1/20/2015

Menjaga dan Melestarikan Haji Mabrur, Dalam penegakan Syari'at Islam



Haji Mabrur adalah suatu predikat dan prestasi ibadah haji yang diidam-idamkan setiap muslim yang telah melaksanakan ibadah haji. Harapan dari haji yang mabrur adalah surga. Sudah tahukah surga yang diidam-idamkan bagi setiap muslim? Berdasarkan pengamatan panca indra tak seorangpun yang sudah mengetahui tentang surga. Surga kebalikannnya adalah neraka, surga menjadi tempat yang diharapkan bagi seluruh penganut agama dan neraka adalah suatu tempat yang tidak diharapkan. Tak seorangpun yang menginginkan menjadi penghuni neraka. Sekalipun orang belum pernah mengetahui surga dan neraka, namun agama telah mengajarkan tentang adanya surga dan neraka. Keduanya adalah merupakan ranah keyakinan yang tidak dapat dilogikakan. Walaupun demikian Allah memberikan akal kepada manusia untuk memahami tentang sesuatu yang bersifat gaib.

Orang yang melaksanakan ibadah haji berharap akan memperoleh balasan berupa surga, dan surga adalah suatu tempat yang diperuntukkan bagi orang yang mempunyai jiwa yang bersih. Karena itu setiap orang sebelum orang memasuki surga akan dibersihkan terlebih dahulu dosa-dosanya dalam siksaan api neraka. Sebelum habis dosanya maka tidak akan dimasukkan ke dalam surga, karena itu agar kelak tidak terlalu lama menjadi penghuni neraka maka diupayakan untuk selalu melaksanakan dan meningkatkan amal shalih.

Ada suatu lompatan peningkatan ibadah yaitu setelah menajalankan ibadah haji bila memperoleh predikat haji mabrur. Reflektifitas semangat spiritualitas religious akan mewarnai dalam setiap kehidupan. Selalu merindukan untuk menegakkan shalat dengan berjama’ah, gemar bersedekah, gemar menuntut ilmu dan mengajarkan, selalu berupaya untuk menjadi teladan, selalu bermuka manis kepada sesama, komunikatif dan kehadirannya selalu dirindukan bagi orang lain. Lompatan peningkatan kwalitas ibadah tidak selamanya berjalan dengan mulus dan lancar, karena akan selalu dihadapkan dengan kondisi kehidupan. Ada suka, ada duka, ada kesalihan ada kemaksiatan, ada suka ada benci, ada makruf ada munkar dan sebagainya. Dengan kondisi kehidupan manusia yang demikian ini maka memungkinkan kwalitas ibadah haji menjadi semakin surut.

Mempertahankan kesalihan menjadi pekerjaan yang berat dan harus selalu dipertahankan, karena “Al Imanu yazidu wayanqushu” iman kadang bertambah dan kadang berkurang. Ketika keimanan seorang hamba Allah sedang mengalami peningkatan bisa mengungguli kesalihan malaikat yang selalu taat kepada perintah Allah, namun ketika keimanannya sedang menurun atau hilang maka kualitas keimanannnya menjelma menjadi perilaku yang lebih rendah dari binatang ternak.

“ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai”. (QS. Al A’rof: 44)

“ Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu)”. (QS. Al Furqon: 44)

Pernah suatu saat salah seorang teman pernah merasakan tentang kenikmatan ibadah di tanah suci, bagaimanakah dalam setiap hari ingin selalu memenuhi panggilan Allah. Setiap saat akan selalu mendatangi masjid, takut didahuli oleh orang lain. Apa yang dilakukan dalam setiap saat adalah ibadah. Setelah beberapa saat pulang ke tanah air dia masih merasakan kehidupan beragama seperti di tanah suci, tetapi keindahan kehidupan beragama yang demikian itu terasa semakin hari bukannya semakin meningkat tetapi justru merasakan adanya penurunan. Dia seoarang anak muda, usianya masih di bawah tiga puluh tahun. Mungkin diantara kita masih memaklumi, walaupun sesungguhnya Allah akan melebihkan bagi generasi muda yang taat beragama.

Bila orang tua taat beragama hal ini adalah hal yang wajar namun bila anak-anak muda senantiasa giat dan istiqomah didalam menjalankan perintah agama dialah pemuda yang luar biasa. Banyaknya godaan justru menyadarkan dirinya sedang diuji oleh Allah, semakin kuat iman dan semakin banyak ilmu, semakin tinggi pangkat dan jabatan, semakin banyak materi yang ditumpuk maka ujiannya akan semakin kuat. Satu masalah belum dapat diselesaikan sudah datang permasalahan yang lainnya. Bila adanya ujian dibiarkan, diberikan harta yang banyak dan melimpah bukannaya semakin dermawan namun semakin bakhil dan membiarkan kebakhilannya terus dikembangkan. Ketika mendengar seruan adzan tetap asik dengan aktifitas dan pekerjaaanya. Apalagi diwaktu pagi hari, udara yang dingin, rasa kantuk ingin tetap berleha-leha di tempat tidur. Mendatangi menjalis taklim semakin turun, apalagi mengajarkannya.

Bila kondisi ini dibiarkan secara tidak sadar sesungguhnya dirinya sedang membiarkan penguasaan hawa nafsu yang berusaha untuk menggerogoti keimananya. Sangat disayangkan bila keimanan yang dahulu telah tertancap didalam qalbu yang kemudian membuahkan amal shalih tidak diupayakan untuk ditancapkan lagi, dimanakah letak kesempurnaan manusia.

“ Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.
Kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya. Maka apakah yang menyebabkan kamu mendustakan (hari) pembalasan sesudah (adanya keterangan-keterangan) itu? Bukankah Allah hakim yang seadil-adilnya”? (QS. Ath-Thin: 4-8)

Upaya mengembalikan keimanan.
Keimanan bukan merupakan khayalan atau cita-cita atau sebagai perhiasaan saja, namun keimanan itu sesuatu yang telah tertanam di dalam hati diucapkan dengan lisan dan di amalkan dengan amal perbuatan. Karena itu iman harus dengan amal shalih bahkan selalu berwasiat dalam perbuatan yang hak dan kesabaran. Mempertahankan, menjaga dan meningkatkan keimanan yang diantaranya untuk menjaga kemabruran haji hal yang harus selalu diupayakan:

1. Berupaya untuk memaksakan diri dalam menegakkan ajaran agama.
Tidak ada paksaan dalam beragama, orang tidak bisa memaksakan keyakinan kepada orang lain. Namun ketika dirinya telah beragama, berarti telah memperoleh hidayah (petunjuk). Maka agar beragama dapat mewujudkan keindahan, keharmonisan bahkan dapat mendatangkan rahmat bagi sekalian alam. Tidak ada keikhlasan, kesabaran dan istiqomah yang diperoleh dengan tiba-tiba. Semua ini harus dipupuk dan selalu diberdayakan. Bahkan ikhlas kadang harus dipaksakan, bagaimanakah orang akan merasakan indahnya shalat berjama’ah bila tidak membiasaakan diri meninggalkan segala aktifitas ketika mendengar seruan adzan dan segera menegakkan shalat. Bagaimanakah akan merasakan indahnya shalat lail, puasa sunnah bila tidak mau menjalankan. Sesungguhnya sesuatu yang berat akan menjadi ringan bila dilaksanakan secara terus menerus, keikhlasan akan tumbuh bila dilaksanakan secara terus menerus.

Seorang teman pernah bercerita bahawa dirinya dahulu selalu dapat bangun pagi, sebelum shalat subuh dia sudah bangun. Bahkan lebih hebatnya dia berkisah bahwa sekalipun pada malam hari dia tidur sampai larut malam, tetapi ketika didalam hati berikrar akan bangun pagi sebelum subuh, ternyata pada pagi hari seakan ada yang membangunkan. Hati yang bersih, ikhlas dan istiqomah, sabar membangunkan tubuh yang sedang berbaring dalam tidur yang nyenyak. Namun mengapa sekarang keadannya jauh berbeda, sudah beberapa bulan dirinya tidak mendengar panggilan shalat subuh. Malam hari berniat akan bangun pagi ternyata tidak bisa bangun pagi, sekalipun pada malam hari selelu tidur lebih awal dengan harapan dapat bangun lebih pagi, ternyata tidak bisa terlaksana. Walaupun dia seorang mubaligh, yang ditingkat kampung dia di sebut seorang ustadz, pada pergaulan dipanggil dengan sebutan haji, di tempat kerja ada beberapa teman yang memanggil dengan sebutan kyai. Gelar terhormat dalam bidang agama ini ternyata belum bisa mewarnai kepribadian seorang yang alim yang mempunyai jiwa integritas.

Sebenarnya dengan kondisi yang demikian dirinya merasa malu, mengapa bila disebut, ustadz, kyai, haji namun belum bisa menjadi teladan bagi orang lain? Ternyata dengan niat yang ikhlas, Allah memberikan petunjuk kepadanya, melalui perjalann hidup sebagai seorang ustadz. Ketika dirinya menyampaikan taushiyah keagamaan, ada salah seorang jama’ah yang minta diajari untuk belajar membaca Alquran. Niat ini sebenarnya telah disampaikan pada istrinya tentang keinginannya untuk mengajar iqro’ kepada jama’ah pada pagi hari, setelah shalat subuh, dia berharap agar bisa bangun pagi. Tetapi didaalm hatinya ada kekhawatiran kalau sudah merencanakan dan melaksanakan apakah dirinya bisa istiqomah. Kekhawatiran ini terjawab ketika justru ada jama’ah yang menginginkan. Maka dimulailah mengajar iqro’ pada pagi hari, yang tadinya dalam satu minggu sekali yaitu pada hari Ahad, kemudian berkembang dan dilaksanakan setiap pagi hari. Mengapa dapat dilaksanakan, ibadah kepada Allah dimulai dengan tuntutan kewajiban untuk melayani orang lain, rasa tanggung jawab terhadap manusia akan mendorong konsistensi dan aktifasi kegiatan.

2. Mengaca kepada orang yang lebih shalih.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi Rasulullah SAW pernah berkata bahwa Allah akan mencatat menjadi pribadi yang syukur dan sabar, bila didalam urusan agama senantiasa melihat kepada orang yang diatasnya, kebalikannya dalam urusan dunia melihat kepada orang yang dibawahnya. Setiap muslim dalam menegakkan dan menjalankan perintah agama mempunyai spesifikasi sendiri-sendiri, setelah menjalankan ibadah maghdhah, ibadah yang bersifat wajib dan fardhu ada yang lebih menekankan pada ibadah sosial misalnya infaq dan shadaqah, ada yang menekankan pada puasa sunnah, shalat sunnah, shalat berjama’ah, mencari ilmu, zikir dan amalan amalan Islam lainnya. Dengan demikian kesalihan akan terpancar pada pribadi masing-masing orang tersebut.

3. Mengajar adalah salah satu upaya untuk.
Mengajar adalah menjadi guru dan guru berarti digugu dan ditiru. Guru yang bijak adalah yang dapat menjadi teladan, dapat mencontohkan, memberi contoh dan dapat dicontoh. Sehingga seorang guru hendaknya mempunyai jiwa integritas dimana antara keyakinan, ucapan lisan dan keilmuannya membentuk suatu perilaku yang shalih. Maka dengan mengajar akan mengingatkan pada diri sendiri bahwa dalam setiap gerak-geriknya akan diawasi oleh orang lain, sehingga bila pada suatu saat mengajarkan untuk berbuat baik namun karena sedang khilaf sehingga terjerumus pada perilaku yang tidak baik, maka orang lain atau anak asuh atau para jamaahnya akan menjadi pengerem dalam perbuatan yang tidak baik.

4. Berupaya untuk mengamalkan ajaran agama dimulai dari dirinya bsendiri, dimulai dari hal-hal yang kecil dan dimulai dari sekarang.
Diri sendiri menjadi pangkal dan motivasi untuk mengajak pada orang lain, setiap hal yang besar dimulai dari hal-hal yang kecil, dan waktu sekarang adalah pangkal untuk mengawali setiap perbuatan. Ingatlah bahwa orang akan melihat apa yang telah dilakukan bukan apa yang dikatakan. Perilaku akan mempunyai peran yang besar dari pada perkataan. Karena banyak orang yang pandai berkata namun sedikit karya. Bahkan dalam setiap hal dalam menyelesaikan masalah yang penting bicara, bukannya bicara yang penting-penting saja.

5. Selalu bergaul dengan orang-orang yang shalih.
Bila berada ditanah suci selalu termotivasi untuk beribadah karena tujuan utama adalah untuk beribadah. Begitu pula perkumpulannya bersama-sama orang yang sedang merindukan untuk beribadah secara maksimal. Maka bila ditanah air dapat berkumpul dengan orang shalaih niscara akan terdorong untuk meningkatkan ibadah.

Begitulah bahwa penyandang haji mabrur akan menjadi kenyataan bila dapat mengimplementasikan ajaran Islam secara kaffah. Imannya iman yang sudah tertanam senantiasa dihiasi dengan amal ibadah.

1/09/2015

Meneladani Sifat Wajib Rasulullah Muhammad SAW Khutbah Maulid Nabi



Setiap memasuki bulan Rabiul Awal kita diingatkan kembali dengan peristiwa besar yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW. Kalehiran nabi Muhammad SAW ini menjadi salah satu Hari Besar Islam, dan pemerintah menjadikan hari tersebut sebagai hari libur nasional. Peringatan kelahiran nabi Muhammad SAW di beberapa daerah di Indonesia menjadi momentum untuk mengagairahkan kemabali semangat jihad dan perjuangan. Dimana peringatan ini diselenggarakan selama pada bulan Rabiul Awal bahkan hingga samapai Rabiul akhir.

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ. أَمَّا بَعْدُ؛ فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.


Kaum muslimin jema’ah Jum’ah Rahimakumullah
Mengawali tahun baru 2015 yang sekaligus bertepatan dengan tanggal 3 Januari 2015 kita diingatkan kembali dengan peristiwa besar. Yaitu kelahiran nabi Muhammad SAW, sebagai juru penerang, suri tauladhan yang baik, tokoh revolusi aqidah dan moral umat manusia dari zaman jahiliyah menuju ke alam yang penuh dengan hidayah Allah SWT. Oleh kerena itu mengenang kelahiran Rasulullah SAW tersebut marilah bersama-sama kita berupaya untuk meneladani Rasulullah SAW yang tercantum dalam hadits Rasululah SAW baik dalam ucapan beliau, perbuatan dan tingkah laku beliau karena dengan meneladani-Nya kita akan selamat di dunia hingga alam akhirat kelak.

Mengapa Rasulullah SAW perlu diteladani? Hal ini karena Allah SAW telah mewartakan bahwa pada pribadhi Rasulullah SAW terdapat suri tauladhan yang baik:


“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al Ahzab: 21)

Kaum muslimin jema’ah Jum’ah Rahimakumullah
Allah SWT sebagai Sang Khaliq telah mewartakan kepada umat manusia, bahwa pada diri nabi Muhammad SAW terdapat suri tauladan yang baik. Sesungguhnya keteladanan Rasulullah ini telah terbina dan terjaga sejak beliau masih kecil. Dimana beliau dilahirkan sebagai seorang anak yang yatim kemudian pada usia 6 tahun ibunya (Siti Aminah) meninggal, lalu diasuh oleh kakeknya (Abdul Muthalib) hingga beliau berusia 8 tahun, karena kakeknya meninggal, dan mengasuh cucunya hanya 2 tahun saja. Yang akhirnya beliau diasuh oleh pamannya (Abu Thalib). Keadaan Rasulullah yang demikian ini telah menerpa jiwa dan kepribadiannya sebagai pribadi yang tangguh.

Sejak kecil beliau tidak pernah ikut-ikutan dalam pergaulan teman-temannya yang tidak bermanfaat seperti menyembah berhala, membuat sesaji, meminum-minuman keras dan perbuatan-perbuatan tercela lainnya. Dilingkungan pergaulan teman-temannya beliau terkenal sebagai pribadi yang jujur sehingga oleh masyarakat diberi gelar Al Amin, gelar yang mulia dan hanya diberikan kepada orang-orang yang melakukan kebaikan pada orang lain.

Bahkan ketika beliau menginjak usia dewasa, melihat kondisi masyarakat yang penuh dengan kemaksiatan beliau beruzlah di gua hira’. Sehingga disanalah beliau menerima wahyu yang pertama yang menandai beliau diangkatnya menjadi Rasulullah. Rasul terakhir penutup para rasul, penyempurna ajaran rasul, dan pembawa rahmat bagi sekalian alam.

Kaum muslimin Jema’ah Jum’at Rahimakumullah.
Nabi Muhammad SAW mempunyai sifat wajib, dari sifat wajib tersebut menjadi sumber keteladhan-Nya:
1. Siddiq maknanya benar. Apa yang disabdakan oleh rasul adalah benar dan dibenarkan kata-katanya. (siddiq dan sadiqul masduq). Rasul tidak berkata-kata melainkan apa yang telah diwahyukan oleh Allah SWT. Mustahil rasul bersifat dengan sifat kizzib (dusta). Mustahil rasul mengatakan sesuatu yang tidak dia ketahui dan tidak diwahyukan Allah kepadanya.



“ Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Alquran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”. (An-Najm: 3-4).

2. Amanah ialah rasul akan melakukan sesuatu serta melaksanakan hukum-hukum Allah dengan benar dan tepat sebagaimana yang diwahyukan Allah SWT. Dan juga rasul tidak memungkiri janji.

مَنْ كَذب عليا متعمدا فليتبوأ مقعده من النار


“Barangsiapa yang berdusta atas nama-Ku, siapkanlah tempatnya di dalam api neraka “ (Bukhari, Muslim )

Maka mustahil Rasul bersifat khianat yaitu tidak amanah dan mungingkari janji.

3. Tabligh yaitu menyampaikan. Rasul menyampaikan risalah Allah yang telah diwahyukan untuk selanjutnya untuk disampaikan kepada umat-Nya. Mustahil rasul bersifat dengan sifat khitman yaitu menyembunyikan, risalah Allah yang telah disampaikan kepada-Nya.

4. Fathanah yaitu cerdas dan bijaksana. Rasul mampu memahami perintah-perintah Allah dengan betul dan tepat. Mampu pula berhadapan dengan penentang-penentangnya dengan bijaksana dengan bukti-bukti yang kukuh. Mustahil Rasul bersifat dengan sifat Jahlun yaitu bodoh. Andaikan rasul bukan seorang yang fathanah, maka beliau akan gagal dalam menyampaikan risalah Allah. Karena di dalam sejarah bahwa dakwah di tanah kelahiran yaitu di Mekah selama 13 tahun selalu berhadapan dengan para penentang. Orang-orang kafir, musyrik yang selalu mengahalngi dakwah-Nya bahkan samapai pada tindakan rencana pembunuhan terhadap Rasulullah SAW. Namun karena beliau pribadi yang fathanah sehingga dakwahnya disampaikan dengan hikmah dan mau’izah hasanah.

Kaum muslimin jema’ah Jum’ah Rahimakumullah
Sungguh empat sifat rasul bila dapat diimplementasikan oleh setiap muslim niscaya akan ditemukan kedahsyatan, perubahan yang signifikan dalam tata aturan kehidupan, yang pada akhirnya akan dapat diwujudkan kehidupan yang bahagia didunia maupun diakherat.

Seringkali kita bingung dan dibingungkan oleh pemberitaan media masa dan elektronik yang menyempaikan berita tentang seseorang atau kelompok orang yang dituduh sebagai pihak yang salah. Ternyata yang terduduh juga menyampaikan kepada media bahwa dia tidak bersalah. Seandainya pihak terdakwa, penuntut dan penegak hukum dapat mewarisi sifat-sifat rasul sebagaimana diatas niscaya tidak akan ada dusta yang pada akhirnya tidak akan ada permusuhan. Jika hal yang demikian ini dapat diwujudkan, sejak 14 abad yang lalu melalui berita didalam Alquran, Allah akan melimpahkan keberkahan-Nya.


“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)

Sekarang tugas siapa, ketika antara kebaikan dan keburukan, yang makruf dan yang munkar, yang benar dan yang salah saling berhadapan, saling menyerang, saling mengalahkan. Tidak lain adalah merupakan tugas dari masing-masing pribadi muslim, pembinaan terhadap dirinya sendiri dengan jalan mengarahkan hawa nafsu yang mengajak pada perbuatan kemungkaran menuju pada perbuatan menurut panggilan hati nurani dan petunjuk agama. Setelah pembinaan diri dapat diwujudkan sehingga menjadi pribadi yang menjadi teladan, maka tularkanlah keteladanan pada keluarganya. Karena keluarga adalah negara dalam lingkup paling kecil. Maka suatu negara akan diawali dari keluarga. Pembinaan yang baik terhadap keluarga akan menunjang perwujudan negara yang baik.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ وَنَفَعَنِى وَاِيَّا كُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْاٰيَاتِ وَالذِّكْرِالْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِى هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ, وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.


12/30/2014

Tahun Baru, Evaluasi masa lalu, merenung dan memikirkan Untuk Hari Esok I




Tahun baru adalah tahun yang belum pernah dilalui, masa lalu adalah masa yang tidak akan ditemui lagi. Akankah masa lalu menjadi masa yang tidak akan dikenang lagi, akankah masa lalu menjadi masa yang tidak diacuhkan lagi? Sesungguhnya setiap orang pasti mempunyai masa lalu, tetapi setiap orang mempunyai masa lalu yang berbeda, seandainya ada persamaan hanya mirip saja dan tidak akan bisa serupa.

Bila masa lalu adalah masa yang indah dan membahagiakan maka akan dikenang sebagai sesuatu yang menggembirakan, sebaliknya bila masa lalu adalah masa yang penuh dengan penderitaan maka akan menjadi masa yang tidak ingin dikenang kembali. Tetapi yang terjadi kebahagiaan masa lalu hanya menjadi kenangan karena masa kini menjadi masa yang amat menyedihkan, dan tak jarang banyak orang yang masa lalu penuh dengan penderitaan dan sekarang berbalik menjadi kebahagiaan. Dalam peribahasa Indonesia “berakit-rakit kehulu berenang-renang ketepian” bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.

Bila kita menyaksikan pergantian tahun, sesungguhnya usia manusia semakin berkurang, mengapa demikian? Hal ini tidak lain bahwa rizki, jodoh dan pati adalah merupakan takdir Allah. Karena itu dalam tiga hal ini diambil contoh pati atau mati. Berapa tahun manusia akan merasakan hidup di alam dunia. Tidak ada yang mengetahui, hanya Allah yang Maha Tahu. Allah berkuasa untuk mengidupkan dan mematikan hamba-Nya. Kematian adalah hak Allah dan setiap hamba-Nya hanya menjalankan saja. Maut akan menjemput baik dalam kondisi susah atau senang, tua atau muda, sedang sendiri atau sedang bersama-sama. Karena itu ketika ajal sudah tiba saatnya tidak akan dapat diajukan atau diundur.

Seandainya si fulan pada tahun 2014 telah berusia 18 tahun, dan hanya Allah Yang Maha Tahu bahwa si fulan diberi umur 70 tahun. Dengan demikian si fulan masih mempunyai umur 52 tahun, ketika masuk tahun 2015 maka usianya berkurang setahun, maka kesempatan hidup tinggal 51 tahun. Tetapi bagaimanakah jika Allah SWT hanya akan memberikan usia 30 tahun, maka kesempatan hidup tinggal 12 tahun dan ketika masuk tahun 2015 maka kesempatan hidup berkurang setahun dan tinggal 11 tahun.

Adakah usia 51 tahun atau usia 11 tahun, bahkan usia yang lebih sedikit atau lebih banyak menjadi usia yang produktif untuk beramal dan beribadah sesuai dengan petunjuk Allah. Niscaya orang yang demikian ini akan termasuk golongan orang-orang yang beruntung, merugi atau terkutuk. Karena itu Rasulullah SAW pernah bersabda:

من كان يومه خيرا من امسه فهو رابح. ومن كان يومه مثل امسه فهو مغبون. ومن كان يومه شرا من امسه فهو ملعون. رواه الحاكم


• Barang siapa yang keadaannya hari ini lebih baik daripada hari kemarin, dialah orang yang beruntung.
• Barang siapa yang keadaannya hari ini sama dengan hari kemarin, dialah orang yang merugi (tertipu).
• Barang siapa yang keadaannya hari ini lebih buruk daripada hari kemarin, dialah orang yang dilaknat (terkutuk). (HR. Hakim)

Karena itu sebaik-baik hamba yang senatiasa introspeksi, sebagaimana sahabat Umar bin Khatab pernah berkata “haa sibu anfusakum qabla an tuhasibu” hitunglah dirimu sendiri sebelum dihisab oleh Allah. Ketika masih ada kesempatan untuk menghisab dirinya sendiri berarti masih diberikan kesempatan hidup, namun bila Allah yang mengisab maka datanglah ajal, sudah tertutup pintu tobat. …………bersambung.

12/26/2014

Uang Bisa Membuat Orang Bahagia tapi Bukan Karena Uang Menjadi Bahagia



Dari judul di atas bila dicermati dan dibaca berulang-ulang, sekilas sama. Namun sesungguhnya mengandung pengertian yang berbeda. Bila mengatakan “uang bisa membuat orang bahagia”, mungkin setiap orang tidak ada yang menyangkalnya. Karena bisa berangkat kerja ke kantor atau berangkat ke sekolah, baik menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum. Semuanya memerlukan syarat yaitu harus membayar dengan uang. Jadi uang menjadi sarana untuk memperoleh sesuatu yang bisa menjadikannya bahagia.

Tapi bukan karena uang menjadi bahagia, dari ini terkandung makna bahwa kebahagiaan itu dapat diraih bukan karena uang semata, karena bila demikian akan terjadi pendewaan terhadap uang, “karena uang menjadi bahagia”. Sekalipun uang bukan segala-galanya, namun uang senantiasa dicari. Berbagai macam upaya ditempuh, untuk mengangkat prestise dan status sosial yang lebih baik.

Ada orang yang memandang orang lain, karena mempunyai pekerjaan yang mapan, jabatan yang tinggi, penghasilan yang banyak, tentu mereka sangat bahagia. Orang memandang yang demikian ini karena memandang bahwa apapun yang diinginkan bisa dibeli dengan uang. Rumah megah, kendaraan mewah, perhiasan dan accessoris rumah yang serba wah apapun bisa diperoleh. Berhentikah dia pada titik klimak telah bahagia?

Pernah salah seorang teman saya mengatakan, bahwa ketika anak-anaknya suka dengan makan telor asin maka dibelikan telur asin itu sebanyak-banyaknya, sehingga anak-anaknya tidak mau makan. Bahkan untuk melihatpun terasa sudah bosan. Pernah anak-anaknya suka makan pitza, maka dibelikan pitza sebanyak-banyaknya sampai hilang keniktannya. Ketika anak-anaknya ingin makan dengan ayam goreng maka dibelikan ayam goreng sebanyak-banyaknya hingga bosan dan tidak mau makan lagi.

Mengapa anak-anaknya bosan dan mengapa dibelikan sebanyak-banyaknya.karena orang tuanya adalah orang yang berada, punya banyak uang dan sangat cinta kepada anak-anaknya. Suatu saat teman saya ada pekerjaan di luar kota, sehingga sudah menjadi kebiasaan ketika mau pulang harus menyiapkan oleh-oleh bagi keluarganya yang ada di rumah. Biasa yang dibeli adalah makan yang menurut dirinya enak dan harganya mahal. Setelah sampai di rumah oleh-oleh diberikan kepada anak-anak ternyata hanya dibuka kemudian ditinggal pergi. Tidak ada yang mau makan. Bahagiakah dia?

Akhirnya sampai pada keputusan, bila suatu saat pergi keluar kota tidak akan membeli oleh-oleh lagi, percuma karena tidak ada yang mau makan. Bahagiakah dia? Ternyata teman saya ada pekerjaan di luar kota lagi, cukup lama 10 hari pisah dengan keluarganya, anak dan istri yang tercinta dan orang tua yang dimuliakan, saudara-saudara dan tetangga yang senantiasa berkumpul bersosialisasi dan berinteraksi bersama. Pada waktu ada kesempatan teman saya diajak berjalan-jalan ke super market oleh teman-temannya. Dia melihat teman-temannya ada yang memilihkan pakaian untuk anak dan istrinya, makanan untuk oleh-oleh keluarganya. Dia ingin seperti teman-temannya. Namun di dalam hati bertanya, bila anak dan istrinya dibelikan pakaian takut tidak cocok, dibelikan makanan tidak dimakan. Bahagiakah dia?

Bila teman-temannya berbelanja dengan uangnya dia merasa bahagia dan ingin membahagiakan keluarga yang ditinggalkan. Namun bagi teman saya ternyata uang tidak membuatnya bahagia, karena dengan uang kadang teman saya itu disalahkan, istrinya sering bilang “kalau beli mbok ya jangan seperti ini, jangan yang warna ini”, belum lagi istrinya mengatakan mahal, boros tidak bisa menawar dan lain-lain. Bahagiakah dia dengan yang dimiliki?

Teman saya itupun ketika pulang, ditengah perjalanan menyaksikan para petani yang sedang duduk-duduk di pematang sawah, berteduh pada beberapa lembar daun pisang. Nampak dari kejauhan makan dan minum dengan lahapnya. Berapa gaji yang diperoleh pada hari itu tidak ada seperlima gaji teman saya. Namun mengapa teman saya itu makan direstoran tapi ternyata tidak senikmat petani yang makan di pematang sawah tadi. Bahagiakah dia?

Tiada rasa malu, takut, ragu memungut sampah ditengah kerumunan

Kadang orang memandang hina pekerjaan yang menurut dirinya hina, seperti menjadi pemulung, mencari rumput, menanam padi, mencangkul, pengasong, kuli bangunan, pekerja pabrik, tukang tambal ban, tukang tambal baju dan sebagainya yang menurutnya pekerjaan hina dan rendahan dengan gaji yang sedikit. Tentu tidak membuatnya bahagia. Benarkah demikian?

Ada seorang laki-laki yang setiap hari berjalan tertatih-tatih mengais rizki, dengan mengumpulkan sampah. Tidak peduli dia sedang berada ditengah-tengah orang yang sedang bergembira-ria, dia tidak malu, tidak takut, semuanya dilakukan dengan biasa. Bahagiakah dia? Bisa saja dia lebih bahagia dari pada orang yang seperti sedang bahagia. Sesungguhnya kadang orang tidak jujur terhadap dirinya sendiri, sedang susah pura-pura bahagia, sedang menangis pura-pura tertawa. Namun sesungguhnya kebahagiaan itu tidak bisa dimanipulasi, kebahagiaan ada di dalam hati.

Karena itu jangan menunggu mempunyai uang yang banyak baru bahagia, namun berhagialah maka akan memperoleh uang yang diinginkan. Jangan menunggu ikhlas untuk bersedekah namun bersedekahlah maka akan menjadi ikhlas. Jangan mengaharapkan memperoleh rizki yang melimpah ketika tidak mau bersedekah.

Selagi nyawa masih melekat pada jasadnya, tak ada orang yang mengharapkan mendapat petaka sehingga hidupnya menjadi susah, setiap orang ingin hidupnya bahagia. Maka untuk mewujudkannya diperlukan usaha dan perjuangan secara terus-menerus. Kebahagiaan harus diupayakan. Maka bila bahagia itu jika ukuranya telah mempunyai hp terbaru, maka harus mencari uang untuk mendapatkannya. Tetapi sampai berapa saatkah akan merasa bahagia, karena, ternyata seiring berjalannya waktu akan merasa bosan. Demikian pula bila kebahagiaan itu bisa diraih setelah mempunyai mobil mewah dan rumah megah. Ternyata suatu yang pada awalnya dikagumi kemudian menjadi hal yang biasa.

Itulah bila kebagaian itu ukurannya jika telah terpenuhi hajat hidupnya dalam wujud materi, maka semakin lama bukannya semakin cinta namun justru akan usang dan tidak menarik lagi. Lain halnya bila kebahgaiaan itu, karena ingin semakin dekat dengan sang Khaliq, maka disinilah puncakkebahagiaan ketika telah merasakan kehadiran Allah pada dirinya, sehingga kecintaannya akan selalu tumbuh dan berkembang.
Ketika orang lain pada siang hari makan dan minum dengan sepuasnya, namun justru dirinya berupaya untuk menahan diri sehingga berpuasa. Ketika mendengar penggilan azan segera mendatangi tempat shalat dan menegakkan shalat dengan berjamaah, padahal orang-orang tetap sibuk dengan urusannya masing-masing. Ketika pada malam hari orang-orang tidur dengan nyenyaknya, namun dia senantiasa bangun malam, meninggalkan tempat tidur dan segera mengambil air wudhu kemudian menegakkan shalat lail. Ketika melihat orang-orang bekerja menumpuk harta untuk keperluannya, namun dirinya senantiasa menyisihkan haknya bagi fuqara’ masakin.

Segala tuntunan Allah bila senantiasa dilaksanakan, maka akan mendatangkan kebahagiaan. Dan kebahagiaan ini bersifat subyektif tergantung pada pengalaman spiritualnya masing-masing. Dalam agama Islam semua bentuk ibadah mempunyai keutamaan/ fadhilah. Siapakah yang akan mendapatkan fadhilah kecuali mereka yang mau melaksanakan. Akan memperoleh keutaman shalat malam bila mau menjalankan shalat malam. Maka bagi muslim yang menghabiskan waktu malam untuk tidur maka tidak akan memperoleh fadhilah shalat malam.

12/24/2014

Donor Darah Membantu, Menyehatkan, Menyelamatkan Diri Dan Orang Lain



“Tiap tetes darah sangat berarti bagi yang membutuhkan” inilah salah sati semboyan di PMI. Sebagai satuan kerja yang membidangi kegiatan sosial dan kesehatan melalui donor darah. Ada yang setiap tahun secara rutin menjadi peserta donor darah, bagi mereka merasakan menjadi sehat secara pribadi dan yang lebih penting lagi ternyata bisa menyehatkan dan menyelamatkan nyawa orang lain. Betapa banyak orang yang mengalami pendaharahan karena kecelakaan atau karena melakukan operasi. Tertolonglah mereka karena kerelaan, keikhlasan dan kesadaran untuk menolong memalui donor darah.


Peserta Donor Darah diantar anak dan istri tercintanya.
 
Tidak semua orang yang mau menjalankan donor darah, karena ada yang merasa takut. Ada beberapa orang yang setelah mendonorkan darahnya tubuhnya menjadi lemah dan pucat, ini yang menjadi sebab orang mengaca pada dirinya. Pada rangkaian kegiatan jalan sehat kerukunan umat beragama dalam rangka perngatan Hari Amal Bakti ke-69 Kementerian Agama RI, Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo menyelenggarakan kegiatan donor darah. Semoga menjadi amal shalih yang diterima Allah SWT, terutama bagi peserta donor darah maupun kepada para petugas PMI.