Tampilkan postingan dengan label Kisah hayati. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kisah hayati. Tampilkan semua postingan

6/20/2020

Pasangan Suami Istri Calon Penghuni Surga

Pernikahan adalah Sunnatullah, barang siapa yang melaksanakan Sunatullah maka dia mendapatkan tiket untuk menjadi calon penghuni surga, tetapi tidak semua pasangan atau suami istri menjadi penghuni surga. Dari sejarah kisah para rasul, seperti keluarga nabi Ayub, keluarga nabi Nuh adalah contoh keluarga rasul tetapi tidak dijamin masuk ke dalam surga. Mengapa demikian, karena di dalam keluarga kadang laki-laki yang taat kepada Allah, istrinya sebaliknya, ingkar kepada Allah. Ada yang istrinya taat beribadah, suaminya ingkar kepada Allah, ada yang yang suami istri taat kepada Allah, anak-anaknya ingkar kepada Allah. Ini adalah kenyataan yang sering dijumpai, bukan hanya pada manusia zaman sekarang, tetapi ternyata sudah dicontohkan oleh Allah, rasul sebelum nabi Muhammad.

Paman nabi yaitu Abu Thalib menjadi pelindung tetapi beliau tidak taat terhadap perintah Allah, maka dia tidak dijamin masuk ke dalam surga. Karena itu harapan kita sekalian, dengan adanya pembinaan keluarga sakinah diharapkan menjadi keluarga yang damai, keluarga yang saling mencintai, menyayangi, membina, mengasihi, memberi dan menerima. Termasuk saling berwasiat dalam keimanan dalam ketakwaan, maka diharapkan keluarga yang sakinah adalah keluarga yang bisa mencapai kebahagiaan hidup di dunia sampai besok di yaumil qiyamah.

Untuk membentuk keluarga yang sakinah, bukan hal yang mudah, karena untuk menciptakan keluarga yang sakinah, tentu saja dimulai dari pemilihan pasangan hidup yang mempunyai kesamaan pemahaman dalam hal penataan rumah tangga dan juga dalam hal keagamaan. Taat kepada Allah, sehingga di dalam memilih pasangan hidup banyak sekali yang tidak mendapat atau kurang mendapatkan kecocokan, karena hal ini melalui proses yang panjang sehingga pilih- memilih antara seorang dengan yang lainnya untuk menjadi pasangan hidupnya. Ditimbang, dipilih kemudian bermunajat kepada Allah dengan shalat istikharah, senantiasa mohon petunjuk untuk memperoleh pasangan hidup yang cocok bisa membawa dirinya bahagia hidup didunia dan diakhirat.

Karena itu banyak standar orang dalam menentukan pilihan mengacu pada hadits Rasulullah Muhammad SAW, bahwa orang menikah itu karena empat hal karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, karena agama, tetapi yang diutamakan adalah karena agama. Karena dengan agama yang kuat agama akan bisa menuntun keluarga ke jalan yang diridhai Allah, orang yang memilih karena kecantikan maka suatu saat akan hilang, orang yang memilih karena hartanya suatu saat akan hilang, orang yang memilih karena keturunannya tidak menjamin bahwa dia akan menjadi orang yang terhormat sebagaimana keluarganya. Tetapi orang yang memilih karena agamanya insya- Allah akan menjadi orang yang dimuliakan oleh Allah. sebagaimana firman Allah:

“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu”. (QS. Al Hujurat: 13)

Penentuan pilihan dari penampilan dari wajah sangat mendominasi di dalam kehidupan rumah tangga, maka dalam perjalanan sejarah kadang kita menyaksikan acara walimatul nikah. Dari satu resepsi ke resepsi yang lain selalu kita temukan pasangannya nampak serasi seimbang. Jika laki-lakinya gagah juga wanitanya cantik, bila laki-lakinya biasa-biasa saja, wanitanya juga biasa-biasa saja, ini nampak sudah berjodoh.

Namun dalam suatu saat ada ada seorang wanita yang punya paras yang cantik, sehingga dengan kecantikannya ini banyak laki-laki yang tergiur untuk bisa mempersuntingnya. Tetapi yang terjadi bahwa wanita ini ternyata sudah bersuami seorang laki-laki yang bertubuh kecil, pendek dan tidak tampan, bisa dikatakan bermuka buruk. Melihat hal ini tentu kita akan menjadi heran dan menyatakan bahwa wanita itu tidak cocok menikah dengan laki-laki itu.

Suatu saat laki-laki itu masuk ke dalam rumah dan menemui istrinya, waktu itu istrinya sedang merias diri. Dia memandangnya dan semakin lama ia memandang semakin takjub terhadap kecantikan dan keelokan dari istrinya dan akhirnya dia tidak tahan lagi menatap istrinya. Lalu istrinya bertanya, wahai suamiku apa yang terjadi dengan dirimu? Suaminya mengatakan, Alhamdulillah, sungguh kamu benar-benar cantik sekali, istrinya lalu menjawab, bergembiralah bahwa saya dan kamu sama-sama akan masuk ke dalam surga. Suaminya bertanya pada istrinya, dari mana kamu tahu hal itu? Istrinya menjawab, kamu telah diberi orang seperti diriku lalu kamu mensyukurinya dan saya telah diberi cobaan orang seperti kamu dan saya sabar menerimanya. Bukankah orang yang bersyukur dan orang yang mau bersabar itu sama-sama akan masuk ke dalam surga?

Karena itu apapun yang terjadi dengan pasangannya terimalah dengan ikhlas, dan selalu berjuang untuk meraih keutamaan. Rasul pernah bersabda bahwa Allah tidak melihat bentuk rupa kalian dan tidak juga harta benda, tetapi Allah melihat hati dan amal perbuatan kalian”. (HR. Muslim).

6/15/2020

Pandemi Covid-19, Shalatnya Jadi Aneh



Judul tulisan ini mungkin dianggap aneh, “Pandemi Covid-19 Shalatnya Jadi Aneh”. Mengapa aneh, siapa yang mengatakan shalatnya aneh, siapa yang dikatakan aneh, sejak kapan shalat menjadi aneh? Itulah setumpuk pertanyaan yang tidak mungkin bisa dijawab secara bersamaan. Dijawab satu persatu saja kadang semakin aneh, tapi sudahlah kita acuhkan saja pertanyaan-pertanyaan ini, walaupun begitu akan diklarifikasi, siapa yang mengatakan bahwa shalatnya aneh. Ketika pemerintah telah menetapkan new norma life, tempat ibadah dibuka dan jamaah pun terobati kerinduannya untuk melaksanakan shalat berjamaah di masjid. Pada kesempatan itu ada anak kecil, yang sudah terbiasa sebelum ada ada pandemi virus corona melaksanakan shalat berjamaah di masjid, kadang bersama orang tuanya, kadang bersama kakaknya atau kadang bersama dengan teman-temannya.

Kebetulan waktu itu ada seorang anak kecil yang ikut shalat berjamaah bersama dengan ayahnya, ketika masuk masjid dan menyaksikan orang-orang yang sedang melaksanakan shalat, dia bilang pada ayahnya, “abi, sekarang shalatnya aneh”. Mendengar pertanyaan anaknya, ayahnya lalu menempelkan telunjuk tangan di depan mulutnya, menandakan bahwa anaknya disuruh diam, agar tidak mengganggu orang yang sedang melaksanakan shalat. Anakpun lalu diam dan ikut melaksanakan shalat.

Apa yang terbersit di hati anak itu? Beberapa pertanyaan bahwa orang-orang tidak seperti biasanya ketika melaksanakan shalat, jaraknya berjauhan padahal dahulunya rapat, bahkan ketika dirinya shalat seperti terjepit diantara barisan orang-orang dewasa. Selanjutnya pada lantai masjid terdapat tanda silang yang harus dijauhi, diantara jamaah tidak ada yang yang berjabat tangan, biasanya ketika bertemu berjabat tangan, dan ketika selesai melaksanakan shalat juga berjabat tangan. Sebenarnya keanehan itu bukan hanya ketika melakasanakan shalat tetapi sejak merambahnya pandemi virus corona perilaku manusia menjadi aneh, tiap hari harus memakai masker atau cadar, saling menjauh, tidak berjabat tangan, bahkan pada mukanya diberi pelindung dari plastik mika.
Wajar saja bila anak kecil bertanya-tanya, maka orangtua dalam memberi jawaban harus singkat, bahwa shalatnya tidak aneh tapi karena sedang ada wabah virus Corona maka agar menjaga jarak, karena bila berdekatan akan tertular orang yang kena virus corona. Jadi sejak pemerintah mengeluarkan surat edaran tentang panduan ibadah, shalat jamaah agar dilakasanakan di rumah masing-masing, shalat Jum’at diganti dengan shalat Zuhur.

Kerinduan yang terobati.
Hampir dua bulan umat Islam tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid sejak 17 April 2020 hingga tanggal 29 Mei 2020, pemerintah melalui Menteri Agama mengeluarkan Surat Edaran Nomor 15 tahun 2020 tentang panduan penyelenggaraan kegiatan keagamaan di rumah ibadah dalam mewujudkan masyarakat produktif dan aman covid di masa pandemi.

Dalam panduan itu mengatur kegiatan keagamaan inti dan kegiatan keagamaan sosial di rumah ibadah, berdasarkan situasi real terhadap pandemi Covid-19 di lingkungan rumah ibadah tersebut. Bukan hanya berdasarkan status yang berlaku di daerah, meskipun daerah berstatus zona kuning namun bila di lingkungan rumah ibadah tersebut terdapat kasus penyebaran Covid-19, maka rumah ibadah dimaksud tidak dibenarkan menyelenggarakan ibadah berjamaah/ kolektif. Ketentuan selengkapnya sebagai berikut:

  1. Rumah ibadah yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan berjamaah/ kolektif adalah yang berdasarkan fakta lapangan serta angka R-Naught/ RO dan angka efektive reproduction Number/ Rt, berada di kawasan lingkungan yang aman dari covid-19, hal ini ditunjukkan dengan surat keterangan rumah ibadah aman dari Ketua Gugus Tugas Provinsi/ Kabupaten/ Kota/ Kecamatan sesuai tingkatan rumah ibadah dimaksud setelah berkoordinasi dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah setempat bersama majelis-majelis agama dan instansi terkait di daerah masing-masing. Surat keterangan akan dicabut bila dalam perkembangan timbul kasus penularan di rumah ibadah tersebut atau ditemukan ketidaktaatan terhadap protokol yang telah ditetapkan.
  2. Pengurus rumah ibadah mengajukan permohonan surat keterangan bahwa kawasan/ lingkungan rumah ibadahnya aman dari Covid-19 secara berjenjang kepada Ketua Gugus Kecamatan/ Kabupaten/ Kota/ Provinsi sesuai tingkatan rumah ibadahnya.
  3. Rumah ibadah yang berkapasitas daya tampung besar dan mayoritas jamaah atau penggunaannya dari luar kawasan/ lingkungan, dapat mengajukan surat keterangan aman Covid-19 langsung kepada Pimpinan Daerah sesuai tingkatan rumah ibadah tersebut.
  4. Kewajiban pengurus dan penanggung jawab rumah ibadah:
  • a. Menyiapkan petugas untuk melakukan dan mengawasi penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah.
  • b. Melakukan pembersihan dan desinfektan secara berkala di area rumah ibadah.
  • c. Membatasi jumlah pintu/ jalur keluar masuk rumah ibadah guna memudahkan penerapan dan pengawasan protokol kesehatan.
  • d. Menyediakan fasilitas cuci tangan/ sabun/ hand sanitizer di pintu masuk dan pintu keluar rumah ibadah.
  • e. Menyediakan alat pengecekan suhu di pintu masuk bagi seluruh pengguna jika ditemukan pengguna rumah ibadah dengan suhu 37,5% derajat celcius (dua kali pemeriksaan dengan jarak 5 menit tidak diperkenankan masuk area rumah ibadah
  • f. Menerapkan pembatasan jarak dengan memberikan tanda khusus di lantai/ kursi minimal jarak 1 meter.
  • g. Melakukan pengaturan jumlah jamaah/ pengguna rumah ibadah yang berkumpul dalam waktu bersamaan untuk memudahkan pembatasan jarak.
  • h. Mempersingkat waktu pelaksanaan shalat ibadah tanpa mengurangi ketentuan kesempatan ibadah.
  • i. Memasang himbauan penerapan protokol kesehatan di area rumah ibadah pada tempat-tempat yang mudah terlihat.
  • j. Membuat surat pernyataan kesiapan penerapan protokol kegiatan yang telah ditentukan.
  • k. Memberlakukan penerapan protokol kesehatan secara khusus bagi jamaah tamu yang datang dari luar lingkungan rumah rumah ibadah.

5. Kewajiban masyarakat yang akan melaksanakan ibadah di rumah ibadah:

  • a. Jamaah dalam kondisi sehat.
  • b. Meyakini bahwa rumah ibadah yang digunakan telah memiliki surat keterangan Covid-19 dari yang berwenang.
  • c. Menggunakan masker/ masker wajah sejak keluar rumah dan selama berada di area rumah ibadah.
  • d. Menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan menggunakan sabun atau hand sanitizer.
  • e. Menghindari kontak fisik seperti bersalaman atau perlukan.
  • f. Menjaga jarak anatar jamaah minimal 1 meter.
  • g. Menghindari berdiam lama di rumah ibadah atau berkumpul di rumah ibadah, selain untuk kepentingan ibadah yang wajib.
  • h. Melarang beribadah di rumah ibadah bagi anak-anak dan warga lanjut usia yang rentan tertular penyakit, serta orang yang sakit bawaan yang beresiko tinggi terhadap Covid-19.
  • i. Ikut peduli terhadap penerapan pelaksanaan protokol kesehatan kegiatan di rumah ibadah sesuai dengan ketentuan.

6. Penerapan fungsi sosial rumah ibadah meliputi kegiatan pertemuan masyarakat di rumah ibadah (misalnya: akad/ perkawinan), tetap mengacu pada ketentuan di atas dengan tambahan perubahan keterangan sebagai berikut:

  • a. Memastikan semua peserta yang hadir dalam kondisi sehat dan negatif Covid-19.
  • b. Membatasi jumlah peserta yang hadir maksimal 20% dari kapasitas ruang dan tidak boleh lebih dari 30 orang.
  • c. Pertemuan dilaksanakan dengan waktu seefisien mungkin.


Jadi dalam kondisi pandemi virus corona yang melanda dunia, semua kegiatan terasa aneh, dengan keanehan itu akan terus dikondisikan. Semua orang ingin lepas dari keanehan tetapi harus menjalani keanehan. Karena keanehan itu sebagai prasarat untuk memutus mata rantai virus corona. Tidak ada yang bisa memastikan sampai kapan pandemi ini akan berakhir. Vaksin belum ditemukan, para ilmuan terus berjuang untuk menemukan ramuan yang dapat menghilangkan atau melemahkan virus. Disaat masa transisi para ilmuan hanya bisa memberikan upaya memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Karena itu segala upaya dilakukan, kita berusaha dan berikhtiar dengan mematuhi himbauan dengan selalu bermunajat kepada Allah SWT agar pandemi ini segera berakhir. Semoga new normal akan benar-benar menjadi kondisi yang normal agar semua aktifitas manusia dapat bekerja dan berjalan seperti sedia kala. Saling membantu, saling mengingatkan, persatuan menjadi azas kemenangan.

6/09/2020

Maido Wong Lara Dadi Cilaka, Pitutur Basa Jawa



Sawijining dina ana salah sawijine pawongan kang lagi lara untu, wong iku saben dina anane mung glirih lan kreangan wae. Sahingga akih wong kang pada takon, kae kenangapa kok glirih wae, nalika wong iku lagi glirih, ana maning kang takon kae kenangapa kok kreangan wae. Banjur keluargane njawab, kae, untune agek lara.

Sak wuse nggenahake suara wong kang glirih lan kreangan iku merga untune lara, banjur ana pawongan kang maido “ untu kok lara, untu kui rak balung lan balung kuwi atos kaya watu, ora mungkin bisa lara”. Lara untu kui pancen ora kaya lara-lara liyane, senajan lara, ora ana wong kang tilik. Beda karo wong lara weteng, sirah, lara merga tiba, wong wadon kang babaran lan liyane akih wong kang padha tilik. Nanging lamun lara untu senajan pol larane ora ana wong kang tilik. Padahal lara untu kuwi pol larane, kanggo mangan ora enak, ngumbe ya ora enak, gawe turu ya ora bisa merem. Gawe ngapa wae ora kepenak, malah dadi sarwa salah kabeh.

Mila mengkana wong maido marang wong kang lagi lara untu kuwi, sajatine durung ngrasake lara untu. Maido iku mergane nduwèni pemikiran lamun untu kuwi balung, lan balung iku atos kaya watu, sahingga ora mungkin bisa lara. Mengkana iku mergane pangertiane manungsa iku igin sethithik lan ora tau sinau. Merga kang sak nyatane ning jero untu iku ana urat urat syarafe, getihe, lan sak njerone untu kuwi ana barang kang amoh sahingga gampang kena kruma.

Untu kuwi senajan atos ya bisa rusak, rusaking untu iku merga ora tau dijaga, ora tau disikati, sahingga nalika ana panganan utawa wedang legi kraket nang untu lan ora diresiki, suwe-suwe dadekake untu kui dadi kuning. Sak wuse kuning suwe-suwe malih dadi ireng, banjur dadi kerak, yaiku kotoran kang kraket ning untu, disikati ora bisa ilang, isane ilang kudu digrenda, nganggo alat-alat seka dokter untu. Kerak iku dadi panggonane kruma kang terus ngunjek nang untu sahingga utune dadi krowok, la seka krowokan kuwi terus kelebon panganan banjur untune dadi bosok. Suwe-suwe untune entek mung gari tunggake wae. Wujud untu wis ora putih, nanging wujude dadi ireng, banjur krumane ngunjek mlebu nang untu tekan oyote untu mula banjur dadi lara.

Ing jaman sak mono kui wong kang maido marang wong kang lara untu, amarga wong kuwi untune ora tau dijaga, ora tau diresiki, lan ora tau sikatan sahingga untune dadi lara uga. Banjur agek wae ngrasakake lan ngerti, lamun untu kuwi balung lan atos kaya watu ya tetep wae bisa lara. Sahingga gentian maune maido wong lara untu saiki ngrasake dhewe. Saben dina glirih lan kreangan wae, kanggo mangan, ngumbe ora kepenak, apa maning nak krungu wong pada cerita apa guyonan dadi mangkel. Muga-muga wae wong kang maido marang pawongan kang nembe lara untu, dingapura dosane dening Gusti Allah. Dheweke maida amarga durung ngerti.

Sebabe maido
Maido iku salah sawijining pakerti kang ora bagus, wong maido kuwi merga ngerteni kahanan kang ora sak mestine, bisa uga ngerteni tumindake wong liya kang dadekake cilaka, banjur maido utawa nyalahake. Wong kang di salahake ora kumudu wong kuwi tumindake salah, ananging bisa uga wus ngerti ana wong tumindak bagus nanging ijih disalahake. Mila agama Islam paring pitutur lamun kita diprintahake “watawa shoubil haqqi watawa shoubish-shobri“ lan pada wasiat winasitan ing penggawe bagus lan sabar (QS. Al Ashr: 3), lan uga “wata’awanu ‘alal biiri wattaqqwa wala ta’awnu ‘alal itsmi wal ‘udwan” sami tulung- tinulung ing perkara kang bagus lan taqwa lan aja tulung tilunung ing perkara dosa lan memungsuhan”. (QS. Al Maidah: 2)

Agama uwis aweh pitutur kang bagus, sapa wonge nindakake pitutur yekti bakal dadi wong kang beja wiwit dunya tekan sisuk ing alam akhirat. lan sapa wonge ninggal pitutur kang bagus lan malah nglakoni larangane Gusti Allah mesthi bakal dadi wong kang cilaka. Lamun ora nemoni cilaka ing dunya mesthi bakal nampa siksa ing dina Qiyamat , sesuk bakal dilebokake ing neraka. Mula agama iku pitutur, nanging gari gelem apa ora ngaloni pitutur. Kabeh mau gumantung marang awake dhewe.

Maido kuwi penggawe kansemanag gampang, nanging durung mesthi bisa nglakoni gawe wong-wong kang seneng maido iku. Semana uga nyalahake marang wong liya iku uga gawean kang gampang. Nanging maido lan nyalahake iku sajatine penggawe kang ora bagus. Mula suoayane dadi wong kang bagus, sak durunge maido utawa nyalahake marang wong liya dipikir-pikir dingin, kira-kira nak tumeka ing awake kira-kira trima apa ora nak disalahake utawa dipaido. Keprige rasane wong dipaido, keprige rasane wong disalahake. Nek bisa mikir kaya mengkana iku tegese wus dadi wong kang ngati-ati ing dalem ucapan lan penggawean. Insya-Allah bakal dadi wong kang beja ing dalem dunya lan akhirat.

6/06/2020

Wit Gedang awoh Pakel, Bicara itu Mudah



Ada suatu peribahasa Jawa wit gedang awoh pakel omong gampang nglakoni angel, peribahasa Jawa kadangkala menunjukkan suatu makna tinggi, tidak mungkin terjadi, tetapi ada dalam kenyataan. Dengan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi banyak orang yang melakukan rekayasa genetika, untuk meningkatkan hasil produksi, pertanian, perkebunan, peternakan dan lainnya di samping rekayasa genetika, ada suatu upaya pengembangan teknologi dengan melakukan penyambungan atau stek. Khususnya tanaman yang mempunyai batang, bisa dilakukan dengan penyambungan atau stek. Era sekarang berbeda dengan zaman dahulu. Kalau zaman dahulu orang menanam rambutan, duku, kelapa, nangka, petai, jengkol tidak akan merasakan buahnya. Karena umur tanaman yang sangat lama, seorang ayah menanam yang akan merasakan buahnya kalau bukan anaknya ya cucunya. Karena pada zaman dahulu penanaman dilakukan dengan bijinya.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menemukan rekayasa genetika, dengan penyerbukan silang dari satu bunga ke bunga yang lain sehingga menghasilkan turunan yang berbeda dari induknya. Rekayasa genetika dikembangkan dengan melakukan upaya stek atau dengan penyambungan suatu tanaman dengan tanaman yang lainnya. Hal ini bisa terjadi kalau berasal dari tanaman yang berbatang dengan batang yang lain. Tetapi kalau tanaman yang bukan batang maka hal ini tidak akan bisa terjadi. Seperti dalam peribahasa Jawa mengatakan wit gedang awoh pakel, tanaman pisang berbuah pakel adalah tidak mungkin. Peribahasa Jawa itu mengandung makna yang misterius, omong gampang nglakoni angel, dalam bahasa Indonesia berarti bicara itu mudah tapi melaksanakan susah, atau bisa bicara tetapi tidak bisa melaksanakan.

Karena itu banyak sekali orang yang berupaya untuk menyusun kata-kata yang indah, kata-kata yang mengandung nasehat bijak yang diperuntukkan bagi orang lain, tetapi bagi dirinya sendiri justru jauh dari kata-kata yang bijak. Karena itu adalah merupakan rekayasa dari penyusunan kata-kata yang indah, agar bisa menjadikan kata itu indah didengar, dibaca dan dinikmati orang lain. Orang yang pandai menyusun kata-kata yang indah, kadang berangkat dari kesadaran spiritual, adanya kegelisahan di dalam hati, dengan kondisi segala sesuatu yang terjadi kemudian diungkapkan dengan kata-kata. Seperti seorang penyair, seniman dan sebagainya, kadangkala mereka secara fisik itu mempunyai penampilan yang berbeda dengan orang yang biasa pada umumnya, tapi secara spiritual dia sangat peka terhadap keagungan Allah. Di mana ketika ada sesuatu hal yang yang bertentangan dengan perintah Allah, dirinya merasa tidak bisa merubah perbuatan kemungkaran yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, kemudian menumpahkan dengan kata-kata yang indah dan kata-kata yang indah ini mengandung makna itu yang diharapkan bisa merubah kondisi yang memang tidak diharapkan.

Wit gedang awoh pakel, ngomong gampang ngelakoni angel, bicara itu mudah melaksanakan adalah susah sulit. Salah satu hal yang sering kita jumpai adalah kaitan dengan manajemen waktu. “Demi waktu, sesungguhnya manusia itu dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh, dan berwasiat dalam perbuatan haq dan sabar” (QS. Al Ashr: 1-3). Allah telah bersumpah dengan waktu, bahwa semua manusia dalam kondisi yang merugi. Karena tidak bisa memanfaatkan waktu, waktu tidak bisa dimaksimalkan untuk mencari bekal guna kehidupan di masa yang akan datang, malah untuk berfoya-foya, selagi masih muda dan kuat. Dengan kondisi ini akan menjadi orang yang merugi.

Waktu itu berkaitan dengan masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang. Masa lalu itu adalah masa yang sudah terjadi dan tidak akan mungkin terjadi lagi, maka banyak orang yang menyesal telah melakukan suatu perbuatan yang tidak sewajarnya, sehingga mendatangkan kerugian, penyesalan terus menerus. Penyesalan ini kadangkala bagi orang yang menyadari pentingnya waktu akan melakukan introspeksi. Kenapa waktu yang diberikan oleh Allah tidak dimaksimalkan peran dan fungsinya. Bukankah setiap manusia itu diberikan waktu yang sama, semua orang diberikan waktu dalam sehari semalam 24 jam. Mengapa waktu 24 jam ini ada orang yang bisa mengumpulkan pundi-pundi kekayaan yang berlimpah, tetapi dengan waktu 24 jam ada orang yang yang memikirkan bagaimana mencari makan untuk hari esok. Sehari bekerja digunakan untuk makan sehari, orang yang demikian adalah karena setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam mengelola waktu.

Banyak orang yang sering melalaikan terhadap waktu, padahal sudah kita sering mendengar peribahasa Arab mengatakan al waktu kassaifi bahwa waktu itu adalah seperti pedang, ketika orang lalai, tidak usah menunggu sampai sejam atau satu menit, karena sedetikpun lalai, maka pedagang akan menebas lehernya. Orang barat mengatakan time is money waktu itu adalah uang, karena karena dalam hitungan jam, menit bahkan detik sangat berarti untu bisa mendatangkan uang, karena itu tidak pernah melalaikan terhadap waktu. Karena itu, waktu lalu adalah waktu yang sangat jauh, waktu yang tidak akan bisa ketemu lagi, kecuali waktu yang telah lalu itu bisa di ambil hikmahnya untuk bekal membuat perencanaan pada masa yang akan datang.

Kemudian banyak lagi orang yang diberikan waktu 24 jam tapi merasakan masih kurang, bila diperintah untuk melakukan sesuatu, selalu bilang tidak ada waktu, tidak ada kesempatan. Apalagi bila diperintahkan untuk melaksanakan ibadah selalu menjawab, besok kalau sudah sempat, besok kalau sudah tua, besok kalau sudah kaya dan sebaginya, berbagai macam alasan disampaiakan. Ingatlah bahwa sesibuk-sibuk apapun tidaklah sesibuk dan sesingkat untuk mempertahankan kalimat tauhid di akhir hayat, apakah dalam keyakinan menyembah Allah atau menyembah taghuth. Pada akhir hayat akan terjadi perebutan dari golongan malaikat yang akan mengajak kepada surga dan setan atau iblis yang akan menjerumuskan untuk menjadi teman kelak di neraka. Maka sesibuk-sibuk apapun, sesungguhnya tidak ada bandingannya dengan kesibukannya ketika harus mempertahankan kalimat tauhid di akhir hayat.

Ketiga kita diberikan waktu sehat, kita kadang menghitung-hitung rezeki yang telah diberikan oleh Allah, harta benda dan kekayaan yang dimiliki, tapi tidak pernah menghitung berapa nilai kesehatan yang diberikan oleh Allah. Kesehatan itu nilainya lebih besar dari harta apapun yang dimiliki, dengan sehat manusia bisa berbuat apapun, dengan sakit manusia tidak akan bisa berbuat apapun. Dengan sehat manusia akan bisa menikmati kehidupan dengan baik, tapi kalau sakit kenikmatan hidup tidak akan bisa dirasakan dengan baik, maka dari itu sehat itu sesungguhnya rezeki dari Allah yang tidak terbandingkan. Karena itu kita diberikan kesehatan, marilah kita gunakan untuk sebaik-baiknya untuk lebih meningkatkan amal ibadah kepada Allah SWT.

Panjang umur sesungguhnya merupakan keniscayaan, mati juga merupakan kepastian. Tetapi kita tidak mengetahui sesungguhnya, akan berumur sampai berapa tahun, sampai kapan kita akan bisa menikmati kehidupan, tidak akan ada yang mengetahui kecuali hanya Allah. Karena umur yang panjang adalah umur yang bisa mendatangkan kemaslahatan, yang digunakan untuk sebaik-baiknya meningkatkan ibadah kepada Allah, umur panjang umur yang bisa memberikan manfaat. Bukan sebaliknya diberi umur yang panjang tetapi buruk amal perbuatannya, karena ini amat merugi. Agar beruntungmaka dengan panjang umur digunakan untuk meningkatkan amal ibadah kita kepada Allah.

Waktu itu sangat berperan didalam kehidupan manusia, banyak orang yang mengatakan bahwa kita komitmen terhadap waktu, selesaikan suatu pekerjaan sesuai dengan waktunya, tapi yang terjadi kadang kala kita sering menunda-nunda suatu pekerjaan, aktivitas sehingga akhirnya akan menjadi orang yang merugi. Kalau demikian ini, berarti sama halnya dengan pepatah Jawa wit gedang awoh pakel, ngomong gampang nglakoni angel, karena itu sebelum kita memberikan nasehat kepada orang lain. Alangkah baiknya terlebih dahulu memberi nasehat kepada dirinya sendiri, walaupun kadangkala lebih sulit memberi pada dirinya sendiri.

6/04/2020

Wong Wadon Ilang Ayune, Wong Lanang Ilang Baguse -Basa Jawa Ngoko



Sawijining dina ana pawongan loro kang crita, perkara wong wadon kang dipilih. Wong lanang siji takon karo kancane, awakmu milih wong wadon kue merga apane? Kancane jawab, merga ayune ya. Jawaban kang lumrah biasa dimirengake saka wong lanang. Senajan wis ngerti marang hadis nabi Muhammad SAW, lamun sira nyenengi marang wong wadon kuwi merga telung perkara sepisanan merga bandane, kaping loro merga keturunane, kaping telu merga ayune lan kaping papat merga agamane. Ananging kang luwih utama kuwi milih agamane, dadi perkara nggon bandha, keturunane, ayune kuwi sakwuse sak ngisore saka agama.

Dadi pilihan pertama yaiku marga saka agama. Mergane nengapa kok agama? Merga agama kang bisa nylametake urip ing dunya lan akhirat. Lamun bandha ya ora bakal digawa mati, nyenengi merga saka keturunane ya ora njamin bisa jaga seka genine neraka. Apa maning nyenengi wong wadon merga ayune. Lamun duweni akhlaq kang bagus ya bakal nglarani ati marang wong lanang.
Wong lanang lamun ditakoni, milih wong wadon merga apane? Biasane jawabane kompak merga ayune, pancen bener wong lanang iku ora munafik, nomor siji pancen ayune. Banjur wong lanang siji takon karo kancane, wong wadon diarani ayu kuwi merga apane? Merga sirahe, awake, sikile, tangane, irunge, lambene lan apa maning.

Saka crita iku isa dipundhut hikmahe, akih-akihe pawongan ningali bagus, ayu merga seka raine. Ana maneh cerita, ana wong lanang kang lagi numpak pit motor, ing ngarepe ana wong wadon kang katon elok lan ndhemenake. Ing sakjroning ati wong mikir, mandan ayune wong wadon iku. Sahingga wong lanang iku banjur nyepatake playune pit motor supayane bisa nyalip wong wadon iku lan isa mirsani jane raine koyo ngopo. Banjur nalika wis cedhak dipirsani jebule ora kaya kang ana ing panyana. Jebule wong wadon iku biasa-biasa wae, ora pati ayu. Wong lanang iku banjur nyepetake playune pit motore.
Kahanan kang mengkono iki jelas mertelakake, lamun kang diarani ayu iku merga raine, ananging ing jaman saiki prasasat wong wadon ilang ayune, wong lanang ilang baguse. Mergane raine ditutupi nganggo masker. Sahingga wong lanang utawa wadon, tuwa utawa enom kabeh padha nganggo masker, sahingga ora isa dingerteni wong wadon kui ayu apa ora ora, wong lanang bagus opo ora, ya ora keton wargane sing dipirsani mung mripate wae.

Mila mengkono iku, ing jaman sak iki wiwit sasi Maret kepengker nganti dina saiki sasi Juni, negara Indonesia lan ugi masarakat donya, kabeh nembe nandhang utawa nampa pagebluk Covid-19 sahingga kanggo nyegah anane virus, supayane ora nular marang wong liya awake kabeh supaya ngulinakake nganggo masker. Masker iku kang nutupi raine, sahingga kanthi masker iku, prasasat ora ana bedane wong ayu, ora ana bedane wong bagus. Kang bedakake among maskere. Apata ora kepingin keton ayune, utawi keton baguse, temtu wae kabeh wong kepengin kaya sak maune, ora ketutupan masker.

Mila kita kabeh didhawuhi karo pemerintah supaya padha bareng-bareng brasta virus lan ngilangake pagebluk, kelawan lelakon:

  1. Biasakake nyuci tangane nganggo sabun utawa nganggo hand sanitizer.
  2. Ngulinakake nganggo masker.
  3. Jaga jarak utawi social distancing.
  4. Ora susah nganakake kumpul-kumpul, lan rapat-rapat, shalat jamaah, nanging lamun kapeksa nindakake jarake antarane wong siji karo wong siji, adohe kurang antarane sak meter tekan rong meter. Semana uga wong Islam kang nindakake shalat jamaah iya kudu jaga jarak, aja mepet-mepet.
  5. Biasaake jaga reresik, yaiku ana ing papan panggonan, musholla, masjid, sekolah, pondok supaya di semprot kanggo disinfektan.
  6. Lamun kita padha ketemu karo kancane, seduluré, maring atasane ora usah salam-salaman. Pakulinan salam-salaman ora dilakoni, semana uga aja padha rangkulan lan, cipa-cipi kang isa nularake virus.


Dadi kahanan negara ingkang nembe nandang wabah virus korona iki, dadi tanggung jawab kabeh warga negara Indonesia, kalebu para ulama’ lan umara’, lan kabeh rakyat. Kahanan kaya ngono kuwi pancen abot, apa maning pakulinan apik kang dilakoni wong-wong Islam. Kaya ora susah shalat jamaah ning masjid, shalat Jum’at, pengajian, shilaturahim, salaman, kumpul-kumpul. Nanging kaya mengkana iku merga kahanan, sahingga kabeh wong kudune pada ngelingake marang sak padha-padha, kanggo medhot nular lan nyebare virus korona. Lamun wis bisa pedot banjur kabeh wong bisa nglakoni ngibadah lan nyambut gawe rumangsa aman lan ora kuatir maning.

6/03/2020

Pembatalan Ibadah Haji Tahun 2020, Solusi dan Problematika



Sejak mewabahnya pandemi Covid-19 pada bulan Maret tahun 2020 semua kegiatan harus dibatasi termasuk dalam hal peribadatan. Masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dalam beribadah shalat, pendidikan dan ibadah sosial lainnya. Demikian juga dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 2020. Arab Saudi sebagai negara tujuan pelaksanaan haji tidak lepas dari pandemi Covid-19. Sehingga melakukan langkah antisipatif dengan melaksanakan sterilisasi terhadap Masjidil Haram dan sekitarnya. Sejak bulan Maret 2020 semua akses perjalanan umroh ditutup dari semua jalur sampai bulan Juni 2020 pemerintah Arab Saudi belum membuka akses pelaksanaan ibadah haji. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, dari tahun ke tahun juga jamaah haji selalu mengalami peningkatan.

Penutupan akses ke Arab Saudi berdampak pada pemerintah Indonesia, perjalanan umroh dibatalkan demikian pula dengan pelaksanaan ibadah haji tahun 1441 H/ 2020 M. Suatu kegembiraan bagi calon jamaah haji, ketika pada tahun 2019 pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota sehingga akan mengurangi jadwal tunggu yang terlalu lama. Namun ternyata kesenangan berbalik dengan tahun 2020 yang harus menerima kondisi pahit, ternyata jadwal tunggunya semakin lama. Harapan untuk segera melaksanakan ibadah haji harus ditunda. Pemerintah negara Indonesia melalui keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 494 tahun 2020 menetapkan pembatalan pemberangkatan jamaah haji pada penyelenggaraan haji tahun 1441 H/ 2020 M bagi seluruh warga negara Indonesia yang menggunakan kuota haji Indonesia dan visa haji mujama’ah.

Pembatalan pelaksanaan haji adalah suatu pilihan dalam kondisi yang tidak menentu sampai kapan pandemi Covid-19 akan berakhir. Dengan demikian dengan keputusan pemerintah tersebut menjadi kepastian bahwa haji tahun 2020 tidak dilaksanakan. Hal ini menjadi jawaban yang pasti bagi calon jamaah haji untuk bisa menyesuaikan. Pelaksanaan ibadah haji pada tiap-tiap daerah mempunyai tradisi yang berbeda-beda, ada di suatu daerah yang tidak terlalu membesar-besarkan kegiatan walimatussafar dan dan kegiatan pelepasan bagi calon jamaah haji. Namun di suatu daerah tertentu pelepasan calon jamaah haji menjadi kegiatan besar, karena layaknya orang yang yang mempunyai hajat, dia menerima tamu-tamu yang berkunjung untuk mendoakan keselamatan hingga 1 bulan menjelang keberangkatan. Tamu-tamu berdatangan baik dari kalangan teman, saudara maupun kerabat.
Kepastian dari pemerintah, satu sisi mendatangkan kejelasan tapi di sisi yang lain bahwa pembatalan ini akan mendatangkan suatu permasalahan khususnya bagi calon jamaah haji. Sebagaimana pengurangan kuota haji pada tahun sejak tahun 2016 ketika Masjidil Haram sedang direnovasi banyak calon jamaah haji yang tertunda. Bagaimanakah kondisi mereka terkena imbas, sudah terjadwal untuk berangkat kemudian ditunda, ternyata persepsi orang berbeda-beda, ada yang bisa menerima dengan lapang dada, menerima perubahan dengan ikhlas dan sabar, namun banyak yang belum siap untuk menerima perubahan. Karena yang terbayang bahwa dia akan segera berangkat untuk melaksanakan ibadah haji. Dan akan segera memperoleh gelar haji atau hajah.

Dalam suatu keluarga di mana dalam keluarga tersebut ada salah satu anggota yang akan berangkat haji. Namun karena adanya pengurangan kuota kemudian tidak jadi berangkat, padahal selama setahun aktif mengikuti manasik haji, bersama teman-temannya sudah akrab, sementara teman-temannya berangkat, dirinya tertunda. Kondisi yang demikian ini tidaklah dengan serta merta menerima realitas, pihak keluarga sedikit demi sedikit memberikan pemahaman, mengapa ibadah hajinya harus ditunda, berbagai macam upaya disampaikan, secara lahiriyah nampak mau menerima, namun secara batin ternyata menjadi beban moral yang luar biasa. Anti klimaknya dia sakit dan harus di opname, sakit yang disebabkan karena pemikiran, tidak siap menerima keadaan dan realita.

Mungkin bagi orang-orang yang tidak mengalami kondisi demikian, akan mudah mengatakan, bahwa haji adalah panggilan Allah. Tetapi bagaimana kalau hal yang demikian itu menimpa pada dirinya, sama saja orang menyuruh pada orang lain untuk bersikap sabar ketika menghadapi musibah, tapi ketika dirinya sendiri mendapatkan musibah ternyata susah untuk bisa menjadi orang yang sabar. Karena itu antisipasi pada tahun 2020 semua orang yang keluarganya akan melaksanakan ibadah haji, hendaknya bisa memberikan pemahaman kepada keluarganya, bahwa ibadah haji adalah merupakan panggilan. Sekalipun orang sudah mempunyai kemampuan sudah istitha'ah, namun bila Allah tidak memanggil maka tidak akan bisa melaksanakan ibadah haji. Sebaliknya banyak terjadi bahwa secara ekonomi orang tidak memenuhi syarat untuk bisa melaksanakan ibadah haji, tetapi ternyata Allah memberikan jalan orang tersebut bisa melaksanakan ibadah haji, baik dengan usahanya sendiri maupun melalui orang lain.

6/01/2020

Celotehan Dalam Grup Whatsapp, Saling Menyadari


Pandemi virus corona atau Covid-19 sungguh sudah merubah pandangan masyarakat terhadap orang lain, berkaitan dengan pergaulan dalam masyarakat, persaudaraan, shilaturahim dan saling mengunjungi. Hal ini terjadi di ketika mendengar berita ada warga yang terkena virus corona baik itu berstatus sebagai orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDB), orang tanpa gejala (OTG). Status sebagai ODP tentu masih bisa dimaklumi, karena biasanya mereka mempunyai kesadaran sendiri untuk mengikuti protokol pemerintah yaitu dengan mengkarantina diri sendiri dalam rangka untuk pencegahan dan sekaligus memutus mata rantai virus corona itu.

Akan tetapi bagi orang yang sudah diidentifikasikan sebagai PDB tentu hal ini akan merubah pandangan masyarakat, seakan-akan bahwa orang yang terkena virus corona, baik dirinya atau keluarganya harus dihindari oleh segenap masyarakat. Demikian juga apabila terjadi suatu kematian walaupun yang bersangkutan belum positif dinyatakan sebagai pasien virus corona yang meninggal dunia, tetapi tetap dilakukan proses pemulasaraan jenazah sampai pada pemakaman menurut protokol yang telah diputuskan oleh pemerintah. Pasien itu hanya bisa diantarkan oleh orang-orang dalam jumlah terbatas yang memang menggunakan alat pelindung diri (APD) medis agar tidak menularkan kepada yang lainnya.

Ada suatu kasus, bahwa penyebaran informasi tentang orang yang terkena virus corona melalui jaringan media social, terutama melalui whatsapp informasi cepat tersebar, dari 1 HP ke HP yang lain, orang akan bisa mengetahui siapa sebenarnya yang sedang terkena virus corona atau dia menyandang sebagai PDB. Kebetulan dalam suatu grup whatsapp ada salah seorang anggota yang mempunyai keluarga yang meninggal dunia dan meninggalnya itu belum diketahui karena terkena virus corona atau karena penyebab penyakit yang lainnya. Dalam perbincangan di WA, ada salah seorang yang bertanya Si Fulan sakit apa? Ada yang menjawab, katanya terkena Covid. Ada lagi yang menanyakan apakah kita bertakziyah? Berbagai macam pertanyaan dan jawaban, menjadi celotehan yang agak menegangkan.

Celotehan dalam grup whatsapp.
Perbincangan, tanya jawab, celotehan yang sifatnya ringan untuk mengetahui sebenarnya Si Fulan itu sakit apa, ketika ada seseorang yang mengatakan dia terinfeksi Covid yang mendengar informasi dari orang lain dan belum diklarifikasikan, sebenarnya dia itu meninggal karena sakit apa. Kebetulan hasil laboratoriumnya belum keluar, apakah memang benar Si Fulan itu terkena Covid atau sakit lainnya.
Dari kejadian itu, ternyata di lingkungan masyarakat sudah berkembang, di rumah duka tidak ada orang yang bertakziah dan cara pemulasaraan jenazah pun menurut protokol pemerintah, akses jalannya kemudian ditutup, tetangga kampung sebelah diminta untuk memutar arah ketika mau ke tempat kerja atau atau beraktifitas yang biasanya melalui jalan tersebut. Hal ini sebagai antisipasi agar tidak tertular Covid-19, walaupun sebenarnya belum ada kepastian bahwa Si Fulan itu sebenarnya kena virus corona atau tidak.

Karena di grup whatsapp ini adalah terdiri dari orang-orang yang mempunyai pengetahuan, keberagamaan, sikap dan perilaku yang berbeda tentu saja dalam menyikapi segala sesuatu akan berbeda-beda. Sehingga konflik sosial sangatlah mungkin terjadi, dari orang yang bijaksana akan menjadi orang yang sensitive, mudah tersinggung, bahkan kadang berupaya untuk mendramatisir kejadian untuk menambah masalah. Mencari dukungan orang-orang yang sepaham, sehingga semakin menambah kebencian pada orang lain. Bisa jadi akan keluar dari grup whatsapp bahkan yang lebih memprihatinkan mengasingkan diri dalam keluarga dengan menjauhkan diri dari hubungan hidup bermasyarakat. Perpecahan anggota masyarakat karena terjadinya miskomunikasi misinformasi.

Inilah suatu gambaran, bahwa virus corona benar-benar sudah merubah mindset, tatanan masyarakat bahkan kehidupan beragamapun kemudian juga berubah. Dengan demikian di masa pandemi ini hendaknya kita sekalian untuk bisa menyeleksi mana informasi yang benar dan mana yang tidak benar, janganlah semua informasi di terima apa adanya, demikian pula bahwa semua orang itu hendaknya bisa memahami, menyadari, bahwa upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memutus mata rantai virus corona di antaranya adalah dengan menyelenggarakan sosial distencing yaitu mengadakan pembatasan dalam hubungan sosial kemasyarakatan. Bukan hanya dalam kehidupan masyarakat, tetapi dalam kehidupan beragama pun diharapkan untuk melaksanakan sosial distancing, membatasi dalam kontak kontak sosial.

Pasien yang dinyatakan positif virus corona ternyata ada yang dengan gejala dan ada yang tanpa gejala. Yang dengan gejala, misalnya tenggorokannya gatal, sakit untuk menelan, demam kemudian panas, batuk-batuk kemudian setelah di cek laboratorium ternyata positif terkena virus corona. Tetapi ada pasien yang sama sekali tidak ada gejala, tiba-tiba sakit, kemudian ketika dicek ternyata dia itu memang positif terkena virus corona. Dengan demikian diupayakan agar melakukan deteksi dini, penjagaan diri dari hal hal yang dimungkinkan untuk menjadikan penyebaran virus corona. Misalnya membiasakan untuk mencuci tangan, selalu memakai masker, tidak berpergian kecuali memang hal-hal yang sangat mendesak dan sangat penting, kemudian tidak menyelenggarakan kontak sosial secara besar, kemudian juga tidak menyelenggarakan silaturahim, tidak berjabat tangan apalagi sampai berpelukan. Padahal hal-hal seperti itu sebelum ada virus corona itu adalah hal yang memang baik, dalam kehidupan masyarakat, baik bahwa sebagai umat manusia untuk selalu menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat, saling tegur sapa, bila bertemu berjabat tangan, mengadakan musyawarah, bagi orang Islam menyelenggarakan salat berjamaah di tempat-tempat ibadah, mengadakan majelis taklim, menyelenggarakan salat Jumat sebagai media ukhuwah pertemuan mingguan bagi umat Islam. Kegiatan yang positif ini sebelum ada virus corona selelu dianjurkan oleh para ulama, da’i, mubaligh, ustadz untuk mengikuti sunnah rasul dan juga untuk mewujudkan rasa persaudaraan dan meningkatkan ukhuwah.

Saling memahami dan menyadari.
Virus corona datang menghantam kehidupan masyarakat, dari kegiatan kegiatan baik yang dianjurkan tiba-tiba untuk tidak dilaksanakan. Karena ini menjadi permasalahan di dalam masyarakat, ada yang mengikuti himbauan pemerintah, juga ada yang tidak mengikuti himbauan pemerintah mereka mengikuti kemauan dirinya sendiri. Karena itu di dalam media whatsapp, facebook, status hendaknya bisa menggunakan kata-kata yang bijak. Ketika marah maka batasilah kemarahan itu, rasul pernah menyatakan bahwa orang yang perkasa itu bukanlah orang yang dapat mengalahkan musuh-musuhnya tetapi orang yang perkasa adalah orang yang dapat mengalahkan hawa nafsunya ketika sedang marah” (hadits).

Marah itu adalah suatu teman syetan, orang yang marah dalam melakukan sesuatu perbuatan tanpa pertimbangan apalagi pemikiran. Sering terjadi perkataan dan perbuatan yang spontan. Maka biasanya akan terjadi adalah penyesalan, contoh ada seoarang laki-laki yang pulang kerja, dalam kondisi capek dan lapar, dia mau makan. Setelah ambil nasi ternyata di meja makantidak ada lauknya, maka spontan marah nasi ditumpahkan lalu piring dibanting mengenai TV atau benda lainnya. Kerugiannya menjadi banyak lagi, marah tidak akan menyelesaikan masalah, marah akan membawa masalah, marah akan membawa malapetaka dan bencana karena. Karena itu sadarilah, bahwa marah itu harus dikendalikan. Ketika sedang berdiri maka duduklah, ketika marah dalam kondisi duduk maka berbaringlah, bila masih marah maka segeralah mengambil air wudhu dan laksanakan shalat 2 rekaat.
Mengendalikan marah dalam masa pandemi virus corona, kita menyadari realitas di masyarakat, bila ada orang yang sakit batuk kemudian dia meninggal akan di klaim meninggal karena Covid, demikian pula bila menderita penyakit lainnya. Tetapi kita harus yakin dan meyakinkan diri bahwa meninggal bukan karena terkena Covid-19, dan meninggal adalah sudah ketentuan Allah, segala yang bernyawa pasti akan mati. Dan bila meninggal dalam kondisi pandemi virus corona agar tetap bersabar. Terutama sabar atas tanggapan dan persepsi orang lain.

Bila marah maka tahanlah, Rasulullah SAW pernah berkata: barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir muliakanlah tamu, barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka bebuat baiklah kepada tetangga dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka berkatalah yang baik, kalau tidak bisa berkata yang baik maka lebih baik dia” (hadits). Dengan demikian tengah di tengah pandemi virus corona ini agar bisa menahan diri, mengendalikan dari hal-hal yang sifatnya tidak sesuai dengan harapan dan keinginan kita, karena apa yang kita harapkan dalam kehidupan masyarakat kadang kala memang tidak sesuai dengan harapan dan sebaik-baik kita adalah bagaimana menjadi orang bisa bermanfaat bagi yang lain.

5/27/2020

Belajar Shalat Membiasakan Untuk Disiplin Bagian I


Shalat adalah salah satu ibadah yang tidak akan ada habis-habisnya. Betapa agung nilai ibadah shalat, sehingga untuk melaksanakannya perlu pendidikan, pelatihan dan pembiasaan yang tidak ada henti-hentinya. Ibadah shalat selalu berkaitan dengan kondisi mental dan spiritual. Ibadah shalat dikerjakan secara total, aktivitas fisik dimulai dari takbiratul ihram hingga salam merupakan aktivitas rutin yang tidak boleh diganti dengan aktivitas lain kecuali orang-orang yang mendapatkan rukhsah karena mengalami masyaqat untuk tidak melaksanakan shalat sebagaimana mestinya.

Aktivitas rohani berkaitan dengan kondisi mental spiritual, aktivitas rohani menyertai aktivitas fisik. Maka bila antara aktivitas fisik dan rohani tidak sejalan, ibadah shalat menjadi tidak khusyuk, karena itu menjadi sulit untuk membedakan antara orang yang sudah melaksanakan shalat dengan yang tidak melaksanakan shalat. Yang semestinya dalam Aktivitas keseharian akan berbeda, karena shalat seharusnya dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar tetapi faktanya yang terjadi terkadang “shalat terus maksiat tetap jalan”.

Belajar shalat
Belajar shalat merupakan proses atau usaha dari tidak tahu agar menjadi tahu, dari sudah tahu agar menjadi paham, dari paham untuk dilaksanakan, dari keterpaksaan menjadi keikhlasan. Belajar shalat biasanya diterapkan bagi kelompok anak-anak, dia tidak tahu kaifiyah dan bacaannya, dia belum paham tentang makna shalat sehingga usia anak-anak biasanya pembelajaran hanya terbatas pada ibadah lahir, gerakan, bacaan, ibadah batin belum bisa di belum terjangkau.

Dari pembelajaran itu dan dilakukan secara terus-menerus sehingga menjadi kebiasaan, setelah mendengar waktu shalat segera bergegas untuk menegakkan shalat. Ibadah shalat pada anak-anak biasanya terpengaruh oleh situasi dan kondisi dari lingkungan, shalat pada anak-anak rentan dengan perubahan. Bila berjajar dengan teman yang suka bermain, ia pun akan ikut bermain, bahkan bila mendengar temannya batuk maka akan pura-pura batuk, teman lain pun juga ikut batuk. Sehingga sering ditemuai dalam pelaksanaan shalat berjama’ah tersedngar suara batuk yang bersahut-sahutan karena tingkah anak-anak.

Pada suatu saat seorang ayah mengajak pada anaknya untuk menegakkan shalat, anak pun segera berwudhu dan setelah berwudhu segera berdiri di belakang ayahnya untuk shalat. Ayahnya mengucapkan takbiratul ihram menandai bahwa shalat sudah dimulai anaknya sebagai makmum ikut takbiratul ihram. Tetapi kemudian terdengar bunyi “rengeng-rengeng” seperti sedang menyanyi, tidak begitu jelas, tetapi bukan bacaan shalat. Kebetulan anaknya sebelum shalat baru saja melihat tayangan di TV sehingga mungkin masih terbawa ketika shalat. Ayahnya mengucapkan Allahu Akbar menandakan untuk ruku’, sampai duduk akhir masih terdengar suara rengeng- rengeng. Setelah selesai shalat sang ayah menanyakan pada anaknya tadi kamu membaca apa? Anaknya menjawab “memikirkan sesuatu”. Ini sebagai contoh bahwa shalatnya anak kecil sangat terpengaruh dengan lingkungan dan ternyata pada orang tua pun konsentrasinya menjadi terpecah.

Belajar shalat tidak akan ada ada ada habisnya pada awalnya tahu kaifiyahnya dan bacaannya. Bagaimana menjaga kaifiyahnya dan bacaan sesuai dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, sadar dengan apa yang dilakukan, tahu dengan yang dibacanya. Kaifiyah shalat dijaga, i'tidal dan tuma'ninah nya demikian, pula bacaan shalat hendaknya jelas dan dapat dipahami dari itu memerlukan pembelajaran dan pelatihan.

Pembelajaran dan pelatihan untuk selalu dijaga dan dilestarikan, setelah itu akan selalu berupaya menyatukan antara gerakan lahir dengan menghadirkan hati, karena sering terjadi bahwa jasad nya berada di tempat shalat, namun hati dan pikirannya kemana-mana. Hati sibuk dengan urusannya, pikiran juga sibuk dengan urusannya. Padahal shalat adalah mi’rajnya bagi orang-orang mu’min. maka satukanlah jasat, hati, bacaan dan gerakan sedang menghadap Allah SWT. Lihat Belajar Shalat dan Sempurnakan Wudhu Bagian II