Tampilkan postingan dengan label Hidup Sehat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hidup Sehat. Tampilkan semua postingan

5/24/2020

Merasa Bersalah, Mohon Maaf



Di hari yang fitri ini, hari kemenangan bagi umat Islam setelah selesai menuntaskan ibadah puasa Ramadhan selama sebulan, semoga ibadah puasa kita diterima oleh Allah SWT. Sebagai insan yang lemah, dalam setiap saat berinteraksi sosial, disana ada hal-hal yang selaras dengan pandangan dan pemikiran namun ada juga yang berbeda, sehingga manusia berpotensi untuk berbuat benar, salah dan dosa.

Karena itu mohon berkenan penulis untuk menyampaikan permohonan maaf atas segala salah dan khilaf dalam setiap tulisan kami. Saya hanya berharap semoga dapat memberikan manfaat bagi semua, ingin kami turut membangun masyarakat, bangsa dan negara. Dengan segala kemampuan yang kami miliki, kami berusaha menyampaikan pandangan, pemikiran dan hasil perenungan. Sebaliknya dengan keterbatasan yang ada, karena kurangnya pengetahuan dan pemikiran, kami selalu berusaha untuk meminimalisir kekurangan, kami akan berusaha memperbaharui setiap kekurangan.

Kami bukan orang yang benar tetapi kami berusaha untuk menjadi benar, kami tidak sempurna tetapi kami berupaya untuk meraih kesempurnaan, Allah telah menciptakan alam semesta bagi kepentingan manusia, dengan alam (ciptaan Allah) tersebut kita bisa belajar, dan alam mengajarkan kepada kita apa yang telah, sedang dan akan terjadi.

Karena itu semua hasil pemikiran dan perenungan yang tertuang dalam tulisan dimungkinkan ada suatu yang tidak sesuai dengan pandangan dan pemikiran para pembaca. Karena itu dengan kerendahan hati kami memohon maaf yang setulus-tulusnya.

تقبل الله منا ومنكم وجعلناالله منالعائدين والفائزين

Semoga Allah menerima (puasa) kita dan menjadikan kita kembali (dalam keadaan suci) dan termasuk orang-orang yang mendapat kemenangan.

Selamat hari raya Idul Fitri 1441 H, mohon maaf lahir dan batin.

5/20/2020

Tinggalkan Kesenangan Sesaat, Raih Kebahagiaan Selamanya



Tradisi menyambut Idul Fitri dengan persiapan makanan, pakaian, perhiasan berlangsung secara turun-temurun. Padahal yang seharusnya Idul Fitri adalah kembali pada kesucian, untuk mendapat ampunan Allah. Idul Fitri mulai menapaki hidup dan suasana yang baru, dapat melanjutkan ibadah puasa Ramadhan dan segala amaliah untuk dilaksanakan diluar bulan Ramadhan.

Setelah selesai puasa Ramadan, mulai bergegas untuk puasa tanggal 2-7 Syawal, dengan melaksanakan puasa sunah, puasa Senin Kamis, puasa Dawud, puasa tengah bulan. Shalat tarawih dilanjutkan dengan shalat hajad, tahajud, istikharah dan lainnya. Tadarus Alquran untuk dibiasakan, pengelolaan zakat fitrah dengan meningkatkan infaq dan shadaqah. Sehingga Idul Fitri bukan menjadi bar-baran (semuanya sudah selesai), puasanya sudah bar, tadarus nya sudah bar, infaq shadaqahnya sudah bar, semua amal ibadah menjadi bar atau berakhir dan akan kembali pada tahun yang akan datang.

Puasa Ramadhan dengan segala amaliyahnya menjadi kegiatan-kegiatan ibadah yang belum dikondisikan kelanjutannya, kadang organ tubuh belum siap menerima keadaan. Shalat tarawih biasanya ramai pada minggu pertama, tadarus Alquran hanya pada bulan Ramadhan, infaq shadaqah hanya pada bulan Ramadhan dan semua amaliah yang baik hanya tinggal kenangan saja. Setelah selesai puasa Ramadhan diawali dengan memasuki 1 Syawal perilaku israf dipupuk kembali.

Sikap Frontal
Ibadah puasa Ramadhan pada tahun 1441 H/2020 M sangat berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana gema dan gebyar Ramadhan terjadi dimana-mana, shalat tarawih, tadarus Alquran, majelis taklim, nuzulul Qur’an, salat berjamaah, pada tahun tersebut dan tahun-tahun sebelumnya. Tetapi pada tahun ini menjadi tahun berbeda, dimana setiap ibadah biasanya dipusatkan di masjid/ musholla tetapi pada tahun ini dihimbau untuk dilaksanakan di tempat tinggal masing-masing.

Pemerintah dan lembaga keagamaan telah memberikan himbauan namun ternyata masih banyak umat Islam yang tidak menghiraukan himbauan tersebut. Perkumpulan orang-orang tetap dilaksanakan, shalat Jum’at, tarowih, tadarus Alquran dilaksanakan secara bergerombol, majlis taklim. Pada umumnya mereka tidak mau meninggalkan momentum penting pada bulan Ramadhan. Ibadah yang penuh berkah tetap dilaksanakan seakan-akan tidak ada wabah pandemi Covid-19.

Keyakinanpun menjadi sikap frontal, tidak mau mengikuti himbauan dari pemerintah dan MUI, memang banyak orang yang menyayangkan meninggalkan amaliyah ibadah di bulan Ramadhan. Namun satu sisi berusaha melakukan kebaikan dan amal shalih, tetapi idak menghiraukan sikap saling menghormati dan saling menghargai, tidak menghiraukan seruan amaliah di bulan Ramadhan.

Kenangan Sesaat
Lebaran tahun ini berbeda dengan tahun-tahun yang telah lalu, dimana aktivitas dan gerak dibatasi karena adanya wabah pandemi virus corona/ Covid- 19. Untuk melawan dan menghentikan penyebarannya dengan pengurangan aktivitas kegiatan sosial, perkumpulan, sosial distancing, PSBB bahkan lock down. Pembatasan ini juga harus dengan kesadaran diri untuk meninggalkan kesenangan sesaat yang bisa jadi akan menimbulkan musibah, bencana pada masa yang akan datang. Demikian pula Idul Fitri hendaknya dirayakan dengan kondisi yang sederhana. Mulai dari makan, minum, pakaian, perhiasan dengan yang sudah ada atau apa adanya. Tidak perlu terlalu fokus pada kegiatan pesta, makan-makan, minum dan saling berkunjung.

Ada pesan Idul Fitri yang disampaikan lewat lagu lama yang dinyanyikan oleh Dea Ananda:

Baju baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada baju yang lama

Sepatu baru Alhamdulillah
Tuk dipakai dihari raya
Tak punya pun tak apa-apa
Masih ada sepatu yang lama

Potong ayam Alhamdulillah
Untuk dimakan di hari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada telur ayamnya

Bikin kue alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak bikin pun tak apa-apa
Masih ada singkong goreng nya

Ref:
Hari raya Idul Fitri
Bukan untuk berpesta- pesta
Yang penting maafnya lahir batinnya

Untuk apa berpesta-pesta
Kalau kalah puasanya
Malu kita kepada Allah yang esa.

Kupat sayur alhamdulillah
Tuk dimakan dihari raya
Tak ada pun tak apa-apa
Masih ada nasi uduknya

Pembatasan dan pengendalian diri sebagai hasil dari pelaksanaan ibadah puasa, dimana puasa merupakan tameng dari perbuatan yang tidak baik, puasa melatih berbuat sabar dan ikhlas, puasa mewujudkan kepedulian sosial dan empati, puasa untuk pensucian rohani dari hawa nafsu yang tidak baik. Selama 1 bulan umat Islam telah dilatih atau melatih diri, menerpa diri dengan akhlak dan perilaku yang terpuji dengan landasan iman dan taqwa kepada Allah.

Kesederhanaan dalam makan, minum, pakaian dan penampilan bukan karena menghadapi pandemi, tetapi seungguhnya merupakan perintah agama. Sederhana bukan berarti bahil tetapi untuk selalu memupuk kedermawanan, jiwa sosial, empati dan ukhuwah bersama. Kita tidak tahu sampai kapan wabah pandemic Covid-19 akan berakhir. Ilmuan dunia belum menemukan vaksin, semua orang hanya bisa antisipati, jaga diri dengan mengikuti himbauan ulama’ dan umara’.

Memang kadang tidak ikhlas untuk meninggalkan atau mengalihkan kebiasaan yang sudah berjalan dengan baik, shalat Jum’at, shalat berjamaah di masjid/ musholla, shalat tarorih, pemberian kupon infaq sedekah, shalad Id di masjid dan lapangan terbuka, shilaturahim, halal bihalal. Semua ini adalah ibadah yang sudah mentradisi dan tradisi yang sudah membudaya. Tak aneh bila melihat selebaran dan himbauan untuk tidak menyelenggarakan kegiatan atau mendengar himbauan, banyak orang yang menanggapi dengan sinis. Dalam kondisi seperti ini sebaiknya semua orang untuk dapat menerima dengan ikhlas. Ingat bahwa pengorbanan ini untuk kepentingan jangka panjang dan kepentingan orang banyak. Masih banyak jalan untuk mendapat kebaikan dan masih banyak cara untuk membuat kebaikan.

Tidak shalat Jumat tetapi menegakkan shalat dhuhur, tidah shalat bejamaah di masjid/ musholla tetapi selalu menjaga shalat jamaah di keluarga, tidak shalat tarowih di masjid/ musholla tetapi selalu menegakkan shalat tarowih bersama anggota keluarga, zakat, infaq dan sedekah diamanatkan kepada lembaga amil zakat, shalat Idul Fitri dilaksanakan di keluarga, shilaturahim untuk dibatasi, halal bihalal secara on line.

Sesungguhnya yang membedakan hanyalah ibadah yang bernuansa sosial, sekalipun tidak ada shilaturahim semoga shilaturahim tetap terjaga. Jaga diri dan keluarga tingkatkan peduli pada orang lain. Tinggalkan kesenangan sesaat untuk meraih kebahagiaan masa depan lebih baik. Jangan anggap enteng sesuatu yang sudah jelas berbahaya, tidak ada yang dapat mencegah musibah dan bahaya kecuali kita diwajibkan untuk berusaha, berikhtiar dan tawakal. Semoga pandemic segera berakhir.

5/18/2020

Karena Malas Jadi Ambyar


Kata malas sering diungkapkan atau diucapkan oleh siapapun yang kadang tanpa disengaja. Kata yang mudah keluar dari mulut secara reflek, tanpa disadari bahwa efek dari ucapan itu dirasa sangat berat. Malas adalah salah satu sifat buruk yang ada pada manusia. Rajin adalah kebalikan dari malas. Waktu belajar di sekolah dasar di sana dikenalkan dengan peribahasa, rajin pangkal pandai, malas pangkal bodoh, hemat pangkal kaya. Kalimat itu masih membekas dan kadang bisa menjadi sumber inspirasi dan nasihat bagi anak-anak.

Kata ini sangat penting untuk dicermati, ketika sedang menghadapi permasalahan, sedang menerima tugas, akan menjawab malas, capek. Ada anak sekolah, setelah pulang sekolah disuruh oleh orang tuanya untuk segera berganti pakaian dan membantu orang tuanya, anak menjawab, malas, capek. Orang yang sudah hidup berumah tangga pagi hari enak-enakan tidur di tempat tidur atau duduk- duduk, santai sambil nonton TV dan lain sebagainya sehingga ketika diingatkan untuk beraktifitas, jawabnya malas. Jawaban ini sangat mudah untuk diucapkan, tanpa disadari bahwa sebenarnya apa yang diucapkan itu menjadi doa yang bisa jadi akan menjadi kenyataan.

Hendaknya ketika sedang capek, bagaimanakah dari sikap apatis menjadi dinamis, pesimis menjadi optimis, negative menjadi positif. Dengan maksud bahwa kata-kata dan ucapan akan menjadi sumber kebaikan dan keberkahan. Setelah istirahat nanti akan saya kerjakan, atau sebentar, saya relaksasi dulu biar tambah fres dan dapat inspirasi. Jadi sekalipun terasa capek, malas namun tetap ada dorongan untuk menyelesaikan tugas. Karena biasanya bila sudah keluar kata capek, malas maka kekuatan akan hilang.

Efek dari sikap malas.
Ucapan malas ini pun juga akan menjadi di doa, karena sikap malas sebenarnya akan menjadikan suatu permasalahan semakin menumpuk, pekerjaan akan tertunda, tugas akan ditunda, apapun akan tertunda, padahal tugas dan pekerjaan ini adalah suatu kewajiban yang harus diselesaikan. Kalau sudah sampai date linenya padahal belum ada realisasi atau tindakan untuk menyelesaikan. Maka akan memunculkan masalah-maslah baru, tugas-tugas baru sehingga membutuhkan waktu, tenaga, fikiran, biaya yang ekstra untuk menyelesaikannya. Dengan demikian akan berefek kesehatan, hubungan sosial dan kinerja.

Terlalu banyak pikiran maka akan mengganggu metabolisme tubuh. Contohnya akan terkena masuk angin, sakit maag, asam lambungnya naik, akan terkena hipertensi, diabetes, jantung dan sebagainya. Kemudian dari segi social, karena sibuk dengan urusan untuk menyelesaikan masalah, maka hubungan sosial menjadi renggang. Bahkan ketika bertemu dengan teman, sahabat, kerabat, saudara dengan siapapun. Raut muka Nampak carut-marut, tidak ada wajah ceria, yang ada adalah wajah serius, tegang menghadapi masalah untuk segera diselesaikan. Kemudian dari segi biaya pun orang yang seperti itu akan mengeluarkan biaya semakin banyak, karena untuk mengerjakan pekerjaan yang sudah menumpuk tentu membutuhkan suplemen makanan, agar kondisinya tetap fit.

Bita lihat kesuksesan seseorang, sesunggunya sukses itu bukan hanya di hayalkan dan direnungkan, tetapi butuh usaha, ikhtiar yang sungguh-sungguh, dilaksanakan dengan kedisplinan. Suatu kesulitan atau suatu hal yang seakan tidak bisa diatasi, apadahal itu hanyalah suatu bayangan fatamorgana. Ada seoarang sarjana S1 dia ternyata bisa bekerja pada bidang yang tidak dipelajari waktu sekolah dan kuliah, jauh melenceng dari disiplin ilmu yang dipelajari. Namun justru dari bangku sekolah dan kuliah itulah bisa merubah mind set, bahwa selagi mau mencoba, mau berusaha dengan sungguh-sungguh pasti bisa. Tidak ada yang tidak bisa terhadap sesuatu yang kelihatan. Yakinlah bahwa suatu yang nampak bisa dipelajari dan bisa dilakukan. Semamin sulit maka disitulah ujian bagi orang-orang yang berilmu.

Seorang professor, dia menjadi profesor bukan dengan serta-merta memperoleh gelar, tapi harus melalui proses, bagaimana mengelola diri terhadap waktu, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya. Allah itu menciptakan waktu bagi makhluk-Nya itu sama, sehari semalam 24 jam. Tetapi dari waktu 24 jam itu ada yang bisa mengelola waktu bisa memanfaatkan waktu dengan hal-hal yang baik. Contoh selalu membiasakan diri untuk bangun tidur lebih awal. Sebelum melaksanakan salat subuh selalu membiasakan diri untuk memanfaatkan waktu sepertiga malam yang terakhir untuk bermunajat kepada Allah, melakukan salat lail, berdoa kepada Allah agar diberikan petunjuk, kemudahan dalam segala urusan, diberikan petunjuk di dalam menjalani kehidupan di dunia, baik untuk dirinya sendiri, keluarga, maupun untuk orang lain.

Setelah salat subuh dilakukan secara berjamaah, kemudian melaksanakan tadarus Alquran, membaca buku membaca kitab atau mengikuti kajian jadi antara waktu subuh sampai matahari terbit selalu digunakan untuk merenungi diri, untuk mengasah otak pikiran, menjauhkan diri dari tempat tidur. Coba kalau dihitung dari segi waktu, berapa jam orang tersebut tidur dalam sehari semalam, mungkin hanya 3 sampai 6 jam sudah cukup, mengapa? Karena tidur yang berkualitas, tidur yang memang dilandasi dengan sunnah rasul. Banyak orang yang yang menggunakan waktu 24 jam waktu yang diberikan Allah, tetapi lebih banyak digunakan untuk tidur, untuk bermalas-malasan, maka yang terjadi mendapat kesulitan untuk bisa meraih cita-cita yang diharapkan.

Sesungguhnya malas itu merupakan penyakit hati yang harus diperangi, memang malas itu berkaitan dengan vitalitas tubuh, penyakit yang menyertai adalah mengantuk. Kalau mengantuk memang kurang istirahat obatnya untuk beristirahat, ngantuknya karena terlalu kenyang maka kurangi makannya, bila mengantuk tanpa sebab maka dicari sebab-sebabnya. Agar waktu yang dimiliki dapat lebih bermanfaat, karena malas bisa membuat rencana, cita-cita harapan menjadi ambyar. Untuk membalikkan sikap malas senantiasa bersyukur atas segala yang telah diberikan Allah.
Syukur diberikan kehidupan, hidup di dunia adalah kenikmatan yang diberikan oleh Allah yang harus disyukuri, karena sesungguhnya dunia adalah ladang bagi orang-orang yang beriman untuk menanam dan besok di akhirat adalah tempatnya untuk memanen. Diberikan kesehatan juga bersyukur, maka jangan malas untuk menjaga kesehatan. Karena kalau bermalas-malasan dengan kondisi yang ada, akan menjadikan tubuh menjadi kurang sehat, maka jangan malas untuk beraktifitas, jangan malas untuk bergerak, jangan malas untuk berolahraga, semua itu adalah upaya untuk mensyukuri nikmat kesehatan. Diberikan panjang umur kita renungkan, bahwa kita diberikan umur yang panjang oleh Allah merupakan kenikmatan. Wujud rasa syukur kita adalah dengan meningkatkan ibadah kepada Allah, maka agar menjadi orang yang bersyukur jangan malas melaksanakan ibadah dengan sungguh-sungguh karena dalam setiap ibadah pasti ada tantangan ada gangguannya ada hambatannya. Bersyukur diberikan kesempatan untuk melakukan perintah-perintah Allah, karena itu jangan malas untuk memanfaatkan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah. Sempatkan waktu untuk belajar, membaca, beribadah, untuk menolong sesame, melakukan kebaikan-kebaikan yang bermakna, sempatkan waktu untuk menggunakan waktu tenaga pikiran untuk kemaslahatan kepentingan bersama.

Malas belajar maka akan menjadi orang yang bodoh, malas bekerja maka akan menjadi orang yang miskin. Malas beribadah maka dia akan menjadi orang yang jumud orang yang susah berkembang orang yang susah menerima mendapat masukan dari orang lain. Malas dalam berdzikir, maka dia hatinya akan kosong dan berdampak pada amaliyahnya. Malas adalah penyakit rohani dan harus diobati.

5/13/2020

Mencari Keteladan Sejati, Adakah Figur Sentral? Bagian II



Manusia adalah makhluk dengan dua dimensi yaitu dimensi lahir dan dimensi batin. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, manusia adalah makhluk Allah yang diberi taklif, tanggung jawab untuk menjaga, melestarikan, memanfaatkan sumber daya alam, karena itu manusia disebut sebagai khalifah, wakil Allah dimuka bumi. Disamping itu manusia adalah hamba Allah yang mempunyai tugas untuk menyembah beribadah kepada Allah, manusia diberikan tugas sebagai khalifah dan sebagai hamba Allah. Dua hal ini ini Allah kelak akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang sudah dilakukan oleh manusia.

Sangat penting untuk menerapkan prinsip keseimbangan, urusan dunia dan juga urusan akhirat diseimbangkan. Rasul pernah bersabda “berbuatlah duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan beramallah untuk akhirat, seakan-akan engkau akan mati besok pagi”. Dari hadits ini jelas sekali bahwa kita diberikan kewenangan untuk mencari karunia Allah dalam kehidupan dunia juga mencari karunia untuk kehidupan akhirat, mengapa? Dunia ini sementara, dunia hanyalah permainan, panggung sandiwara, dunia ini adalah seperti orang yang berpergian suatu saat akan kembali.

Manusia hidup di dunia tidak akan lama, tetapi hidup di akhirat adalah untuk selama-lamanya. Sebelum masuk ke alam akhirat kelak, manusia akan hidup di alam barzah atau alam kubur sampai batas waktu yang hanya Allah yang mengetahui. Setiap orang kelak di hari Qiamat akan mempertanggungjawabkan setiap amal perbuatan yang sudah dilakukan. Amal baik akan mendapatkan pahala yang kelak akan dimasukkan ke dalam surga nya Allah. Amal yang buruk maka akan mendapatkan dosa dan kelak akan dimasukkan ke dalam neraka. Pada dasarnya surga dan neraka adalah merupakan pilihan.

Dunia adalah ladang untuk menanam kebaikan sebagai bekal besok di hari Qiamat. Agar menjadi orang-orang yang lebih baik maka carilah suatu keteladanan didalam hidup ini, agar kehidupan kita itu bisa menjadi lebih baik. Dalam urusan akhirat maka lihatlah kepada orang yang lebih alim, orang yang lebih taat, giat dalam melaksanakan ibadah kepada Allah. Misalnya ada orang yang rajin membaca Alquran, lihatlah dia, tirulah dia. Ada orang yang rajin menegakkan shalat degan berjamah, lihatlah dia, contoh lah. Ada orang gemar berderma, membantu pada orang-orang yang fakir miskin dan yang membutuhkan, lihatlah dia maka dalam hatinya akan muncul rasa kepedulian untuk mebreikan bantuan. Jangan melihat kepada orang yang dibawahnya, bila dalam hal ibadah melihat kepada orang yang dibawahnya, maka dia akan susah untuk mencapai pada tingkat kesempurnaan dalam pengamalan ajaran agama Islam. Sebaliknya dalam urusan dunia maka lihatlah kepada orang yang di bawahnya Rasulullah SAW pernah bersabda:

خَصْلَتَانِ مَنْ كَانَتَا فِيهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا وَمَنْ لَمْ تَكُونَا فِيهِ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا مَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَاقْتَدَى بِهِ وَمَنْ نَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ فَحَمِدَ اللَّهَ عَلَى مَا فَضَّلَهُ بِهِ عَلَيْهِ كَتَبَهُ اللَّهُ شَاكِرًا صَابِرًا وَمَنْ نَظَرَ فِي دِينِهِ إِلَى مَنْ هُوَ دُونَهُ وَنَظَرَ فِي دُنْيَاهُ إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَهُ فَأَسِفَ عَلَى مَا فَاتَهُ مِنْهُ لَمْ يَكْتُبْهُ اللَّهُ شَاكِرًا وَلَا صَابِرًا


"Ada dua perkara yang barangsiapa memilikinya maka Allah akan mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar, dan barangsiapa yang tidak memiliki keduanya maka Allah tidak mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan penyabar, yaitu barangsiapa yang melihat (mengukur) agamanya dengan orang yang lebih tinggi darinya lalu dia mengikutinya, dan barangsiapa yang melihat (mengukur) dunianya dengan orang yang paling rendah darinya lalu dia memuji Allah atas karunia yang diberikan kepadanya, maka Allah akan mencatat dia sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar, namun barangsiapa yang melihat agamanya dengan orang yang lebih rendah darinya dan melihat dunianya dengan orang yang lebih tinggi darinya dan dia bersedih atas dunia yang tidak didapatkannya, maka Allah tidak mencatatnya sebagai seorang yang pandai bersyukur dan bersabar." (HR. Tirmidzi: 2436)

Allah akan melihat orang yang bersyukur dan bersabar adalah orang yang melihat orang lain dalam hal ibadahnya kepada orang yang di atasnya dan orang yang melihat orang lain dalam hal keduniawiannya kepada orang yang di bawahnya. Maka visualisasi dalam mencari keteladanan adalah dengan melihat orang-orang yang baik dalam hal ibadahnya pada orang yang di atasnya. Dengan ini orang akan mnghitung- menghitung, menyadari kekurangan yang ada pada dirinya, dia akan menjauhkan diri dari sifat kibir, ujub, riak dan perilaku-perilaku lainnya. Dengan demikian akan menjadi orang yang lemah lembut, berperilaku baik, pandai dalam mensyukuri dan menghormati orang lain, tidak mudah untuk menyalahkan orang lain, karena bila melihat orang lain dalam hal ibadah, kepada orang yang diatasnya, maka sungguh kecil dirinya alangkah dhaifnya.

Demikian pula dalam urusan duniawi, lihatlah kepada yang di bawahnya, niscaya akan menjadi orang yang bersyukur. Misalnya ada orang yang mempunyai mobil dan mobilnya sudah mobil yang tua, bila sedang berbincang dengan teman-temannya yang mempunyai mobil baru maka dirinya merasa iri dan bersedih kenapa tidak bisa memiliki mobil yang baru. Karena itu hendaknya melihat kepada orang yang di bawahnya, bersyukur dirinya mempunyai mobil, walaupun mobilnya tua, tapi masih bisa digunakan untuk beraktivitas. Waktu hujan tidak kehujanan, waktu panas tidak kepanasan dan mobilnya tidak macetan, ini masih sangat beruntung, coba kalau melihat temannya atau saudaranya tidak mempunyai mobil dan hanya mengendarai sepeda motor, kalau hujan kehujanan, panas juga kepanasan, kena debu, kena angin.
Demikian juga orang yang mempunyai sepeda motor bersyukur, karena mendingan punya sepeda motor daripada saudaranya atau temannya atau orang lain yang tidak mempunyai sepeda motor, sehingga kemana-mana menggunakan sepeda ontel untuk beraktivitas, untuk bekerja menggunakan sepeda ontel. Orang yang punya sepeda ontel pun itu hendaknya bersyukur, karena apa, beruntung karena ada temannya, saudaranya yang tidak mampu membeli sepeda ontel sehingga kemana-mana dia dengan berjalan kaki, membawa barang, berjalan kaki ke mana.

Orang yang masih bisa berjalan itu juga sangat bersyukur, karena diberikan kesehatan oleh Allah sehingga ke mana-mana bisa berjalan beraktivitas dengan kedua kakinya. Sementara ada saudaranya atau temannya atau siapapun yang sakit ternyata dia sudah tidak bisa berjalan, kakinya sakit, lumpuh, semua aktivitas butuh pelayanan orang lain, makan minum sampai membersihkan diri tidak mampu tapi harus melalui bantuan orang lain. Maka orang yang masih bisa berjalan itu sangat bersyukur bila dibandingkan dengan orang yang sama sekali sudah tidak bisa berjalan tetapi orang yang sudah lumpuh misalnya di tempat tidur, tidak bisa beraktivitas. Pada orang yang teakhir inipun juga hendaknya tetap bersyukur, karena apa masih diberi kesempatan untuk bertobat memperbarui kesalahan-kesalahannya karena sakit itu adalah merupakan penebus dari dosa dan kesalahan yang sudah dilakukan bersyukur.

Coba kalau dilihat ada temannya atau saudaranya atau siapapun yang mati dalam kondisi yang mendadak, padahal dia dalam keadaan melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, sedang melakukan kemaksiatan kemudian dia dipanggil oleh Allah, maka sudah tidak ada kesempatan lagi untuk memperbaiki amal-amal, maka masih diberikan panjang umur, walaupun dalam kondisi apapun tetap bersyukur bahwa semuanya itu adalah pemberian Allah, maka dalam urusan keduniawian lihatlah kepada orang yang dibawahnya niscaya akan menjadi orang pandai bersyukur, mensyukuri segala nikmat karunia yang telah diberikan Allah kepada dirinya.
Carilah keteladanan kepada siapa pun yang melakukan perbuatan yang baik, karena Rasulullah juga pernah mengatakan bahwa “lihatlah pada apa yang dikatakan, bukan siapa yang mengatakan”. Jelas bahwa sumber kebenaran, keteladanan bisa datang dari siapa saja, dari orang miskin, anak kecil, orang kaya, orang cantik, orang gagah. Kalau mereka mempunyai perilaku yang baik, maka sebaiknya kita contoh. Tidak usah membedakan tidak usah memisahkan dia itu siapa, tetapi kalau memang mempunyai akhlak dan perilaku yang baik, maka jadikanlah teladan.
Keteladanan itu tidak tidak sentral pada seseorang, Karena manusia itu adalah makhluk yang tidak sempurna manusia makhluk yang perilakunya itu kadang berubah sesuai dengan situasi dan kondisi, kecuali pada orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah, dimanapun dan kapanpun selalu merasa dirinya dalam pengawasan Allah.

5/10/2020

Lalai Sebabkan Celaka dan Masuk Neraka



Lalai atau teledor adalah salah satu perilaku yang tidak baik. Perilaku tersebut bisa merugikan bagi diri sendiri dan juga orang lain. Lalai dari tugas, lalai dari tanggung jawab. Lalai dari tugas akan merugikan dirinya sendiri, tugas adalah amanah, kewajiban yang harus dilaksanakan. Cepat atau lambat harus diselesaikan. Bila tidak diselesaikan maka akan ditanyakan oleh yang memberi tugas. Setiap tugas tentu ada date linenya, kapan harus diselesaikan.

Untuk menyelesaikan tugas ini biasanya berdalih besok-besok saja kalau sudah ada waktu luang, besok-besok saja karena masih ada waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan. Keadaan ini yang membuat terkadang tugas semakin menumpuk, tugas yang ringan dan yang berat, yang mendesak diselesaikan atau yang lama menjadi menjadi tugas-tugas menumpuk yang tidak terselesaikan .

Makin cepat semakin baik
Sesungguhnya tugas-tugas bila diklasifikasikan menjadi:

  1. Tugas ringan akan terasa ringan bila segera diselesaikan dan menjadi berat bila ditunda-tunda untuk penyelesaiannya.
  2. Tugas berat akan menjadi ringan bila dilaksanakan step by step, pada dasarnya tidak ada tugas yang berat bila segera dilaksanakan.
  3. Tugas yang mudah akan semakin mudah bila segera diselesaikan dan tidak akan mempersulit.
  4. Tugas yang sulit akan berubah menjadi mudah bila selalu beruapaya, sesungguhnya sulit karena belummengerti cara penyelesaiannya.
  5. Tugas yang bersifat mendesak akan dapat diselesaikan bila dihadapi dengan sikap tenang.
  6. Tugas-tugas rutin akan membantu menyelesaikan, sikap istiqomah, ulet dan sabar, karena itu tugas rutin agar dijaga kontinuitasnya.


Akibat sifat lalai
Setiap perbuatan dan sktifitas pasti ada akibatnya, demikian pula sikap lalai berakibat:
  1. Pekerjaan kadang tidak bisa diselesaikan dengan tuntas dan baik, karena setiap tugas dan pekerjaan harus diselesaikan dengan rasa senang dan tenang. Dengan demikian akan memunculkan inspirasi, inovasi dan keterampilan untuk menyelesaikan tugas.
  2. Lalai akan merasakan siksa neraka, ada orang yang ingin merasakan siksa api neraka, maka jadilah orang yang lalai. Setiap tugas, tanggungjawab menuntut penyelesaian dengan tenaga, pikiran dan uang. Tenaga yang ada pada diri sendiri mempunyai kapasitas kemampuan. Bila masih di ambang batas maka akan merasakan kenyamanan, namun bila sudah melampaui ambang batas akan menjadi perilaku memforsir diri, tenaganya dipaksakan sehingga akan mengganggu metabolisme organ tubuh. Memforsir akan menyebabkan kurang nafsu makan, sehingga pekerjaan yang seharusnya ditopang dengan nutrisi yang cukup tapi justru mengalami kekurangan asupan nutrisi. 
  3. Untuk menyelesaikan tugas dengan tenaga dan fikiran yang melibatkan orang lain, perlu disadari bahwa orang lain juga mempunyai tugas, tanggung jawab dan kepentingan sendiri, sehingga tenaga dan fikiran bantuan orang lain bisa memberikan kontribusi menyelesaikan masalah sesuai dengan kehendaknya, namun bisa tidak sesuai dengan harapannya. Akibatnya penyelesaian masalah justru akan terkatung-katung bukan menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah.
  4. Menyelesaikan tugas karena lalai membuat tubuh terasa remuk, untuk duduk tidak enak tidur tidak nyaman karena itu akibat dari menumpuk pekerjaan yang menyebabkan terforsir nya tenaga dan pikiran. Sesungguhnya berat dan ringannya siksa neraka karena akumulasi dari dosa -dosa yang dilakukan, setiap orang setiap saat berpotensi untuk melakukan dosa. Dosa-dosa yang menumpuk akan memperberat sisksaan, karena itu untuk menguranginya dengan melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya, bertobat kepada Allah dan juga memperbanyak istighfar.
  5. Dari aspek humanisme lalai akan menyebabkan hubungan disharmoni karena tugas yang diamanatkan seakan tidak dihiraukan, pemeri tugas akan merasa dilecehkan.
  6. Menyebabkan carut-marutnya interaksi sosial, karena pikiran kusut, hati yang tidak tenang akan berpengaruh terhadap perilaku. Perilaku aneh interaksi social akan terganggu.
  7. Dari aspek religi atau keagamaan bahwa lalai akan dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang celaka.
Karena itu tidak ada pilihan “tinggalkanlah perilaku lalai dan segera beranjak untuk menyelesaikan tugas” agar segera beranjak pada kegiatan yang lain. “ Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (QS. Al Insyirah: 7). Tak lupa, untuk bersikaplah optimis bahwa setiap tugas pasti bisa dilaksanakan karena “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. “ (QS. Albaqarah: 286)

Sebagai penguat menyelesaikan tugas, mintalah pertolongan kepada Allah, dengan doa sebagai berikut:

  • Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah.
  • Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami.
  • Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya.
  • Beri ma'aflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami.
  • Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir.




5/05/2020

Sebaik-Baik dan Seburuk-Buruk Manusia, Perenungan Terhadap Umur



Allah menciptakan makhluk, ada manusia hewan, tumbuhan dan juga ada makhluk lain yang tidak nampak seperti golongan malaikat dan jin. Dari makhluk ciptaan Allah ini, siapakah makhluk yang paling sempurna? Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (QS. 95: 4). Manusia adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dalam bentuk yang paling sempurna, karena manusia mempunyai dua dimensi yaitu dimensi lahir dan dimensi batin. Manusia berbeda dengan golongan hewan, manusia berjalan dengan dua kaki ternyata manusia bisa berjalan melebihi kecepatan melebihi kecepatan seekor kijang, manusia tidak mempunyai taring tetapi manusia mempunyai kekuatan untuk mengalahkan harimau, manusia tidak mempunyai sayap tetapi manusia bisa melintas di udara melebihi kecepatan burung, manusia tidak tidak mempunyai mata yang tajam tetapi penglihatannya bisa melebihi pandangan burung elang, manusia tidak mempunyai pendengaran infrasonik seperti jengkerik tetapi manusia bisa mendengarkan suara yang sangat lembut.

Mengapa ini semuanya bisa dilampaui oleh manusia, tidak lain karena manusia diberikan akal yang sempurna oleh Allah, disamping itu manusia juga diberikan hati untuk merenungkan kebesaran Allah, manusia juga diberikan nafsu seperti hewan sehingga manusia bisa melanjutkan keturunan, bisa melakukan aktivitas dan sebagainya. Manusia diberikan panca indra yang sempurna, manusia diberikan agama untuk mewujudkan kesempurnaan hidup sebagai pedoman hidup di dunia untuk mencapai keluarga yang sakinah mawaddah dan rahmah, bahagia di dunia dan akhrat kelak.

Tetapi dengan kesempurnaan ini, manusia juga diberikan nafsu, bahkan hawa nafsu, sehingga dengan hawa nafsu itulah kesempurnaan manusia kadang menjadi ternoda. Hati manusia menjadi keruh, pikiran manusia tidak teratur, sehingga perbuatannya akan melenceng dari ketentuan syariat Allah, karena itu sebaik-baik manusia adalah yang selalu merenungi kebesaran Allah, mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepadanya, karena itu menyadari bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bisa memberikan kemanfaatan bagi yang lainnya. Untuk selanjutnya setelah menyadari tentang nikmat yang diberikan oleh Allah, lalu mensyukuri nikmat panjang umur yang telah diberikan. Hidup itu adalah merupakan kepastian, perbuatan baik dan buruk adalah suatu pilihan, Rasulullah Muhammad SAW, pernah mengatakan bersabda:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ قَالَ فَأَيُّ النَّاسِ شَرٌّ قَالَ مَنْ طَالَ عُمُرُهُ وَسَاءَ عَمَلُهُ


Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam menjawab: "Orang ya ng panjang umurnya dan baik amalnya." Ia bertanya: Lalu siapa orang yang terburuk itu? Rasulullah Shallallahu 'alahi wa Salam menjawab: "Orang yang panjang umurnya tapi buruk amalnya. (HR. Tirmidzi: 2252, Ahmad: 19519)

Kadangkala kita tidak pernah merenungkan bahwa usia yang yang sudah dijalani dengan yang belum dijalani ternyata sudah banyak yang dijalani, tetapi pikiran dan perasaan seakan-akan kita masih akan hidup seribu tahun yang akan datang, sehingga dengan demikian soal perbuatan baik atau buruk itu kadangkala tidak dipertimbangkan. Untuk melakukan perbuatan baik hanya sekedarnya saja atau mengikuti naluri saja dan orang melaksanakan perbuatan buruk itu dipandang sebagai suatu yang biasa saja. Karena itu, kita renungkan bahwa ternyata alokasi umur yang diberikan oleh Allah kepada kita semakin hari itu akan semakin berkurang, karena itu dengan berkurangnya usia, hendaknya bisa memanfaatkan sisa usia yang diberikan Allah untuk melakukan perbuatan baik, sehingga akan menjadi orang yang bermanfaat bagi yang lainnya. Rasulullah juga pernah bersabda:


أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ قَالَ فَسَكَتُوا فَقَالَ ذَلِكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنَا بِخَيْرِنَا مِنْ شَرِّنَا قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ

"Maukah kalian aku beritahu orang yang paling baik di antara kalian dari orang yang paling buruk di antara kalian?" Abu Hurairah berkata: Para sahabat diam, beliau mengatakan demikian sampai tiga kali, kemudian salah seorang berkata: Ya, wahai Rasulullah, beritahukan kepada kami orang yang paling baik di antara kami dari orang yang paling buruk, beliau bersabda: "Orang yang paling baik di antara kalian adalah orang yang diharapkan kebaikannya dan aman dari kejahatannya, dan orang yang paling buruk di antara kalian adalah orang yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak aman dari kejahatannya." (HR. Tirmidzi: 2189)

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِخَيْرِكُمْ مِنْ شَرِّكُمْ فَسَكَتَ الْقَوْمُ فَأَعَادَهَا ثَلَاثَ مَرَّاتٍ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ خَيْرُكُمْ مَنْ يُرْجَى خَيْرُهُ وَيُؤْمَنُ شَرُّهُ وَشَرُّكُمْ مَنْ لَا يُرْجَى خَيْرُهُ وَلَا يُؤْمَنُ شَرُّهُ


"Apakah kalian mau aku kabarkan tentang sebaik-baik kalian dari sejelek jelek kalian, " maka orang-orang diam hingga beliau mengulanginya tiga kali, lalu seorang laki-laki dari mereka berkata; "Tentu wahai Rasulullah!, " maka beliau bersabda: "Sebaik-baik kalian adalah orang yang dinanti-nanti kebaikannya dan merasa aman dari kejelekannya, dan sejelek-jelek kalian adalah yang tidak diharapkan kebaikannya dan tidak merasa aman dari kejelekannya." (HR. Ahmad: 8456)

Rasulullah mengatakan tentang orang yang paling baik dan orang yang paling buruk bahwa orang yang paling baik adalah orang yang yang masih bisa diharapkan kebaikannya dan orang tersebut bisa menahan dari keburukannya. Jadi perbuatan baik menjadi motivasi untuk untuk selalu ditingkatkan dan bisa menahan atau mengendalikan diri untuk tidak melakukan keburukan. Kedua, seburuk-buruk orang adalah orang yang tidak bisa diharapkan kebaikannya dan tidak di bisa ditahan atau tidak bisa menahan keburukannya, jadi setiap hari setiap saat orang ini selalu mempunyai kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang tidak baik.

Orang yang yang mempunyai dorongan dalam dirinya untuk melakukan perbuatan baik, sehingga dengan kebaikan ini akan bisa memberikan kemanfaatan bagi dirinya, bagi orang lain, lingkungannya, bahkan bagi seluruh makhluk Allah. Kemudian dari segi keburukannya tidak ada dorongan bagi dirinya untuk melakukan perbuatan yang baik sehingga setiap saat ini selalu melakukan perbuatan yang melanggar larangan Allah, sehingga derajat manusia dari makhluk yang paling sempurna, kemudian diturunkan derajat martabatnya menjadi seburuk-buruk makhluk, “kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. (QS. 95:5-6)

Setelah jatuh dijerumuskan oleh Allah dalam tempat seburuk buruk tempat maka derajat martabatnya akan lebih rendah bila dibandingkan dengan hewan ternak nauzubillahminzalik, mudah-mudahan kita sekalian dijauhkan dari perilaku yang tidak baik dan agar kita bisa terhindar tiada lain kita berpegang teguh kepada ada nashnya Allah, Alquran dan hadis Nabi Muhammad ahallallahu alaihi wasallam

5/02/2020

Menu dan Kompleksitas Hidangan Puasa Ramadhan





Puasa Ramadan adalah salah satu rukun Islam yang lima, di mana diwajibkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala bagi setiap muslim yang telah mencapai pada usia akil baligh, karena itu ibadah puasa tidak boleh ditinggalkan kecuali bagi orang-orang yang memang diberikan rukhsah atau keringanan untuk tidak melaksanakan puasa. Tidak melaksanakannya puasa itu karena ada halangan atas kehendak manusia atau karena Sunatullah atau fitrah. Keringanan untuk tidak puasa karena kehendak manusia diantaranya adalah musafir, dia boleh meninggalkan puasa dengan diqadha pada waktu yang lain. Perjalanan musafir ini karena dikehendaki.

Yang kedua ruhshah karena tidak dikehendaki atau karena Sunatullah seperti orang sakit yang dimungkinkan sakitnya itu tidak bisa sembuh lagi, maka dia tidak wajib mengqadha puasa, tetapi diganti dengan membayar Fidyah. Adapun bagi orang yang sakit, tetapi suatu saat kemungkinannya bisa sembuh maka dia tetap wajib mengqadha puasa Ramadhan. Kemudian yang tidak dikehendaki tapi dia mendapatkan rukhsah adalah wanita yang melahirkan, menyusui, haid, atau nifas maka bagi wanita yang demikian ini bisa membayar Fidyah dan kemudian melaksanakan Qadha puasa bila sudah ada kesempatan.

Dalam perkembangannya, bahwa untuk memberikan pendidikan dan pelatihan puasa, ternyata anak-anak pun itu perlu di latih untuk melaksanakan puasa, di samping untuk mendidik agar anak mempunya sifat-sifat dan akhlakul karimah, dengan puasa itu, kelak setelah menginjak usia remaja sampai pada usia baligh dia akan mempunyai kesadaran, ketahanan untuk melaksanakan puasa Ramadhan, walaupun pada dasarnya anak-anak yang belum mencapai usia akil baligh itu tidak diwajibkan untuk melaksanakan puasa. Karena sering ditemukan banyak orang yang sudah dewasa tidak kuat untuk melaksanakan puasa. Hal ini dikarenakan mereka waktu kecil tidak dilatih melaksanakan puasa.

Usia anak-anak adalah usia menanamkan keimanan, ilmu dan akhlakul karimah, karena di dalam keluarga, sekolah, Pondok Pesantren dan di manapun anak memerlukan keteladanan yang kelak bisa menjadi rujukan bagi anak-anak untuk berbuat yang baik. Karena itu untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada anak diperlukan kesabaran, keuletan, ketekunan dan keikhlasan, hal ini bisa kita saksikan di dalam kehidupan rumah tangga. Kalau kita bertanya kepada para ibu, di mana dari beliaulah biasanya yang menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan sahur, kalau dihitung-hitung secara materi antara bulan puasa dengan bukan bulan puasa lebih banyak yang manakah belanja untuk keperluan konsumsi.

Mungkin sebagian diantara kita akan mengatakan, bahwa kebutuhan konsumsi di bulan Ramadhan lebih banyak bila dibanding dengana kebutuhan konsumsi di luar bulan puasa. Mengapa demikian, karena dilihat dari rutinitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi, bila di luar bulan puasa biasanya orang makan sehari sebanyak 3 kali belum lagi dengan kebutuhan-kebutuhan yang lain, termasuk yang biasa dengan kuliner. Tentu bila dikalkulasi menjadi banyak.

Benarkah demikian? Ternyata kalau diamati ternyata bulan puasa itu kebutuhan konsumsinya jauh lebih besar. Karena apa? Di samping kebutuhan makanan pokok yaitu makanan berat yang berwujud nasi dan lauk- pauk. Biasanya diikuti dengan hidangan pembuka dan penutup, seperti minuman, sup buah, juz, kelapa muda, buah-buahan, kolak, makanan kecil, snack dan lain sebagainya. Bila hidangan itu apa adanya artinya orang tua belum bisa memenuhi harapan dan kebutuhan putra-putrinya.

Karena itu banyak pula di kalangan para ibu, sejak siang hari atau sehabis melaksanakan salat zuhur sudah mulai sibuk mempersiapkan hidangan berbuka puasa, berwarna-warni bentuk hidangannya dengan harapan bahwa makan buka puasanya akan terasa enak. Demikian pula Ketika nanti akan melaksanakan makan sahur juga akan merasakan enak. Tentu saja dalam batas-batas kewajaran.

Sesungguhnya makanan akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh, jadi bagaimanakah pada bulan Ramadhan agar bisa menjaga pola makan:

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al A’rof: 31)

Kebiasaan makanan makan minum yang berlebihan, porsi yang banyak, sekalipun bervariasi, namun justru akan terjadi kelebihan sehingga kandungan makanan dan minuman yang berlebih sehingga menyebabkan kurang bersemangat dalam melaksanakan ibadah. Hendaknya puasa Ramadhan itu dijadikan sebagai bulan pemusatan pelatihan agar jiwa mempunyai sifat disiplin, kuat mental, terbina, mapan dan rohani yang murni. Sewaktu perut kenyang banyak darah yang tersalur untuk melakukan proses pencernaan, selagi puasa ketika perut kosong volume darah ke bagian pencernaan dapat dikurangi dan dapat dipakai untuk keperluan lain terutama untuk melayani otak. Zat makanan yang telah tersaring bersih dari usus panjang lalu ke jantung tersalurkan ke seluruh tubuh dan saat itulah sel-sel menerima makanan. Itulah sebabnya meski manusia memerlukan makanan, hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan kemampuan tubuhnya, gizi yang memadai sehingga kerja sel tersebut berjalan lancar demikian juga kemampuan otak selaras.

Namun apabila perut manusia selalu dipenuhi makan dan berlebihan maka sel-sel tadi akan kebanjiran zat makanan akibatnya urat saraf menjadi lemah dalam bekerja, otak terhambat dan mundur. Sebaliknya kalau kita memberikan waktu perut dan lambung untuk membersihkan bermacam-macam kotoran yang setahun penuh bermukim di dalamnya, maka kerja otak kita bertambah giat dan cepat, sehingga menimbulkan daya yang sanggup memecahkan berbagai persoalan tanpa rasa letih, cara berpikir yang energik. Dengan puasa, kita dapat mengurangi atau bahkan dapat menghilangkan kemungkinan masuknya kuman kuman ke dalam lambung. Para ahli bidang kedokteran mengakui bahwa perut sumber asal penyakit:

اَلْبَطْنُ اَصْلُ الدَّائِنِ وَالْحِمْيَةُ اَصْلُ الدَّوَائِنِ

“Perut adalah sumber penyakit, dan pemeliharaannya merupakan obat yang paling utama”.

Orang yang terlalu kenyang, mudah terserang ngantuk, malas, letih dan konsentrasi kemampuan pikir menjadi kurang. Karena itu Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya ilmu dan akal tidak mungkin ada bersama lambung yang penuh, dengan makanan nabi bersabda perut semisal kolam air, dalam badan manusia dan pembuluh pergi ke sana untuk diisi. Kalau perut itu sehat maka kesehatan yang dibawa kembali oleh pembuluh darah, sebaliknya kalau perut itu sakit, penyakit lah yang dibawa otak.

Otak adalah titik sentral di dalam organ tubuh manusia untuk berpikir,belajar dan bekerja. Ini berarti bahwa selama lambung kosong, sewaktu berhenti sejenak dari kerja keras selama setahun, cara berpikir lebih cemerlang. Jadikan puasa kita yang lengkap fisik, psikis dan kejiwaan melatih ketenangan batin, menumbuhkan akal pikiran yang sehat, mengendurkan ketegangan, stress , menghilangkanmencernakan iri, dengki, hasud dan lainnya .