat mencegah musibah dan bahaya kecuali kita diwajibkan untuk berusaha, berikhtiar dan tawakal. Semoga pandemic segera berakhir.

5/18/2020

Karena Malas Jadi Ambyar


Kata malas sering diungkapkan atau diucapkan oleh siapapun yang kadang tanpa disengaja. Kata yang mudah keluar dari mulut secara reflek, tanpa disadari bahwa efek dari ucapan itu dirasa sangat berat. Malas adalah salah satu sifat buruk yang ada pada manusia. Rajin adalah kebalikan dari malas. Waktu belajar di sekolah dasar di sana dikenalkan dengan peribahasa, rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh, hemat pangkal kaya. Kalimat itu masih membekas dan kadang bisa menjadi sumber inspirasi dan nasihat bagi anak-anak.

Kata ini sangat penting untuk dicermati, ketika sedang menghadapi permasalahan, sedang menerima tugas, akan menjawab malas, capek. Ada anak sekolah, setelah pulang sekolah disuruh oleh orang tuanya untuk segera berganti pakaian dan membantu orang tuanya, anak menjawab, malas, capek. Orang yang sudah hidup berumah tangga pagi hari enak-enakan tidur di tempat tidur atau duduk- duduk, santai sambil nonton TV dan lain sebagainya sehingga ketika diingatkan untuk beraktifitas, jawabnya malas. Jawaban ini sangat mudah untuk diucapkan, tanpa disadari bahwa sebenarnya apa yang diucapkan itu menjadi doa yang bisa jadi akan menjadi kenyataan.

Hendaknya ketika sedang capek, bagaimanakah dari sikap apatis menjadi dinamis, pesimis menjadi optimis, negative menjadi positif. Dengan maksud bahwa kata-kata dan ucapan akan menjadi sumber kebaikan dan keberkahan. Setelah istirahat nanti akan saya kerjakan, atau sebentar, saya relaksasi dulu biar tambah fres dan dapat inspirasi. Jadi sekalipun terasa capek, malas namun tetap ada dorongan untuk menyelesaikan tugas. Karena biasanya bila sudah keluar kata capek, malas maka kekuatan akan hilang.

Efek dari sikap malas.
Ucapan malas ini pun juga akan menjadi di doa, karena sikap malas sebenarnya akan menjadikan suatu permasalahan semakin menumpuk, pekerjaan akan tertunda, tugas akan ditunda, apapun akan tertunda, padahal tugas dan pekerjaan ini adalah suatu kewajiban yang harus diselesaikan. Kalau sudah sampai date linenya padahal belum ada realisasi atau tindakan untuk menyelesaikan. Maka akan memunculkan masalah-maslah baru, tugas-tugas baru sehingga membutuhkan waktu, tenaga, fikiran, biaya yang ekstra untuk menyelesaikannya. Dengan demikian akan berefek kesehatan, hubungan sosial dan kinerja.

Terlalu banyak pikiran maka akan mengganggu metabolisme tubuh. Contohnya akan terkena masuk angin, sakit maag, asam lambungnya naik, akan terkena hipertensi, diabetes, jantung dan sebagainya. Kemudian dari segi social, karena sibuk dengan urusan untuk menyelesaikan masalah, maka hubungan sosial menjadi renggang. Bahkan ketika bertemu dengan teman, sahabat, kerabat, saudara dengan siapapun. Raut muka Nampak carut-marut, tidak ada wajah ceria, yang ada adalah wajah serius, tegang menghadapi masalah untuk segera diselesaikan. Kemudian dari segi biaya pun orang yang seperti itu akan mengeluarkan biaya semakin banyak, karena untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah menumpuk tentu membutuhkan suplemen makanan, agar kondisinya tetap fit.

Bita lihat kesuksesan seseorang, sesunggunya sukses itu bukan hanya di hayalkan dan direnungkan, tetapi butuh usaha, ikhtiar yang sungguh-sungguh, dilaksanakan dengan kedisplinan. Suatu kesulitan atau suatu hal yang seakan tidak bisa diatasi, apadahal itu hanyalah suatu bayangan fatamorgana. Ada seoarang sarjana S1 dia ternyata bisa bekerja pada bidang yang tidak dipelajari waktu sekolah dan kuliah, jauh melenceng dari disiplin ilmu yang dipelajari. Namun justru dari bangku sekolah dan kuliah itulah bisa merubah mind set, bahwa selagi mau mencoba, mau berusaha dengan sungguh-sungguh pasti bisa. Tidak ada yang tidak bisa terhadap sesuatu yang kelihatan. Yakinlah bahwa suatu yang nampak bisa dipelajari dan bisa dilakukan. Semamin sulit maka disitulah ujian bagi orang-orang yang berilmu.

Seorang professor, dia menjadi profesor bukan dengan serta-merta memperoleh gelar, tapi harus melalui proses, bagaimana mengelola diri terhadap waktu, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Allah itu menciptakan waktu bagi makhluk-Nya itu sama, sehari semalam 24 jam. Tetapi dari waktu 24 jam itu ada yang bisa mengelola waktu bisa memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang baik. Contoh selalu membiasakan diri untuk bangun tidur lebih awal. Sebelum melaksanakan salat subuh selalu membiasakan diri untuk memanfaatkan waktu sepertiga malam yang terakhir untuk bermunajat kepada Allah, melakukan salat lail, berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk, kemudahan dalam segala urusan, diberikan petunjuk di dalam menjalani kehidupan di dunia, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun untuk orang lain.

Setelah salat subuh dilakukan secara berjamaah, kemudian melaksanakan tadarus Alquran, membaca buku membaca kitab atau mengikuti kajian jadi antara waktu subuh sampai matahari terbit selalu digunakan untuk merenungi diri, untuk mengasah otak pikiran, menjauhkan diri dari tempat tidur. Coba kalau dihitung dari segi waktu, berapa jam orang tersebut tidur dalam sehari semalam, mungkin hanya 3 sampai 6 jam sudah cukup, mengapa? Karena tidur yang berkualitas, tidur yang memang dilandasi dengan sunnah rasul. Banyak orang yang yang menggunakan waktu 24 jam waktu yang diberikan Allah, tetapi lebih banyak digunakan untuk tidur, untuk bermalas-malasan, maka yang terjadi mendapat kesulitan untuk bisa meraih cita-cita yang diharapkan.

Sesungguhnya malas itu merupakan penyakit hati yang harus diperangi, memang malas itu berkaitan dengan vitalitas tubuh, penyakit yang menyertai adalah mengantuk. Kalau mengantuk memang kurang istirahat obatnya untuk beristirahat, ngantuknya karena terlalu kenyang maka kurangi makannya, bila mengantuk tanpa sebab maka dicari sebab-sebabnya. Agar waktu yang dimiliki dapat lebih bermanfaat, karena malas bisa membuat rencana, cita-cita harapan menjadi ambyar. Untuk membalikkan sikap malas senantiasa bersyukur atas segala yang telah diberikan Allah.
Syukur diberikan kehidupan, hidup di dunia adalah kenikmatan yang diberikan oleh Allah yang harus disyukuri, karena sesungguhnya dunia adalah ladang bagi orang-orang yang beriman untuk menanam dan besok di akhirat adalah tempatnya untuk memanen. Diberikan kesehatan juga bersyukur, maka jangan malas untuk menjaga kesehatan. Karena kalau bermalas-malasan dengan kondisi yang ada, akan menjadikan tubuh menjadi kurang sehat, maka jangan malas untuk beraktifitas, jangan malas untuk bergerak, jangan malas untuk berolahraga, semua itu adalah upaya untuk mensyukuri nikmat kesehatan. Diberikan panjang umur kita renungkan, bahwa kita diberikan umur yang panjang oleh Allah merupakan kenikmatan. Wujud rasa syukur kita adalah dengan meningkatkan ibadah kepada Allah, maka agar menjadi orang yang bersyukur jangan malas melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh karena dalam setiap ibadah pasti ada tantangan ada gangguannya ada hambatannya. Bersyukur diberikan kesempatan untuk melakukan perintah-perintah Allah, karena itu jangan malas untuk memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah. Sempatkan waktu untuk belajar, membaca, beribadah, untuk menolong sesame, melakukan kebaikan-kebaikan yang bermakna, sempatkan waktu untuk menggunakan waktu tenaga pikiran untuk kemaslahatan kepentingan bersama.

Malas belajar maka akan menjadi orang yang bodoh, malas bekerja maka akan menjadi orang yang miskin. Malas beribadah maka dia akan menjadi orang yang jumud orang yang susah berkembang orang yang susah menerima mendapat masukan dari orang lain. Malas dalam berdzikir, maka dia hatinya akan kosong dan berdampak pada amaliyahnya. Malas adalah penyakit rohani dan harus diobati.

5/16/2020

Khutbah Bahasa Jawa- Idul Fitri 1441 H- Bina Keluarga


اَللهُ أَكْبَرُ ×٩ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا . لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَ حْزَابَ وَحْدَهُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. أَلْحَمْدُ لِلَّهِ جَعَلَ أَيَّامَ الْأَعْيَادِ ضِيَافَةً لِعِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَسُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ َأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. َأمَا بَعدُ: فَيَاأَيُّهَاالنَّاسُ, فَأُوِصْيكُمْ وَاِيَّاىَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ .


Bapak ibu ingkang tansah kawula hurmati, estri lan putra-putiku ingkang kawula trisnani.
Wekdal lebaran tanggal 1 Syawal 1441 Hijriyah, shalat Idul Fitri boten kados taun-taun ingkang sampun kapengker lan mbok bilih ing sadanguning gesang nembe wonten ing taun punika. Shalat Idul Fitri dipun tindakaken wonten ing dalem griya, mekaten punika boten ateges boten remen kaliyan syiar Islam lan silaturahim, nanging ngengingi kawontenan ing taun punika, ingkang boten sami kaliyan taun-taun ingkang sampun kapengker. Mila mangga kita sedaya tansah ningkataken iman lan taqwa dhateng Allah, inggih punika kanthi nindakaken dhawuh-dhawuhipun Allah lan nebihi menapa ingkang dados awisanipun Allah.

Taun punika sedaya negari nembe nampi wabah pandemi virus corona utawi Covid-19, satunggaling wabah penyakit ingkang saged nular saking menungsa dhateng manungsa kanthi cara ingkang gampil lan cepet sanget. Virus corona inggih punika salah setunggaling makhlukipun Gusti Allah ingkang alit sanget, mila boten saged dipun tingali mawi mripat kanthi langsung, namung saged dipun pirsani kaliyan alat mikroskop. Saking tanda-tanda nyebaranipun virus punika, para wasis sampun mangertosi cara nularipun virus corona punika inggih punika kanthi lantaran doplet, idu, umbel, uluh, lan sasanèsipun. Sampun dados pakulinan, menawi utawi watuk nuli tutukipun dipun tutup mawi asta, menawi medal idu lan umbel dipun lap mawi astanipun, semanten ugi menawi medal uluhipun inggih dipun lap mawi astanipun. Asta punika nggadhahi sipat sigap, boten sisah dipun dhawuhi ananging sampun mangertosi tugasipun, menawi wonten barang-barang utawi ingkang ketingalan langsung dipun resiki mawi asta.
Kotoran punika tasih nempel, kaleres menawi manggihi toya dipun cuci, manggihi tisu dipun lapaken. Ananging menawi boten manggihi toya utawi tisu lajeng dipun gosokaken wonten ing tembok, tangga, lan wonten ing panggenan-panggenan ingkang saged utawi gampil dipun candhak. Asta ingkang tasih wonten kotoranipun dipun ginakaken kagem salaman, sahingga nular dhateng tiyang sanes kanthi cepet. Mila kangge naggulangi lan medhot nyebaring virus punika kita dipun dhawuhi supados nyuci asta kalian sabun utawi hand sanitizer, tansah ngagem masker, nindakaken sosial distancing utawi ngirangi kumpul-kumpul, lock down, ibadah shalat Jumat dipun-gantos kaliyan shalat duhur, shalat jamaah gangsal wekdal dipun tindakaken wonten ing dalam, shalat Idul Fitri ing dalem, shilaturrahmi kanthi online utawi mawi video call.

Bapak ibu ingkang tansah kawula hurmati, estri lan putra-putiku ingkang kawula trisnani.
Tahun punika dipun wastani tahun musibah, bencana, wabah lan muhasabah. Saben musibah, bencana, wabah temtu wonten sebabipun, utawi wonten rahasianipun. Kenging menapa Gusti Allah dhatengaken musibah, bencana lan wabah. Menawi kita ningali saking sejarah sakderengipun nabi Muhammad SAW, kados umatipun nabi Luth ingkang tansah remen nindakaken pedamelan keji, umatipun nabi Hud kaumipun sami gumedhe, angkuh, remen damel pilara dhateng sesaminipun, Allah paring piwales kalian lisus, umatipun nabi Musa, nabi Harun, nabi Nuh boten purun nyembah dhumateng Gusti Allah, dhemen nentang syariat rasulipun, boten purun ndherek dhateng risalahipun Allah. Sahingga Allah nurunaken musibah, bencana lan azab, malah wonten ingkang dipun sirnakaken.
Mila wontenipun musibah punika, prayoginipun ing saben pribadi tansah mikiraken dugi pundi anggenipun ningkataken ibadah dhumateng Gusti Allah, punapa ibadah ingkang dipun tindakaken sampun selaras kaliyan tuntunan syari'at agami Islam, punapa sampun dados insan ingkang saged migunani dhateng tiyang sanes, punapa sampun boten damel pilara dhateng tiyang sanes. Allah paring dhawuh;

“He wong-wong kang padha iman, taqwaha sira kabeh maring Gusti Allah, lan becike saben-saben wong padha gatekake marang apa kang wus ditindakake ing dina sisuk (akhirat), lan taqwaha maring Gusti Allah, sak temene Allah tansah pirsa marang apa wae kang sila lakoni’. (QS. Al Hasyr: 18)

Wonten ing kesempatan punika prayoginipun kita sami introspeksi utawi gatekaken dhateng pribadi piyambak-piyambak. Kita gatosaken keluarga, punapa sampun nindakaken dhawuhipun Gusti Allah lan nebihi awisanipun Gusti Allah. Mangga kita dandosi keluarga, kita bina keluarga supados sami paring pemut, sami-sami makarya, sami-sami nindakaken tugas lan tanggaung jawabipun. Mikiraken keselamatan bangsa lan negari dipun melai saking keluarga minangka dados bangunan ingkang paling alit, sae lan awonipun setunggaling bangsa lan negara dipun temtokaken saking pembinaan salebetipun keluarga.

Bapak-ibu ingkang kalor mati estri lan anak-anak kawula ingkang kawula tresnani ibadah.
Puasa Ramadhan sampun kalampahan, lan kita sampun mlebet ing wulan Syawal, wulan peningkatan amal ibadah, ing wulan Syawal minangka awal kagem saben-saben muslim anggenipun ngadhepi musuh, marga tanggal 1 Syawal setan ingkang dipun krangkeng dipun uculaken malih, supados ganggu lan jlomprongaken menungsa, kangge rencang bencang ing dinten kiamat. Para setan dipun jamin mlebet ing neraka, panggenan kangge nyiksa lan panggenan ingkang boten dipun kersakaken manungsa. Tiyang ingkang iman tansah ngajeng-ajeng mlebet wonten ing suwarga lan dipun tebihaken saking genining neraka.

Mila nabi Muhammad SAW paring tuntunan ibadah sasampunipun wulan Ramadhan, inggih punika supados nindakaken puasa sunah, supados pikantuk ganjaran kadosdene ganjaran tiyang ingkang nindakaken puasa sadangunipun gesang.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Sapa wongé nindakake puasa Ramadhan nuli di kanteni puasa nem dina ing wulan Syawal mila bakal diparingi ganjaran kaya dene wong kang puasa saklawase urip”. (HR.Muslim).

Mila kagem sinten kemawon ing wulan Ramadhan tansah ngantu-antu pikantuk lilatul qodar, sinten ingkang saget manggihi tentu pikantuk ganjaran ingkang kathah, ananging kasunyatanipun boten temtu saget pianggih. Mila kagem ngalap ganjaran ingkang ageng, sampun trawaca Allah paring ganjaran ingakang kathah inggih punika puasa Syawal.

Saben ibadah mesthi wonten ganjaranipun utawi fadhilahipun, Allah maringi ganjaran kanthi dipun wujudaken wonten ing donya lan akhirat, saben-saben ibadah ingkang dipun tindakaken kanthi temen lan ngarep-arep ridhanipun Allah, mesthi badhe dipun paringi barokah rizky saking langit lan rizki ingkang boten saged dipun itung jumlahipun.


“Sing sapa wonge taqwa maring Gusti Allah, yekti Gusti Allah bakal maringi kanggo dheweke dalan, lan maringi rizki saking arah kang ora dinyana- nyana, lan tawakal maring Gusti Allah, Gusti Allah bakal nyukupi keperluane. Sak temene Allah nindakake urusan kang dikersaake, Sak temene Gusti Allah nganakake ketentuan marang sapa wae”. (QS. Ath-Thalaq: 23)

Bapak ibu ingkang kawula hurmati, estri lan anak-anakku ingkang kawulo tresnani.
Allah badhe paring rizki kanthi mapinten-pinten cara, rizki boten namun bandha donya. Rizki saking Allah saged dipun wujudaken kaliyan kesehatan lan dipun tebihaken saking balak, musibah, bencana lan penyakit, badhe dipun paringi margi ingkang gampil anggenipun pados ma’isah utawi penghasilan, badhe dipun paringi kasil ingkang berkah, dipun paring petedah dhateng margi ingkang sae, dipun dadosaken tiyang ingkang bejo wiwit dunya dumugi akhirat samangke. Mila mangga kita tansah ningkataken iman lan taqwa dhateng Allah SWT.

جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَاَدْ خِلْنَا وَاِيَّاكُمْ مِنْ زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصّٰلِحِيْنَ . وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْن




الخطبة الثنية

اَللهُ اَكْبَرُ ×٧ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُلِلّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًالِلْمُؤْمِنِيْنَ وَخَتَمَ بِهِ شَهْرَ الصِّيَامِ لِلْمُخْلِصِيْنَ . اَشْهَدُ اَنْ لَا ِالٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَشْهُوْرُ بِفَطَانَتِهِ وَاَمَانَتِهِ وَصِدْقِهِ وَتَبْلِيْغِهِ وَصَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى اللهُ عَنْهُ وَحَذَرَ. فَقَاَلَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللّٰهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


5/15/2020

Khutbah Idul Fitri 1441 H-Suasana Ibadah di Tengah Pandemi Covid-19



Shalat Idul Fitri adalah ibadah tahunan hukumnya sunat muakad yang bisa diselenggarakan di masjid atau tanah lapang. Pada hari itu setiap muslim berbondong-bondong untuk menghadiri tempat shalat bahkan wanita yang sedang datang bulanpun dianjurkan untuk menghadiri guna mendengarkan khutbah shalat Idul Fitri. Tetapi pelaksanaan shalat Idul Fitri 1414 Hijriyah atau tahun 2020 pemerintah dan para ulama’ melalui MUI menghimbau pelaksanaan shalat Id di rumah masing-masing pada keluarga kecil. Berikut disampaikan khutbah shalat Idul Fitri.

اَللهُ أَكْبَرُ ×٩ اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا . لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَاَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الْأَ حْزَابَ وَحْدَهُ لَا اِلَهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ. أَلْحَمْدُ لِلَّهِ جَعَلَ أَيَّامَ الْأَعْيَادِ ضِيَافَةً لِعِبَادِهِ الصَّالِحِيْنَ وَجَعَلَ فِى قُلُوْبِ الْمُسْلِمِيْنَ بَهْجَةً وَسُرُوْرًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ َأَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، اَللَّهُمَّ صَلِّى وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. َأمَا بَعدُ: فَيَاأَيُّهَاالنَّاسُ, فَأُوِصْيكُمْ وَاِيَّاىَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ .

Ibu, Bapak yang saya hormati, istri dan anak-anakku yang aku cintai.
Pada lebaran tahun ini, 1 Syawal 1441 Hijriyah pelaksanan shalat Idul Fitri tidak seperti tahun-tahun sebelumnya, dan sepanjang hidup kami baru tahun ini. Shalat Idul Fitri kita selenggarakan di rumah, hal ini bukan berarti menghindari kegiatan syiar Islam dan shilaturahim, namun karena situasi dan kondisi pada tahun ini berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu. Karena itu marilah kita berupaya untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah, yaitu dengan melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangannya.

Tahun ini dunia sedang dilanda wabah pandemi virus corona atau Covid-19, suatu wabah penyakit yang menular dari manusia ke manusia, proses penularaan yang mudah dan cepat. Virus corona adalah makhluk Allah yang sangat kecil, tidak bisa dilihat dengan penglihatan secara langsung, virus hanya bisa dilihat dengan mikroskup. Namun dari indikasi penyebarannya para ilmuan menemukan bahwa penularan melalui doplet, air, liur, air mata. Material tersebut bisa menempel ditelapak tangan, sudah menjadi kebiasan bila bersin selalu ditutupi dengan tangan, bila mengeluarkan air mata tangan bergerak akan membilas, bila mengeluarkan lendir tanganpun juga akan bergerak untuk membersihkan.

Dari tangan inilah, bila tidak menukan air atau tisu, maka akan digosokkan di baju, tangga, pegangan tangan dan tempat-tempat yang bisa dijangkau. Dalam kondisi tangan yang terkena doplet ini, tiba- tiba bertemu dengan anggota keluarga, teman, atasan atau bawahan lalu berjabat tangan, dari inilah kemudian virus dengan cepat menyebar. Karena itu untuk memutus mata rantai penyebaran ini adalah dengan menjaga kebersihan, membiasaakan membasuh tangan dengan sabun, atau hand sanitizer, selalu memakai masker, melaksanakan sosial distancing, PSBB bahkan lock down. Sehingga ibadah shalat Jum’at diganti dengan shalat dhuhur, shalat berjamaah lima waktu di rumah, shalat Idul Fitripun diselenggarakan di rumah dan setelah Idul Fitri, shilaturahim kita selenggarakan dengan on line atau melalui video call

Ibu, Bapak yang saya hormati, istri dan anak-anakku yang aku cintai
Tahun ini bisa disebut dengan tahun musibah, bencana, wabah dan muhasabah. Setiap musibah bencana, wabah tentu ada hal apa di balik musibah, ada rahasia apakah musibah, bencana dan wabah tersebut. Bila meninjau sejarah para rasul sebelum nabi Muhammad SAW, umatnya nabi Luth gemar melakukan perbuatan keji, umat nabi Hud yang bernama kaum karena sombong dan suka mengolok-olok dihancurkan dengan angin kencang dalam beberapa hari, umat nabi Musa, Harun, Nuh tidak mau menyembah Allah, dihancurkan oleh Allah karena mereka menentang ajaran rasulnya, tidak mau mengikuti risalah Allah yang disampaikan kepada utusannya sehingga Allah menurunkan musibah, bencana, bahkan mereka dihancurkan. Karena itu dengan adanya musibah ini hendaknya setiap diri memikirkan, sejauhmana tingkat dan kualitas peribadatannya. Sudahkan beribadah sesuai dengan tuntutan syariat Islam, sudahkan melaksanakan syariat Islam sesuai dengan kemampuannya. Sudahkan menjadi insan yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain.

Karena itu dalam kesempatan ini, hendaknya kita merenungkan diri kita masing-masing. Kita merenungkan keluarga kita apakah sudah beribadah sesuai dengan tuntunan syariat Islam, apakah sudah berusaha dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjuhi larangannya. Apakah didalam menikmati kehidupan dunia sudah memikirkan hari esok, sebagaimana firman Allah:


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr: 18)

Marilah kita benahi keluarga kita, saling mengingatkan, saling bekerjasama, saling menasehati, saling menolong. Kita turut memikirkan, mendoakan keselamatan bangsa dan negara kita dimulai dari keluarga. Karena sesunggguhnya keluarga merupakan bangunan terkecil dari suatu bangsa, baik buruknya suatu bangsa ditentukan pembinaan dalam keluarga.

Ibu, Bapak yang saya hormati, istri dan anak-anakku yang aku cintai
Ibadah puasa Ramadhan dalam nuansa keluarga telah berlalu, bulan dimana pintu surge dibuka, pintu neraka ditutup dan syetan dibelenggu:

إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتْ الشَّيَاطِينُ

"Bila bulan Ramadlan tiba, maka dibukalah pintu-pintu surga, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan pun dibelenggu."(HR. Muslim: 1793)

Kini kita masuk pada bulan Syawal, bulan peningkatan amal ibadah kita kepada Allah, pada tanggal 1 Syawal adalah awal setiap muslim menghadapi tantangan karena tanggal 1 Syawal para syetan yang telah dibenggu selama sebuan dilepas kembali untuk menggangu dan menjerumuskan manusia ke jurang kesesatan, syetan dan bala tentaranya berupaya untuk mencari teman sebanyak-banyaknya di neraka kelak, karena mereka sudah dijamin masuk ke neraka. Tempat yang penuh dengan siksaan, tempat yang tidak diinginkan bagi manusia. Sedangkan orang-orang yang beriman senantiasa mengharapkan masuk ke dalam surga dan dihindarkan dari neraka.

Karena itu Rasulullah SAW telah memberikan tuntuanan ibadah setelah bulan Ramadhan, yaitu ibadah yang mempunyai nilai pahala sepanjang masa yaitu menunaikan puasa sunnah.

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

"Siapa yang berpuasa Ramadhan kemudian diiringinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal, maka yang demikian itu seolah-olah berpuasa sepanjang masa." HR. Muslim: 1984, Darimi: 1689
Jadi bagi siapapun yang pada bulan Ramadhan menanti, mengharapkan menjumpai Lailaul Qadar, siapa yang bisa menjumpainya? Wallahu a’lam, hanya Allah yang mengetahui. Namun puasa syawal adalah sudah jelas bahwa Allah menjajikan pahala sebagaimana orang yang berpuasa sepanjang masa.

Setiap ibadah pasti berpahala dan mempunyai fadhilah, Allah memberikan pahala bisa bernuansa dunia dan akhirat. Setiap ibadah yang dilaksanakan dengan kesungguhan hanya mengharap ridha Allah, maka Allah akan memberikan barakah, rizqi dari langit, dengan rizki yang tidak bisa dihitung jumlahnya.

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia (Allah) akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah telah Mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu”. (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

Ibu, Bapak yang saya hormati, istri dan anak-anakku yang aku cintai
Rizki dari Allah bisa diwujudkan dalam bentuk kesehatan dan dihilangkan atau dijauhkan dari penyakit. Bagi yang masih belajar diberikan pemahaman dan ketajaman berfikir, akan diberikan kemudahan dalam mencari ma’isah atau penghasilan di dunia, akan diberikan keberkahan dari penghasilan yang diperoleh, akan diberikan petunjuk dalam setiap langkahnya. Akhirnya akan selamat dan beruntung didunia dan akhirat, amin.

جَعَلَنَا اللهُ وَاِيَّاكُمْ مِنَ الْعَائِدِيْنَ وَالْفَائِزِيْنَ وَاَدْ خِلْنَا وَاِيَّاكُمْ مِنْ زُمْرَةِ عِبَادِهِ الصّٰلِحِيْنَ . وَقُلْ رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَاَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْن




الخطبة الثنية
اَللهُ اَكْبَرُ ×٧ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ وَاللهُ اَكْبَرُ. اَللهُ اَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ. اَلْحَمْدُلِلّٰهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًالِلْمُؤْمِنِيْنَ وَخَتَمَ بِهِ شَهْرَ الصِّيَامِ لِلْمُخْلِصِيْنَ . اَشْهَدُ اَنْ لَا ِالٰهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمَشْهُوْرُ بِفَطَانَتِهِ وَاَمَانَتِهِ وَصِدْقِهِ وَتَبْلِيْغِهِ وَصَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى اللهُ عَنْهُ وَحَذَرَ. فَقَاَلَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَآأَيُّهاَ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ جَمِيْعَ وُلاَةِ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرِ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُشْرِكِيْنَ وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ. اَللّٰهُمَّ افْتَحْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ قَوْمِنَّا بِالْحَقِّ وَاَنْتَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ . رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ


5/13/2020

Mencari Keteladan Sejati, Adakah Figur Sentral? Bagian II



Manusia adalah makhluk dengan dua dimensi yaitu dimensi lahir dan dimensi batin. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia adalah makhluk Allah yang diberi taklif, tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan, memanfaatkan sumber daya alam, karena itu manusia disebut sebagai khalifah, wakil Allah dimuka bumi. Disamping itu manusia adalah hamba Allah yang mempunyai tugas untuk menyembah beribadah kepada Allah, manusia diberikan tugas sebagai khalifah dan sebagai hamba Allah. Dua hal ini ini Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah dilakukan oleh manusia.

Sangat penting untuk menerapkan prinsip keseimbangan, urusan dunia dan juga urusan akhirat diseimbangkan. Rasul pernah bersabda “berbuatlah duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhirat, seakan-akan engkau akan mati besok pagi”. Dari hadits ini jelas sekali bahwa kita diberikan kewenangan untuk mencari karunia Allah dalam kehidupan dunia juga mencari karunia untuk kehidupan akhirat, mengapa? Dunia ini sementara, dunia hanyalah permainan, panggung sandiwara, dunia ini adalah seperti orang yang berpergian suatu saat akan kembali.

Manusia hidup di dunia tidak akan lama, tetapi hidup di akhirat adalah untuk selama-lamanya. Sebelum masuk ke alam akhirat kelak, manusia akan hidup di alam barzah atau alam kubur sampai batas waktu yang hanya Allah yang mengetahui. Setiap orang kelak di hari Qiamat akan mempertanggungjawabkan setiap amal perbuatan yang sudah dilakukan. Amal baik akan mendapatkan pahala yang kelak akan dimasukkan ke dalam surga nya Allah. Amal yang buruk maka akan mendapatkan dosa dan kelak akan dimasukkan ke dalam neraka. Pada dasarnya surga dan neraka adalah merupakan pilihan.

Dunia adalah ladang untuk menanam kebaikan sebagai bekal besok di hari Qiamat. Agar menjadi orang-orang yang lebih baik maka carilah suatu keteladanan didalam hidup ini, agar kehidupan kita itu bisa menjadi lebih baik. Dalam urusan akhirat maka lihatlah kepada orang yang lebih alim, orang yang lebih taat, giat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Misalnya ada orang yang rajin membaca Alquran, lihatlah dia, tirulah dia. Ada orang yang rajin menegakkan shalat degan berjamah, lihatlah dia, contoh lah. Ada orang gemar berderma, membantu pada orang-orang yang fakir miskin dan yang membutuhkan, lihatlah dia maka dalam hatinya akan muncul rasa kepedulian untuk mebreikan bantuan. Jangan melihat kepada orang yang dibawahnya, bila dalam hal ibadah melihat kepada orang yang dibawahnya, maka dia akan susah untuk mencapai pada tingkat kesempurnaan dalam pengamalan ajaran agama Islam. Sebaliknya dalam urusan dunia maka lihatlah kepada orang yang di bawahnya Rasulullah SAW pernah bersabda:

خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ وَمَنْ نَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا


"Ada dua perkara yang barangsiapa memilikinya maka Allah akan mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar, dan barangsiapa yang tidak memiliki keduanya maka Allah tidak mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan penyabar, yaitu barangsiapa yang melihat (mengukur) agamanya dengan orang yang lebih tinggi darinya lalu dia mengikutinya, dan barangsiapa yang melihat (mengukur) dunianya dengan orang yang paling rendah darinya lalu dia memuji Allah atas karunia yang diberikan kepadanya, maka Allah akan mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar, namun barangsiapa yang melihat agamanya dengan orang yang lebih rendah darinya dan melihat dunianya dengan orang yang lebih tinggi darinya dan dia bersedih atas dunia yang tidak didapatkannya, maka Allah tidak mencatatnya sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar." (HR. Tirmidzi: 2436)

Allah akan melihat orang yang bersyukur dan bersabar adalah orang yang melihat orang lain dalam hal ibadahnya kepada orang yang di atasnya dan orang yang melihat orang lain dalam hal keduniawiannya kepada orang yang di bawahnya. Maka visualisasi dalam mencari keteladanan adalah dengan melihat orang-orang yang baik dalam hal ibadahnya pada orang yang di atasnya. Dengan ini orang akan mnghitung- menghitung, menyadari kekurangan yang ada pada dirinya, dia akan menjauhkan diri dari sifat kibir, ujub, riak dan perilaku-perilaku lainnya. Dengan demikian akan menjadi orang yang lemah lembut, berperilaku baik, pandai dalam mensyukuri dan menghormati orang lain, tidak mudah untuk menyalahkan orang lain, karena bila melihat orang lain dalam hal ibadah, kepada orang yang diatasnya, maka sungguh kecil dirinya alangkah dhaifnya.

Demikian pula dalam urusan duniawi, lihatlah kepada yang di bawahnya, niscaya akan menjadi orang yang bersyukur. Misalnya ada orang yang mempunyai mobil dan mobilnya sudah mobil yang tua, bila sedang berbincang dengan teman-temannya yang mempunyai mobil baru maka dirinya merasa iri dan bersedih kenapa tidak bisa memiliki mobil yang baru. Karena itu hendaknya melihat kepada orang yang di bawahnya, bersyukur dirinya mempunyai mobil, walaupun mobilnya tua, tapi masih bisa digunakan untuk beraktivitas. Waktu hujan tidak kehujanan, waktu panas tidak kepanasan dan mobilnya tidak macetan, ini masih sangat beruntung, coba kalau melihat temannya atau saudaranya tidak mempunyai mobil dan hanya mengendarai sepeda motor, kalau hujan kehujanan, panas juga kepanasan, kena debu, kena angin.
Demikian juga orang yang mempunyai sepeda motor bersyukur, karena mendingan punya sepeda motor daripada saudaranya atau temannya atau orang lain yang tidak mempunyai sepeda motor, sehingga kemana-mana menggunakan sepeda ontel untuk beraktivitas, untuk bekerja menggunakan sepeda ontel. Orang yang punya sepeda ontel pun itu hendaknya bersyukur, karena apa, beruntung karena ada temannya, saudaranya yang tidak mampu membeli sepeda ontel sehingga kemana-mana dia dengan berjalan kaki, membawa barang, berjalan kaki ke mana.

Orang yang masih bisa berjalan itu juga sangat bersyukur, karena diberikan kesehatan oleh Allah sehingga ke mana-mana bisa berjalan beraktivitas dengan kedua kakinya. Sementara ada saudaranya atau temannya atau siapapun yang sakit ternyata dia sudah tidak bisa berjalan, kakinya sakit, lumpuh, semua aktivitas butuh pelayanan orang lain, makan minum sampai membersihkan diri tidak mampu tapi harus melalui bantuan orang lain. Maka orang yang masih bisa berjalan itu sangat bersyukur bila dibandingkan dengan orang yang sama sekali sudah tidak bisa berjalan tetapi orang yang sudah lumpuh misalnya di tempat tidur, tidak bisa beraktivitas. Pada orang yang teakhir inipun juga hendaknya tetap bersyukur, karena apa masih diberi kesempatan untuk bertobat memperbarui kesalahan-kesalahannya karena sakit itu adalah merupakan penebus dari dosa dan kesalahan yang sudah dilakukan bersyukur.

Coba kalau dilihat ada temannya atau saudaranya atau siapapun yang mati dalam kondisi yang mendadak, padahal dia dalam keadaan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, sedang melakukan kemaksiatan kemudian dia dipanggil oleh Allah, maka sudah tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaiki amal-amal, maka masih diberikan panjang umur, walaupun dalam kondisi apapun tetap bersyukur bahwa semuanya itu adalah pemberian Allah, maka dalam urusan keduniawian lihatlah kepada orang yang dibawahnya niscaya akan menjadi orang pandai bersyukur, mensyukuri segala nikmat karunia yang telah diberikan Allah kepada dirinya.
Carilah keteladanan kepada siapa pun yang melakukan perbuatan yang baik, karena Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa “lihatlah pada apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan”. Jelas bahwa sumber kebenaran, keteladanan bisa datang dari siapa saja, dari orang miskin, anak kecil, orang kaya, orang cantik, orang gagah. Kalau mereka mempunyai perilaku yang baik, maka sebaiknya kita contoh. Tidak usah membedakan tidak usah memisahkan dia itu siapa, tetapi kalau memang mempunyai akhlak dan perilaku yang baik, maka jadikanlah teladan.
Keteladanan itu tidak tidak sentral pada seseorang, Karena manusia itu adalah makhluk yang tidak sempurna manusia makhluk yang perilakunya itu kadang berubah sesuai dengan situasi dan kondisi, kecuali pada orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, dimanapun dan kapanpun selalu merasa dirinya dalam pengawasan Allah.

5/12/2020

Mencari Keteladan Sejati, Adakah Figur Sentral?

Keteladanan berasal dari kata teladan yang berarti contoh, dalam bahasa Arab adalah uswah. Nabi Muhammad adalah figur dijadikan contoh.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah. (QS. Al Ahzab: 21)

Dalam ayat itu Allah sebagai Sang Khalik atau pencipta, kata yang Maha Mengetahui perihal segala hal ciptaan-Nya, bila Allah yang mengatakan, maka tidak dapat dipungkiri karena firman Allah adalah suatu kebenaran hakiki yang harus diyakini. Bagi yang mengingkari kebenaran firman Allah maka dia orang bukan orang yang beriman. Perihal ciptaan Allah tentang manusia pilihan yang patut dijadikan contoh yaitu Nabi Muhammad SAW, sesungguhnya dalam pribadi Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik

Keteladanan Rasulullah
Menjadi teladan tentu harus mengetahui kelebihan dan kebaikannya. Jadi jangan sampai bisa mengatakan bahwa Rasulullah Muhammad figur uswatun hasanah tapi tidak mengetahui sisi-sisi keteladanan beliau. Ada beberapa ciri rasul yang bisa dijadikan teladan:

  1. Al Amanah yaitu terjaga lahir dan batinnya dari segala macam perbuatan maksiat, dan mustahil bersifat sebaliknya yaitu khianat. beliau terjaga dari perzinaan, minuman khamr dan sejenisnya, berdusta dan perbuatan dosa lainnya yang kasat mata juga terjaga dari kemaksiatan lainnya. Yang bersifat batiniah seperti dengki, sombong, iri, ria’ dan perbuatan dosa lainnya yang dilarang oleh Allah. Maka kita pun secara tidak langsung diperintahkan untuk memiliki sifat tersebut sebab kita diperintahkan untuk meneladani Rasul dan secara tidak langsung kita pun dilarang memiliki sifat sebaliknya yaitu kiamat
  2. Shidiq berarti jujur. Berkata dengan jujur dan mustahil bersifat sebaliknya yaitu al kizzib atau dusta sebab jika Rasul berdusta maka pemberitaan dari Allah pun dusta, padahal mustahil Allah bersifat berdusta jika mustahil rasul berdusta maka shidiq bagi beliau adalah wajib.
  3. Al Fathonah berarti cerdas dan waspada dan mustahil bagi rasul pelupa dan tidak waspada sebab jika rasul tidak cerdas, maka tidaklah mungkin mampu memberikan argumentasi terhadap lawan-lawannya tentang kebenaran yang dibawanya, dan bertentangan dengan tugas Rasul yaitu menunjukkan kepada kebenaran bagi seluruh manusia. Maka jelaslah bahwa Rasul bersifat Fathonah.
  4. Tabligh berarti menyampaikan perintah Allah kepada manusia dan mustahil sebaliknya yaitu menyembunyikan perintah Allah sedikitpun, sebab jika rasul menyembunyikan perintah Allah, maka kita pun secara tidak langsung diperintahkan menyembunyikannya. Sebab kita wajib meneladani rasul, maka wajiblah rasul menyampaikan kepada manusia semua perintah Allah.


Adapun sifat yang Jaiz ialah semua sifat manusia yang tidak mengurangi martabat kemanusiaan seperti makan minum beristri dan penyakit yang tidak menjadikannya tercela dan tidak menjadikan manusia menjauh dari Rasul. Adapun penyakit yang menjadikannya manusia menjauh darinya seperti gila kusta Ayan utamakan penyakit jenis ini tidaklah Jaiz
Bila mencermati dalam sejarah dan hadits rasul, banyak sekali yang memvisualisasikan sikap dan kepribadian Rasulullah, sebagi contoh:
1. Nabi Muhammad adalah pribadi yang mempunyai keyakinan yang teguh, mantap. Dengan keyakinan yang mantap ini tidak tergoyahkan karena harta pangkat dan jabatan. Nabi Muhammad pernah kedatangan tamu-tamu orang kafir Quraisy mereka berusaha mempengaruhi nabi Muhammad dengan menawarkan kekayaan agar beliau menjadi orang paling kaya di kota Mekah, mereka juga menawarkan kepada beliau untuk menikahi wanita mana saja yang beliau kehendaki, hal tersebut mereka sampaikan kepada beliau seraya berkata “Inilah yang kami sediakan bagimu hai Muhammad dengan syarat engkau jangan memaki-maki Tuhan- Tuhan kami dan menjelek-jelekkannya atau sembahlah Tuhan Tuhan kami selama setahun. Nabi menjawab “Aku akan menunggu wahyu dari Rab-Ku. Kemudian turun surat Al Kafirun ayat 1-6 turun berkenaan dengan peristiwa tersebut sebagai perintah untuk menolak tawaran kaum kafir.

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Walid Bin Al Mughirah, Al Ashi bin Wail, Al Aswad bin Muthalib dan Umayyah bin Khalaf bertemu dengan Rasulullah, mereka mengajak nabi Muhammad untuk bersekutu dan menyembah. Dengan tegas rasul menyampaikan firman Allah.

1. Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah.
3. dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.
4. dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
6. untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku." (QS. 109: 1-6)

2. Beliau pribadi yang selalu konsisten taat beribadah, walaupun Allah telah menjadikan Muhammad pribadi yang maksum, dijaga dari perbuatan dosa. Sehingga dijamin masuk ke dalam surga, tetapi nabi Muhammad tetap giat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Pada suatu saat Siti Fatimah yang tidak lain adalah istri beliau menyatakan kepada Rasulullah wahai Rasul kenapa engkau setiap malam masih bersimpuh kepada Allah, sujud kepada Allah, melaksanakan shalat lail hingga kakimu bengkak, tepat sujudmu basah, memohon ampun kepada Allah? Bukankah Allah telah menjaga-Mu, menjadikan-Mu pribadi yang maksum dan di jamin masuk surge? Rasulullah hanya menjawab apakah aku tidak ingin dikatakan sebagai orang yang bersyukur? Maka Rasulullah melaksanakan ibadah shalat, beribadah semata-mata sebagai wujud rasa syukur kepada Allah, jadi bukan karena takut masuk ke dalam neraka dan ingin masuk ke dalam surga, tidak, tapi semuanya itu dilakukan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah.

Disampaing keteladanan setelah mengetahui hal-hal kebaikan dan keutamaan Rasulullah, namun kehidupan manusia berada di tengah-tengah masyarakat, tentu setiap orang mempunyai sikap dan perilaku yang berbeda-beda, manusia mempunyai pengamalan dan kebiasaan yang berbeda sehingga akan menimbulkan kesadaran dan pengalaman yang berbeda pula.

Ada seorang atasan menegur pada bawahannya yang mempunya kebiasaan buruk, datangnya selalu telat, ada pekerjaan tidak segera di lakukan, suka ngobrol hingga melakukan gosip atau menyebar gosip, sehingga setiap akhir bulan dimintai laporan kegiatan selalu mengelak. Lalu atasan memberikan visualisasi untuk meniru temannya yang disiplin, rajin, ulet sehingga nampak ada kedamaian di dalam dirinya.

Ketika memberikan visualisasi ternyata dia juga mempunyai kekuarangan, walau mempnyai kelebihan di bidang yang lain. Kondisi yang demikian ini, ternyata jauh hari Rasululah Muhammad SAW telah memberikan kunci visualisasinya, yaitu jadilah pribadi yang pandai bersyukur dan bersabar. Bersyukur atas kenikmatan yang telah diberikan Allah, syukur dengan lisan yaitu mengucapkan hamdalah dengan memuji kepada Allah, syukur dalam hati selalu berupaya untuk memantapkan aqidah Islam yang telah tertanam di dalam hati. Syukur dengan perbuatan adalah senantiasa melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya, bahkan merasa kurang dalam melaksanakan ibadah yang telah diperintahkan Allah, sehingga dirinya selalu berupaya untuk melaksanakan ibadah-ibadah sunnah sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah.

Orang yang sabar adalah orang yang dapat menjaga diri dan hati dengan ikhlas menerima qada dan qadar Allah. Wujud dari rasa sabar adalah:
1. Sabar terhadap perintah Allah.
Manusia ditugaskan untuk beribadah kepada Allah, tunduk patuh dan taat kepada perintahnya, sebagai hamba berarti manusia harus menyerahkan segenap jiwa raga kepada kehendak Allah, tiada pilihan lain baginya, selain ketaatan dan kepatuhan. Untuk mencapainya manusia harus terus-menerus menyadari dirinya, kedudukannya sebagai makhluk Allah, ini merupakan upaya untuk mencapai kesabaran yaitu menerima dengan sepenuh hati terhadap perintah Allah.

2. Sabar terhadap larangan Allah.
Sabar terhadap larangan Allah adalah mengendalikan hawa nafsu yang mendorong untuk melanggar larangan. Nafsu sesuai dengan sifatnya adalah kekuatan besar yang mendorong manusia bergerak untuk mencapai kenikmatan dan kepuasan, sabar di sini berarti mengendalikan dan menekan perasaan dan keinginan sehingga dapat menyikapi setiap larangan Allah harus dihindari.

3. Sabar terhadap perbuatan orang manusia.
Sebagai makhluk sosial berada di tengah-tengah pergaulan dengan manusia lainnya, setiap saat dihadapkan kepada sikap dan perbuatan orang lain terhadap dirinya. Islam mengajarkan pergaulan dan sikap yang baik dalam menghadapi orang lain, termasuk sikap terhadap orang yang membenci atau memusuhinya maka sabar bentuknya sabar terhadap perilaku orang lain bisa berupa 1). Tidak melayani ajakan permusuhan atau pertengkaran, yaitu dengan cara diam atau tidak meladeni atau dengan cara pindah. 2) Menerima konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan dan menyikapinya dengan bijaksana tanpa emosi., erbuatan yang baik tidak selalu ditanggapi baik oleh pihak lain.

Oleh karena itu teguh pada keyakinan akan perbuatan yang dilakukan dan menyadari sifat manusia yang merupakan dasar untuk bersikap bijaksana, terkadang perilaku orang lain tidak memahami tujuan dari kebaikan, tidak menyebabkan meluapnya emosi yang melahirkan keburukan dan dosa sabar memaafkan atau memaafkan perilaku orang lain. Perbuatan baik yang dilakukan seorang muslim kadang-kadang ditanggapi orang lain dengan reaksi yang tidak baik akibat orang itu tidak memahami tujuan kebaikan yang terdapat dalam kebaikan itu. Di sini sikap sabar yang ditampakkan dalam bentuk bijaksana yaitu membuka perasaan untuk memaafkan orang lain, ini suatu perbuatan yang paling utama dalam pandangan Allah.

4. Sabar memerangi musuh
Sabar bagi seorang muslim dalam bentuknya yang lain adalah menghilangkan ketakutan dan kekhawatiran dalam menghadapi orang-orang yang memusuhi dan memeranginya. Ia akan bicara lantang terhadap kebenaran, bahkan ia akan maju ke medan pertempuran dengan gagah berani dan penuh percaya diri mempertahankan keyakinan. Ia akan berdiri dengan tegak dan optimis akan kemenangan yang akan diraih nya, karena keyakinannya yang kuat dan kokoh bahwa pertolongan Allah akan datang membela orang-orang yang benar

5. Sabar menerima musibah.
Dalam kehidupan sehari-hari adanya musibah yang menimpa seseorang adalah merupakan Sunnatullah. Karena itu merupakan konsekuensi dari kehidupan dunia, dan musibah yang disebabkan alam maupun karena kelalaian manusia.

Rasulullah telah memberikan pesan tentang orang yang ingin mencari figur keteladanan Allah akan mencatat orang-orang yang bersyukur dan bersabar.
……………bersambung, Mencari Keteladan Sejati, Adakah Figur Sentral? Bagian II

5/10/2020

Lalai Sebabkan Celaka dan Masuk Neraka



Lalai atau teledor adalah salah satu perilaku yang tidak baik. Perilaku tersebut bisa merugikan bagi diri sendiri dan juga orang lain. Lalai dari tugas, lalai dari tanggung jawab. Lalai dari tugas akan merugikan dirinya sendiri, tugas adalah amanah, kewajiban yang harus dilaksanakan. Cepat atau lambat harus diselesaikan. Bila tidak diselesaikan maka akan ditanyakan oleh yang memberi tugas. Setiap tugas tentu ada date linenya, kapan harus diselesaikan.

Untuk menyelesaikan tugas ini biasanya berdalih besok-besok saja kalau sudah ada waktu luang, besok-besok saja karena masih ada waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan. Keadaan ini yang membuat terkadang tugas semakin menumpuk, tugas yang ringan dan yang berat, yang mendesak diselesaikan atau yang lama menjadi menjadi tugas-tugas menumpuk yang tidak terselesaikan .

Makin cepat semakin baik
Sesungguhnya tugas-tugas bila diklasifikasikan menjadi:

  1. Tugas ringan akan terasa ringan bila segera diselesaikan dan menjadi berat bila ditunda-tunda untuk penyelesaiannya.
  2. Tugas berat akan menjadi ringan bila dilaksanakan step by step, pada dasarnya tidak ada tugas yang berat bila segera dilaksanakan.
  3. Tugas yang mudah akan semakin mudah bila segera diselesaikan dan tidak akan mempersulit.
  4. Tugas yang sulit akan berubah menjadi mudah bila selalu beruapaya, sesungguhnya sulit karena belummengerti cara penyelesaiannya.
  5. Tugas yang bersifat mendesak akan dapat diselesaikan bila dihadapi dengan sikap tenang.
  6. Tugas-tugas rutin akan membantu menyelesaikan, sikap istiqomah, ulet dan sabar, karena itu tugas rutin agar dijaga kontinuitasnya.


Akibat sifat lalai
Setiap perbuatan dan sktifitas pasti ada akibatnya, demikian pula sikap lalai berakibat:
  1. Pekerjaan kadang tidak bisa diselesaikan dengan tuntas dan baik, karena setiap tugas dan pekerjaan harus diselesaikan dengan rasa senang dan tenang. Dengan demikian akan memunculkan inspirasi, inovasi dan keterampilan untuk menyelesaikan tugas.
  2. Lalai akan merasakan siksa neraka, ada orang yang ingin merasakan siksa api neraka, maka jadilah orang yang lalai. Setiap tugas, tanggungjawab menuntut penyelesaian dengan tenaga, pikiran dan uang. Tenaga yang ada pada diri sendiri mempunyai kapasitas kemampuan. Bila masih di ambang batas maka akan merasakan kenyamanan, namun bila sudah melampaui ambang batas akan menjadi perilaku memforsir diri, tenaganya dipaksakan sehingga akan mengganggu metabolisme organ tubuh. Memforsir akan menyebabkan kurang nafsu makan, sehingga pekerjaan yang seharusnya ditopang dengan nutrisi yang cukup tapi justru mengalami kekurangan asupan nutrisi. 
  3. Untuk menyelesaikan tugas dengan tenaga dan fikiran yang melibatkan orang lain, perlu disadari bahwa orang lain juga mempunyai tugas, tanggung jawab dan kepentingan sendiri, sehingga tenaga dan fikiran bantuan orang lain bisa memberikan kontribusi menyelesaikan masalah sesuai dengan kehendaknya, namun bisa tidak sesuai dengan harapannya. Akibatnya penyelesaian masalah justru akan terkatung-katung bukan menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah.
  4. Menyelesaikan tugas karena lalai membuat tubuh terasa remuk, untuk duduk tidak enak tidur tidak nyaman karena itu akibat dari menumpuk pekerjaan yang menyebabkan terforsir nya tenaga dan pikiran. Sesungguhnya berat dan ringannya siksa neraka karena akumulasi dari dosa -dosa yang dilakukan, setiap orang setiap saat berpotensi untuk melakukan dosa. Dosa-dosa yang menumpuk akan memperberat sisksaan, karena itu untuk menguranginya dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya, bertobat kepada Allah dan juga memperbanyak istighfar.
  5. Dari aspek humanisme lalai akan menyebabkan hubungan disharmoni karena tugas yang diamanatkan seakan tidak dihiraukan, pemeri tugas akan merasa dilecehkan.
  6. Menyebabkan carut-marutnya interaksi sosial, karena pikiran kusut, hati yang tidak tenang akan berpengaruh terhadap perilaku. Perilaku aneh interaksi social akan terganggu.
  7. Dari aspek religi atau keagamaan bahwa lalai akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang celaka.
Karena itu tidak ada pilihan “tinggalkanlah perilaku lalai dan segera beranjak untuk menyelesaikan tugas” agar segera beranjak pada kegiatan yang lain. “ Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (QS. Al Insyirah: 7). Tak lupa, untuk bersikaplah optimis bahwa setiap tugas pasti bisa dilaksanakan karena “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. “ (QS. Albaqarah: 286)

Sebagai penguat menyelesaikan tugas, mintalah pertolongan kepada Allah, dengan doa sebagai berikut:

  • Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.
  • Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
  • Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
  • Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
  • Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.




5/08/2020

Pentingnya Memaknai Waktu



Pentingnya Memaknai Waktu

Manusia hidup selalu beriiringan dengan waktu, dengan waktu maka akan berganti detik menjadi menit, menit menjadi jam, jam menjadi hari, hari menjadi minggu, minggu menjadi bulan bulan menjadi tahun. Dan dari tahun itu usia manusia semakin bertambah namun umurnya semakin berkurang.

Manusia hidup tidak bisa dilepaskan dari waktu,1) Waktu kemarin adalah waktu yang tidak akan bisa kembali lagi, 2)Waktu sekarang adalah waktu yang yang sedang kita lakukan 3) Waktu yang akan datang adalah waktu yang yang masih dalam perencanaan, tidak ada yang tahu apa yang terjadi pada waktu yang akan datang. Waktu sangat penting bagi manusia, karena itu jangan sia-siakan waktu. Waktu bisa membuat orang menjadi bahagia, waktu bisa membuat orang menjadi sengsara, waktu bisa membuat orang menjadi lebih optimis, karena itu pergunakanlah waktu dengan sebaik-baiknya.

Banyak oang yang menyikapi waktu dengan hati-hati, artinya bahwa tiada waktu berlalu tanpa suatu aktivitas, tanpa suatu kegiatan. Betapa bermaknanya waktu:
• Waktu setahun pada siswa yang gagal menempuh ujian.
• Waktu sebulan pada ibu yang melahirkan bayi prematur.
• Waktu seminggu pada editor majalah mingguan.
• Waktu sehari pada pekerja harian.
• Waktu 1 jam pada seorang yang sedang menunggu.
• Waktu 1 menit pada orang yang tertinggal pesawat/ kereta api.
• Waktu 1 detik pada orang yang selamat dari kecelakaan.
• Waktu 1 mili detik pada pelari yang memproleh medali perak pada olyimpiade

Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah mengingatkan:


“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. (QS. Al Ashr: 1-3)

Dari ayat Alquran ini disebutkan, secara umum manusia hidup dalam kondisi merugi, namun Allah mentahsis, memberikan kekhususan kepada orang-orang yang beriman, beramal shalih dan senantiada berwasiat dalam amal yang haq dan sabar.

Karena itu iman tidak akan sempurna kecuali dengan amal shalih, dan setiap amal shalih tentu memperjuangkan dan melaksanakan yang haq yang benar dari Allah. Dan setiap menjalankan perintah Allah, menjalankan yang haq dan benar tentu diiringi dengan sikap sabar. Dengan sabar maka amal shalih akan dapat dilaksanakan dengan sempurna.

Karena sesungguhnya sabar berada pada kondisi ketika menghadapi musibah dan bencana, sabar ketika menjalankan perintah Allah dan sabar ketika meninggalkan larangan Allah. Ketika menghadapi musibah putus asdan bencana senantiasa sabar maka akan menjadi orang yang beruntung, namun ketika menghadapi musibah dan bencana menjadi putus asa, tidak ada semangat dan motivasi maka jadilah ia orang yang rugi.

Demikian pula ketika menjalankan perintah Allah bersabar maka akan menjadi orang yang beruntung karena keberkahan Allah akan dilimpahkan kepada-Nya. Dengan berkah maka akan menjadi hamba Allah yang bahagia, bahkan akan diberikan kesejahteraan yang melimpah.
Ketika meninggakan larangan Allah bersabar maka Allah juga akan menjadikan pribadi yang beruntung, karena larangan Allah memang harus ditinggalkan. Meninggalkan larangan Allah memerlukan kesabaran. Larangan Allah adalah suatu yang dibenci Allah, maka meninggalkan larangan Allah artinya meninggalkan sesuatu yang dibenci Allah maka akan menjadi pribadi yang dicintai Allah.

Allah memberikan waktu 24 jam dalam waktu sehari, waktu 24 jam ini ternyata ada yang bisa memanfaatkan sehingga bisa menghasilkan nilai yang luar biasa, bisa berwujud uang dan harta benda dan kekayaan. Semua bisa diraih ketika kita bisa memanfaatkan waktu, tetapi ada lagi orang yang sama sekali tidak memperdulikan waktu, hari-hari selalu di jalani apa adanya, tidak pernah ada perencanaan, tidak pernah ada usaha, maka orang yang demikian ini juga akan merasakan akibatnya karena tidak bisa memanfaatkan waktu. Dilihat dari sisi kehidupan dunia sangat susah untuk bisa meningkatkan derajat kehidupan bagi dirinya.

Pengelolaan waktu sangat penting, sangat rugi kalau kita itu tidak bisa memanfaatkan waktu, waktu yang sudah berlalu tidak akan bisa kembali lagi. Bila waktu yang sudah berlalu berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan maka akan menjadi penyesalan. Kalau waktu yang sudah lalu itu adalah sesuatu yang menggembirakan maka itu akan menjadi suatu kenangan yang bisa membuat dirinya itu bahagia atau bisa membahagiakan orang lain.

5/06/2020

Berfikir Positif Kunci Sukses Hindari Keburukan



Tahun ini dunia sedang mendapat musibah dan bencana yaitu pandemi virus corona atau Covid- 19, Indonesia juga tidak lepas dari pandemic. Karena itu dengan adanya musibah tersebut banyak sekali rencana manusia yang kemudian tertunda, banyak sekali kegiatan yang tidak bisa terlaksana. Hal ini meliputi seluruh lingkup kehidupan manusia, dari sektor ekonomi, bisnis social, politik, keamanan, semuanya terpengaruh pandemic Covid 19. Karena itu dengan adanya musibah yang demikian ini ini pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan himbauan kepada masyarakat agar melakukan kegiatan sosial distancing, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), sebagaimana dalam Permenkes nomor 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSPB dalam Rangka Percepatan Penanganan COVID-19. Kemudian ada negara yang juga melaksanakan Lockdown.

Kondisi demikian ini, maka seluruh kegiatan, aktivitas manusia yang kaitannya dengan aktivitas fisik keluar rumah, berkumpul, melakukan kegiatan pertemuan-pertemuan, hendaknya dihindari, karena akan bisa menyebarkan rantai penyebaran virus corona. Maka diharapkan kesadaran semua warga masyarakat untuk melaksanakan himbauan dari pemerintah, namun ada beberapa hal yang memang tidak bisa terlaksana karena ternyata Ramadhan itu juga sudah menjadi kebiasaan rutin bagi masyarakat, adalah waktunya untuk berbelanja, berniaga, berkumpul.

Adanya himbauan dari pemerintah untuk membatasi pertemuan, ternyata di pasar-pasar juga masih banyak orang, berseliweran berbelanja, demikian juga di perjalanan juga masih banyak. Mereka beralasan bahwa hidup mereka ditopang dari kegiatan itu, kalau tidak melakukan kegiatan berdagang, tidak melakukan pertemuan dengan orang lain, maka akan makan apa? Yang terjadi adalah kekurangan pangan. akhirnya banyak orang yang mengeluh karena keuangan sudah mepet, tabungan berkurang, tidak ada penghasilan, maka dengan kondisi ini, muncul kreatifitas untk membuat lagu, menyusun kata-kata, membuat video youtube yang mengungkapkan perasaan yang negative, misalnya kantong kosong, dompet sudah habis, mau makan apa?

Dalam kondisi apapun hendaknya selalu berpikir yang positif demikian juga kita sekalian berperasaan yang positif. Hindari hal-hal yang sifatnya negatif karena apa yang kita pikirkan apa yang kita rasakan itu nanti akan menjadi kekuatan doa. Pernah Sering terjadi, ketika musim hujan ada orang tua yang melihat anak kecil berlari-lari di tanah yang habis kena air hujan yang licin, orang tua menegur kepada ada anak-anak. Hei nak, kamu jangan berlarian ke situ nanti kamu akan jatuh! Ternyata menunggu lama anak itu ternyata terpeleset kemudian jatuh. Padahal maksud dari orang tua ini adalah memberikan peringatan, memberikan himbauan agar anak itu tidak berlari-larian di saat hujan. Ada lagi orang tua yang memberikan peringatan kepada anak-anaknya yang dengan memanjat pohon. Orang tua mengatakan, kamu jangan panjat pohon itu nanti jatuh! Tidak menunggu lama anak pun jatuh. Apakah orang tua ini menghendaki anaknya itu terpeleset, apakah menghendaki anaknya itu jatuh? Tentu saja tidak, yang dikehendaki adalah agar selamat agar terhindar dari musibah bencana tapi yang terjadi adalah ternyata terpeleset dan juga jatuh inilah bahwa ucapan itu sesungguhnya bisa menjadi doa karena itu berhati-hati sekalian kita berdoa.

Erbe Sentanu dalam bukunya Quantum Ikhlas menyatakan bahwa untuk merubah kondisi dari yang tidak baik menjadi baik, maka biasakan untuk positive thinking bahkan positive feeling. Positif feeling itu lebih kuat, karena perasaan itu sumbernya dari mana dari dalam hati. Ketika hati itu sudah mempunyai perasaan yang positif, maka dia pun itu akan bisa menjadi sesuatu yang terwujud karena itu berpikirlah yang positif kemudian berperasaan lah yang positif Insya Allah itu akan menjadi kekuatan doa. Rasulullah sahallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي وَإِنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلَإٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ بِشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا وَإِنْ تَقَرَّبَ إِلَيَّ ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعًا وَإِنْ أَتَانِي يَمْشِي أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

"Aku berada dalam prasangka hamba-Ku, dan Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku, jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku, dan jika ia mengingat-Ku dalam perkumpulan, maka Aku mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka, jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta, dan jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, Aku mendekatkan diri kepadanya sedepa, jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku mendatanginya dalam keadaan berlari."(HR. Buchari: 6856)

Dari hadits tersebut dapat diambil hikmahnya:

  1. Allah mengikuti apa yang menjadi persangkaan hambanya, bila hambanya berprasangka baik maka Allah akan memberikan harapan yang baik, sebaiknya bila hambanya berprasangka yang buruk maka Allah juga akan memberikan sesuatu yang tidak diharapkan. Maka sesungguhnya kata-kata, ucapan berpengaruh terhadap kenyataan, Allah mengetahui yang lahir dan yang batin, dalam angan-angan atau dalam bentuk keluh kesah sudah diketahui Allah. Karena itu disaat sedang mengalami musibah, tetaplah berprasangka yang baik, segala bentuk kekurangan apapun hendaknya terima dengan ikhlas dan berharap untuk diberikan kemudahan.
  2. Allah akan mengingat kepada hamba-Nya ketika hamba-Nya dalam suatu perkumpulan . Dalam suatu perkumpulan biasanya orang bisa lalai terhadap Allah, terutama kalau perkumpulan itu yang bersifat plural, perkumpulan yang tidak membatasi aspek agama, keyakinan, budaya, kegiatan yang berbeda, kadangkala orang hanyut dengan kondisi di lingkungan itu. Ketika pertemuan dalam kondisi apapun, dimanapun, dalam komunitas muslim atau non muslim dalam kondisi bahagia atau dalam kondisi yang tidak bahagia selalu ingat kepada Allah, maka Allah pun juga akan memberikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang diingatkan kepada Allah.
  3. Allah akan memberikan balasan yang lebih baik dari apa yang sudah kita lakukan karena apa? Ketika hamba-Nya itu memohon kepada Allah sejengkal maka Allah akan memberikan balasan sehasta, bila Allah hamba-Nya atau mendekat kepada Allah sehasta maka Allah akan memberikan balasan sedepa, bila hamba-Nya mendekat kepada Allah dengan cara berjalan, maka Allah akan mendekat kepada hamba-Nya secara berlari. Inilah bahwa balasan yang akan diberikan Allah jauh lebih baik daripada yang dilakukan hamba-Nya. Karena itu dalam kondisi wabah ini, hendaknya selalu berpikir yang positif, berperasaan yang positif bahwa ini semuanya adalah dari Allah dan Allah yang akan bisa menghilangkannya.

5/05/2020

Sebaik-Baik dan Seburuk-Buruk Manusia, Perenungan Terhadap Umur



Allah menciptakan makhluk, ada manusia hewan, tumbuhan dan juga ada makhluk lain yang tidak nampak seperti golongan malaikat dan jin. Dari makhluk ciptaan Allah ini, siapakah makhluk yang paling sempurna? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. 95: 4). Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang paling sempurna, karena manusia mempunyai dua dimensi yaitu dimensi lahir dan dimensi batin. Manusia berbeda dengan golongan hewan, manusia berjalan dengan dua kaki ternyata manusia bisa berjalan melebihi kecepatan melebihi kecepatan seekor kijang, manusia tidak mempunyai taring tetapi manusia mempunyai kekuatan untuk mengalahkan harimau, manusia tidak mempunyai sayap tetapi manusia bisa melintas di udara melebihi kecepatan burung, manusia tidak tidak mempunyai mata yang tajam tetapi penglihatannya bisa melebihi pandangan burung elang, manusia tidak mempunyai pendengaran infrasonik seperti jengkerik tetapi manusia bisa mendengarkan suara yang sangat lembut.

Mengapa ini semuanya bisa dilampaui oleh manusia, tidak lain karena manusia diberikan akal yang sempurna oleh Allah, disamping itu manusia juga diberikan hati untuk merenungkan kebesaran Allah, manusia juga diberikan nafsu seperti hewan sehingga manusia bisa melanjutkan keturunan, bisa melakukan aktivitas dan sebagainya. Manusia diberikan panca indra yang sempurna, manusia diberikan agama untuk mewujudkan kesempurnaan hidup sebagai pedoman hidup di dunia untuk mencapai keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah, bahagia di dunia dan akhrat kelak.

Tetapi dengan kesempurnaan ini, manusia juga diberikan nafsu, bahkan hawa nafsu, sehingga dengan hawa nafsu itulah kesempurnaan manusia kadang menjadi ternoda. Hati manusia menjadi keruh, pikiran manusia tidak teratur, sehingga perbuatannya akan melenceng dari ketentuan syariat Allah, karena itu sebaik-baik manusia adalah yang selalu merenungi kebesaran Allah, mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya, karena itu menyadari bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan kemanfaatan bagi yang lainnya. Untuk selanjutnya setelah menyadari tentang nikmat yang diberikan oleh Allah, lalu mensyukuri nikmat panjang umur yang telah diberikan. Hidup itu adalah merupakan kepastian, perbuatan baik dan buruk adalah suatu pilihan, Rasulullah Muhammad SAW, pernah mengatakan bersabda:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ


Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam menjawab: "Orang ya ng panjang umurnya dan baik amalnya." Ia bertanya: Lalu siapa orang yang terburuk itu? Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam menjawab: "Orang yang panjang umurnya tapi buruk amalnya. (HR. Tirmidzi: 2252, Ahmad: 19519)

Kadangkala kita tidak pernah merenungkan bahwa usia yang yang sudah dijalani dengan yang belum dijalani ternyata sudah banyak yang dijalani, tetapi pikiran dan perasaan seakan-akan kita masih akan hidup seribu tahun yang akan datang, sehingga dengan demikian soal perbuatan baik atau buruk itu kadangkala tidak dipertimbangkan. Untuk melakukan perbuatan baik hanya sekedarnya saja atau mengikuti naluri saja dan orang melaksanakan perbuatan buruk itu dipandang sebagai suatu yang biasa saja. Karena itu, kita renungkan bahwa ternyata alokasi umur yang diberikan oleh Allah kepada kita semakin hari itu akan semakin berkurang, karena itu dengan berkurangnya usia, hendaknya bisa memanfaatkan sisa usia yang diberikan Allah untuk melakukan perbuatan baik, sehingga akan menjadi orang yang bermanfaat bagi yang lainnya. Rasulullah juga pernah bersabda:


أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ قَالَ فَسَكَتُوا فَقَالَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنَا بِخَيْرِنَا مِنْ شَرِّنَا قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ

"Maukah kalian aku beritahu orang yang paling baik di antara kalian dari orang yang paling buruk di antara kalian?" Abu Hurairah berkata: Para sahabat diam, beliau mengatakan demikian sampai tiga kali, kemudian salah seorang berkata: Ya, wahai Rasulullah, beritahukan kepada kami orang yang paling baik di antara kami dari orang yang paling buruk, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan aman dari kejahatannya, dan orang yang paling buruk di antara kalian adalah orang yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak aman dari kejahatannya." (HR. Tirmidzi: 2189)

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ فَسَكَتَ الْقَوْمُ فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ


"Apakah kalian mau aku kabarkan tentang sebaik-baik kalian dari sejelek jelek kalian, " maka orang-orang diam hingga beliau mengulanginya tiga kali, lalu seorang laki-laki dari mereka berkata; "Tentu wahai Rasulullah!, " maka beliau bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang dinanti-nanti kebaikannya dan merasa aman dari kejelekannya, dan sejelek-jelek kalian adalah yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak merasa aman dari kejelekannya." (HR. Ahmad: 8456)

Rasulullah mengatakan tentang orang yang paling baik dan orang yang paling buruk bahwa orang yang paling baik adalah orang yang yang masih bisa diharapkan kebaikannya dan orang tersebut bisa menahan dari keburukannya. Jadi perbuatan baik menjadi motivasi untuk untuk selalu ditingkatkan dan bisa menahan atau mengendalikan diri untuk tidak melakukan keburukan. Kedua, seburuk-buruk orang adalah orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan tidak di bisa ditahan atau tidak bisa menahan keburukannya, jadi setiap hari setiap saat orang ini selalu mempunyai kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.

Orang yang yang mempunyai dorongan dalam dirinya untuk melakukan perbuatan baik, sehingga dengan kebaikan ini akan bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya, bagi orang lain, lingkungannya, bahkan bagi seluruh makhluk Allah. Kemudian dari segi keburukannya tidak ada dorongan bagi dirinya untuk melakukan perbuatan yang baik sehingga setiap saat ini selalu melakukan perbuatan yang melanggar larangan Allah, sehingga derajat manusia dari makhluk yang paling sempurna, kemudian diturunkan derajat martabatnya menjadi seburuk-buruk makhluk, “kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. 95:5-6)

Setelah jatuh dijerumuskan oleh Allah dalam tempat seburuk buruk tempat maka derajat martabatnya akan lebih rendah bila dibandingkan dengan hewan ternak nauzubillahminzalik, mudah-mudahan kita sekalian dijauhkan dari perilaku yang tidak baik dan agar kita bisa terhindar tiada lain kita berpegang teguh kepada ada nashnya Allah, Alquran dan hadis Nabi Muhammad ahallallahu alaihi wasallam

5/04/2020

Sikap Hasad Yang Diperbolehkan, Boleh Iri?



Manusia adalah makhluk yang paling sempurna, mengapa? Karena manusia makhluk dengan dua dimensi, yaitu lahir dan batin atau jasmani dan rohani. Dalam hal penciptaan manusia diciptakan oleh Allah sebagai Abdullah dan sebagai Khalifatullah, karena itu dalam penerapannya selalu berinteraksi dan sosialisasi di tengah-tengah masyarakat dan juga posisinya sebagai hambanya Allah Subhanahu wa Ta'ala. Secara ringkas ada tiga hal yaitu sebagai makhluk pribadi, sosial dan makhluk Tuhan.

Manusia sebagai makhluk pribadi hendaknya selalu memperbaiki diri sejauh mana posisi dirinya sebagai hamba Allah dan sebagai Khalifatullah untuk ditingkatkan kualitas dirinya, manusia sebagai makhluk sosial bahwa manusia tidak bisa hidup secara sendiri tetapi manusia hidup selalu berinteraksi dengan orang lain, bahkan bisa jadi manusia itu mempunyai sifat saling membutuhkan, saling ketergantungan. Ketiga manusia sebagai makhluk Tuhan di sini adalah manusia sebagai hamba Allah, maka bila sebagai hamba Allah, tugas manusia adalah untuk menyembah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya. Bila tiga hal ini dapat dilaksanakan maka kesempurnaan manusia sebagai hamba Allah itu akan terlihat atau nampak dengan nyata atau terwujud dengan nyata.

Manusia sebagai makhluk sosial, tentu saja manusia sering melihat atau memperhatikan orang lain baik dalam hal kepemilikannya atau dalam hal tingkah lakunya. Walaupun kadangkala antara kepemilikan dan tingkah laku ini saling berkaitan, orang yang mempunyai kepemilikan dalam arti kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi, maka dia akan mempunyai perilaku yang berbeda. Orang yang kaya atau orang yang bekecukupan biasanya ketika berinteraksi atau berada di tengah-tengah masyarakat akan mempunyai rasa kepercayaan diri, berbeda dengan orang yang tidak mampu atau kekurangan yang merasa rendah diri atau minder. Karena itu dengan kepemilikan, kadangkala akan menimbulkan hasad atau iri. Suatu perilaku perbuatan yang tidak baik, karena ketika melihat orang lain memiliki sesuatu yang dirinya itu tidak memiliki, maka dia merasa iri hati. Dari sifat iri bisa akan menimbulkan sifat atau rasa benci. Dengan rasa benci ini maka akan berkembang menjadi sifat perilaku untuk memusuhi. Kalau tidak terkendali akan berupaya untuk memiliki atau menghilangkan apa saja yang dimilki orang lain.

Hasad yang diperbolehkan.
Walaupun hasad itu pada dasarnya itu akhlak tercela, ternyata ada beberapa perilaku hasad yang diperbolehkan:
1. Terhadap orang yang diberi harta, dan orang tersebut tidak bakhil untuk menginfaqkan hartanya di jalan Allah. Kegiatan ini bisa berupa kewajiban membayar zakatnya dipenuhi, kemudian mensyukuri nikmat Allah atas rizki yang tekah diberikan sehingga dengan ikhkas mengeuarkan infaq dan shadaqah.

2. Iri terhadap para ulama’, karena meraka diberikan ilmu dan mau mengajarkan ilmunya kepada orang lain bahkan bisa memberikan keputusan atas permasalahan yang dihadapi umat dengan jujur dan adil. Rasululah SAW bersabda:

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسُلِّطَ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْحِكْمَةَ فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

"Tidak boleh mendengki kecuali terhadap dua hal; (terhadap) seorang yang Allah berikan harta lalu dia pergunakan harta tersebut di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah lalu dia mengamalkan dan mengajarkannya kepada orang lain". (HR. Bhuchari: 71, 1320)

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ حِكْمَةً فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا

"Tidak boleh hasad (dengki) kecuali pada dua hal. (Pertama) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu ia membelanjakannya dalam kebenaran. (Dan yang kedua) kepada seorang laki-laki yang diberi Allah hikmah (ilmu), hingga ia memberi keputusan dengannya dan juga mengajarkannya." (HR. Muslim: 1352)

لَا حَسَدَ إِلَّا عَلَى اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَقَامَ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَرَجُلٌ أَعْطَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يَتَصَدَّقُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ

Tidak diperbolehkan hasad kecuali pada dua hal, yaitu; Seorang yang diberi karunia Alquran oleh Allah sehingga ia membacanya (shalat dengannya) di pertengahan malam dan siang. Dan seseorang yang diberi karunia harta oleh, sehingga ia menginfakkannya pada malam dan siang hari." (HR. Buchari: 4637)

3. Terhadap orang yang diberikan kemampuan membaca Alquran.

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَقُومُ بِهِ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُنْفِقُهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ

"Tidak boleh dengki kecuali pada dua hal. (Pertama) kepada seorang yang telah diberi Allah (hafalan) Al Qur`an, sehingga ia membacanya siang dan malam. (Kedua) kepada seorang yang dikaruniakan Allah harta kekayaan, lalu dibelanjakannya harta itu siang dan malam (di jalan Allah), " (HR. Buchari: 6608), Muslim 1350)

لَا حَسَدَ إِلَّا فِي اثْنَتَيْنِ رَجُلٌ عَلَّمَهُ اللَّهُ الْقُرْآنَ فَهُوَ يَتْلُوهُ آنَاءَ اللَّيْلِ وَآنَاءَ النَّهَارِ فَسَمِعَهُ جَارٌ لَهُ فَقَالَ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ وَرَجُلٌ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَهُوَ يُهْلِكُهُ فِي الْحَقِّ فَقَالَ رَجُلٌ لَيْتَنِي أُوتِيتُ مِثْلَ مَا أُوتِيَ فُلَانٌ فَعَمِلْتُ مِثْلَ مَا يَعْمَلُ

"Tidak diperbolehkan hasad kecuali pada dua perkara, yaitu; Seseorang yang telah diajari Al Qur`an oleh Allah, sehingga ia membacanya di pertengahan malam dan siang, sampai tetangga yang mendengarnya berkata, 'Duh.., sekiranya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si Fulan, niscaya aku akan melakukan apa yang dilakukannya.' Kemudian seseorang diberi karunia harta oleh Allah, sehingga ia dapat membelanjakannya pada kebenaran, lalu orang pun berkata, 'Seandainya aku diberi karunia sebagaimana si Fulan, maka niscaya aku akan melakukan sebagaimana yang dilakukannya.'" 4638

Pada bulan Ramadhan ini sudah menjadi kebiasaan bahwa tadarus Alquran dilaksanakan di mana-mana, baik itu di masjid, mushola atau di rumahnya masing-masing. Bahkan kadangkala setiap orang itu mempunyai rencana untuk bisa menghantamkan Alquran. Tadarus Alquran dibaca secara berkelompok bisa dua orang tiga orang sampai jumlah yang tidak terbatas, biasanya satu orang yang membaca yang lain menyimak, kalau ada yang salah dibenarkan di forum tadarus Alquran. Ada salah seorang qori’ ternyata dia bacaannya fasih, fashohah, tajwidnya terjagairama murotalnya bagus, enak didengarkan. Maka bila melihat atau mendengarkan orang yang tadarus Alquran seperti ini lalu muncul dalam hatinya, rasa iri ingin seperti dia, maka perbuatan yang seperti ini diperbolehkan. Bagi yang belum sempurna tajwidnya, gharibnya, fashohah dan iramanya belum bagus, tetapi dia selalu berupaya maka disisi Allah Subhanahu wa Ta'ala akan tetap diberikan pahala, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

مَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَهُوَ حَافِظٌ لَهُ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَمَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ وَهُوَ يَتَعَاهَدُهُ وَهُوَ عَلَيْهِ شَدِيدٌ فَلَهُ أَجْرَانِ

"Perumpamaan orang membaca Alqur`an sedangkan ia menghafalnya, maka ia akan bersama para Malaikat mulia. Sedangkan perumpamaan seorang yang membaca Al Qur`an dengan tekum, dan ia mengalami kesulitan atasnya, maka dia akan mendapat dua ganjaran pahala." (HR. Buchari: 4556)

مَثَلُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْأُتْرُجَّةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ وَالَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْفَاجِرِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَمَثَلِ الْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ وَلَا رِيحَ لَهَا

"Perumpamaan orang yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Utrujjah, rasanya lezat dan baunya juga sedap. Sedang orang yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah kurma, rasanya manis, namun baunya tidak ada. Adapun orang Fajir yang membaca Al Qur`an adalah seperti buah Raihanah, baunya harum, namun rasanya pahit. Dan perumpamaan orang Fajir yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan baunya juga tidak sedap." (HR. Buchari: 4632)

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالْأُتْرُجَّةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَرِيحُهَا طَيِّبٌ وَالْمُؤْمِنُ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَعْمَلُ بِهِ كَالتَّمْرَةِ طَعْمُهَا طَيِّبٌ وَلَا رِيحَ لَهَا وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالرَّيْحَانَةِ رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ وَمَثَلُ الْمُنَافِقِ الَّذِي لَا يَقْرَأُ الْقُرْآنَ كَالْحَنْظَلَةِ طَعْمُهَا مُرٌّ أَوْ خَبِيثٌ وَرِيحُهَا مُرٌّ

"Seorang mukmin yang membaca Al Qur`an dan beramal denganya adalah bagaikan buah utrujah, rasanya lezat dan baunya juga sedap. Dan orang mukmin yang tidak membaca Al Qur`an namun beramal dengannya adalah seperti buah kurma, rasanya manis, namun tidak ada baunya. Sedangkan perumpamaan orang munafik yang membaca Al Qur`an adalah seperti Ar Raihanah, aromanya sedap, tetapi rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca Al Qur`an adalah seperti Al Hanzhalah, rasanya pahit dan baunya juga busuk."(HR. Buchari: 4671)


Karena itu belajar membaca Alquran walaupun belum lancar dan masih mengalami kesulitan akan tetap diberi pahala oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dua hal ini, karena usahanya dan yang kedua itu adalah karena kesulitannya. Ketika mau membaca Alquran, jangan khawatir bahwa barangsiapa yang belum bisa membaca Alquran, bila mau berupaya berusaha maka akan diberikan kemudahan untuk bisa membaca Alquran, karena itu pada kesempatan bulan Ramadhan ini marilah kita upayakan untuk melakukan tadarus Alquran, membaca Alquran secara sama atau secara sendiri. Setiap apa yang dibaca akan diberi pahala oleh Allah, dilipatgandakan pahalanya oleh Allah, jadi bagi yang belum bisa sama sekali membaca Alquran belajar mulai dari nol mulai dari pengenalan huruf hijaiyah sampai pada pelafalan tiap-tiap huruf dan sampai bisa membaca Alquran. Bagi yang sudah bisa membaca , untuk membiasakan diri agar Alquran bisa menyinari dirinya dan bisa menjadi petunjuk dirinya dalam melakukan beramal, ibadah di dunia ini.