Tampilkan postingan dengan label Kisah hayati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah hayati. Tampilkan semua postingan

6/28/2021

Kisah Tentang Sepatu Tertukar

Sepatu adalah merupakan alas kaki, sehingga sebagus apapun, semahal apapun. Sepatu pasti diinjak-injak dan pasti posisinya selalu di bawah. Tetapi walaupun posisinya di bawah orang tidak mempedulikan entah itu dipakai di bawah atau dipakai di atas, karena sepatu itu mempunyai jenis dan merk yang berbeda-beda.

Pada tahun 1985 ada sebuah lagu yang berjudul Aku Anak Singkong yang dibawakan oleh Ari Wibowo dengan syair: 

 

Kau bilang cinta padaku 

Aku bilang pikir dulu 

Selera kita Terlalu jauh berbeda 

Parfummu dari Paris 

Sepatumu dari Itali 

Kau bilang demi gengsi 

Semua serba luar negeri 

Manakah mungkin mengikuti caramu 

Yang penuh hura-hura 

 

Sepatu buatan Italia adalah sepatu yang bagus, karena merupakan sepatu berkelas. Siapa yang memiliki sepatu itu menunjukkan prestis. Setiap orang mempunyai kisah tersendiri dengan barang miliknya termasuk sepatu. Pengalaman tahun ini berbeda dengan pengalaman enam tahun yang lalu. Pada tahun 2016 tahun yang lalu adalah merupakan pengalaman yang menyenangkan, tetapi membuat orang lain menjadi kecewa, terkejut, karena apa, pada waktu itu kebetulan sepatu yang saya pakai untuk mengantarkan kafilah MTQ Pelajar di Kabupaten Boyolali tertukar dengan sepatu orang lain. 

 

Ketika kafilah sudah datang di pemondokan panitia dari kabupaten Boyolali mengecek kondisi dan keadaan kafilah dari kabupaten/ kota se-Jawa Tengah. Ternyata yang datang seorang pejabat dari Pemkab Kabupaten Boyolali. Dia melihat kondisi tempat tidur, kamar, ketersediaan air bersih, penerangan, toiletnya. Karena posisi di dalam sehingga beliau melepaskan sepatunya di teras pemondokan itu. Ternyata ketika beliau pulang yang dipakai adalah sepatu saya. Sepatu butut dan berdebu, pada malam itu saya tidak memperdulikan sepatu, karena lebih fokus untuk memberikan pelayanan pada kafilah dan pelatihan MTQ. 

 

Pada pagi hari pejabat dari Pemkab tersebut datang ke pemondokan dengan membawa sepatu saya yang sudah berubah menjadi bersih dan kempling. Beliau mengambil sepatunya lalu dimasukkan ke dalam mobil. Saya berkata dalam hati “terimakasih pak pejabat, telah menyemir sepatu saya”, namun tidak saya sampaikan terus terang karena beliau menaruh sepatu saya dengan hati-hati dan mengambil sepatunya dengan cepat. Saya tidak tahu apa yang dikatakan, ya sudahlah semoga menjadi tambahan pahala. 

 

Pada tahun ini tahun 2021 ada pengalaman yang menarik ketika hari Senin kami berangkat dari rumah ke kantor dan diawali dengan mengantarkan istri ke tempat kerjanya. Rencananya untuk mengikuti kegiatan dinas kemudian saya tunda, kebetulan pada hari itu saya berencana hendak meminta surat rujukan di tempat dr. Sudibyo Yuwono, M. Ph. Ketika sudah sampai di tempat dokter praktek, ternyata sepatu saya tertukar, yang bahasa Jawanya selen. 

 

Musim hujan biasa saya menggunakan sepatu karet agar tahan terhadap air, tetapi kebetulan karena membawa mobil sendiri, yang sedianya naik motor dengan memakai sepatu karet berganti menggunakan sepatu kulit. Namun yang terjadi bahwa ketika turun dari mobil, mau masuk ke dalam ruangan, saya saksikan sepatu tertukar. Mau cuek tidak bisa, akhirnya saya putuskan ke kantor untuk berganti memakai sepatu yang benar. 

 

Itulah dua pengalaman yang cukup menarik, mengapa sepatu bisa tertukar? Pengalaman yang pertama sepatu yang tertukang dengan milik orang dan yang kedua tertukar yang sebelah antara yang kanan dengan yang kiri berbeda. 

 

Antara ragu dan PD 

 

Dua kejadian yang berbeda namun akan mempunyai kesan yang sama, bila sepatu tertukar dengan milik orang, tentu akan merasa malu. Walaupun tidak bertemu dengan pemilik sepatu namun bila telah sadar dan mengetahui bahwa sepatunya tertukar tentu akan muncul rasa kekhawatiran, jangan-jangan bertemu dengan orang yang memiliki sepatu. Atau mungkin khawatir muncul karena yang mempunyai sepatu akan bingung bahwa sepatunya tidak ada. Berbeda dengan kasus yang kedua bahwa sepatu yang dipakai adalah miliknya, namun berbeda antara kanan dan kiri sehingga akan merasa tidak percaya diri (PD). Bila dipaksakan untuk tetap memakai tentu akan bertingkah yang aneh. Akan menghindari dari perhatian orang. Bagaimana jika orang lain mengetahui ada orang yang menggunakan sepatu selen? 

 

Inilah bahwa sekalipun sepatu itu miliknya namun karena tidak wajar, maka tidak sampai hati untuk memakai. Mengapa peristiwa itu bisa terjadi pertama karena terburu-buru, biasanya orang terburu-buru itu tidak memperhatikan, apa yang ada dalam pikirannya sudah jauh melompat sebelum melakukan, tetapi seakan-akan sudah melakukan. Kedua karena kurang teliti, maka dari itu setiap melakukan kegiatan hendaknya perlu cek dan ricek. Dalam semua kegiatan diteliti, diperhatikan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ketiga adalah faktor U yaitu usia, orang yang usianya semakin tua biasanya sering lupa. Karena itu sebaik-baik diantara kita sebelum melakukan kegiatan apapun diteliti dahulu, diperhatikan kemudian dirasakan, kalau ada kejanggalan, rasa tidak nyaman segeralah teliti kembali karena pasti itu itu akan mendatangkan kerugian. 

 

Dari peristiwa itu tentu tentu ada hikmah yang dapat dipetik bahwa manusia itu tempatnya salah dan lupa. Ketika pertistiwa itu menimpa dirinya maka sesungguhnya ini menjadi pengingat bahwa manusia itu tidaklah sempurna, salah dan lupa bisa terjadi kapan, dimana dan kepada siapa saja. Karena itu istighfar dan bermuhasabah sangat penting. Berhenti sejenak untuk menyadari akan kesalahan, untuk tidak mudah menyalahkan orang lain. Nasihat itu indah dan mudah untuk disampaikan, tetapi tidaklah seindah bagi yang mendengar, bahkan terkadang bagi diri sendiripun susah untuk menerima nasihat. Tetaplah istiqomah dalam berbuat kebajikan, insya-Allah setiap pembiasaan akan membentuk karakter. Membiasakan berbuat baik itu lebih baik sekalipun hanya sedikit, kecil dan mudah berbeda dengan pembiasaan berbuat buruk, keji dan munkar sekalipun hanya kecil, mudah dan ringan namun akan menjadi noktah dalam hati sehingga semakin lama hati akan tertutup dari kebaikan. Karena itu Allah mengingatkan untuk selalu berwasiat dalam berbuat kebaikan dan kesabaran agar menjadi orang-orang yang beruntung.

6/27/2021

Kewaspadaan Umat Islam dalam Menghadapi Lonjakan Penyebaran Covid-19 Varian Baru- Tausiah Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah

Pandemi yang melanda dunia tak terkecuali di Indonesia juga turut merasakan dampak dari Covid-19. Selama setahun lebih umat Islam melaksanakan ibadah dalam keterbatasan, amaliah dan keutamaan ibadah dihimbau untuk dihindarkan seperti shalat berjamaah, shalat dengan merapatkan barisan, menghadiri majelis taklim, berjabat tangan, mengadakan pertemuan dalam skala besar, shilaturahmi dan lain sebagainya. Kegiatan ibadah yang mengandung nilai keutamaan ini dihadapkan dengan upaya pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan ,yang terdiri dari 5 M, yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jaraj, menjauhi kerumunan dan mengurangi mobilitas.

Upaya pemerintah untuk melindungi warganya agar tetap sehat dan selamat tapi juga dihadapkan dengan berita-berita hoac yang bisa melemahkan warga untuk berdisiplin menerapkan protokol kesehatan. Karena itu Majelis Ulama Indonesia Perovinsi Jawa Tengah melihat perkembangan Covid-19 setelah Idul Fitri 1442 H yang menunjukkan peningkatan, kemudian pada bulan Juni 2021 adanya varian baru dari India. Di Indonesia penyebaran tersebut berada di Kudus, Jepara, Pati, Rembang, Demak, Grobogan, Kota Semarang, Kota Tegal, Pekalongan dan dimungkinkan untuk daerah-daerah lainnya. 

 

Dengan munculnya cluster yang baru ini oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan mengeluarkan tausiah. Adapun isi tausiah nya adalah: 

  1. Mengimbau kepada umat Islam untuk meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT dengan memperbanyak ibadah, shadakah, beristighfar, bertobat dan berdoa agar Allah SWT senantiasa melindungi kita dari mara bahaya dan menghilangkan pandemi Covid- 19. 
  2. Menghimbau kepada umat Islam untuk selalu membaca qunut nazilah setiap shalat fardhu. 
  3. Mengajak kepada para pengasuh pondok pesantren kepala sekolah/madrasah, guru, khatib, penceramah dan tokoh umat Islam agar dalam ceramah atau pengajiannya selalu menyisipkan pesan agar umat Islam selalu menjaga protokol kesehatan dengan disiplin mengingat semakin tinggi lonjakan kasus Covid-19. 
  4. Pengelola masjid dan mushola wajib menerapkan protokol kesehatan secara ketat. 
  5. Mendorong pemerintah untuk lebih tegas dalam menerapkan kebijakan PPKM, termasuk mengawasi penerapan protocol kesehatan di mall, pasar, tempat wisata, kantor dan tempat-tempat lainnya yang menyebabkan kerumunan. 

Demikian beberapa tausiyah MUI Jawa Tengah, semoga kita sekalian dapat mengikuti apa yang disampaikan sebagai upaya kita sekalian untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Karena Covid-19 adalah masalah bersama yang hendaknya juga di atasi secara bersama-sama. Salam sehat untuk semuanya. 

 

6/25/2021

SE 15 Tahun 2021- Penerapan Prokes dalam Penyelenggaraan Shalat Idul Adha dan Pelaksanaan Qurban 1442H/ 2021 M

Bulan Dzuhijjah adalah bulan dimana umat Islam diperintahkan untuk melaksanakan ibadah haji bagi yang mampu, berkunjung ke tanah suci Mekah al-mukarramah dan Madinatul munawaroh. Kedua adalah ibadah sunnah pada bulan Dzulhijjah adalah melaksanakan shalat Idul Adha dan juga pemotongan hewan qurban.

Bulan Dzulhijjah tahun 1442 H/ 2021 M, dunia masih dalam keprihatinan akibat pandemi Covid-19. Dimana yang diharapkan bahwa Covid-19 segera berlalu, namun kemudian muncul varian baru yang penyebarannya lebih cepat dan dinyatakan lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, pada tahun ini pelaksanaan ibadah haji khususnya jamaah haji indonesia untuk sementara ditunda keberangkatannya karena adanya keterbatasan pembatasan. 

 

Pelaksanaan ibadah haji dikhususkan bagi jamaah yang bermukim di tanah suci, karena itu jamaah haji Indonesia pada tahun ini tidak diberangkatkan ke tanah suci Mekah. Kemudian umat Islam yang berada di tanah air, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya yaitu sebelum tahun 2020, umat Islam dengan suka cita melaksanakan salat Idul Adha kemudian dilanjutkan dengan pemotongan hewan qurban. Dua kegiatan ini menurut protokol kesehatan adalah sangat rentan dengan penyebaran Covid-19, di sana ada perkumpulan masyarakat dalam jumlah yang besar, karena itu pemerintah mengeluarkan Surat Edaran nomor 15 tahun 2021 tentang penerapan protokol kesehatan dalam penyelenggaraan salat Idul Adha dan pelaksanaan qurban tahun 1442 H/ 2021 M. 

 

Peringatan Idul Adha mempunyai rangkaian: 

 

  1. Pelaksanaan takbir, boleh dilaksanakan dengan ketentuan 1)dilaksanakan secara terbatas paling banyak 10% dari kapasitas masjid atau musholla dengan memperhatikan standar protokol kesehatan Covid-19 secara ketat seperti menggunakan masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan menghindari kerumunan. 2)Kegiatan takbir keliling dilarang, untuk mengantisipasi keramaian dan kerumunan. 3) Kegiatan takbir dapat disiarkan secara virtual dari masjid dan mushola sesuai dengan ketersediaan perangkat telekomunikasi di masjid atau di mushola. 
  2. Pelaksanaan shalat Idul Adha, hanya boleh dilakukan oleh wilayah yang berzona hijau dan kuning dengan ketentuan: 

1) Shalat Idul Adha dilaksanakan sesuai dengan rukun shalat dan penyampaian khutbah Idul Adha secara singkat paling lama 15 menit. 

2) Jemaah shalat Idul Adha yang hadir paling banyak 50% dari kapasitas tempat agar memungkinkan untuk menjaga jarak antar soft dan antar jamaah. 

3) Panitia shalat Idul Adha diwajibkan menggunakan alat pengecek suhu dalam rangka memastikan kondisi sehat jamaah yang hadir, bagi lanjut usia atau orang dalam kondisi kurang sehat, baru sembuh dari sakit atau dalam perjalanan dilarang mengikuti shalat Idul Adha di lapangan terbuka atau masjid.

 4) Seluruh jamaah agar memakai masker dan menjaga jarak selama pelaksanaan hari raya Idul Adha sampai selesai. 

5) Setiap jamaah membawa perlengkapan shalat seperti sajadah, mukena dan lainnya. 

6) Khatib diharuskan menggunakan masker dan faceshield pada saat menyampaikan khutbah Idul Adha. 

7) Setelah selesai pelaksanaan salat Idul Adha, jamaah kembali ke rumah masing-masing dengan tertib, menghindari berjabat tangan dan bersentuhan secara fisik. 


3. Pelaksanaan qurban, agar memperhatikan ketentuan sebagai berikut: 

1) Penyembelihan hewan qurban berlangsung pada tanggal 11,12,13 untuk menghindari kerumunan warga di lokasi pelaksanaan qurban. 

2) Pemotongan hewan qurban dilakukan di rumah pemotongan hewan. 

3) Penyembelihan, pengulitan, pencacahan daging dan pendistribusian hewan qurban kepada warga masyarakat yang berhak menerima wajib memperhatikan penerapan protokol kesehatan secara ketat, seperti penggunaan alat tidak boleh secara bergantian. 

4) Kegiatan pemotongan hewan hanya boleh dilakukan oleh panitia pemotongan hewan qurban dan disaksikan oleh orang yang berkorban. 

5) Pendistribusian daging kurban dilakukan langsung oleh panitia kepada warga di tempat tinggal masing-masing dengan meminimalkan kontak fisik satu sama lain. 


6/20/2021

Kata-Kata Bijak Kakankemenag Wonosobo H Ahmad Farid - Kerja hanya sementara, buat yang nyaman tapi produktif

Setiap orang mempunyai kata bijak, kata tersebut kadang diucapkan secara spontan yang muncul dari lubuk hati, dengan adanya suatu kegelisahan-kegelisahan yang berkecamuk di dalam hati, berhadapan dengan suatu kenyataan sehingga muncullah kata-kata bijak. Kata bijak kadang menjadi landasan berpijak bagi orang yang mendengar atau melihatnya, apalagi yang mengatakan itu adalah orang yang dipandang sebagai atasan atau orang yang lebih tahu atau orang yang dari segi pendidikan dia lebih tinggi.
Kakankemenag Drs. H. Ahmad Farid, M. SI sedang memberikan wejangan.

Maka kata bijak menjadi rujukan dalam setiap aktivitasnya, salah satunya adalah kata bijak yang disampaikan oleh Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo H. Ahmad Farid dalam kegiatan rapat koordinasi Pokjaluh Kabupaten Wonosobo dan sekaligus shilaturahmi. Beliau menyampaikan bahwa kerja hanya sementara, maka buat yang nyaman tetapi produktif. Tidak kita sadari kadangkala orang bekerja dituntut untuk menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab yang diembannya. Apabila dia seorang atasan maka kadang akan memperlakukan bawahannya dengan tanpa memperhatikan kondisi bawahan atau kondisi waktu, sehingga melakukan perintah dengan semena-mena. 

 

Perintah yang demikian itu bisa menimbulkan efek jera, bahkan akan menjadi bahan informasi negatif yang tersebar secara bebas. Hal ini tentu saja akan menjatuhkan karakternya, orang yang belum pernah berurusan dengannyapun akan merasa enggan untuk berurusan dengannya apalagi yang sudah mengenalnya. Sungguh besar dampak dari suatu berita, yang dengannya bisa membentuk opini. 

 

Masa produktif. 

Secara kedinasan orang bekerja berdasarkan waktu, ada yang 56 tahun 58, 60, 65, 70 tahun. Dalam masa ini maka walaupun orang itu sudah tidak produktif tapi secara hak, dia masih bisa menyelesaikan tugas dalam masa kedinasan tersebut, karena itu tugas kedinasan hendaknya dibuat senyaman mungkin. Bila hendak menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab hendaknya bisa menjalin komunikasi yang harmonis kepada bawahannya atau kepada mitra kerjanya, sehingga semua merasa nyaman, enak dan lancar. Demikian pula respon yang diterima atas orang yang diberi tugas akan merasa lega, ikhlas hati dan merasa tidak terbebani dengan tugas dan tanggung jawab. Sebaliknya bila dalam penugasan itu ada pemaksaan kehendak maka di sana akan terwujud disharmoni dan perasaan merasa tertekan, sehingga ketika selesai masa tugas kedinasan dia akan dihadapkan dengan kondisi hidup di masyarakat, di mana dia tidak mempunyai kewenangan lagi untuk memberi tugas kepada orang lain. 

 

Kerja produktif adalah bekerja yang selalu berinovasi dimana dalam proses melaksanakan tugas dan kewajiban atau sedang bekerja terjadi dinamisasi sehingga akan mengurangi rasa kebosanan dalam bekerja. Dengan kerja yang produktif akan merasakan bahwa hidup lebih bermanfaat, waktu sangat bermakna. sehingga sekali-kali orang tersebut tidak akan pernah melalaikan akan waktu. Sekali orang itu lalai terhadap waktu maka jadilah dia orang yang merugi. 

 

Produktif sebagai lawan dari statis, orang yang statis adalah orang yang tidak mempunyai inovasi, bekerja hanya sekedar rutinitas melaksanakan pekerjaan, tidak ada inovasi untuk menambah atau untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang lain. Karena itu sebaik-baik orang dalam bekerja, sekalipun pekerjaannya berat dan menumpuk tetapi nampak rileks dan santai. Pada dasarnya dia sedang melakukan suatu upaya, bagaimana agar bekerja secara nyaman sehingga tetap produktif dan menghasilkan hasil yang maksimal. Dengan produktivitas kerja itu akan memperoleh hasil yang memuaskan. 

 

Dalam bidang ekonomi, produktif kebalikannya adalah konsumtif. Orang yang produktif adalah orang yang berusaha untuk menghasilkan sesuatu yang lebih banyak dan mendapatkan keuntungan yang besar serta bisa memberi kemanfaatan kepada orang lain. Akan tetapi konsumtif adalah orang yang hanya sekedar menerima, karena konsumtif adalah membelanjakan sehingga sifat konsumtif ini bisa mengurangi sifat produktif. 

 

Konsumtif tidak menghasilkan dan tidak akan mendapatkan nilai tambah tetapi akan mendapatkan hasil yang seimbang dari apa yang dikeluarkannya. Seperti orang melihat model pakaian yang baru. Melihat model HP yang baru, maka dia sekalipun sudah mempunyai pakaian mempunyai HP, tetapi karena jiwa konsumtifnya itu tetap ingin memilikinya. Dengan uang maka akan memperoleh barang sesuai dengan yang diinginkan sebagai ganti dari uang yang dikeluarkan. Dengan barang yang baru itu bisakah meningkatkan produktifitas kinerja? 

 

Semoga dengan hal yang baru, fasilitas baru akan semakin meningkatkan kinerja dan menjadikan hidup lebih bermakna. Sebaik-baik manusia adalah yang bermafaat bagi orang lain. Sudahkan menjadi manusia yang bermanfaat? Silahkan untuk berintrospeksi dan ektrospeksi sebagai upaya untuk menemukan jati dirinya. Karena kebaikan yang telah ditanamkan tidak selalu akan direspon dengan baik, apalagi melakukan hal yang tidak baik. Bedanya jika perbuatan baik yang dilakukan tentu akan mendapat pahala dan diridhai Allah dan respon negatif yang diterima menjadi tambahan pahala yang akan menaikkan derajat iman dan taqwanya. Sebaliknya bila perbuatan buruk yang dilakukan ternyata mendapat respon yang positif maka akan semakin jauh dari petunjuk Allah.

6/19/2021

Kawal Pelaksanaan SE Nomor 13 Tahun 2021, Sekalipun Bukan Orang NU dan Non Muslim

Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Surat Edaran nomor 13 tahun 2021 tentang pembatasan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah. Dalam membahas tentang pelaksanaan pembatasan kegiatan keagamaan. Siapakah yang berkewajiban untuk mengawal kebijakan pemerintah? Kalau kita lihat kebijakan pemerintah melalui Menteri Agama, siapakah menteri agama itu? Menteri Agama adalah merupakan tokoh Nahdlatul Ulama di mana dia adalah merupakan komandan Banser. Karena itu tentu saja warga Nahdlatul Ulama dan kaum mudanya berkewajiban untuk mengawal kebijakan pemerintah. 

 

Lalu bagaimana dengan orang-orang atau masyarakat yang selain kelompok Nahdlatul Ulama, Bukankah warga negara Indonesia bukan hanya NU tetapi ada Muhammadiyah, Sarikat Islam, Rifaiyah, Mathlaul Anwar, Nahdatul Waton, Pemuda Muslim Indonesia, Persatuan Indonesia, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia, Persatuan umat Islam, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, Syarikat Islam, Wahdah Islamiyah, Serikat Islam Indonesia. Sesungguhnya Menteri Agama seorang muslim, bukankah antara muslim yang satu dengan yang lain adalah bersaudara, karena itu kita tuangkan persaudaraan dengan saling menghormati. 

 

Bagaimana dengan umat non muslim? Ingatlah bahwa Bapak Yaqut Cholil Qoumas adalah Menteri Agama RI bukan Menteri Agama Islam RI karena itu Menteri Agama melindungi dan mengawasi agama-agama yang dilindungi di Indonesia. Mengapa meragukan kebijakan Menteri Agama tentang upaya mewujudkan kesehatan dan keamanan masyarakat. Dan NKRI adalah berdasarkan Pancasila. 

 

Siapakah yang berkewajiban untuk mengawal kebijakan pemerintah? Adalah mereka yang bekerja di Jajaran Kementerian Agama mulai dari pusat hingga ke daerah, bahkan yang non PNS pun hendaknya turut mengawal kebijakan pemerintah. Sekalipun dalam beragama dan berorganisasi mereka tidak sepaham dengan beliau. Bukankah mereka dia bekerja untuk mencari ma’isyah dan beribadah di dalam keluarga besar Kementerian Agama? Karena itu, seluruh jajaran Kementerian Agama juga berkewajiban untuk mengawal kebijakan pemerintah tentang pembatasan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah kemudian. 

 

Bagaimanakah orang-orang yang bukan pemeluk agama, bukan orang Nahdlatul Ulama dan bukan orang-orang yang bekerja di Kementerian Agama. Maka jika dirunut, sesungguhnya Menteri Agama adalah pembantu Presiden orang nomor satu orang di Indonesia, karena itu kebijakan Menteri Agama adalah merupakan kebijakan pemerintah Indonesia, karena itu seluruh masyarakat Indonesia berkewajiban untuk mengawal kebijakan Menteri Agama Nomor 13 tahun 2021. 

 

Covid-19 belum mereda, bahkan dibeberapa daerah mengalami peningkatan, dan dimungkinkan muncul varian baru. Di Kudus, Jepara, DIY dan bisa jadi di daerah-daerah yang lain. Virus berkembang, pemerintah berikhtiar untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Pemerintah butuh partisipasi, dan gerakan bersama seluruh rakyat Indonesia, karena itu Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 13 tahun 2021 yang berkaitan erat dengan Surat Edaran Menteri Agama nomor 1 dan nomor 15 tahun 2020. 

 

Keterntuan dalam Surat Edaran Menteri Agama nomor 13 tahun 2021 adalah: 

  1. Melaksanakan Surat Edaran Menteri Agama Nomor 15 Tahun 2020 tentang panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman dari Covid di masa pandemi. 
  2. Kegiatan keagamaan di daerah zona merah ditiadakan sementara sampai dinyatakan aman dari Covid-19 berdasarkan penetapan pemerintah daerah setempat. 
  3. Kegiatan sosial keagamaan dan kemasyarakatan seperti pengajian umum, pertemuan, pesta pernikahan dan sejenisnya di ruang serbaguna di lingkungan rumah ibadah dihentikan sementara di daerah zona merah dan oranye sampai dengan kondisi memungkinkan. 
  4. Kegiatan peribadatan di rumah ibadah di daerah yang dinyatakan aman dari penyebaran Covid-19 hanya boleh dilakukan oleh warga lingkungan setempat dengan tetap menerapkan protokol kesehatan Covid- 19 secara ketat sesuai dengan Surat Edaran Menteri Agama nomor 1 tahun 2020 tentang pelaksanaan protokol penanganan Covid-19 pada Rumah Ibadah. 
  5. Pejabat Kementerian Agama di tingkat pusat melakukan pemantauan pelaksanaan surat edaran ini secara hirarkis melalui instansi vertikal yang ada dibawahnya. 
  6. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi/ Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota, Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan, Penyuluh Agama Pimpinan Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan dan Pengurus Rumah Ibadah agar melaksanakan pemantauan dan melakukan koordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah dan satuan tugas Covid-19 setempat.  

Karena itu ketika terjadi penyebaran Covid-19 yang diharapkan segera tuntas namun kemudian muncul varian baru maka disinilah peran seluruh masyarakat, baik itu tokoh agama, tokoh masyarakat untuk bersama-sama meningkatkan pemahaman, kepedulian dan kehati-hatian. Karena Virus adalah jisim halus yang sulit untuk dideteksi dengan mata kepala secara langsung. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang bisa menjawab. Karena Covid-19 tidak cukup diatasi dengan keyakinan dan kemantapan, tetapi harus dilakukan secara terpadu. 

 

Pada akhirnya ketika kita menghadapi suatu musibah, bencana, malapetaka dan pandemi yang belum berakhir ini, hendaknya kita hindarkan dari pola berpikir sectarian, tetapi kita hendaknya harus berpikir secara makro. Kita sedang menghadapi masalah yang sangat penting dan kita masyarakat Indonesia itu adalah masyarakat yang majemuk kita wujudkan persatuan dan kesatuan bangsa kita tanamkan, ukhuwah kita tingkatkan, toleransi, moderasi umat beragama benar-benar tercermin dalam kehidupan berbangsa dan masyarakat menuju terciptanya masyarakat yang adil makmur materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.

6/18/2021

Pembatasan Pelaksanaan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah Berdasarkan SE Menag Nomor 13 Tahun 2021

Melihat perkembangan penyebaran Covid-19 yang sampai bulan Juni 2021 belum menunjukkan keadaan yang mereda, di beberapa daerah penyebaran Covid-19 menunjukkan angka yang drastis seperti yang terjadi di India Kemudian menyebar ke Indonesia. Di Kudus, Jepara, DIY dan di beberapa daerah juga mengalami peningkatan. Dengan kondisi yang demikian ini maka pemerintah melalui Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran nomor 13 tahun 2021 tentang pembatasan pelaksanaan kegiatan keagamaan di rumah ibadah.

Mengapa kegiatan pelaksanaan ibadah di rumah ibadah di adakan pembatasan, hal ini tidak lain karena kepedulian pemerintah terhadap kesehatan dan keselamatan rakyat, apalagi di rumah ibadah adalah lebih dominan terjadi perkumpulan masyarakat, dari ibadah wajib dan sunnah dan amaliyah. Shalat lebih afdhol dengan berjamaah di masjid, dengan merapatkan barisan. Kegiatan shalat jamaah, majelis taklim sangat berpotensi terjadinya perkumpulan masyarakat. Hal demikian ini menurut protokol kesehatan sangat rentan terjadinya penyebaran Covid-19. 

 


Protokol kesehatan meliputi 5 M, memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas. Ada beberapa kondisi yang memulai mereda misalnya memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan. Nampak jelas umat Islam sudah merasa rindu sekali untuk melaksanakan kegiatan shalat, mengadakan majelis taklim, karena sudah setahun lebih umat Islam itu dibatasi gerak-geriknya dengan penerapan protokol kesehatan akibat terjadinya pandemi Covid- 19. 

 

Kondisi demikian ini kemudian pemerintah mengeluarkan adaptasi kebiasaan baru, di mana boleh melaksanakan shalat jamaah di masjid, majelis taklim tetapi dengan syarat dengan menerapkan protokol kesehatan. Dengan demikian di beberapa daerah sudah merasakan aman, bebas dari Covid-19, tapi ternyata kemudian muncul indikasi adanya varian baru. Orang yang sudah pernah terpapar Covid-19 dinyatakan sembuh ternyata juga masih terkena, dia tidak kebal, orang yang sudah divaksin pun juga ada yang terpapar. 

 

Oleh karena itu dengan kondisi pandemi yang belum selesai ini, semuanya dihimbau untuk selalu waspada, hati-hati, jangan sembrono, karena Covid-19 itu virusnya tidak kelihatan, di mana tempatnya, karena kita hanya bisa berjaga-jaga. Surat Edaran Menteri Agama nomor 13 ternyata masih berkorelasi dengan Surat Edaran Menteri Agama nomor 1 dan 15 tahun 2020. Karena itu marilah kita mencoba membahas mengingat kembali pada Surat Edaran Menteri Agama nomor 15 tahun 2015 menyebutkan tentang panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman dari Covid-19. Pemerintah sangat memperhatikan keberlangsungan sendi-sendi ekonomi, politik, sosial, ekonomi, budaya, agama agar bisa tetap berjalan, masyarakat yang produktif tetapi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah diatur. 

 Dalam Surat Edaran Menteri Agama nomor 15 tahun 2020 memuat ketentuan yang perlu diperhatikan: 

  1. Rumah ibadah yang dibenarkan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah atau kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka R-Naught/ RO dan angka Efektif Reproduction number/ Rt, berada di Kawasan/ lingkungan yang aman dari Covid-19. Hal ini ditunjukkan dengan surat keterangan rumah ibadah aman dari covid dari ketua gugus tugas provinsi/ kabupaten/ kota/ kecamatan sesuai dengan tingkatan rumah ibadah tersebut, setelah berkomunikasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama majelis-majelis agama dan instansi terkait daerah masing-masing. Surat keterangan itu akan dicabut bila pada perkembangannya timbul kasus penularan di lingkungan rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan. 
  2. Pengurus rumah ibadah yang mengajukan permohonan surat keterangan bahwa Kawasan/ lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19 secara berjenjang kepada ketua gugus kecamatan/ kabupaten/ kota/ provinsi sesuai dengan tingkatan rumah ibadahnya. 
  3. Rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jamaah atau penggunaannya dari luar daerah atau lingkungannya, dapat mengajukan surat keterangan aman Covid-19 langsung kepada pimpinan daerah sesuai dengan tingkatan rumah ibadah tersebut. 
  4. Di dalam Surat Edaran Menteri Agama nomor 15 tahun 2020 ada 2 hal yang perlu diperhatikan, tata pelaksanaan ibadah di rumah ibadah bagi pengurus atau penanggung jawab rumah ibadah dan kewajiban masyarakat yang akan melaksanakan ibadah di rumah ibadah tersebut. 

 

I. Pengurus atau penanggung jawab rumah ibadah bertanggung jawab: 

  1. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah. 
  2. Melakukan pembersihan dan disinfektan secara berkala di area rumah ibadah. 
  3. Membatasi jumlah pintu jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protocol. 
  4. Menyediakan fasilitas cuci tangan sabun hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah. 
  5. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna rumah ibadah jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu lebih dari 37,5 derajat celcius, 2 kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit tidak diperkenankan memasuki area rumah ibadah. 
  6. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberi tanda khusus di lantai atau kursi minimal jarak 1 meter. 
  7. Melakukan pengaturan jumlah jamaah atau pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan untuk memudahkan pembatasan jaga jarak. 
  8. Mempersingkat waktu pelaksanaan ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempurnaan ibadah. 
  9. Memasang himbauan penerapan protokol kesehatan di area pada tempat-tempat yang mudah terlihat. 
  10. Membuat surat pernyataan kesiapan menerapkan protokol kesehatan yang telah ditentukan. 
  11. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jamaah atau tamu yang datang dari luar lingkungan rumah ibadah. 


II. Kewajiban masyarakat yang akan melaksanakan ibadah di rumah ibadah: 

  1. Jamaah dalam kondisi sehat. 
  2. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki surat keterangan aman Covid-19 dari pihak yang berwenang. 
  3. Menggunakan masker sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah. 
  4. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer. 
  5. Menghindari kontak fisik seperti bersalaman atau berpelukan mencapai jarak antar jamaah minal 1 meter. 
  6. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di rumah ibadah melainkan untuk kepentingan ibadah yang wajib. 
  7. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit serta orang dengan sakit bawaan yang berisikan tinggi terhadap Covid-19. 
  8. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kegiatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan. 

    Demikian ini hal-hal yang perlu diperhatikan ketika kita berada di rumah ibadah ini kaitannya dengan Surat Edaran Menteri Agama nomor 13 tahun 2021 yang mempunyai hubungan erat dengan surat edaran Menteri Agama nomor 1 dan 15 tahun 2020. Pemerintah berupaya untuk menerapkan Prokes sebagai upaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona. 

 

Jauh hari sebelum keluarnya Surat Edaran Menteri Agama nomor 15 tahun 2020 pemerintah memelui Menteri Agama telah berupaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona, dalam kaitan dengan tempat ibadah: 

  1. Pastikan seluruh area rumah ibadah bersih yaitu dengan melakukan pembersihan secara keseluruhan di area rumah ibadah. 
  2. Gulung dan sisihkan karpet, gunakan sajadah pribadi atau milik sendiri. 
  3. Siapkan alat deteksi suhu. 
  4. Sampaikan pesan menjaga kesehatan. 
  5. Membiasakan cuci tangan secara teratur dan menyeluruh. 
  6. Mensosialisasikan etika batuk atau bersin. 
  7. Memperbarui informasi tentang Covid-19 secara regular. 
  8. Mengajak kepada seluruh umat beragama untuk terus waspada dan senantiasa berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa untuk memohon perlindungan dan keselamatan dari berbagai musibah dan marabahaya terutama dari ancaman Cofid-19.  


     

Demikianlah bahwa keluarnya Surat Edaran Menteri Agama nomor 13 tahun 2021 berkaitan erat dengan Surat Edaran Menteri Agama nomor 1 dan nomor 15 tahun 2020. Demikian bahwa sampai hari ini penyebaran Covid-19 yang masih terus berlanjut, marilah kita bersama-sama berusaha berikhtiar bagaimana agar penyebaran covid-19 ini bisa kita cegah, bisa kita pangkas sehingga kehidupan masyarakat kita menjadi kehidupan masyarakat yang normal kembali. 

 

6/12/2021

Mencari Sumber Penyakit, Jangan Salahkan Makanan

Ada pantun yang mengatakan dari mana datangnya lintah dari sawah turun ke kali, dari mana datangnya cinta dari mata turun ke hati. Dari mana datangnya penyakit? Para ilmuan mencoba mencari jawaban, dengan pengamatan dan penelitian, mendapatkan jawaban. 1) penyakit atau sakit itu sumbernya dari hati, ada yang mengatakan bahwa 2) sumber penyakit adalah dari makanan dan mungkin ada lagi yang mengatakan bahwa 3)sumbernya penyakit itu datang dari kebiasaan yang tidak baik, ada lagi yang mengatakan dengan alasan yang berbeda.
Mengejar makanan enak

Semua ini menandakan bahwa semua orang peduli terhadap kesehatan, menginginkan sehat dan tidak ingin sakit. Karena sakit adalah suatu kondisi yang tidak diinginkan, dimana ketika sakit semuanya menjadi serba terbatas, gerak, aktivitas, perbuatan, makan minum bahkan beribadahpun menjadi terbatas. Manusia adalah makhluk yang ingin bebas, segala perbuatan apapun bisa dilakukan ketika dirinya sehat. Perbuatan baik atau buruk bisa dilakukan, perbuatan yang diridhai atau yang dimurkai oleh Allah semua bisa dilakukan. Akan tetapi semua ini akan berdampak pada dirinya. 

 

Karena itu dengan landasan, alasan sumber datangnya penyakit itulah, maka setiap orang ketika sedang sakit akan membayangkan atau berharap dirinya bisa menjadi sehat. Banyak orang bercita-cita ketika sedang sakit, bila kelak sehat kembali akan merubah segala kebiasaan yang tidak baik. Akan makan minum secara teratur, akan meningkatkan beribadah kepada Allah. Ini adalah suatu hal atau cita-cita yang disampaikan ketika dirinya itu sedang menderita sakit. 

 

Oleh karena itu sehat adalah merupakan pilihan, dengan berbagai macam alasan dari mana sumbernya penyakit itulah, maka secara garis besar adalah bagaimana manusia itu bisa menyeimbangkan antara kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani dan juga pengendalian diri, dari sesuatu yang sifatnya berlebihan. Bila sakit itu sumbernya dari hati maka sesungguhnya ini juga beralasan, ketika hati manusia itu tenang maka akan menimbulkan kedamaian, kebahagiaan, otot-otot saraf manusia akan menjadi longgar demikian juga peredaran darah pun juga akan menjadi lancar. Tetapi hati yang tenang ini juga membutuhkan suatu upaya. Hati yang tenang tidaklah diperoleh dengan dan cuma- cuma, tetapi harus melalui upaya, bagaimana bisa membiasakan diri untuk bisa melakukan aktivitas rohani sehingga hati menjadi tenang misalnya dengan memperbanyak zikir kepada Allah, dengan memperbanyak membaca Alquran, dengan sering bergaul dengan orang-orang yang baik, membiasakan untuk melakukan shalat malam, membiasakan untuk ikut merasakan penderitaan orang lain. Maka dari disinilah akan menimbulkan hati yang tenang. 

 

Bagaimana bisa membiasakan untuk bisa membaca Alquran, ini merupakan upaya yang harus dilakukan secara terus-menerus. Sekarang kehidupan manusia dihadapkan dengan media informasi yang berada di tangan, sehingga manusia lebih sering memegang HP daripada memegang Alquran. Bahkan ketika HP berbunyi maka akan segera memegangnya, tetapi sangat berbeda ketika ada panggilan adzan, sudahkan ada niat untuk segera mengingat Allah? Padahal ketika ada panggilan shalat kemudian segera menegakkan shalat, maka akan mendapatkan ketenangan hati. 

 

Disinilah bahwa hati yang tenang tentu memerlukan upaya. Hati yang tenang yang diperoleh tanpa upaya, maka suatu saat ketika mendapatkan cobaan, maka hatinya akan menjadi kacau. Sebagai contoh, misalnya orang yang merasa dirinya sehat, dia beraktivitas biasa, tetapi suatu saat dia merasakan pusing perutnya juga mual, kemudian pusingnya sampai tidak tertahan, sehingga akhirnya dia periksa ke rumah sakit dan ketika sampai di rumah sakit ternyata dia dianjurkan untuk opname. 

 

Mendengar kata opname saja mungkin hatinya sudah gelisah, mengapa harus di opname, adakah penyakit yang berat? setelah pihak medis melakukan tindakan, dicek tensinya ternyata tinggi. Gula darah, kolesterol, trigliserid, asam urat, dari hasil laboratorium semuanya menunjukkan angka yang tinggi, mengapa bisa demikian? 

 

Kembali pada sikap hidup dan kebiasaan, manusia hidupnya terlalu berlebihan kurang bisa mengendalikan diri, keseimbangan antara jasmani dan rohani itu tidak diperhatikan. Apakah tujuan makan? Makan untuk hidup atau hidup untuk makan? Demikian pula dalam hal beribadahnya, hanya sekedar menggugurkan kewajiban saja, amaliayah Islam hanya sekedar sebagai formalitas saja. Dari sini, ketika orang tersebut mengetahui hasil pemeriksaan dokter tersebut maka ketenangan jiwanya akan semakin terkoyak, kekhawatiran- kekhawatiran selalu berkembang. 

 

Sesungguhnya ketenangan hati itu sangat menentukan taraf hidup dan kesehatan seseorang. Memang benar bahwa makanan itu juga menjadi sumber penyakit, walaupun pada dasarnya semua makanan itu diperbolehkan, tetapi ada batas-batasnya, jangan berlebihan. Ingatkah ketika kita makan yang enak tentu akan menambah takaran. Padahal belum pasti yang enak di lidah itu menyehatkan badan, sebaliknya ketika makan makanan yang di lidah tidak enak maka makanan tersebut akan dijauhi. Sesungguhnya enak itu hanya sekedar di lidah. Karena itu pengendalian diri sangat penting. 

 

Makanan menjadi sumbernya penyakit bila makanan itu dimakan secara berlebihan, “Kuluu wasyrabuu walaa tusrifu “ makan dan minumlah kamu sekalian tapi jangan berlebih-lebihan (QS.2: 187). Sudah menjadi kebiasaan bahwa setelah makan-makanan secara berlebihan manusia cenderung kurang beraktivitas, baik aktivitas jasmani maupun aktivitas rohani. Kurang gerak mengakibatkan penumpukan lemak, yang bisa memicu munculnya penyakit-penyakit yang lain, sehingga menimbulkan rasa kantuk dan akhirnya tidur. Orang yang tidur aktivitasnya berkurang, aktivitas fisik dan aktivitas rohaninya berkurang. Jangan salahkan makanan, tetapi salahkanlah dirinya sendiri. Karena itu selagi masih diberikan kesempatan panjang umur, sehat dan sakit merupakan sunnatullah, tetapi kita ikhtiar agar selalu sehat. Setiap perbuatan akan bisa dilakukan dengan baik manakala kondisinya sehat. 

 

Setelah mengetahui sumber datangnya penyakit selanjutnyaa berupaya untuk bisa menata diri. Ketika sehat yang merasakan dirinya sendiri, ketika sakit juga yang merasakan dirinya sendiri. Ketika sehat akan bisa memberikan kontribusi dan memberikan manfaat kepada orang lain, ketika sakit justru akan dibantu oleh orang lain, tidak bisa memberikan kontribusi kepada orang yang lain dan sebaik-baik orang itu adalah yang bermanfaat bagi orang lain.

6/05/2021

Ibadah Haji Kembali Dibatalkan Pada Tahun Kedua 1442 H/ 2021 M

Ibadah haji adalah merupakan salah satu rukun Islam yang lima dan ibadah haji menjadi rukun Islam yang kelima, ibadah haji sangat diharapkan bagi setiap muslim. Walaupun belum memenuhi syarat -syarat istitho’ah, kadang magnet untuk bisa melaksanakan ibadah haji begitu kuatnya ketika melihat atau menyaksikan temannya atau saudaranya yang dapat melaksanakan ibadah haji. Sejak dari keberangkatannya,calon jamaah haji menjadi tamu Allah yang dihormati. Perjalanan dari tanah air hingga sampai ke asrama haji, hingga sampai ke tanah suci menjadi jamaah yang dimuliakan. 




Karena itu walaupun orang belum memenuhi syarat istitho’,ah kadang muncul dorongan pada setiap muslim ingin bisa melaksanakan ibadah haji, menyempurnakan ibadah- ibadahnya untuk menghadap Allah Subhanahu wa ta'ala. Akan tetapi harapan itu kadang kala tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Sebagaimana umat Islam khususnya di Indonesia pada tahun kedua tahun 1442 H/ 2021 M kembali tidak bisa melaksanakan ibadah haji. 


Wabah nasional bahkan internasional dengan adanya Covid-19 sungguh telah merubah tatanan kehidupan, menghancurkan perencanaan yang telah dibuat oleh manusia. Karena itu dengan kondisi Covid-19 ibadah haji pada tahun 2021 ini kembali dibatalkan dan ditunda keberangkatannya pada tahun yang akan datang, hal yang demikian ini disampaikan oleh pemerintah melalui siaran pers yang disampaikan oleh Menteri Agama Republik Indonesia pada hari Kamis tanggal 3 Juni 2021. 


Bukan dengan tanpa alasan, pemerintah membatalkan atau menunda pemberangkatan jamaah haji. Hal ini karena pandemi Covid-19 yang melanda dunia, sehingga pemerintah memperhatikan faktor kesehatan dan keselamatan bagi jamaah haji harus dikedepankan. sehingga untuk menguatkan tentang kebijakan pemerintah ini Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Haji pada penyelenggaraan haji tahun 1442 H/2021 M. Pemerintah sangat berhati-hati di dalam mengambil keputusan ini, karena hal ini berkaitan dengan jamaah haji yang sudah melakukan perencanaan jauh-jauh hari ingin melaksanakan ibadah haji. 


Kehati-hatian pemerintah dalam melakukan kebijakan pembatalan dan pengunduran jamaah haji berlandaskan pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1984 Nomor 20 tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3273), Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan (lembaran Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063), Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai bencana nasional sesuai dengan maqashid syari’ah. 


Di dalam ajaran Islam ada lima hal yang pertama adalah menjaga agama (hifzl addin), menjaga jiwa (hifzl annafs), menjaga akal (hifzl aql), menjaga keturunan (hifzl annasl), menjaga harta (hifdzul mal). Maqashid syari’ah menjadi dasar pertimbangan utama dalam menetapkan kebijakan termasuk untuk mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat. 


Pembatalan calon haji tahun 2021 dan penundaan ibadah haji hendaknya perlu disikapi secara bijaksana karena kondisi ini berbeda dengan tahun 2015, ketika jamaah haji Indonesia kuotanya dikurangi, hal ini karena sedang terjadi renovasi di sekitar Masjidil Haram. Jamaah haji yang ditunda pada waktu itu kadang susah untuk bisa menerima keadaan, tetapi pada tahun 2021 ini karena bukan sebagian dari jamaah haji, tetapi semua jamaah haji Indonesia itu dibatalkan dan ditunda untuk keberangkatannya. Pendekatan kepada calon jamaah haji lebih mudah dibanding pada tahun 2015. 


Dengan adanya pembatalan jamaah haji ini bisa dijadikan sebagai i'tibar, bahwa Covid- 19 itu memang ada dan mengancam kehidupan manusia. Manusia hanya bisa menjaga, berhati-hati agar tidak terpapar Covid- 19. Kawasan Masjidil Haram, tempat dimana umat Islam bertemu dan berkumpul untuk satu tujuan, untuk mencari ridha Allah. Ternyata di Kawasan tersebut sangat ketat dalam upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Semoga semuanya sehat, agar kinerja semakin meningkat dan ibadah semakin semangat dan istiqomah.

5/29/2021

Ketika sakit siapa yang menemani, kepada siapa harus bergantung?

Tulisan ini saya buat ketika saya menyaksikan dan juga saya merasakan diri saya sendiri ketika sakit dan ketika menyaksikan teman, saudara yang sakit demikian parahnya. Pertama penyakit belum sembuh datang kembali penyakit yang lainnya sehingga akhirnya dia keluar masuk rumah sakit. Kedua sejak mengalami perawatan di rumah sakit tidak bisa beraktivitas normal layaknya orang yang sakit apa lagi orang yang sehat. Ketiga semua kebutuhannya tergantung kepada orang lain (perawat), suami, orang tua, saudara dan teman. 




Suaminya sebagai teman yang setia mendampingi setiap aktivitas namun suaminya pun juga tidak bisa selamanya mendampingi sang istri. Dia juga mempunyai tanggungan, kewajiban dengan pekerjaan yang selama ini ditekuni. Jika menunggui istrinya 24 jam, maka tidak ayal dia harus meninggalkan pekerjaannya, karena itu untuk kebutuhan hidupnya siapa yang akan menanggungnya? Sedangkan dirinya bisa mempertahankan hidup karena dia juga menjual jasa dan keahliannya kepada orang lain atau kepada perusahaan sehingga dia memperoleh imbalan dari hasil itu. 

Keempat jika suaminya tidak bisa 100% menemani sang istri, bagaimanakah dengan orang tuanya, bagaimana dengan saudaranya, bagaimana dengan teman-temannya? Hal ini tentu saja mereka juga tidak bisa 100%, bahkan 50% atau 15% pun juga tidak bisa. Kelimas setiap orang yang mempunyai tanggung jawab masing-masing, karena itu ketika sakit siapa yang akan menemaninya? Hal inilah yang kadang menjadi pemikiran bagi suaminya, bagi saudaranya, bagi keluarganya, bagi orang tuanya. Namun hendaknya semuanya ini harus bisa dipikirkan bahwa manusia hidup di dunia selalu mempunyai ketergantungan kepada yang lainnya. 

Upaya untuk sehat dan pulih dari sakit. 

Orang yang sedang sakit, untuk mendapatkan kesembunan di samping menggantungkan kesembuhannya berdasarkan medis (dokter), para ahli yang akan membantu mengatasi penyakitnya. Namun sesungguhnya dokter hanyalah membantu semuanya kembali kepada dirinya sendiri. Bagaimana memanage pemikirannya, bahwa setiap orang yang mempunyai kesibukan dan setiap orang juga suatu saat akan mengalami musibah dan cobaan. 

Karena itu setiap orang harus menyadari, bila sepenuhnya menggantungkan kepada manusia . Ketika sakit, siapa yang akan menemaninya. Suamikah? orang tuakah? Saudarakah? Temankah? Niscaya hal ini akan menambah beban pemikiran, sehingga penyakit yang diharapkan akan segera hilang, namun karena ditambahi dengan peristiwa-peristiwa yang menjadi beban pemikina. Akibatnya suatu penyakit sudah/ belum diatasi, muncul kembali penyakit yang lainnya. 

Karena itu ketika orang sedang menderita sakit, hendaklah berupaya meneguhkan keyakinan, bahwa dimanapun berada Allah akan selalu bersamanya, Allah tidak tidur, Maha Pengasih Allah, Maha Penyayang. Bahkan Allah subhanahu wa ta'ala selalu menantikan hamba-hambanya yang berdoa kepada-Nya. Karena itulah, bahwa ketika sakit sesungguhnya disanalah ada Allah. Allah yang akan memberi dan menghilangkan. Allah yang memberikan cobaan dan dan juga Allah yang akan menghilangkan cobaan Allah yang memberikan kesusahan Allah yang akan memberikan kebahagiaan. 

Karena itu sikap empati sangat penting, peduli terhadap penderitaan dan kesusahan orang lain. Akan tetapi ketika, telah menanam kebaikan pada orang lain sebaiknya jangan sekali-kali mengharapkan imbalan kebaikan dari orang lain. Karena imbalan yang akan diterima, akibat dari perbuatan baik, kadang tidak sepadan dengan apa yang telah diberikan. Karena itu berempatilah kepada orang lain, berilah bantuan kepada orang lain dan mintalah pertolongan kepada Allah. Allah Maha kaya Allah maha pengasih penyayang Allah akan memberikan balasan atas semua amal yang telah kita lakukan dan semoga ini semuanya akan bisa menjadikan bahan renungan bagi kita. 

Sekalian bahwa selagi sehat suatu saat akan sakit, suatu saat bahagia, suatu saat juga akan bersedih. Sekarang diberikan kehidupan dan suatu saat akan mati. Karena itu ketika sehat gunakanlah waktu sehat, ketika sempat gunakan waktu sempat untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang diridhai oleh Allah.

5/04/2021

Mencari Rizeki, Melihat, Merenung dan Melaksanakan

Kalau kita mengingat sejarah negara Indonesia pada tahun 2007, dimana pada tahun itu adalah merupakan tonggak perjalanan zaman reformasi, sebelum tahun itu dikenal dengan masa orde baru. Peralihan dari orde baru ke reformasi pada saat itu terjadi di perubahan yang luar biasa dalam kehidupan masyarakat, khususnya di bidang ekonomi, sosial, politik, kemaamanan, agama dan budaya. Masyarakat sungguh mengalami suatu penderitaan yang luar biasa, barang kebutuhan kehidupan sehari-hari naik drastis sampai 400%. 




Teringat pada waktu itu harga 1 buah Indomie dari Rp. 250,- berganti menjadi 1.250. Jadi naiknya menjadi 500% belum lagi kebutuhan-kebutuhan yang lain yang semakin menanjak sementara kerusuhan terjadi dimana-mana. Saling hujat terjadi pada saat itu, kehidupan masyarakat sungguh pada waktu itu mengalami krisis ekonomi, sosial dan krisis politik. 

 

Pada tahun tahun 2021 kembali kita diuji oleh Allah dengan andemi Covid-19, banyak orang yang terkena dampak dari pandemi ini. Susah mencari pekerjaan, susah mencari nafkah dan lainnya. Ada seorang yang merenung, bahwa dia sudah berusaha yang menurut dirinya sudah maksimal untuk mencari rezeki, akan tetapi yang didapat itu adalah hasil yang sangat minim, untuk kebutuhan harian saja masih kurang apalagi untuk menyimpannya. Dalam perenungan itu kebetulan pada waktu sore hari, ia melihat ada seekor laba-laba yang sedang sibuk membuat rumah, dengan memasang jaringnya sebagai tempat tinggal dan juga untuk membuat perangkap bagi makanan. 

 

Pada waktu sore hari laba-laba terlihat sangat sibuk sekali menyelesaikan rumahnya atau perangkapnya, setelah selesai laba-laba itu bersarang di tengah-tengahnya, begitu ada nyamuk, serangga terperangkap di jaring langsung didatangi dan langsung dia binasakan dan akhirnya menjadi makanannya yang bisa dimakan sampai hari itu atau sampai beberapa saat. 

 

Inilah bahwa salah satu gambaran bahwa rezeki dari Allah itu hendaknya dicari dengan usaha yang maksimal, laba-laba melakukan usaha yang sangat maksimal, menarik jaringnya dari arah atas ke bawah. Dari arah utara ke selatan dari timur ke barat dibentangkan, kemudian menjadi dianyam sehingga menjadi rumah yang begitu indahnya. Dengan usaha yang keras setelah selesai, ia kemudian merenung di tengah-tengah itu. Mungkin dalam bahasa hewannya dia sambil menunggu mangsa yang terjebak di jaringnya. 

 

Jadi itulah bahwa manusia ketika mencari rezeki harus dengan usaha ikhtiar dan tawakal tidak boleh mengeluh apalagi berputus asa. Bermalas-malasan apalagi menggantungkan kepada yang lain. Setiap orang pada dasarnya sudah diberikan kemampuan keahlian dan keterampilan untuk menggapai rezeki yang telah diberikan oleh Allah. Ini adalah salah satu gambaran, manusia belajar pada salah satu ciptaan Allah berupa laba-laba. Mudah-mudahan menjadi bahan i'tibar bagi kita sekalian.

4/28/2021

Taushiyah Majlis Ulama Indonesia Nomor 02/ DP-P.XIII/T/IV/2021 tentang Shalat Idul Fitri di masa Pandemi Covid-19

Covid-19 yang menjadi wabah dunia pada Idul Fitri 1442 H/ 2021 M dimungkinkan belum sepenuhnya menghilang dari muka bumi. Hal ini dibuktikan dengan melihat perkembangan Covid-19 di India yang menunjukkan perkembangan yang signifikan. Karena itu negara Indonesia tetap berkomitmen untuk menekan perkembangan Covid-19.

 

Indonesia sebagai negara religius dan masyarakatnya religius dengan penduduk mayoritas beragama Islam, karena itu peran dari tokoh agama sangat penting dalam upaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang kebijakan-kebijakan pemerintah dalam upaya untuk mewujudkan kesehatan dan keamanan masyarakat secara keseluruhan. 


Majelis Ulama Indonesia sebagai organisasi yang mewadahi para ulama tak henti-hentinya selalu memberikan himbauan kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif guna memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah mengeluarkan taushiah nomor 02/ DP-P.XIII/T/IV/2021 tentang penyelenggaraan salat Idul Fitri 1442 H/ 2021 M di masa pandemi: 
  1. Meningkatkan dan ketakwaan kepada Allah di bulan suci Ramadan 1442 H/2021 M dengan tetap mematuhi protokol kesehatan (5 M: mencuci tangan dengan sabun, memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, mengurangi mobilitas) dengan ketat. 
  2. Mematuhi kebijakan pemerintah RI tentang pelarangan mudik di hari raya Idul Fitri 1442 H/2021 M demi kesehatan dan kemaslahatan bersama. 
  3. Shalat Idul Fitri 1 syawal 1442 H dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di masjid, mushola atau tempat lain dengan tetap menerapkan protokol kesehatan sesuai kebijakan pemerintah dan tidak menyelenggarakan di lapangan terbuka dengan jumlah jamaah besar dan heterogen.
  4. Apabila penyelenggaraan shalat Idul Fitri di lapangan atau tempat terbuka hendaknya dalam jumlah terbatas khusus warga sekitar disiapkan protokol kesehatan ketat dan di bawah pengawasan pihak keamanan. 
  5. Meningkatkan ikhtiar lahir dan batin dalam rangka menjaga kesehatan dan mengakhiri pandemi covid 19 dengan memperbanyak dzikir dan doa kepada Allah SWT. 

Demikian bahwa untuk menekan dan memutus mata rantai Covid-19 adalah membutuhkan partisipasi dan kepedulian semua orang. Fakta di masyarakat nampak sekali masyarakat sudah mengalami kejenuhan di dalam menerapkan protokol kesehatan. 


Karena itu sering ditemukan bahwa di masyarakat perkumpulan sudah seperti biasa, tidak menggunakan masker. Merasa bahwa virus corona adalah makhluk Allah dan hanya Allah yang bisa mengendalikan makhluk-makhluk-Nya. Karena itu itu menjadi tugas kita bersama, memang benar bahwa virus corona adalah makhluk Allah, tetapi kita memohon kepada Allah dengan usaha dan ikhtiar agar segera hilang dari dari muka bumi dengan melakukan langkah-langkah yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Mudah-mudahan dengan kedisiplinan, keteladanan dan komitmen bersama akan terwujud kesehatan dan keselamatan kita bersama.

4/20/2021

KEYAKINAN AMR BIN AL JAMUH UNTUK MERAIH SURGA Teladan dari Sahabat Nabi yang Disabilitas

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk dalam Alquran Surat Attin ayat 4 Allah telah berfirman laqod kholaqnal insaana fii ahsani taqwiim Sesungguhnya kami Allah menciptakan manusia dalam sebaik-baik bentuk.

 

Allah Subhanahu Wa Ta'ala menciptakan manusia dalam wujud yang paling sempurna. Wujud manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Jasmani manusia adalah hal-hal yang Nampak, hal-hal yang kelihatan seperti manusia mempunyai tangan, kaki, kepala, hidung dan semua organ tubuh manusia adalah sempurna. Walaupun manusia makhluk yang berjalan dengan dua kaki tetapi manusia kecepatannya bisa melebihi dari kecepatan hewan kijang atau harimau. Manusia tidak mempunyai sayap tetapi manusia juga bisa terbang bahkan bisa menembus ruang angkasa. Manusia tidak mempunyai insang tetapi manusia juga mampu menyelam, manusia tidak memiliki organ apung seperti katak tetapi manusia juga mampu berlayar di tengah Samudra. Bahkan mampu bertahan di atas badai lautan yang demikian kuatnya, mengapa demikian? 

Karena manusia diciptakan oleh Allah dalam wujud yang paling sempurna, dengan akal dan hatinya manusia bisa menciptakan hasil cipta rasa dan karsa yang melebihi makhluk-makhluk lainnya. Karena itu jasmani dan rohani manusia adalah menjadi satu kesatuan, berimbang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi disamping itu manusia yang diciptakan oleh Allah dalam wujud yang paling sempurna tetapi ternyata ada ada beberapa orang yang mempunyai keterbatasan atau disabilitas. 

Pada zaman nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam, ada salah seorang sahabat yang bernama Amr bin Al-Jamuh di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban, bahwa Amr bin Al Jamuh adalah seorang sahabat yang disabilitas yaitu kakinya pincang. Sehingga dalam setiap aktivitas tentu saja mengalami keterbatasan. Salah satunya adalah Amr bin Al-Jamuh, dia mempunyai empat orang anak yang tentu saja menjadi buah hati dan kesayangan serta kebanggaan bagi orang tuanya. Demikian juga anak-anaknya juga sangat menyayangi kepada orang tuanya, sehingga ketika suatu saat Amr bin Al-Jamuh mempunyai suatu keinginan agar bisa menginjakkan kakinya ke surga, maka salah satu upayanya adalah meninggal dalam kondisi syahid. 

Karena itu suatu saat, beliau menyampaikan hasratnya kepada anak-anaknya agar bisa ikut berperang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tetapi apa kata anak-anaknya? Tentu saja anak-anaknya tidak memperkenankan pada ayahnya untuk ikut berperang. Karena perang membutuhkan ketrampilan, kecakapan dan ketangkasan, sedang kakinya pincang tentu saja mengurangi aktifitas dan ketangkasan. Demikian pula ketika berperang itu hanya ada dua pilihan membunuh atau terbunuh, gugur atau selamat. Kalau gugur tentu saja dia akan termasuk dalam kategori orang yang mati syahid, jaminan bagi orang yang ikut perang Sabilillah bersama Rasulullah akan masuk ke dalam surga-Nya Allah subhanahu wa ta'ala namun tidak bisa bertemu lagi dengan keluarganya. Tetapi apabila dia itu diberikan pertolongan, sehingga bisa selamat maka dia akan kembali kepada keluarganya kembali. 

Karena itu melihat kondisi orang tuanya yang kakinya pincang, padahal orang berperang akan berhadapan dengan pasukan yang demikian kuatnya, kadang beringas yang siap untuk melibas musuh-musuhnya. Dengan kondisi demikian sangat dimungkinkan ayahnya akan gugur. Maka dari itu anak-anaknya melarang orang tuanya untuk ikut berperang. Dengan jawaban anak-anaknya tersebut maka Amr bin Al Jamuh selanjutnya mengadu kepada Rasulullah, “wahai Rasul sesungguhnya anak-anakku ingin menahanku untuk keluar bersamamu pada perang uhud ini, padahal demi Allah aku benar-benar ingin kakiku yang pincang ini dapat menginjak ke surga”. 

Nabi Muhammad SAW merespon aduan Amar bin Al Jamuh tersebut, dengan jawaban yang berbeda dengan anak-anaknya. Kepada Amr nabi mengatakan bahwa Allah sudah memaafkannya sehingga ia tidak memiliki kewajiban lagi untuk ikut berperang”. Sementara kepada anak-anaknya nabi mengatakan hendaknya kalian jangan menghalanginya, semoga Allah menganugerahi nya mati syahid, kata nabi kepada anak-anak. Amr bin Al jamuh ikut berperang bersama nabi dan pasukan muslim, kemudian ia terbunuh dalam perang Uhud, setelah itu nabi bersabda dirinya melihat Amr Bin Al-Jamuh menginjakkan kakinya yang pincang di Surga. 

Kaki yang pincang tubuh yang mengalami kekurangan tidak menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hal-hal yang diluar kewajaran, karena apa? hatinya jauh lebih sempurna dari hal yang fiisik. Karena ini menjadi teladan bagi kita sekalian, hendaknya yang mempunyai kesempurnaan dengan kelengkapan fisik dan spiritual hendaknya lebih bersemangat dan bergairah dalam melakukan kegiatan jihad fi sabilillah. Perjuangan dalam menegakkan syariat agama Islam, jangan memandang bahwa jihad fisabilillah/ berperang dijalan Allah dengan mengangkat senjata melawan musuh-musuh. Tetapi bagaimana berperang melawan kebodohan, kefakiran, kemiskinan dan keterbelakangan. 

 Akhir-akhir ini para pemimpin dan tokoh agama menghadapi tantangan yang berat, bagaimana membimbing dan membina masyarakat dalam upaya kebebasan melaksanakan perintah agama dan kesadaran untuk mengikuti himbauan pemerinyah. Perjuangan, jihad fisabilillah ketika orang mau menerapkan hal-hal yang telah ditetapkan oleh pemerintah diantaranya menerapkan adaptasi kebiasaan baru dalam rangka mengatasi Covid-19. 

Disamping itu, jihad kita pada bulan puasa yaitu dengan memerangi hawa nafsu yang bisa merusak ibadah puasa, seperti marah-marah, ria’, kibir, adu domba, fitnah, berkata dusta, berbohong. Ini adalah hal-hal yang merusak kualitas ibadah puasa. Karena itu adaptasi baru bagi orang yang melaksanakan ibadah puasa adalah berupaya untuk membiasakan atau menerapkan kebiasaan kebiasaan yang baik pada bulan suci Ramadhan. Bagaimana agar hawa nafsu bisa tunduk dengan kemauan hati nurani, hatinya menjadi bersih manakala orang selalu berupaya untuk membersihkan dirinya dengan memperbanyak zikir, membaca Alquran, mengikuti majelis taklim, melaksanakan salat sunnah dan melaksanakan silaturahim serta ibadah-ibadah sunnah lainnya. 

Perjuangan bagaimana agar hawa nafsu tunduk kepada kemauan hati nurani adalah kebiasaan yang baru walaupun kebiasaan ini sudah kita laksanakan secara berulang-ulang, tetapi dalam prakteknya bahwa pembiasaan baru pada bulan Ramadhan belum bisa terlaksana setelah bulan suci Ramadhan. Karena itu dengan kondisi pada saat ini di mana Ibadah dalam kondisi pandemi Covid-19 tetapi pemerintah telah memberikan keleluasaan bagi umat Islam untuk melaksanakan Amaliyah ibadah pada bulan suci Ramadhan dengan senantiasa menerapkan protokol kesehatan. 

Seandainya Amr bin Al Jamuh, hatinya lemah, maka disabilitas fisiknya akan memperlemah aktifitas, akan menjadikan kekuarangan fisik sebagai alasan untuk tidak melaksanakan perintah Allah. Namun sekalipun disabilitas namun karena kekuatan spiritual yang kuat sehingga bisa mematahkan dorongan hawa nafsu yang menjadinya jasmani dan rohaninya semakin melemah. Karena itu kita sekalian yang telah diberikan kesempurnaan, dapat beraktifitas dengan sesuka hati, maka taatilah perintah agama agar selamat disunia dan akhirat.

4/15/2021

Reaktualisasi Puasa Ramadhan, antara Rencana dan Aplikasi

Puasa adalah salah satu ibadah, dari pengulangan itu hendaknya mempunyai perbedaan dalam peningkatan amaliyah ibadah, sehingga dapat membentuk pribadi yang kuat dalam iman, selalu bergairah dalam peningkatan ubudiyah dan berakhlaq mulia.

َأَلْحَمْدُ لِلّهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بنِعْمَةَ اْلِإيْمَانِ وَاْلإِسْلَامِ وَاْلِاسْتِقْلَالِ أَوِاْلحُرِّيَّةِ، وَأَفْهَمَنَا مِنْ عُلُوْمِ الدِّيْنِ وَاْلعَقِيْدَةِ، وَبَيَّنَ لَنَا وَأَرْشَدَنَا اْلأَخْلَاقَ الْكَرِيْمَةَ وَاْلأَعْمَالَ الصَّالِحَةَ,أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةً تُنْجِيْنَا بِهَا مِنْ أَهْوَالِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ شَافِعُ اْلأُمَّةِ وَخَيْرُ اْلبَرِيَّةِ, اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصَّالِحَاتِ وَيَجْتَنِبُوْنَ اْلَمنْهِيَّاتِ. أَمَّا بَعْدُ: فَيَا عِبَادَ اللهِ ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ 

Kaummuslimin Jemaah Jum’ahRahimakumullah 

 

Pada kesempatan yang mulia ini kami mengajak jemaah sekalian marilah bersama-sama kita meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah SWT. Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Untuk selanjutnya kita akan menjadi hamba Allah yang paling beruntung sejak kita hidup di alam dunia hingga di alam akhirat kelak Puasa Ramadhan adalah salah satu rukun Islam yang lima, karena Islam ditegakkan atas lima dasar dan puasa Ramadhan adalah salah satu kewajiban yang bagi setiap muslim, menjadi kewajiban karena diperintahan oleh Allah dan dikuatkan dengan perintah Rasulullah SAW. 

 

Puasa Ramadhan adalah merupakan perintah tahunan yang dilaksanakan selama sebulan penuh khusus bagi hamba Allah yang beriman. Puasa adalah kewajiban bagi setiap muslim yang dilaksanakan secara berulang-ulang. Karena itu ada yang sudah mengulang dalam hitungan satuan, ada yang sudah belasan dan ada yang sudah puluhan kali terhitung setelah mencapai usia baligh. Banyak sedikitnya pengulangan bukan menjadi standar meningkatnya iman dan taqwa kepada Allah. Karena ibadah puasa dilihat dari hasilnya atau ending pelaksanaan ibadah puasa adalah la’allakum tattaqun, agar menjadi orang yang bertakwa.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (Al Baqarah: 183) 

 

Puasa adalah salah satu ibadah, dari pengulangan itu hendaknya mempunyai perbedaan dalam peningkatan amaliyah ibadah, sehingga dapat membentuk pribadi yang kuat dalam iman, selalu bergairah dalam peningkatan ubudiyah dan berakhlaq mulia. Puasa Ramadhan dapat menjadi media penghapus dosa-dosa yang telah dilakukan, sebagimana sabda rasul:

 

 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً ، غُفِرَ لَهُ ما تَقَدَّمَ مِنْ ذنْبِهِ " متفقٌ عليه

 

"Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena didorong oleh keimanan dan mengharapkan keridhaan Allah, maka diampunkanlah untuk dosa-dosanya yang terdahulu." Ketika dosa-dosa telah dihapus, maka menjadi kesempatan untuk mengukir ibadah dan menambah pahala, karena pada bulan Ramadhan, setiap ibadah akan dilipatgandakan pahalanya.

 

 كُلُّ عَمَلِ بْنِ اَدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا اِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفِ, قَال اللهُ تَعَالَى اِلَّا الصَّوْمَ فَاِنَّهُ لِى وَاَنَا أَجْزِى بِهِ (رواه مسلم) 

“Setiap amal baik Bani Adam akan dilipatgandakan 10 hingga 700 kali kebaikan, Allah berfirman kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberi balasan terhadapnya”. (HR. Muslim) 

 

Ada beberapa amalaiyah pada bulan Ramadhan, seperti shalat tarowih, tadarus Aquran, mengikuti kajian Islam, menghafalkan Alquran, melaksanakan i’tikaf, shalat tasbih, menyediakan makan bagi orang yang berpuasa, memberikan santunan pada fakir-miskin dan lainnya. 

 

Kegiatan-kegiatan ini memerlukan sikap istiqomah, karena dengan istiqomah insya-Allah akan membentuk pribadi yang ikhlas, dengan ikhas insya-Allah akan dijauhkan sikap riya’, kibr, ujub. Setiap ibadah yang dilandasi karena lillah/ karena Allah dan tidak ada yang diharapkan kecuali untuk mendapatkan ridha Allah ta’ala, maka ibadah akan membentuk perilaku yang shalih. Bila shalatnya telah berkualitas maka akan dapat menghindarkan dari perbuatan keji dan munkar. Bila puasanya sukses dan berkualitas maka akan tertanan rasa ikhlas, sabar dan selalu berhati-hati dalam bertindak. 

 

Pada bulan Ramadhan juga sebagai media untuk meraih memperbaiki budi perkerti yang baik. Namun puasa Ramadhan juga mempunyai rintangan dan hambatan untuk mencapai kesempurnaan, Rasulullah SAW bersabda: 

 

 والصِّيام جُنَّةٌ فَإِذا كَانَ يوْمُ صوْمِ أَحدِكُمْ فلا يرْفُثْ ولا يَصْخَبْ ، فَإِنْ سابَّهُ أَحدٌ أَوْ قاتَلَهُ ، فَلْيقُلْ : إِنِّي صَائمٌ .متفقٌ عليه

 

“ Puasa adalah sebagai perisai atau benteng dari kemaksiatan dan dari neraka. Maka dari itu, apabila pada hari seseorang di antara engkau semua itu berpuasa, janganlah ia bercakap-cakap yang kotor dan jangan pula bertengkar. Apabila ia dimaki-maki oleh seseorang atau dilawan bermusuhan, maka hendaklah ia berkata, sesungguhnya saya adalah berpuasa”. (Mutafaqun alaih)

 

 Karena itu ibadah puasa yang sudah dilakukan secara berulang-ulang tersebut sudahkah menjadi bulan untuk meningkatkan amal ibadah, yang artinya bahwa dari tahun-ketahun, dari proses pengulangan ibadah tersebut memang nyata telah menjadi media untuk meningkatkan amal ibadah. Sehingga ibadah puasa Ramadhan dengan segala amal ibadah pendampingnya, baik yang bersifat wajib maupun sunnah selalu mengalami peningkatan. 

 

Puasa Ramadhan juga sebagai media bermuhasabah, bahwa geliat ibadahanya mengalami peningkatan, setara atau malah menurun. Semua ini tergantung pada diri masing-masing dalam upaya untuk memperbaharui kualitas dan kesadaran diri. Akan lebih baik bila setiap diri mempunyai obsesi untuk menjadi muslim yang terbaik dalam pengamalan ajaran Islam. 

 

Puasa Ramadhan pada tahun 1442 H/ 2021 M ini masih dalam kewaspadaan pandemi Covid-19. Karena itu di dalam melaksanakan amaliyah pada bulan Ramadhan di samping mengikuti atau melaksanakan keutamaan ibadah pada bulan Ramadhan hendaknya juga mematuhi himbauan pemerintah untuk senantiasa menerapkan protokol kesehatan. Pemerintah melalui Menteri Agama Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran nomor 04 tahun 2021 tentang Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri tahun 1442 H/ 2021 M. 

 

1. Umat Islam, kecuali bagi yang sakit wajib menjalankan puasa Ramadan sesuai hukum syariah dan tata cara ibadah yang ditentukan agama. 

2. Buka puasa hendaknya dilakukan di keluarga inti masing-masing 

3. Apabila melaksanakan buka puasa bersama maka diadakan pembatasan kehadiran paling banyak 50% dari kapasitas ruangan. 

4. Shalat fardhu 5 waktu, shalat tarawih, witir, tadarus Alquran dan itikaf dengan pembatasan jumlah kehadiran paling banyak 50% dari kapasitas masjid atau mushola dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, menjaga jarak aman 1 meter antar jamaah dan setiap jamaah membawa sajadah atau mukena masing-masing. 

5. Pengajian ceramah tausiah kultum Ramadhan dan kuliah subuh paling lama dengan durasi 15 menit. 6. Untuk Peringatan Nuzulul Quran di masjid atau mushola dilaksanakan dengan pembatasan jumlah audiens paling banyak 50% dari kapasitas ruangan. 

7. Shalat tarowih, witir, tadarus Alquran, i’tikaf, peringatan Nuzulul Qur’an tidak boleh dilaksanakan di daerah yang termasuk zona merah (risiko tinggi) dan zona orange (risiko sedang). 

8. Pengurus Masjid dan musholla memastikan tempat ibadah diadakan penyemprotan secara rutin, menyediakan tempat untuk cuci tangan sabun hand sanitizer. 

 

Mudah-mudahan dengan puasa Ramadhan akan mewujudkan pribadi muslim yang bertaqwa, sehat jasmani dan rohani, selamat dan bahagia dunia dan akhirat, amin.

 

 بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

4/14/2021

Harapan Raih Keutamaan Bulan Ramadhan Dalam Masa Pandemi Covid-19

 

Marilah bersama-sama kita mensyukuri nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita sekalian karena pada tahun ini, bulan ini dan pada hari ini kita dapat melaksanakan ibadah puasa Ramadhan. Kerinduan umat Islam dengan datangnya bulan suci Ramadhan dan harapan ingin melaksanakan amaliah pada bulan suci Ramadhan. Berbeda dengan pada tahun 2020 atau tahun 1441 Hijriyah, pemerintah memberikan himbauan kepada umat Islam agar puasa Ramadhan yang dilaksanakan tetapi amaliyah puasa Ramadhan agar dilaksanakan di rumahnya masing-masing. 

 

Amaliyah Ramadhan diantaranya adalah melaksanakan salat tarawih dan witir secara berjamaah, tadarus Alquran, kegiatan pesantren kilat untuk anak-anak, kegiatan TPQ, buka puasa, majelis taklim, kuliah subuh semuanya dilaksanakan di keluarga masing-masing. Hal ini dilakukan karena pada tahun tersebut pemerintah atau negara Indonesia sedang dilanda Covid-19, suatu wabah penyakit yang belum pernah dijumpai, sehingga harus dilakukan kewaspadaan, karena Covid-19 adalah suatu makhluk yang tidak kelihatan tetapi mengancam kehidupan manusia. 

 

Virus corona berada dimana-mana dan keberadaannya tidak ada yang mengetahui kecuali dari tanda-tanda, bahwa di tempat tertentu ada orang yang terpapar virus corona dengan gejala-gejala seperti panas yang selalu naik, tenggorokan terasa kering dan untuk menelan sakit, hilangnya rasa, batuk pilek tidak sembuh-sembuh dan lainnya. Untuk kepastiannya dengan cek rapid reaktif dan sweb. Adapun orang yang terkena virus corona kadang ada yang dengan gejala dan ada yang tanpa gejala. Sudah banyak orang yang terpapar bahkan ada yang sampai meninggal dunia. Karena itu ibadah puasa Ramadhan pada tahun 2021 M/ 1442 H pemerintah menerapkan adaptasi kebiasaan baru, sehingga pelaksanaan amaliah puasa Ramadhan pada tahun ini bisa dilaksanakan, dengan menerapkan protokol kesehatan hal ini dimaksudkan agar Amaliyah ibadah puasa Ramadhan umat Islam dapat meraih keutamaan pada bulan Ramadhan tetapi umat Islam juga bisa terjaga kesehatan dan keselamatannya. 

 

Kerinduan umat Islam untuk melaksanakan puasa Ramadhan, karena ingin meraih derajat sebagai orang yang bertaqwa Allah telah berfirman di dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 183:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS. Al Baqarah: 183) 

 

Puasa Ramadhan itu sebagai wasilah untuk meraih derajat orang yang bertaqwa, namun hendaknya ibadah puasa Ramadhan dengan diikuti dengan amaliah dan ibadah sunnah. Karena puasa Ramadhan adalah ibadah yang diperuntukkan khusus bagi Allah subhanahu wa ta'ala sebagaimana dalam hadits qutsi:

 

 كُلُّ عَمَلِ بْنِ اَدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا اِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفِ, قَال اللهُ تَعَالَى اِلَّا الصَّوْمَ فَاِنَّهُ لِى وَاَنَا أَجْزِى بِهِ (رواه مسلم) 

"Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya. Satu macam kebaikan diberi pahala sepuluh hingga tujuh ratus kali. Allah 'azza wajalla berfirman; 'Selain puasa, karena puasa itu adalah bagi-Ku dan Akulah yang akan memberinya pahala”. (HR. Muslim) 

 

Pada bulan suci Ramadhan Allah akan memberikan rahmat, maghfirah dan dilepaskan dari neraka, Rasulullah SAW bersabda:

 

 اوله رحمة واو سطه مغفرة واخره عتق من النار 

“Puasa Ramadhan yang pertama adalah rahmat yang pertengahan adalah maghfirah dan yang terakhir adalah dihindarkan dari siksa neraka”. 

 

Awal dari bulan Ramadhan itu adalah merupakan rahmat, yang pertengahan adalah maghfirah dan yang terakhir adalah akan dijauhkan dari api neraka. Karena itu ada tiga tahapan yang hendaknya bisa bisa ditempuh oleh umat Islam untuk meraih rahmat dan ampunan. Pertama pada sepuluh hari yang pertama Allah memberikan rahmatnya bagi orang-orang yang beriman, kemudian sepuluh hari yang kedua Allah mencurahkan maghfirah-Nya dan yang ketiga itu Allah memberikan jaminan kepada orang yang beriman dijauhkan dari api neraka. 

 

Mengapa sepuluh hari yang pertama disebut sebagai rahmat? Kalau melihat usaha dari para ahlussufah ada tiga hal yaitu takhalli, tahalli dan tajalli. Takhalli merupakan upaya untuk melepaskan segala perilaku yang tidak baik, maka sepuluh hari yang pertama kita sedang melepaskan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik, suka marah-marah, berbuat onar, memfitnah, adu-domba, mengunjing, menggibah, sifat riya’, iri, dengki dan lain sebagainya. Sepuluh hari yang pertama adalah merupakan perjuangan upaya untuk meraih rahmat dan ampunan. Kemudian dilanjutkan dengan sepuluh hari yang kedua bahwa setelah melepaskan perilaku-perilaku yang tidak baik kemudian digantinya dengan perilaku yang baik, perilaku yang diridhai oleh Allah. Perilaku dengan meneladani Rasulullah Muhammad SAW. Perilaku menghibah diganti dengan perbuatan menghiasi diri dengan membaca Alquran yang setiap huruf akan dilipatgandakan pahalanya. Karena itu dengan semakin banyaknya perbuatan baik yang dilakukan, kelak akan menjadi kebiasaan baik yang akan menghiasi seluruh amal perbuatannya. 

 

Dari ayat Alquran dan hadis nabi Muhammad shallallahu a’alaihi wa sallam ada beberapa harapan yang diinginkan: 

 

1. Bisa meraih derajat sebagai orang yang bertaqwa. 

2. Bisa meraih rahmat dan ampunan Allah SWT 

3. Dosa dan kesalahannya akan dihapuskan, sebagaimana sabda rasul:

 

 مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ 

 

"Barangsiapa yang berpuasa karena iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu" (HR. Buchari Muslim) 

 

4. Pada bulan suci Ramadhan dapat meraih Fadhilah/ keutamaannya dan terjaga kesehatan dan keselamatannya. 

Kita berharap agar himbauan yang telah diberikan pemerintah tentang penanggulangan virus corona bisa kita laksanakan. Bisa meraih keutamaan bulan suci Ramadhan tetapi juga bisa mematuhi aturan pemerintah yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan. Hal-hal yang pada awalnya tidak mungkin dilakukan, seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak ketika salat ini adalah hal yang sulit untuk bisa diterima, tapi ini adalah merupakan adaptasi kebiasaan baru dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus corona, kemudian menjauhi kerumunan dan juga menghindari mobilitas adalah sebagai upaya ikhtiar dari kita sekalian umat Islam bersama dengan pemerintah agar virus corona segera sirna. 

 

5. Bulan suci Ramadhan akan tertanam rasa ukhuwah, rasa saling membantu, empati para aghniya kepada para fuqara’ dan masakin. 

Karena dengan berpuasa setiap orang pasti akan merasakan lapar haus dan dahaga. Lapar dan dahaga ini adalah merupakan fitrah insaniyah. Kalau manusia tidak makan, maka menjadi lapar, manusia tidak minum maka menjadi dahaga. Sedangkan ketika lapar harus ditahan ketika haus harus ditaha. Karena ketika sedang berpuasa kemudian makan dan minum maka puasanya menjadi batal dan tidak sah. Menahan dari makan dan minum yang mengakibatkan lapar dan dahaga dirasakan oleh semua orang, baik dari kalangan orang-orang yang kaya, atauorang-orang miskin. Padahal lapar dan dahaga adalah kondisi riil yang dirasakan dalam setiap hari. Oleh karena itu dengan puasa diharapkan akan menambah kepedulian para aghniya’ sehingga dari sebagian harta dan penghasilan dikeluarkan baik dalam bentuk zakat, infaq dan shadaqah. Mudah-mudahan puasa Ramadhan pada tahun ini benar-benar bisa meningkatkan iman dan taqwa kita kepada Allah subhana wa ta’ala, amin.

4/13/2021

Terobatinya Kerinduan Umat Islam Beribadah Pada Bulan Ramadhan

 

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita pada bulan yang penuh berkah, rahmat dan maghfirah dari Allah. Setelah setahun kita merindukan Ramadhan serta amaliyahnya, karena pandemi Covid-19 yang benar-benar telah memporak-porandakan sisi kehidupan manusia dalam bidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan, keamanan dan sektor-sektor lain yang berkaitan dengan manusia mengalami penurunan.

Dengan bertemunya bulan suci Ramadhan dan dapat melaksanakan amaliyah Ramadhan kita harus mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah memberikan keleluasaan kepada umat Islam untuk melaksanakan amaliah bulan Ramadhan. Diantaranya adalah shalat tarawih dan witir. Selama setahun umat Islam dipisahkan dengan baitullah, dengan tempat sujud yaitu masjid guna melaksanakan amaliah pada bulan Ramadhan. Karena itu dengan dibukanya kembali tempat ibadah dan kegiatan majelis taklim, pengajian, kajian dan lain sebagainya adalah merupakan peran serta pemerintah untuk memfasilitasi kerinduan umat Islam pada amaliyah Ramadhan. 

 

Dua hal yang saling berkaitan di mana satu sisi kita berupaya untuk melaksanakan puasa Ramadhan dengan segala amaliyahnya, kita ingin meraih rahmat dan ampunan Allah dengan melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Kesempatan yang sangat besar tidak diberikan oleh Allah selain pada bulan Ramadhan, karena setiap kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah mulai dari 10 tingkatan hingga sampai 700 tingkatan, sebagaimana sabda Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasalam:

 

 كُلُّ عَمَلِ بْنِ اَدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا اِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفِ, قَال اللهُ تَعَالَى اِلَّا الصَّوْمَ فَاِنَّهُ لِى وَاَنَا أَجْزِى بِهِ (رواه مسلم) 

“Setiap amal baik Bani Adam akan dilipatgandakan 10 hingga 700 kali kebaikan, Allah berfirman kecuali puasa, maka sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan memberi balasan terhadapnya”. (HR. Muslim) 

 

Kedua disamping kita melaksanakan perintah Allah, yaitu melaksanakan puasa Ramadhan dan segala amaliyahnya, kita berupaya pula untuk melaksanakan himbauan, aturan dari pemerintah yang tidak lain adalah merupakan wujud ketaatan kepada Allah yang diwujudkan dengan ketaatan kepada pemimpin, Allah telah berfirman di dalam Alquran:

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.(QS. Annisa’: 59) 

 

Karena itu pelaksanaan ibadah pada bulan Ramadhan, pemerintah memberikan peraturan pembatasan dalam pelaksanaan ibadah. Dalam Surat Edaran Menteri Agama Republik Indonesia nomor 4 tahun 2021: 

 

1. Melaksanakan puasa itu wajib bagi setiap muslim kecuali orang yang memang karena udzur syar'i sehingga tidak melaksanakan puasa Ramadhan. 

 

2. Makan sahur dan buka puasa dianjurkan untuk dilaksanakan di rumah masing-masing pada keluarga inti. 

 

3. Bila melakukan kegiatan buka bersama, maka yang hadir tidak lebih dari 50% dari kapasitas ruangan dan menghindari kerumunan. 

 

4. Pengurus masjid dan mushola dapat menyelenggarakan kegiatan ibadah sebagai berikut: 

• Shalat fardhu, tarawih, witir, tadarus Alquran yang dilaksanakan di masjid atau mushola tidak melebihi 50% dari kapasitas ruangan dan setiap jamaah sebaiknya untuk membawa sajadah dan mukena sendiri. 

 

• Kegiatan pengajian, ceramah, tausiah, kultum, kuliah subuh tidak lebih dari 15 menit. 

• Peringatan Nuzulul Quran di masjid/ musholla dilaksanakan dengan pembatasan jumlah audiens tidak lebih dari 50% dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat. 

 

5. Pengurus masjid/ musholla wajib menunjuk petugas untuk menerapkan protokol kesehatan, melaksanakan disenfectan secara teratur, menyediakan tempat cuci tangan dipintu masuk , menggunkaan masker, menjaga jarak aman. 

 

6. Kegiatan Ramadhan di masjid/ mushola seperti shalat tarawih, witir, tadarus Alquran, i’tikaf, peringatan Nuzulul Quran tidak boleh dilaksanakan di daerah yang termasuk zona merah (risiko tinggi) dan zona orange (risiko sedang) penyebaran Covid-19 berdasarkan penetapan masyarakat setempat.

 

7. Peringatan Nuzulul Qur’an yang diadakan di dalam maupun di luar gedung, wajib memperhatikan protokol kesehatan secara ketat dan jumlah audiens paling banyak 50% dari kapasitas tempat/ lapangan.

 8. Vaksinasi Covid-19 dapat dilakukan di bulan Ramadan berpedoman pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hukum Vaksinasi Covid 19 Saat Berpuasa, dan hasil Retetapan fatwa ormas Islam lainnya.

 

9. Kegiatan pengumpulan dan penyaluran zakat, infaq dan shadaqah (ZIS) serta zakat fitrah oleh Badan Amit Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Ami1 Zakat (LAZ) dilakukan dengan memperhatikan protokol kesehatan dan menghindari kerumunan massa; 

 

10. Dalam penyelenggaraan ibadah dan dakwah di bulan Ramadhan, segenap umat Islam dan para mubaligh/ penceramah agama agar menjaga ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah bashariyah serta tidak mempertentangkan masalah khilafiyah yang dapat mengganggu persatuan umat. 

 

11. Para mubaligh/penceramah agama diharapkan berperan memperkuat nilai-nilai keimanan, ketakwaan, akhlaqul karimah, kemaslahatan umat, dan nilai-nilai kebangsaan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui bahasa dakwah yang tepat dan bijak sesuai tuntunan Alquran dari As-Sunnah.

 

12. Shalat Idu1 Fitri l Syawal 1442 H/ 2021 dapat dilaksanakan di masjid atau di lapangan terbuka dengan memperhatikan protokol kesehatan secara ketat, kecuali jika perkembangan Covid- 19 semakin negatif (mengalami peningkatan) berdasarkan pengumuman Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid- 19 untuk seluruh wilayah negeri atau pemerintah daerah di daerahnya masing-masing 

 

Wilayah atau kawasan yang bisa melaksanakan itu adalah kawasan yang yang mempunyai zona hijau atau kuning, tetapi kalau sudah masuk dalam zona merah atau orange dilarang untuk melaksanakan ibadah shalat jamaah di masjid atau mushola. Pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pemerintah bukan berarti membatasi kebebasan umat Islam dalam melaksanakan ibadah, tetapi sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara aspek dunia dan aspek akhirat. 

 

Kerinduan umat Islam terhadap tempat ibadah dan kerinduan umat Islam untuk berkumpul bersama saudara-saudaranya di tempat ibadah demikian besarnya, sehingga dicari jalan keluar agar kebutuhan pribadi umat Islam bisa terwujud. Satu sisi melaksanakan amaliyah pada bulan Ramadhan, di sisi lain umat Islam agar tetap terjaga kesehatannya terhindar dari covid-19 demikian pula juga bisa memutus mata rantai penyebaran virus Corona. 

 

Sampai hari ini bahwa wa virus Corona menunjukkan grafik yang fluktuatif, kadang naik, kadang turun. Virus corona adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan mata kepala tetapi kita harus yakin bahwa virus corona itu ada. Keberdaannya entah dimana, karena ada orang yang terkena Covid-19 itu dengan gejala dan tanpa gejala. Karena itu sebaik-baik kita sebagai umat Islam marilah kita berjaga-jaga, kita waspada, namun jangan terlalu takut, karena ketakutan yang berlebihan tidak baik, tetapi sebaliknya jangan meremehkan. Kebijakan pemerintah adalah hal yang positif, untuk kemaslahatan bersama. 

 

Semoga ibadah puasa pada tahun ini bisa meningkatkan kualitas iman dan taqwa kepada Allah, semakin menunjukkan kedekatan kita kepada Allah Doa dan permohonan umat Islam pada bulan Ramadhan salah satunya diupayakan bagaimana agar virus corona segera hilang dari muka bumi ini, sehingga aktivitas hidup manusia itu akan menjadi normal kembali.